Privilege pendapatan keluarga terhadap pendidikan anak, mitos apa bukan sih?!💸🧑🎓
.
.
.
.
A thread
Halo haloo, omg ga berasa banget ya udah pengumuman SBMPTN ajaaa. Mimin jadi berasa banget udah memasuki semester tua😅😅 Anyway, selamat buat temen-temen yang keterima dan tetap semangattt buat yang belumm💪
Nah, karena masih anget banget nih topik tentang pendidikan, hari ini mimin akan bahas tentang waswiswusweswos favorit netizen: previlege. Kalian tim yang mana sih, percaya privilege dari keluarga itu berpengaruh atau engga?
Anak yang lahir dari background orangtua berpendapatan tinggi cenderung bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi dan begitu juga sebaliknya. Kenapa bisa gini?
Mungkin kalian juga udah bisa nebak, karena orangtua dengan pendapatan rendah menghadapi kendala finansial untuk melanjutkan pendidikan anaknya.
Tapi nih guys, kalian pernah kepikiran ga sih bisa aja penelitian-penelitian terdahulu ini bias? Mimin persilahkan bagi netizen yang ga percaya previlege pendapatan untuk mengemukakan pendapatnya, monggo reply disini..
Nah, kalau dipikir-pikir, bisa aja sih bias. Kenapa gitu?
Dalam kata lain, bisa aja karna faktor genetik gitu guyss. Nah, makanya, sekarang menurut kamu gimana, previlage pendapatan masih ngaruh gaa ke pendidikan?
Nah adanya kemungkinan bahwa ada bias di penelitian terdahulu karena mengabaikan faktor genetik, makanya Erik Plug sama Wim Vijverberg melakukan penelitian ulang tapi dengan menghindari bias genetik tadi. Nah loh, caranya gimana?
Penelitiannya mengobservasi anak-anak yang diadopsi. Idenya simple, kalau anak yang diadopsi ga punya hubungan genetik sama keluarga yang membesarkan mereka, maka kita bisa liat apakah ada hubungan sebab akibat (kausal) antara pendapatan orangtua dengan tingkat pendidikan.
Mari langsung masuk aja ke detail penelitiannya. Plug dan Vijverberg mengambil data dari Wisconsin Longitudinal Survey yang isinya dataset orang-orang yang lahir di sekitar tahun 1939.
Nah, data ini sebenernya dikumpulin di tahun 1957 gitu, ketika respondennya baru pada lulus SMA
Apa aja data yang diambil? Mulai dari latar belakang (pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan orangtua, jumlah saudara, IQ, dll). Nah, yang namanya survey longitudinal, otomatis respondent ini disurvei lagi di tahun-tahun selanjutnya.
Makanya, di sekitar tahun 1964 sama 1975, responden ini ditanya lagi tentang gimana tingkat pendidikan serta karir (termasuk pendapatan) mereka. Di saat yang sama, mereka juga ditanya nih tentang anak-anak mereka.
Data yang diambil tentang anak mereka itu ga hanya tingkat pendidikan aja, tapi juga keterangan apakah anak tersebut anak biologis atau adopsi. Oke, biar kebayang data siapa aja yang diambil, kalian liat gambar ini aja yaa:
Singkat cerita, karena ini survei longitudinal, jadi banyak banget lika liku ngumpulin datanya. Finalnya, penelitian ini dapet 574 data anak yang diadopsi. Nah, lalu apa yang diteliti dari anak-anak ini?
Jelas, dependent variabelnya adalah tingkat pendidikan, kalau disini dinotasikan sebagai ‘years of schooling’ (lama bersekolah (tahun)). Oh iya, anak-anak yang masih bersekolah disensor gitu observasinya, kurang lebih sekitar 40% dari observasi penelitian.
Karena ada sensor sensor begini, makanya penelitiannya pakai censored regression. Singkatnya, jenis regresi yang satu ini digunakan ketika variabel dependent pada model disensor ketika nilainya di atas / di bawah batasan tertentu.
