Kita terhenyak dalam kaget ketika seorang Hidayat Nur Waahid yang nota bene adalah wakil ketua MPR dan bahkan pernah menjadi ketua MPR RI berujar "zionis Nusantara".
Zionis Nusantara sengaja dia lekatkan sebagai predikat bagi sebagian atau sekelompok masyarakat kita yang dalam konflik Hamas dan Israel baru-baru ini dia anggap berpihak pada Israel.
Padahal, sebagai wakil ketua MPR RI, seharusnya dia tak perlu larut dalam saling menyudutkan salah satu pihak apalagi menggeneralisir sebuah predikat.
Mencoba menalar apa yang ada di kepala seorang Hidayat atas frase yang dia pakai, ada beberapa hal perlu kita cermati.
Apa sih zionis?
Zionis adalah gerakan nasionalis Yahudi internasional yang menghasilkan negara Israel di wilayah bernama Palestina.
Sementara secara etimologi atau dari mana kata zionis itu muncul dapat dirunut dari kata zion yang merujuk pada gunung Sion. Pada nama gunung itu terkait seorang raja bernama Daud. Pada raja Daud, kebesaran bangsa itu adalah puncak mimpi yang ingin kembali diraih.
Bagaimana dengan Nusantara?
Nusantara menunjuk pada wilayah bernama Indonesia. Kata ini tercatat pertama kali dalam literatur berbahasa Jawa Pertengahan abad ke-12 hingga ke-16 untuk menggambarkan konsep kenegaraan yang dianut Majapahit.
Namun ketika Nusantara dilekatkan pada kata zionis, Nusantara jelas bermakna orang atau orang-orang dari Nusantara.
Di sisi lain, Nusantara sering bermakna dan merujuk pada jaman keemasannya, tentu ini terkait dengan kita yang punya mimpi bahwa Indonesia kelak harus memiliki pengaruh seperti Majapahit dulu pernah.
"Loh koq sama? Yahudi bermimpi pada pencapaian Daud dan banyak dari kita bangga pada pencapaian Nusantara di masa lalu kan?"
Adakah Hidayat tak memahami semua cerita itu?🤦
Menggeneralisir Nusantara dengan zionis jelas ngawur. Kebenciannya pada Yahudi tampak tersanding dalam sejajar dengan para pecinta NUSANTARA telah membawanya pada paradoks.
Bodohkah atau kurang banyak literasi kah, jelas bukan. Dia lahir di Prambanan Klaten di mana tradisi apalagi cerita tentang Majapahit pasti menjadi kesehariannya. Dia juga mendapat gelar doktor pada bidang dakwah di Madinah.
Dia pasti belajar banyak tentang Israel dengan segala perniknya.
Tendensius? Mmm...🙄
Frasa zionis Nusantara yang dia gaungkan itu jelas bukan proses asal "njeppak" demi keren sebuah narasi, tapi pasti dilakukan dengan perhitungan matang. Dilakukan dengan maksud.
Ketika kita tahu dia berdiri sebagai kader PKS, di sana kita menjadi mahfum. Siapa pun yang tahu kemana PKS berlabuh, tahu untuk apa narasi itu dibuat.
Tujuan partai itu berdiri jelas sangat berbeda dengan banyak partai nasionalis yang ada di negeri ini. Nusantara, ga ada dalam kamus mereka.
Utopia mereka tentang kemana arah Indonesia sepertinya adalah khilafah.
Nusantara dengan segala kebesarannya jelas bukan arah ingin mereka tuju. Menyandingkan zionis dengan Nusantara, hanyalah salah satu cara agar kebencian pada Nusantara terpatri erat pada para pendukung dan kader-kadernya.
Jadi tahu kan kenapa Zionis dilekatkan pada Nusantara?
.
.
.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Kekhususan makna tongkat estafet atas pemerintahan Jokowi dalam cara pandang PDIP tentu berbeda dengan banyak partai peserta pemilu 2024 nanti.
Nawacita dan Revolusi mental mendapat titik tumpu dan bagaimana Indonesia pada 2024-2029 nanti harus tersambung erat dengan apa yang sudah Jokowi lakukan selama 10 tahun.
