Malam hari sekitar pukul 01.00 dini hari. Pak So nama akrabnya, seorang yang berprofesi sebagai tukang becak mendapatkan penumpang yang baru turun dari Bus.
Kebetulan memang hari itu Pak So hanya mendapatkan 2 penumpang sejak siang hari.
Jadi, dia memutuskan untuk tidak pulang dulu. Dia terus mencoba mencari orang yang mau menumpangi becaknya.
Benar saja, ketika bis berhenti di depan terminal, ada satu penumpang yang turun.
“Mbak.. Mbak.. Cantik,” katanya.
Bis tersebut langsung bablas, tidak ngetem dulu di terminal. Ndak tau, mungkin bus warna putih selirit warna-warni itu mau kejar setoran.
Mbak yang turun dari bus itu langsung mendekati Pak So,
mbak penumpang bus tersebut meminta untuk di antarkan ke rumahnya di daerah yang sebenarnya tidak jauh dari tempat mangkal Pak So.
“Berapa kalau kesana, Pak?” tanya penumpang tersebut.
“10 ribu saja, Neng,” jawab Pak So.
Akhirnya, penumpang tersebut menyetujui dan naik ke becak Pak So.
Sambil terus mengayuh, seperti biasa Pak To sering mengajak ngobrol penumpang-penumpangnya, sebagai strategi marketingnya, kata Pak So.
“Darimana, Neng?”
“Dari Tongas, Pak!”
“Kuliah ta, Neng?”
“Nggak, Pak...”
Obrolan terus berlanjut, sembari penumpang tersebut memberikan aba-aba belokan-belokan jalan menuju rumahnya.
“Ini benar rumahmu daerah sini, Neng?” tanya Pak So yang terus mengayuh becaknya.
“Iya, Pak.”
“Gelap gini, apa tidak takut kalau pulang sendirian tengah malam gini?”
“Hehehehe,”
Mbak tersebut hanya menjawab dengan tertawa kecil.
“Hati-hati, Neng. Di tempat sepi gini, bisa aja orang berniat jahat kepada Neng!”
“Eh, Pak. Kiri... Kiri...”
Sontak mengagetkan Pak So.
“Hampir saja jatuh, Neng,” canda Pak So.
“Itu... Rumah saya, Pak,” kata Mbak tersebut sembari tangannya menunjuk arah rumah gedongan yang sudah dekat.
Pak So semakin semangat mengayuh becaknya, hingga tepat berada di depan rumah mbak tersebut.
“Sampai...” kata Pak So.
“Mampir dulu, Pak. Saya ambilkan uangnya dulu,” ajak mbak tersebut.
“Disini aja, Neng,” tolak Pak So.
“Loh tidak apa-apa, Pak. Sekalian saya buatkan teh hangat, karena bapak baik banget,” paksa mbak tersebut.
“Hehehe... Baiklah lah...”
Pak So pun memarkir becaknya, lalu masuk ke dalam rumah mbak tersebut.
Sambil terheran-heran, seakan baru pertama kalinya masuk rumah yang di landasi keramik.
“Bagus ya rumahnya,”
gerutu Pak So sambil menoleh kenan kiri melihat ornamen-ornamen yang ada di dinding.
“Tunggu sini dulu ya, Pak. Saya bikinkan teh hangat dulu, sama ngambil uangnya,” kata mbak tersebut yang menyuruh Pak So duduk di bagian ruang tamu rumahnya.
Halo manteman, buat kalian yang ingin membaca duluan, bisa kalian baca di @karyakarsa_id
“Iya, Neng.”
Jawab Pak So sembari memilih duduk di kursi yang panjang, sambil menyenderkan badannya.
Lama Pak So menunggu, mbak-mbak tadi pun belum juga keluar. Hingga membuat Pak So merasa bosan, namun dalam fikirnya masih positif.
“Namanya juga masak air, ya pasti lama, So.”
Kata Pak So dalam hatinya.
