Saya slalu bingung dengan orang² yg mengaku beragama, tapi sibuk mengurusi “kesesatan” orang lain. Orang - orang yg mengaku mendapat petunjuk, tapi ketakutan hingga paranoid terhadap orang² yang (katanya) tidak mendapat petunjuk
Pengikut syiah yang jumlahnya super minoritas dinegeri ini, begitu ditakuti oleh orang-orang paranoid ini seakan mereka adalah setan demit yang ada dimana-mana dan bisa mencekik sewak-waktu.
Kampanye - kampanye dan slogan-slogan penyesatan Anti - Syiah oleh mereka di propagandakan diseluruh penjuru. Mulai dari membuat parade besar - besaran hingga bungkus roti.
Dan mereka bangga mengeluarkan dana besar untuk mega proyek pengkafiran terhadap sebuah madzhab yang sudah diakui sebagai bagian dari Islam dalam Deklarasi Amman yang ditandatangani lebih dari 500 ulama besar dunia.
Pengikut syiah yang jumlahnya hanya seupil ini dianggap begitu menakutkan dan sangat mengancam hingga keberadaan mereka harus diberantas dengan dalil “menjaga Aqidah umat”.
Memang terlihat sekali kaum paranoid ini sangat tidak beriman dengan ayat-ayat Allah atau setidaknya telah menunjukan diri bahwa mereka adalah kaum yang lemah iman.
Orang-orang yang ketakutan dengan ajaran orang lain sebenarnya tidak beragama,tidak bertuhan bahkan layak disebut sebagai pendusta ayat-ayat Tuhan.
Ya anggap saja Syiah sesat, lalu sejak kapan Allah menyuruh kalian takut hingga paranoid terhadap orang-orang sesat?. Bukankah Allah berfirman :
لا يضركم من ضل اذا اهتديتم..
“Tiadalah orang-orang yang sesat itu memberikan mudharat kepada kalian apabila kalian telah mendapat petunjuk..”(Al-Maidah:105).
Sungguh lucu kelakuan orang-orang ini. Disatu sisi mereka begitu menggebu dalam agama, berteriak-teriak kembalilah pada Al-Qur’an dan Sunnah,
berteriak sesat dan kafir kepada golongan lain seakan mereka adalah orang-orang yang paling benar dan lurus. Tapi disisi lain mereka begitu paranoid berteriak “waspadalah!” atau “awas” dengan aliran ini dan aliran itu,
bikin aliansi anti ini dan anti itu seakan-akan mereka tidak percaya dengan janji Allah tersebut. Apakah orang yang mendapat petunjuk harus ketakutan terhadap orang-orang sesat?.
Logikanya justru seharusnya orang-orang sesat itu yang ketakutan terhadap orang yang mendapat petunjuk bukan? Eee..,jangan-jangan mereka yang sesat?
Saya jadi teringat dengan sindiran Syaikh Ahmad Deedat ketika melihat masih ada saudara-saudaranya sesama Sunni yang bersikap over-lebay terhadap Syiah. Beliau berkata; “Kita penganut Sunni adalah 90% dari jumlah muslim dunia,sedangkan Syiah itu hanya 10%.
Mereka yang minoritas ini menyerukan persatuan dengan Anda dengan berkata; “La syiah wa la Sunniyah bal wahdah al-islamiyah” tapi kalian yang mayoritas malah ketakutan. Mereka yang seharusnya ketakutan”.
Apa orang-orang yang demen teriak kafir dan sesat itu mengingkari janji Tuhan? Tentu!. Karena Allah sudah bersumpah kepada orang-orang yang telah mendapat petunjuk dengan kalimat “La yadhururrukum” yang menandakan orang yang mendapat petunjuk tidak perlu takut ...
....dengan orang-orang sesat dan tidak perlu paranoid teriak sesat kesana kemari dgn dalih “menjaga Aqidah”. Allah telah menjamin sedikit pun yang sesat takkan mengancam dan membawa mudharat bagi orang-orang yang mendapat petunjuk, ya kecuali mmg mereka tidak mendapat petunjuk.
Allah tidak pernah menyuruh hamba-Nya ketakutan terhadap kesesatan orang-orang sesat. Jangankan terhadap orang sesat,terhadap Iblis yang merupakan raja dirajanya segala kesatan pun Allah tidak pernah mengajari kita untuk takut.
