Di banyak negara berkembang, infrastruktur fisik massif biasanya cuma bisa dikerjakan o/ rejim otoriter yg berkuasa lama. Pak @jokowi melakukannya dlm sistem demokratis.
Tantangan politisnya lebih kompleks dr tantangan teknisnya
Pegiat2 masyarakat sipil & politik perlu memahaminya dr sejarah & menyikapi soal ini dgn jernih u/ meraih hasil optimal dgn meminimalisir dampak negatifnya. Soalnya infrastuktur fisik adalah hardware-nya bangsa. Tinggal kita bangun software & algoritmanya
Tantangan membangun perangkat keras (hardware) bangsa kini bertambah krn #revolusi40 menuntut hardware yg nyambung dgn perangkat lunak (software) & algoritmanya kehidupan. Kita dituntut menjalani prosedur2 masuk akal (logis) & masuk hitung2an (matematis)
Belum tuntas kita mengenali peluang & tantangan #revolusi40 ..eh kita kena pandemi #COVID19 dalam keadaan: 1. Hardware infrastruktur fisik belum merata 2. Software & algoritma baru dirancang 3. Brainware (SDM) masih agraris (tebang, tanam & jual sesuai cuaca)
Ya kita harus mikir ulang & kerja ulang. Tapi kali ini harus lebih keras & lebih cerdas.
Caranya?
BERIMAJINASI & BERINOVASI...
Gak ada cara lain!
Bicara politik arah negara tanpa memperhatikan perkembangan2 terbaru sama aja naik pesawat tanpa radar/ATC dgn awak pesawat ditutup matanya dalam cuaca buruk.
Nabrak gunung!
Akhirnya kita jd pemadam kebakaran aja...kalau masih selamat
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Untuk kisah hari2 pertama Operasi Barbarossa (hari ini, 22 Juni, 80 tahun lalu), bisa tonton film "Brest Firtress" yg berdasar kisah nyata ini
Untuk kisah spionase Jerman vs Soviet menjelang & hari2 pertama Operasi Barbarossa (hari ini 80 tahun lalu), bisa tonton mini seri "Spies Must Die: the road to fire" ini
RRC meluncurkan kargo ke stasiun ruang angkasa buatannya. RRC cepat maju krn semua hal sifatnya teknis,. Yg politis cuma di Beijing. Sbg negeri liberal, semua hal politis di Indonesia. Utk bisa maju, harus diimbangi sains & teknologi xinhuanet.com/english/2021-0…
Kita tak mungkin (dan tak boleh) balik jd orotriter. Tp agar demokrasi kita lebih produktif & substantif, sains & teknologi harus digenjot spy kebebasan punya tolok ukur obyektif u/ kemajuan & kesejahteraan. Kenapa dgn sains teknologi & bukan niat baik saja?
Supaya kita gak ngawur & juga karena niat baik saja tak bisa bertahan lama...Spt menggantungkan tangan di dahan pohon tak bisa bertahan lama membantu kita spy tak jatuh. Harus ada alat bantu buatan utk tangan (dan otak) kita yg lelah
Di usia balita maupun di usianya sekarang, putriku biasa2 saja. Hanya suka kuajak ngobrol dr hati ke hati. Kuterangkan apa saja ttg segala hal baru yg saya ketahui. Kalau saya gak tahu, saya kasih dia buku atau kucarikan guru
Dia bukan orang yg banyak ngomong. Tapi saya mengetahui apa yg membuatnya tertarik dgn saya melihat caranya dia menatap sesuatu
Dia jarang mengatakan yg dia suka. Dia cuma bilang apa yg tak dia suka saat kuminta dia melakukannya. Jika sdh begitu bahkan saya tak membujuknya u/ menyukainya. Untuk tahu ttg apa yg dia suka cukuplah dgn melihat apa yg mau dia tekuni & hasilnya memuaskan
Putriku sedang belajar bagaimana menggunakan Persamaan Schrödinger utk mempelajari atom hidrogen yg lebih akurat dari pada yg dikemukakan o/ Niels Böhr dalam meneliti fase transisi elektron2 antar jari2 (radian) di dalam atomnya.
Fenomena fisika kuantum!
Jadi rupanya anak kita sedang sama2 mempelajari atom hidrogen, @amflife 😆😆
Spt pernah kubilang putriku terutama bukan suka Fisika tp Matematika. Waktu SD kesulitan Matematika tp usai kursus filsafat logika 2 bulan, memudahkan dia belajar Matematika dasar sampai lanjut. Pada gilirannya memudahkannya belajar Fisika dasar sampai lanjut
Jika mau Indonesia jd bangsa berbasis pengetahuan (knowledge-based nation), ini tantangannya...
Mari mulai benahi dari diri sendiri dan keluargamu...
Membaca, menulis, berdiskusi, meneliti & berdebat adalah tradisi manusia & bangsa yg mau jd bangsa papan atas...
Jika gak, di tahun 2045 cuma jd bangsa papan nama.
Cuma ada paspor, birokrasi & kedutaan besar di mana2 tp cara berpikirnya diisi bangsa2 lain