Ada sesuatu yang agak janggal pada peristiwa Semarang kemarin. Seorang Ganjar yang notabene adalah Gubernur Jawa Tengah sekaligus kader PDIP justru tak tampak hadir. Kabar kita terima, dia memang tak diundang.
Paradoks kita dalam bernegara tampak saat sebagian warga Poso minta pada pemerintah untuk dipersenjatai. Dalam frustasi karena hak mereka untuk mendapat perlindungan negara tak terpenuhi, mereka minta dilatih
agar dapat turut membasmi terorisme yang terjadi di halaman rumahnya. Atau paling tidak hanya untuk sekedar bela diri ketika negara tak mampu membelanya.
.
.
Seharusnya mereka adalah subyek hukum. Tak pantas negara abai. Apa yang terjadi bukan copet atau maling yang akan masuk dalam rumah mereka tapi gerombolan bersenjata di mana parang atau golok yang warga miliki bukan lawan seimbang.
ADA SESUATU YANG BERBEDA.... Tak asing telinga ini mendengar lantunan dalam gempita lebih dari 1000 orang bernyanyi bersama. Semua orang berdiri dalam khidmat & getar nada menyelusup jauh hingga lorong - lorong sempit di pasar tersebut
yang mengingatkan kita pada suatu saat dulu lagu itu demikian berarti bagi setiap insan Indonesia.
.
.
Lama sudah rasa seperti ini hilang tertelan jaman. Dia seperti tak lagi memiliki makna hingga tersimpan dalam jauh sudut memori tak terjangkau. Lenyap dan terlupakan.
Ada rasa gembira, sekaligus haru. Dalam makna, dalam setiap baris kalimat, di sana tersimpan sejarah panjang bangsa besar ini pernah berjuang. TANAH TUMPAH DARAHKU, TANAH AIRKU, DISANA AKU BERDIRI.
Dulu, bernyanyi seperti itu sering kita lakukan saat masih sekolah.
BAIK ISRAEL MAUPUN HAMAS PALESTINA sepakat gencatan senjata tanpa syarat. Mesir menjadi mediator atau pihak pengusul.
Kenapa Mesir bisa?
Dengan Israel, Mesir memiliki hubungan diplomatik. Pada Hamas, selain wilayahnya langsung berbatasan dengan Mesir, Hamas menganut paham Ikhwanul Muslimin. Kita tahu IM ini lahir dari Mesir.
"Tapi, bukannya IM sudah dianggap organisasi teroris oleh Mesir?"
Sama dengan FPI yang dibubarkan, intelijen kita masih memiliki akses dengan banyak petinggi eks FPI. Para petinggi IM dengan mudah masih dapat berkomunikasi dgn petinggi Hamas.
Di sisi lain, siapakah tak percaya bahwa selain politis, perang ini terkait bisnis para petingginya?
Dalam satu tarikan garis lurus, Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah sejarah tentang bagaimana bangunan sebuah negara yang wilayahnya
membentang dari Sabang sampai Merauke itu dibangun.
.
.
Ada proses panjang harus dilalui. Pondasi yang baik sangat menentukan kualitas bangunan yang akan dibangun di atasnya. Pun Indonesia merdeka.
Sebagai sebuah bangunan, peristiwa Kebangkitan Nasional adalah tentang pondasi yang dibuat demi tujuan Indonesia merdeka.
Kritik Jurnalis Pieter Brooshooft (1845-1921), tentang kewajiban moral Belanda untuk memberi lebih banyak hak kepada rakyat Hindia Belanda ditanggapi
MUNGKINKAH INDONESIA MENJADI JURU RUNDING PERDAMAIAN PALESTINA-ISRAEL?
.
.
.
Kita mendengar bahwa China menawarkan diri menjadi penengah "permusuhan abadi" antara Israel dan Palestina.
Ada alasan cukup masuk akal selain sebagai sesama negara Asia, China secara diplomatik berhubungan dengan keduanya. China selain teman baik Israel, dia juga bersahabat dengan Palestina.
Banyak sudah negara-negara barat tercatat gagal menjadi juru runding yang baik dan netral sehingga diterima kedua pihak.