Kapan kapan mimin akan bahas lebih detail tentang censored regression ini yaa, kalau sekarang, nanti threadnya ga selesai selesaii hehehe.
Atauu kalau kalian mau belajar sekarang dan nerapin salah satu cabang ilmu ekonometrika ini, boleh banget join non degree program Data Scientist Pacmann hehe. Cek info kurikulum dan fasilitas kelas nya di bit.ly/PacmannioTwitt… yaa!
Oke, lanjut. Untuk independent variabelnya sendiri ada banyakkk banget. Model utama dalam penelitian ini menggunakan independent variabel berupa pendapatan orangtua mereka di tahun 1975, gender anak, umur anak, dan jumlah saudara yang dimiliki anak.
Sedangkan untuk model lainnya itu mencakup independent variabel berupa IQ orangtua, years of education orangtua, pendapatan kakek-nenek mereka di tahun 1957, dan years of education kakek-nenek.
Setelah melakukan censored regression, akhirnya didapatkan hasil yang bisa kalian liat pada gambar di bawah ini. Di thread ini, mimin akan bahas model yang pertama aja yaa, yang model utama ituu.
Kita bisa liat kalau koefisien untuk log of income 1975 itu positif dan signifikan di model pertama, tapi di model lain juga gitu sih. Artinya, memang pendapatan orangtua berpengaruh terhadap years of schooling anak setelah menghilangkan bias genetik.
Gimanaaa, apakah kalian setuju sama hasil penelitian inii?
Okee, lanjut. Nah, yang unik nih, untuk variabel siblings alias jumlah saudara itu menunjukkan hasil yang negatif. Ini juga bisa disebabkan karena pendapatan keluarga berpengaruh sama pendidikan anak sihh
Tapi yuk coba bayangin gini, anggaplah pendidikan anak itu merupakan hasil dari parental time inputs (waktu yang dihabiskan orangtua untuk mengasuh anak) dan juga keuangan keluarga.
Kalau parental time nya sedikit, orangtua bisa aja cari substitusinya (misal dengan masukin anak ke day care, mempekerjakan nanny, nyekolahin anak di private school biar lebih diperhatikan, nyari tutor, dll).
Di sisi lain, kalau credit market oke dan orangtua bisa minjem uang disitu untuk kepentingan sekolah anak, kurangnya parental time ga akan berpengaruh terhadap pendidikan anak (toh orangtua bisa akses credit market untuk bayar day care / nanny / tutor).
Kalau kaya gini, harusnya jumlah saudara ga akan berpengaruh ke pendidikan anak.
Jadi, kecuali parental time dan sumber daya finansial gabisa disubtitusikan dan parental time itu penting banget buat pendidikan anak (misal level pendidikan tertentu gabisa dicapai ketika parental time berada di bawah level tertentu),
harusnya ukuran keluarga ga bakal berpengaruh sama pendidikan anak. Tapi, di penelitian ini korelasi antara jumlah saudara sama pendidikan anak itu negatif, nah artinya apa?
Ada 2 kemungkinan; bisa karena orangtua ga memaksimalkan subtitusi yang ada di pasar untuk mengatasi kurangnya parental time, dan bisa juga karena parental time itu penttiiiingg banget buat pendidikan anak.
Nah mungkin hasil penelitian ini juga bisa menjadi masukan buat kita semua agar ningkatin parental time kalau udah punya anak hehehehe. Okee, mari kita lanjutkan lagii.
Untuk variabel ‘daughter’ sendiri hasilnya ga signifikan, menandakan ga ada perbedaan signifikan antara anak perempuan dan anak laki-laki, walaupun hasil di setiap modelnya itu positif untuk daughter.
Untuk variabel umur, di model 1-5 ini rata-ratanya ada disekitaran 0.05, artinya anak yang 10 tahun lebih muda dibandingkan dengan rata-rata observasi bisa menyelesaikan ½ tahun lebih banyak years of schooling.
