1. Kira-kira 4 tahun silam sekitar pukul 7 malam dalam perjalanan menuju rumah teman saat melintasi sebuah lorong kecil saya menemukan seorang wanita renta
dengan pakaian lusuh dan beraroma pesing depan sebuah rumah menatap saya dengan mata nanar. Sepintas terlihat seperti orang gila tapi akal saya membantah dugaan itu dan mendorong saya untuk menganalisa situasi, waktu dan lokasi sekitar.
2. Kebetulan rumah teman saya tak jauh dari situ. Segera saya bergegas mempercepat langkah untuk menanyakan ikhwal wanita malang itu kepadanya. "Dia diseret dan dibuang oleh keponakannya," jawabnya atas pertanyaanku sesaat setelah menyapanya.
3. Saya menduga wanita tak bersuami dan tak punya anak itu karena sudah tua dan lemah itu mungkin tak bisa melakukan aktivitas pribadinya seperti buang air tanpa bantuan orang yang selalu siap mendampinginya.
4. Kata temanku, semula dia tinggal di rumah yang kini dia duduk depan berandanya. Keponakannya tak bisa membantunya setiap saat karena sudah berkeluarga dan kerja. Akibatnya, rumah itu jadi kotor dan beraroma pesing.
Apapun alasannya, Perbuatan keponakannya itu tak manusiawi. Mestinya dia mencari solusi untuk itu.
5. Rencana ngobrol malam minggu dengan teman di rumahnya bubar. Dengan pesimisme (karena libur) saya iseng menulis cuitan singkat kejadian tersebut dan alamatnya dengan mention Dinas Sosial DKI dan akun resmi Gubernur.
6. Di luar dugaan, selang kira-kira dua jam, 4 orang berseragam pegawai Pemprov DKI datang ke TKP. "Cuitan Bapak dibaca Pak Ahok dan langsung menyuruh kami segera datang untuk terjun ke alamat yang Bapak cantumkan," ujarnya kepada saya setelah bertegur sapa.
7. Selanjutnya para petugas Dinsos itu melakukan semua hal yang diinstruksikan dengan telaten dan sigap mulai dari memandikan, mengganti pakaiannya dengan pakaian baru dan memberinya makan lalu membawanya ke panti jompo dalam mobil yang telah disiapkan.
8. Selama beberapa saat saya terdiam membayangkan keluhuran manusia tak seagama itu. Saya yakin dia lebih mukmin dari saya. Agama adalah organisasi formal keyakinan. Iman adalah cermin prilaku dan tindakan.
Muhammad yg kita imani bukan sekedar Muhammad Historis yg pernah hidup 14 abad silam melainkan juga Muhammad Eksistensial yang sudah ada sebelum ia lahir.
Muhammad yang kita imani adalh Muhammad yg menjadi causa (sebab) kedua terciptanya alam semesta.
Muhammad yang kita imani adalah Muhammad yang merupakan Tajalli (Manifestasi) pertama Allah di alam semesta.
Muhammad yang kita imani adalah Muhammad yang memiliki sisi Divinitas (Rabbani) sekaligus sisi Humanitas (Insani),
beliau Imanen (sangat dekat dengan kita) sekaligus Transenden (melampaui batas-batas manusia biasa).
[di notes saya ✍ beliau ini tertgl; 03 Desember 2019, jam 23.19]
~Kelahiran Nabi Muhammad Ditinjau dari Berbagai Aspeknya~
Nadirsyah Hosen
Bagaimana kita hendak menjelaskan peristiwa kelahiran Nabi Muhammad Saw? Kita punya banyak cara melakukannya lewat berbagai perspektif.
Ada perspektif Hadits, dimana sanadnya harus dijelaskan oleh ahli Hadits dan terkadang ada perbedaan pandangan akan status kesahihannya.
Ada cara pandang sejarawan yang mengumpulkan kisah memakai sanad. Namun bukan saja sanadnya tidak sampai ke Rasul, tapi juga sulit diverifikasi dengan kacamata ilmu Hadits.
Imam Ali as t'lah berkata : "Semalam s'blm trjadi perang Badar, saya mimpi berjumpa dg
Nabi Khidir as,
saya bilang pdnya:
'Ajarkan kpdku s'suatu
yg dgnya saya beroleh kemenangan atas musuh.'
Dia berkata kepadaku : 'Ucapkanlah Yâ Huwa yâ man lâ Huwa illa Huwa'
[Wahai Dia, wahai yg tdk Dia slain Dia].
Saat pagi dtg saya cerita mimpi tsb kpd Rasulullah Saw, lalu beliau berkata: 'Wahai Ali, engkau tlah diajari nama yg agung.'
Nama Allah Yang Agung, tiada tauhid selain Dia
Huwa (Dia). Huwa adalah sebuah nama yang ditujukan kepada yang gaib, huruf 'Ha' yang ada pada 'Huwa' adalah
'tanbih' atau peringatan atas makna yang tetap, wawunya isyarat kepada yang gaib yang tidak dapat dijangkau oleh indra, ...
Apakah Muhammad SAW manusia biasa atau manusia luar biasa? Pertanyaan ini mungkin klise bagi sebagian orang, namun meniscayakan dua konsekuensi teologis yang sangat krusial.
Bila biasa disepakati sebagai kata bermakna "tak bebas kesalahan, kelupaan dan keburukan", maka ada lima asumsi jawaban sebagai berikut :
*Jawaban pertama:*
Dia adalah manusia biasa.* Karena biasa (bisa salah dan lupa), maka ajarannya biasa ( dan lupa). Karena ajarannya (biasa) bisa salah dan lupa, maka ajaran Tuhan yang benar tidak bisa disampaikan.
Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka kembali ke jalan yang benar.
[2:18]
Pandangan seorang Sufi terhadap orang-orang yang menganiaya dirinya,
selalu dalam bingkai pandangan Ilahi.
Aniaya yang dilakukan orang jahat
padanya, akan mengantarkannya berpikir pada kuasa Ilahi, tak kan berpikir
tentang alat yang digunakan si orang jahat itu.
Seperti kata Bayazid Basthami, “Sudah tiga puluh tahun saya bercakap-cakap
dengan Tuhan, dan mendengarkan sesuatu dariNya. Namun orang-orang
menyangka saya berbicara dengan mereka dan mendengarkan mereka.”