Tanpa sadar Pak So tertidur di kursi panjang tadi.
Lelap sekali dalam tidurnya, hingga Pak So terbangun, karena mendengar suara puji-pujian sebelum adzan subuh dari corongan mushollah dekat sana.
“Loh.. Aku dimana ini?”
Pak So kaget karena saat dia terbangun, dia tidur di batu nisan yang dikijing, dia liat sekeliling rupanya dia tertidur di dalam makam umum, juga tampak becaknya ada di dalam makam tersebut.
Karena matahari belum menampakkan wujudnya,
gelap disitu semakin membuat tubuh Pak So gemetar ketakutan. Bulu kuduknya otomatis berdiri dengan sendirinya.
Dia lari mencari pintu keluar makam tersebut, setelah menemukan pintu makam yang ternyata gerbangnya di gembok. Semakin membuat panik dirinya.
“Tolong... Tolong...”
Teriak Pak So dengan harapan ada warga yang mendengarnya.
“Tolong... Tolong...”
“Tolong... Tolong... Bukain gerbangnya...”
Pak So terus berteriak sekencang-kencangnya.
Pikirannya seakan buntu, dia tidak berfikir loncat di bagian tembok yang agak rendah atau yang lain. Dia hanya bisa berharap kepada orang yang lewat di jalan depan makam tersebut.
Setelah menunggu sekian lama yang membuat tubuhnya lemes,
akhirnya ada orang yang melihat keberadaan Pak So, orang tersebut hendak pergi ke mushollah untuk menunaikan sholat subuh.
“Kok bisa berada di dalam situ, Pak?”
Tanya orang tersebut yang sebut saja namanya Bejo.
“Tolong bukain gemboknya, Pak!”
Jawab Pak So dengan nada lirih karena seluruh tubuhnya sudah lemas.
“Tunggu, Pak. Saya panggilkan juru kuncinya dulu,” ujar Bejo sembari lari menuju rumah juru kunci makam tersebut yang tidak jauh dari makam.
Pak So tetap fokus meliat jalanan depan makam, sama sekali matanya tidak melirik ke arah yang lain, meskipun becaknya jauh berada di belakangnya, tidak dia hiraukan lagi.
Tidak lama Bejo dan juru kunci tersebut datang, lalu membuka gembok gerbang makam.
Setelah keluar, Pak So ditawari mampir dulu ke rumah juru kuncinya.
“Mampir ke rumah saya dulu aja, Pak!” ajak juru kunci tersebut.
“Iya... Pak” jawab Pak So.
“Lah itu becaknya siapa?” tanya Bejo.
“Punya saya, Pak.”
Kata Pak So yang masih tidak berani menoleh kebelakang.
“Kita ambil sekarang saja, Pak. Mari saya antar,” ujar Bejo yang disetujui juru kunci makam tersebut.
Susah payah mereka mengeluarkan becaknya yang memang letaknya berada di tengah makam,
akhirnya mereka berinisiatif mengangkat becaknya dan jalan pelan-pelan melewati batu-batu nisan yang ada di sana.
Sesampainya mereka di jalan depan, mereka menurunkan becaknya dan bersama-sama menuntun ke rumah juru kunci yang diketahui namanya: Pak Somat.
Di rumah Pak Somat akhirnya Pak So menceritakan kisahnya bisa berada di dalam makam tersebut.
“Ndak masuk akal blas,” kata Bejo.
“Iya sih, Jo. Tapi ini Jo, kemaren malam sewaktu saya mau mengunci makam itu memang si Rohman bilang ke saya kalau melihat becak masuk ke makam.
Saya kira Rohman cuman mau menakut-nakuti saya, yaudah saya cuek saja,” jelas Pak Somat.
“Tapi kemaren, saya benar-benar tidak tau kalau itu makam, saya kira itu perumahan, Pak. Karena memang banyak rumah, dan rumahnya itu bagus-bagus,” kata Pak So.