Nah, kira kira gitu guys singkatnya penelitian mengenai pendapatan keluarga dan pendidikan anak. Sebenernya masih banyak banget penemuan di penelitian yang jadi acuan thread ini, cuma panjanggg banget guys ga boong✌️
Jadii kalau kalian tertarik untuk nyari tau lebih lanjut (misal ada perbedaan kasih sayang ga sih antara anak yang diadopsi dengan anak biologis), kalian bisa baca lebih lanjut di academic.oup.com/oxrep/article/… yaa! See you di thread selanjutnya!👋
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Sudah 7 tahun kerja sebagai Data Scientist, berikut adalah apa yang gue kerjakan dan kenapa gue hanya mau digaji mahal:
1. Hal pertama yang gue kerjakan sebagai data scientist adalah membuat dokumen bisnis proses.
Kenapa dokumen ini dibuat? karena kalau gak ada dokumen ini, gue gak tahu apa aja yang mesti dimodelkan.
Gue harus interview semua department dan menurunkan business process nya. Kebanyakan di perusahaan, terlebih di perusahaan rintisan, dokumen ini gak ada sama sekali.
Gue harus ngobrol sama tim operation, tim sales, tim marketing, tim HR, dll.
Pengalaman gue jadi Data Scientist 7 tahunan ini, permasalahan paling sulit itu bukan data, atau algoritma, bukan juga model accuracy.
Permasalahan paling sulit adalah membuat orang bisnis paham limitasi dari model, memahami fungsi model dan membuat mereka skeptis dengan sehat atas kemampuan model.
Deployment juga tidak susah. Yang susah adalah perubahan prioritas dari manajemen dalam modeling. Model sering dijadikan gimmick oleh perusahaan menjadi "data driven" atau "AI company".
Racik minuman pakai data checckk!🍻🧑🍳
Pemanfaatan data untuk industri fnb
.
.
.
A thread
Trend makanan minuman berubah-ubah mulu yaaa. Dulu mimin inget banget thai tea booming dan dijual dimana manaa. Eehhh terus ga lama muncul bobba yang trendnya barengan sama kopi gula aren gituu. Favorit kamu yang mana nih?
Anywayy, trend ginian tuhh cenderung berubah terus yaa seiring berjalannya waktuu. Kira kira kedepannya minuman apa nih yang bakal trending?
Ini mimin bahas dari layout aja yahh, buat pembelajaran kita tentang golden ratio kemarin. Dan juga cuma beberapa elemen, engga semua. Minpe yakin lah #SekelasUI engga mungkin bikin kesalahan-kesalahan pemula 😂
Pakai matematika biar ✨aesthetic✨?
Introduction to golden ratio
.
.
.
A Thread
Pernah ga sii kalian kepikiran make matematika buat art kalian biar ✨aesthetic✨?
Di thread kali ini, mimin mau nunjukin betapa matematika bener-bener deket sama kehidupan manusia, bahkan di hal-hal yang kita engga sadari. Ini juga bisa menjadi suatu “bukti” kalo emang matematika engga bakal bisa lepas dari kehidupan manusia
Ngukur performa model mulu, ngukur performa DS nya kapan?🧑💻🧠
Key Indicator Performance untuk Data Scientist!
.
.
.
A thread
Mimin penasaran dehh, buat temen-temen Data Scientist disini kalau habis ngerjaiin project tuhh bakal dieveluasi gitu ga sii? Eeehh-- bukan performa modelnya, itu mah sudah byasaa~.
Maksud miminn ituu kinerja kalian gitu yang dievaluasii, bukan cuma modelnyaa hehehe.
Pengeluaran perusahaan untuk data scientist team itu pasti gak main-main, jadi para stakeholders mau tau dong apakah ‘investasi’ mereka buat hire data scientist itu paid off well atau engga.