Ketika kita menentukan harga pada suatu produk, tentu kita SUDAH menghitung komponen-komponen cost yg melekat disana, baik itu fixed ataupun variable cost.
Baru selisih antara harga dan cost itu yg nanti jadi margin profit.
Ini yg disebut metode Cost Plus Pricing. Ini metode paling sederhana dan paling umum dalam menentukan harga produk yg akan kita jual.
Tentu kita gak bisa serta merta menentukan harganya, bukan? Kita harus tau dulu besaran cost yg ada. Baik itu fixed ataupun variable costnya.
Nah, upah karyawan adalah komponen biaya fixed cost. Nominalnya ya segitu terus tiap bulannya.
Sehingga harga-harga produk yg kita jual mestinya SUDAH memperhitungkan upah karyawan ke dalam bagian komponen cost-nya.
Dari situ kita terserah mau nentukan margin profit berapa.
Misal nih, untuk membuat satu bungkus makanan, ternyata total cost yg dibutuhkan adalah Rp. 20,000 dengan rincian :
Material cost : 5,000
Labour cost : 10,000
Overhead cost : 5,000
Kalo pengen ambil profit 25%, maka harga yg dijual nanti sekitar Rp. 25,000.
Tentu pada prakteknya tidak sesederhana ilustrasi diatas. Poin yg ingin kutekankan adalah upah karyawan mestinya udah dihitung ke dalam komponen cost suatu produk.
Sehingga harga yg dijual udah pasti ada margin net profitnya. Jadi perusahaan udah dapet untung tiap transaksinya.
Makanya ANEH dan GAK WAJAR kalo kemudian customer jadi dibebani keharusan buat kasih tip. Apalagi sampe ada persentase tertentu.
Kesejahteraan karyawan itu tanggungjawab pemberi kerja. Customer taunya beli produk atau pake layanan jasa sesuai harga yg dicantumkan.
Duh jangan sampe tip culture di US dibawa kesini deh. Yg untung siapa, yg bengek siapa. 🤮
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Pro-kontra Permendikbud ini menarik.
Yg satu bersikeras ini diperlukan untuk melindungi para korban kekerasan seksual.
Yg satu bersikeras aturan itu membuka penafsiran lain soal legalitas seks bebas.
Jadi, titik tengah yg bisa disepakati soal ini idealnya gimana?
Di twitter space Jumat kemarin, aku mendengar banyak cerita tentang kita yg pernah mengalami kegagalan.
At some points, we all experienced a failure in our life. Dalam tulisan kali ini, cuman pengen bilang kalo – you did well enough.
Kita sekarang hidup di era yg memandang kehidupan sbg kompetisi. Terlebih sejak adanya social media yg semakin masif.
Jika ada orang yg bisa punya rumah pada usia 25 tahun, maka itu dipandang sebagai target yang harus bisa kita capai juga. Kalo dia bisa, mestinya kita jg dong.
Lalu kita yg saat itu masih di usia muda, berusaha sekuat tenaga untuk bisa mencapai target yg kita sudah tetapkan tadi.
Mengorbankan banyak hal, termasuk waktu untuk rileks, demi bisa fokus mengejar ambisi.
The reality is…. some of them make it, and some others don’t.
Agama itu emang soal iman kok. Emg ada riwayat hadits soal Rasulullah yg penasaran ingin lihat wujud malaikat Jibril.
Apa yg disampaikan Ust. Abdul Somad ini pernah dijelaskan sama Gus Baha juga kok. Ini dipersoalkan karna yg bicara Ust. Abdul Somad aja. Buat konten julid.