Bahkan dalam Al-Qur’an diabadikan peristiwa ketika Iblis “mengancam” Allah bahwa ia akan menyesatkan segenap manusia.Allah hanya menjawab;
إن عبادى ليس لك عليهم سلطان إلا من اتبعك من الغوين
“Sesungguhnya hamba - hambaKu tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka kecuali orang-orang yang mengikuti kamu,yaitu orang-orang yang sesat” (Al-Hijr:42)
Hamba - hamba Allah yang mendapat petunjuk, tidak pernah risau dengan kesesatan orang-orang sesat. Karena mereka percaya terhadap janji Tuhan “La yadhurrukum…” dan “Laisa laka ‘alaihim sulthanun..”. Yang pantas risau itu hanya orang-orang yang ragu dan ingkar.
Orang-orang yang anti Syiah ini, sebenarnya orang-orang yang menderita penyakit psikologis, phobia akut. Sebagaimana orang yang takut akan sakit, sebenarnya dia sudah sakit. Orang yang takut akan mati, sebenarnya dia sudah mati sebelum mati.
Orang yang takut terhadap kesesatan orang lain, sebenarnya sudah sesat tanpa disadarinya.
Orang-orang yang lemah keyakinan, memang selalu takut tiap pandangan yang berbeda dari yang diyakininya. Sebagaimana orang yang tinggal digubuk bambu, akan selalu ketakutan dengan hujan.
Sehingga angin semilir pun cukup membuatnya paranoid. Sementara orang tinggal dirumah beton dan pondasi kuat, tidak pernah khawatir dengan hujan, bahkan badai sekalipun.
Memang benar kalimat bijak yang berkata “Orang yang ketakutan terhadap keyakinan orang lain, sebenarnya tidak meyakini keyakinannya sendiri”.
Said Aqil Siroj. TEMPO/Dasril Roszandi TEMPO.CO , Jakarta -
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai aliran Islam Syiah secara umum bukan merupakan aliran sesat.
"Tidak sesat, hanya berbeda dengan kita," kata Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj, di kantor kepresidenan, Jakarta, Selasa 28 Agustus 2012.
Menurut dia, Syiah merupakan salah satu sekte Islam yang sudah ada sejak 14 abad lalu.
Sekte ini pun ada di berbagai belahan bumi, termasuk Indonesia. "Pusatnya memang di Iran," ujar Said.
Islam Nusantara adalah Islam sufistik yang begitu ramah terhadap ragam perbedaan dan lokalitas. Cara ber-Islam yang berorientasi pada sufisme, akan terus mencari titik temu terbaik dengan segenap perbedaan, bahkan merayakan nilai-nilai lokal.
Hal ini karena sufisme mengajarkan dan menunjukan orang pada jalan menuju hakikat dan keadaban universal. Dalam tradisi seperti ini, Islam dengan mudah bertemu dengan keadaban-keadaban lokal. Titik temu seperti ini disebut sintesis-mistik (mystic-synthesis).
Di Jawa khususnya, mencari titik temu terbaik dengan keadaban-keadaban lokal seperti ini merupakan cara ber-Islam mayoritas. Islam hadir dengan penghargaan yang besar terhadap perbedaan dan lokalitas, tanpa mengurangi derajat ortodoksi dan otentisitas Islam.
Bagi yang ingin menambah koleksi kitab, buku dan referensi Islam Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyah. Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama mempersembahkan KMNU E-Library yang bebas diakses oleh siapapun:
1. Kira-kira 4 tahun silam sekitar pukul 7 malam dalam perjalanan menuju rumah teman saat melintasi sebuah lorong kecil saya menemukan seorang wanita renta
dengan pakaian lusuh dan beraroma pesing depan sebuah rumah menatap saya dengan mata nanar. Sepintas terlihat seperti orang gila tapi akal saya membantah dugaan itu dan mendorong saya untuk menganalisa situasi, waktu dan lokasi sekitar.
2. Kebetulan rumah teman saya tak jauh dari situ. Segera saya bergegas mempercepat langkah untuk menanyakan ikhwal wanita malang itu kepadanya. "Dia diseret dan dibuang oleh keponakannya," jawabnya atas pertanyaanku sesaat setelah menyapanya.
Muhammad yg kita imani bukan sekedar Muhammad Historis yg pernah hidup 14 abad silam melainkan juga Muhammad Eksistensial yang sudah ada sebelum ia lahir.
Muhammad yang kita imani adalh Muhammad yg menjadi causa (sebab) kedua terciptanya alam semesta.
Muhammad yang kita imani adalah Muhammad yang merupakan Tajalli (Manifestasi) pertama Allah di alam semesta.
Muhammad yang kita imani adalah Muhammad yang memiliki sisi Divinitas (Rabbani) sekaligus sisi Humanitas (Insani),
beliau Imanen (sangat dekat dengan kita) sekaligus Transenden (melampaui batas-batas manusia biasa).