Bismillahirrahmanirrahim_Allahuma shalli 'ala Sayyidina Muhammad wa Ali Sayyidina Muhammad_
*MUHARRAM SATU*
✍
*Oleh: Ustadz Miftah F. Rakhmat*
Ah, bulan Muharram kembali menyapa. Syukurku pada Tuhan berselimutkan duka. Saudaraku seagama merayakannya dalam suka.
Tahun baru kata mereka. Maka parade diarak, gegap gempita menyeruak. Semangat kebahagiaan terasa semarak.
Tak perlu dalil untuk itu. Tak perlu berpanjang kata. Para cendikia berjajar dalam barisan pawai raya.
Aku menjemputnya dalam wajah murung dan tangisan yang tertahan. Dan seberkas cahaya kerinduan membersit menghunjam, memberikan kehangatan. Selembar kertas kenangan terhampar di hadapan.
Adalah Allamah Bahjah, guru ruhani itu. Ia kisahkan pengalaman hidupnya saat berada di Najaf Asyraf, pusara Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib as. Katanya, dua sungai Furat dan Dajlah bertemu di sebuah desa kecil bernama Mushib.
Di pertemuan dua sungai itu tinggal seorang yang tidak mencintai Ali bin Abi Thalib. Ia bertetangga dengan seorang pecinta Ali. Pecinta ini, pengikut yang setia. Ia sering berziarah ke pusara Mawla.
Setiap kali ia berziarah, tetangga yang satu selalu mengolok-oloknya, mempermalukan kepergiannya. Sekali waktu, ia bahkan mengatakan sesuatu yang buruk tentang khalifah Rasulullah Saw itu. Kata pedas, kata yang tak pantas.
Tak tahan, sang pecinta mengadu pada Mawlanya. Ia sampaikan perilaku tetangga yang menghinanya. Ia bisa terima dirinya dicaci, tapi tidak bila Mawlanya. Kesabaran ada batas pikirnya. Maka ia ceritakan keluh kesahnya. Tangis bak air bah membuncah dari matanya.
Malam hari, usai ziarah, ia bermimpi Mawla datang padanya. Amirul Mu'minin menjawab lembut mengapa si pencaci seperti tak dapat siksa, balasan atas kata-kata kasarnya. "Aku tak bisa," ujar Mawla mengawali kata.
“Tetanggamu itu, ia pernah lewat di tepian Furat. Di sana, sejenak ia membatin, membayangkan kecamuk peristiwa berabad tahun lalu itu. Selintas pikiran berkelebat di benaknya: Umar bin Sa'ad telah berlaku buruk. Andai saja ia memberi sedikit minuman pada Al-Husain.
Ketahuilah, kami tak dapat membalas perilakunya karena kenangannya akan kepedihan Al-Husain."
Ia terbangun dari mimpinya. Tak sabar, ia kabarkan tetangganya, yang terbangun sama herannya. "Dari mana Ali tahu, sedang aku hanya membatin dalam sepi...?" Tetes air pertama mulai jatuh dari matanya. Cahaya cinta mulai merobek gelap kalbunya.
Mawla, duhai Mawla...tolong jangan kau lihat batin kami. Sama gelapnya. Tapi lihatlah gelegak mata yang menggenang saat Muharram datang.
Mawla duhai Mawla...tolong jangan kau dengar tutur kata yang keluar dari lisan kami.
Terlalu sering kami nodai kesucian cinta. Laku kami tak pantas bagi mazhab para pecinta, tapi tolong lihat Mawla...Muharram tiba dan kami kenakan pakaian duka.
Bergabung kami dalam majelis para pecinta. Air mata mengalir. Batin kami berteriak, "Duhai Husainku sayang...maafkan kami lambat menjawab seruan. Kalaulah tak menyambutmu tangan dan kakiku, telah menyambutmu pendengaran dan mataku.
Di setiap zaman, madrasah Karbala atau Karbalaisme selalu melahirkan generasi aneh yang menjunjung tinggi paradigma kebenaran meski pahit. Paradigma kebenaran itu kerap menyempal dari orbit paradigma kenyaman nan legit.
*Disebut aneh krn pilihan lazim, bahkan blakangan menjadi satu²-nya,
rata² manusia maupun manusia rata² adalh keuntungan dgn semua derivatnya. Termasuk keamanan, keselamatan, kenyamanan, kemudahan, kebebasan, kenikmatan, hingga keliaran serta smua perkara kuantitatif & jasmani.*
Di antaranya pemihakan pada kebenaran dengan semua risikonya, keteraniayaan, kesulitan, kepatuhan, kegetiran, pengorbanan, dan semua ihwal kualitatif dan abstrak.
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Dengan memohon rahmat dan ridho Allah SWT, kami keluarga bermaksud mengundang Bapak/Ibu/Saudara kiranya berkenan hadir pada acara pembacaan doa tahtim ke-7 hari atas berpulangnya ke Rahmatullah
Alm. H.S. Saggaf Bin Muhammad Aljufri
Yang dapat di saksikan secara Live Streaming melalui :
Zoom Unisa Palu : us02web.zoom.us/j/88945112327?…
Meeting id : 889 4511 2327
Password : unisa
✍Di bawah pemerintahan komunis Uni Soviet, seluruh masjid dan gereja di seluruh negeri beralih fungsi menjadi gudang dan beragam kegunaan lain.
Masjid Biru Sankt Peterburg, Saksi Sejarah Manisnya Hubungan Indonesia-Soviet pada Era '50-an - Russia Beyond id.rbth.com/discover_russi…
Masjid Biru, salah satunya, dijadikan gudang sejak Perang Dunia II.
Setelah kunjungannya ke masjid tersebut, Soekarno kemudian bertemu Nikita Khrushchev, sang pemimpin Soviet.
Saat Khrushchev bertanya bagaimana kesan Soekarno mengenai Leningrad,
sang presiden malah membahas kondisi Masjid Biru yang baru ia kunjungi.
“Soekarno meminta masjid ini dikembalikan sesuai fungsinya. Sepuluh hari setelah kunjungan Presiden Soekarno, bangunan ini kembali menjadi masjid,”kata Ponchaev.
Seberapa penting sih vaksinasi? Benarkah Bumi itu datar? Apakah telur baik untuk dikonsumsi? *Di era medsos seperti sekarang, bukan cuma pakar yang menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam itu.
Para penganut teori konspirasi, orang awam sok tahu, hingga pesohor yang menyesatkan juga ikut-ikutan menjawab.*
Masalahnya bukan lagi pada "nilai" (benar/salah, akurat/tidak) jawabannya.
Tapi pada "fungsi" jawaban tersebut, misal untuk mendramatisasi atau sebaliknya, entertainisasi, popularisasi, folowerisasi, dan sejenisnya.