Seorang guru bertanya pada salah seorang siswa:
"Siapa namamu?”
Siswa itu menyebutkan namanya;
"Karsono, Pak."
Tiba-tiba sang Guru mengusirnya tanpa sebab.
Siswa itu berusaha membela diri. Tapi sang Guru malah membentaknya. Akhirnya ia keluar dengan perasaan terdzalimi.
Siswa yang lain hanya diam.
Setelah itu sang Guru memulai pelajaran kelas.
Ia bertanya kepada para siswa ; "Untuk apa undang-undang dibuat?”.
Salah seorang siswa menjawab ; “Untuk mengontrol perilaku manusia.”
Siswa lain menjawab ; “Untuk diterapkan!”
Yang lain menjawab ; "Agar yang kuat tidak mendzalimi yang lemah.”
Sang Guru berkata ; "Benar... Tapi semua itu tidak cukup!"
Tiba-tiba salah seorang siswi mengacungkan tangan dan berkata ; “Untuk mewujudkan keadilan!”
Guru berkata ; "Benar! Itulah jawabannya, agar tercipta keadilan! Tapi pertanyaannya, apa gunanya keadilan?”
Seorang siswa menjawab ; "Agar hak semua orang terjaga dan tidak ada yang terdzalimi!”
Guru bertanya ; "Sekarang jawab dengan jujur dan tak perlu takut... Apakah saya telah berlaku dzalim pada teman kalian ketika saya mengusirnya dari kelas?”
Mereka kompak menjawab ; “Iyaa..!”
Guru bertanya dengan nada tinggi ; "Lalu kenapa kalian diam saja dan tidak memberikan pembelaan?! Apa guna undang-undang dan hukum kalau kita tidak memiliki keberanian untuk menerapkannya?!
Ketika kalian diam saja disaat seseorang didzalimi, dan kalian tidak berusaha membela yang benar maka kalian akan kehilangan kemanusiaan kalian.
Dan, kemanusiaan tidak bisa ditawar-tawar..!”
Kemudian sang Guru memanggil si Karsono, siswa yang diusirnya tadi, lalu meminta maaf padanya di depan seluruh siswa.
Kemudian sang Guru berkata ; “Ini saja pelajaran untuk hari ini. Kalian mesti berusaha mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari selama kalian hidup."
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Nama : Ali Ahmad alias Ali Kalora
TTL : Gowa, Sulawesi Selatan, 30-05-1981.
Sebelumnya ia bekerja sebagai Petani di Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Bergabung ke kelompok teroris Poso pada 2012.
Saat itu, bersama Santoso alias Abu Wardah ia mendeklarasikan diri untuk menjadi pengikut ISIS.
Meski lahir di Gowa, ia bukan bersuku Bugis, tapi Ambon. Ia menetap di Kalora, Kecamatan Poso Pesisir Utara. Di sana, ia menikah dengan perempuan bernama Tini Susanti Kaduku.
Di kelompoknya, Tini disapa Ummi Farel. Sedangkan penambahan Kalora di belakang namanya berasal dari desa tempatnya bermukim. Nama itu diperkenalkan polisi lalu digunakan secara umum dalam pemberitaan media massa.
Istilah2 Sakral Yang Telah Dinodai & Dicuri Oleh Perompak Bertopeng Agama
Hizbut Tahrir Indonesia adlh ormas pemberontak bertopeng agama & pengasong khilafah memang sdh dibubarkan oleh pemerintah. Tetapi gerakan & ideologi mereka msh ada dan terus bergentayangan di sekitar kita.
Mereka lebih mengemas diri dengan simbol-simbol agama untuk menarik simpati dan dukungan masyarakat. Inilah liciknya pemberontak dengan kedok agama untuk membuat keributan di Indonesia yang sudah aman dan damai, negeri nan indah yang diakui dunia internasional.
Keindahan tak melulu hanya melulu penampilan dan rupa yang cantik. Deretan huruf dan rangkaian kata juga merupakan jenis keindahan yang mampu menghadirkan ‘sense of beauty’ yang menyejukkan dan mampu menyihir pembacanya ke alam lain.
Sedari awal, organisasi yg didirikan oleh para kiai pesantren ini berupaya memperkuat substansi & praksis keagamaan dlm membangun bangsa & negara secara bersama-sama. Substansi yang terkandung dalam Pancasila telah sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam yang perlu diperjuangkan.
Pancasila dirancang sebagai ideologi pemersatu sehingga substansinya harus mampu mengakomodasi seluruh rakyat Indonesia yg terdiri dari berbagai macam suku, agama, etnik, dan lain-lain.
Substansi ini yg perlu digali
sehingga Pancasila dapat diterima sebagai asas.
Nasionalisme itu bukti cinta dan syukur kita kepada Tuhan.
Bagaimana mungkin warga negara yang lahir di Indonesia, KTP pun jelas berpenduduk di wilayah yang berada di NKRI, serta mencari nafkah di Indonesia, namun ia tidak mau mengakui pilar-pilar kebangsaan Indonesia.
Ada yg tak mau mengakui Pancasila & UUD'45.
Ada yg tak mau hormat kpd sang saka merah putih.
Yg terkini ada yg tak mau ikut menyanyikan lagu kebangsaan 'Indonesia Raya' yg dianggap bukan tradisi mereka, dan merasa bahwa itu hak mereka, krn menganggapnya itu mulut mereka sendiri.
Ironisnya, hal itu muncul dari tokoh-tokoh yg memiliki pengikut banyak, dan suaranya bisa mengandung unsur ajakan. Padahal yg namanya tokoh masyarakat dan tokoh agama seharusnya jauh lebih paham dan mengerti betapa pentingnya sebuah nasionalisme.
Dahulu...
Saat masih sekolah dasar (SD) setiap kali nenek selesai masak, beliau menyuruh saya mengantar makanan untuk minimal dua orang tetangga di kanan kiri rumah. Nenek tak pernah memberikan makanan sisa untuk tetangga.
Memang tidak setiap hari beliau memberi makanan, paling seminggu dua atau tiga kali. Setelah saya sekolah SMP, ibu bilang pada saya tentang kebiasaan nenek;
"Ingat ya Nak, kalau niat mau memberi makanan pada tetangga, beri yang baru kita masak, bukan yang sudah sisa dengan alasan dari pada dibuang. Tetangga yang hidupnya susah itu bukan tempat sampah!"