“Hehehe... Memang di makam itu sering sekali orang-orang di godain sama mbak-mbak cantik itu kok, Pak.” Ujar Pak Somat.
“Termasuk samean?” tanya Pak So.
“Apalagi saya, Pak. Saya kan setiap malam selalu ngunci makam itu,
biar tidak ada orang yang masuk buat nyari barang ndak benar,” jawab Pak Somat.
Pak So hanya menggeleng2kan kepala.
Tidak lama, Pak So berpamitan pulang karena juga matahari sudah mulai muncul.
“Yaudah, Pak. Hati-hati ya...” ujar Pak Somat.
—TAMAT—
Terimakasih sudah membaca sampai habis.
Jangan lupa tinggalkan jejak, berupa retweet, like, dan follow akun ini sebagai bentuk dukungan manteman.
Mohon maaf apabila salah kata atau kesamaan nama/tempat. Sesungguhnya kebenaran hanya milik Tuhan YME 🙏
Salam Horor!!!
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Banyak orang terdekatku selalu saja menyampaikan kalimat tersebut, tanpa memikirkan bagaimana rasanya jadi aku, yang terus mendapatkan teror dari mereka makhluk-makhluk tak kasat mata.
Terlebih indigoku yang mendadak muncul pada diriku sejak aku mulai masuk dunia SMA.
Tidak pernah menemukan jawaban ketika aku mencari sebabnya kenapa mataku bisa melihat makhluk tak kasat mata.
Sudah lama rupanya mimin tidak menyajikan cerita2 sama manteman pembaca. Mohon di maafkan ya 🙏.
Kali ini mimin akan mulai menuliskan beberapa cerita dari Narasumber yang bisa manteman baca untuk mengisi waktu senggang dan yang pasti semoga bisa bermanfaat untuk manteman 🤲
Cerita pertama yang akan mimin tulis ini, berhubungan dengan kecelakaan yang pernah terjadi di suatu daerah. Kecelakaan Bus dan Truk yang menyebabkan Bus terbakar dan membuat seisi penumpang meninggal dunia.
Selamat sore menjelang senja manteman semua, cerita baru dari mimin, cerita ini hasil obrolan mimin dengan keluarga besar saat acara arisan keluarga.
Sebut saja namanya Dede, tentu bukan nama aslinya. Dede menceritakan kisahnya bertemu “wong gendeng” yang dipukuli warga.
Disana, dia berinisiatif melerai, karena kasian. Dan lebih kasiannya lagi dia melihat tubuhnya yang kotor dan kolor yg digunakan sudah compang-camping. Robek dimana-dimana.
Jadi, dia membawanya pulang, untuk sekedar memandikan “wong gendeng” itu, dan memberikan beberapa bajunya.
Suasana liburan menjadi kacau, semua karena ulah Fery. Dia hisap rokok dan dia makan satu buah pisang segar yang disajikan untuk para leluhur.
Jelas saja, tak butuh waktu lama untuk mereka yang tak kasat mata marah.
Halo man-teman pembaca, terimakasih buat kalian yg selalu meninggalkan jejak like, retweet dan berkomentar positif.
Dan buat yang baru hadir, jangan lupa follow akun kami, tinggalkan jejak kalian setelah membaca thread ini, agar kalian tidak ketinggalan di cerita selanjutnya.
Cerita ini adalah cerita lanjutan dari jelangkung part 1, dimana ada 4 orang yang sedang memainkan permainan tersebut, hingga membuat warga di desanya juga terkena dampak dari permainan tersebut.
Teror telah usai, karena mbah roso memberikan ayam hitamnya kepada arwah Susi.
Namun, kejadian itu membuat 4 orang pemuda yaitu Toni, Toro, Agus dan Narji tidak kapok dengan ulahnya.
Mereka kembali memainkan permainan jelangkung tersebut. Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Berdo’a dulu sebelum membaca, biar arwah yang ada dicerita tidak datang diantara kalian