Jaringan Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan mengecam tindak kekerasan kelompok intoleran terhadap Jemaat Ahmadiyah di Sintang, Kalimantan Barat.
Setelah 27 Agustus lalu Pemda Kab. Sintang melakukan penghentian aktivitas Masjid JAI Sintang. Hari ini, 3 September, Masjid JAI Sintang diporak-porandakan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan Aliansi Umat Islam.
Anggota JAI Sintang yang juga terdiri dari perempuan dan anak-anak berada dalam kondisi ketakutan dan terancam keamanan serta keselamatan jiwanya. Aparat kepolisian (dan juga TNI) yang berada di lokasi tidak bisa mencegah kekerasan & membiarkan perusakan berlangsung
Sebelumnya, Aliansi Umat Islam menyatakan menolak keberadaan JAI dengan dalih MUI telah menyatakan Ahmadiyah sebagai aliran sesat. Untuk kesekian kali, fatwa ini digunakan oleh kelompok intoleran melakukan persekusi dan kekerasan terhadap Ahmadiyah.
Atas peristiwa tersebut, kami menyatakan sikap:
1. Mengutuk keras tindakan perusakan masjid dan properti milik JAI tersebut. Tindakan yang dilakukan tersebut jelas melanggar hukum, Hak Asasi Manusia, dan melecehkan institusi penegakan hukum itu sendiri.
2. Sangat menyesalkan tindakan aparat Kepolisian yang membiarkan tindakan tersebut tanpa mampu mencegah secara maksimal. Ini menunjukkan kegagalan negara dalam melindungi dan menjamin keamanan dan keselamatan warganya.
Dengan ini kami mendesam Kapolri untuk segera mencopot Kapolres dan Wakapolres dari jabatannya, serta memeriksa dan memberikan sanksi setiap aparat yang tidak melaksanakan kewajiban dan tugasnya dengan benar.
3. Mendesak aparat keamanan menangkap para pelaku perusakan & memprosesnya sesuai hukum yg berlaku
4. Meminta aparat keamanan menjamin keamanan & keselamatan warga JAI Sintang & memastikan semua warga JAI terutama perempuan & anak-anak tdk mengalami kekerasan dlm bentuk apapun
5. Mendesak MUI Pusat mencabut fatwa tentang Ahmadiyah. Karena selama ini fatwa tersebut selalu dijadikan dasar tindak kekerasan terhadap Ahmadiyah di berbagai tempat.
6. Mendesak @Kemenag_RI@kemendagri & @KejaksaanRI mencabut SKB tahun 2008 tentang Ahmadiyah. Karena dalam implementasinya SKB tersebut selalu dianggap sebagai dasar pelarangan aktifitas Ahmadiyah terutama oleh Pemerintah Daerah
Tahan dan Adili Segera Terduga Pelaku Penembakan 6 Anggota FPI!
Keputusan Kejaksaan yang tidak melakukan penahanan terhadap tersangka kasus dugaan penembakan Laskar FPI di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek patut dipertanyakan.
Kami menduga ini adalah praktik lanjutan atas upaya "pengistimewaan" terhadap aparat keamanan yang terlibat dalam pelanggaran tindak pidana. Sebelumnya, kedua tersangka juga tidak ditahan oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri
Berdasar informasi yg kami himpun, tidak ditahannya kedua tersangka oleh Kejaksaan karena alasan, pertama tersangka berstatus sebagai anggota Polri. Kedua, mendapatkan jaminan dari atasannya karena tidak akan melarikan diri serta akan kooperatif saat persidangan nanti.
APARAT KEAMANAN DI SINTANG, BERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA JAI DI BALAIGANA, SINTANG!
Hari ini, 3 September 2021, Jemaat Ahmadiyah di Balaigana Sintang sedang menghadapi tindakan keji dari kelompok intoleran, yang mengatasnamakan diri Aliansi Umat Islam
Kelompok intoleran ini melakukan perusakan masjid milik JAI. Anggota JAI yang juga terdiri dari perempuan dan anak-anak terancam keamanannya
Sebelumnya, 27 Agustus 2021 lalu, Pemkab Kab. Sintang menerbitkan Surat Keputusan untuk penghentian aktivitas di Masjid milik JAI Sintang cnnindonesia.com/nasional/20210…
7 September nanti tepat 17 Tahun Pembunuhan Aktivis HAM Munir Said Thalib. Sampai saat ini kasusnya masih belum terungkap secara terang. Simak diskusi kemarin malam untuk melihat pentingnya pengungkapan kasus #Munir bagi masa depan HAM. instagram.com/tv/CTR957HBjAU…
#Munir sosok pegiat HAM menginspirasi banyak pihak untuk menjadi kritis & berpartisipasi dalam gerakan masyarakat sipil. Malam ini kita akan membahas cerita menarik semasa Munir hidup dari rekan kuliah, kerja dan kliennya yang dulu diperjuangkan #MenolakLupa #SeptemberHitam
Dalam Rangkaian Peringatan Munir di #SeptemberHitam, mari simak orasi kebudayaan Mochtar Pabottinggi, serta Diskusi Publik "Kasus Munir adalah Pelanggaran HAM Berat"
Jelang Hari Bahayangkara @DivHumas_Polri yg diperingati tiap 1 Juli, KontraS menyampaikan laporan "Brutalitas Polisi Makin Menjadi Di Tengah Pandemi!" Juni 2020 - Mei 2021.
Siaran pers:
Bagaimana penilaian kamu terkait kualitas Kepolisian hari ini?
"Brutalitas Polisi Makin Menjadi Di Tengah Pandemi!"
Pandemi jadi alat penyusutan kebebasan sipil menindak aksi massa. Sebagian ditempuh lewat kriminalisasi.
Tapi, satu rahasia umum bahwa Kepolisian kerap diskriminatif dengan mengistimewakan pejabat atas pelanggaran yg sama.
Berbagai sorotan & temuan KontraS akan masih gandrungnya Kepolisian akan tindak kekerasan.
Lembaga penegak hukum di bidang keamanan kok memproduksi 651 kasus kekerasan dalam setahun?
Akankah Kepolisian yg brutal & represif ini dievaluasi Presiden @jokowi & @DPR_RI?
Warga yg nilai aja ya. Nah ini #KingOfLipService soal kasus HAM berat :)
Tapi, sebelumnya kita lagi-lagi mengapresiasi aksi & kritik yg dilontarkan @BEMUI_Official soal Presiden @jokowi sebagai #KingOfLipService yg jadi analogi dari begitu banyaknya janji yg diutarakan namun buktinya mengarah ke arah lainnya.
Meski belum ada sikap resmi Presiden, pemanggilan oleh rektorat & peretasan terhadap @BEMUI_Official menunjukkan bahwa kebebasan berekspresi & akademik tak dijamin di Indonesia.
Mungkin pihak kampus lupa ada yg namanya kebebasan berekspresi & akademik yg padahal tercantum di nilai-nilai UI sendiri.
#KampusMerdeka gagasan @Kemdikbud_RI yg seharusnya menjadi ruang legitimasi kebebasan berekspresi & akademik ini memang kerap rancu dalam implementasinya.
Dari berbagai contoh yg ada, kedigdayaan kampus (rektorat) terhadap gerakan mahasiswa yg justru kerap terjadi.