Suatu hari pengurus masjid di dekat Malioboro datang ke kediaman Pak A.R. dengan tergopoh-gopoh kebingungan. Ada salah satu donatur masjid dari keluarga non-Muslim ingin jenazah ayahnya disalatkan sebelum dikubur. #ModerasiBeragama #IslamWasathiyah
Mendengar cerita ini Pak A.R bergegas datang ke lokasi. Setibanya di lokasi Pak A.R memerintahkan pengurus masjid memasukkan peti mati jenazah si non-Muslim di sisi ruangan masjid. #ModerasiBeragama #IslamWasathiyah
Setelah itu Pak A.R mengajak jamaah melaksanakan shalat Ashar berjamaah. Tentu saja dengan posisi peti jenazah ada di sisi ruangan, bukan di depan jamaah.
Usai shalat anak almarhum bertanya kepada Pak A.R mengapa peti mati ayahnya tidak diletakan di depan orang salat seperti saat orang Islam meninggal? #ModerasiBeragama #IslamWasathiyah
“Yang di depan, kan, orang Islam. Kalau non-Muslim diletakkan di samping. Ini cara kami menghormati dan mengistimewakan tamu." Jawab Pak A.R.
Anak almarhum menerima penjelasan Pak A.R. Pengurus masjid lega karena masalah terselesaikan.
Setelah Muktamar Ke-36 di Bandung tahun 1965, hubungan Bung Karno dengan Muhammadiyah menjadi agak dekat. Hingga suatu, Muhammadiyah diundang dalam sebuah acara di Istana Negara.
Peringatan #HaulGusDur tiap tanggal 30 Des agak menyalahi pakem nahdliyin. Biasanya haul itu diperingati dengan patokan penanggalan hijriyah, lha ini kok dengan patokan penanggalan masehi?
Jangan2, bener kata GD bahwa NU telah di-Muhammadiyahkan secara massal oleh Pak AR. 😀
Ada yang bilang, GD dan Pak AR adalah pimpinan ormas yang tertukar.
Dengan kualitas keulamaannya Pak AR layak memimpin NU, sementara GD dengan kapasitas intelektualnya disebut layak memimpin Muhammadiyah.
Untuk menghadirkan penceramah dalam pengajian, Kyai sebelah akan disowani, sementara Kyai Muhammadiyah cukup dikirimi pesan wa, atau paling mentok ditelponi..
Setelah jadwal tersusun rapi, pada hari H Kyai sebelah akan dijemput di rumah. Ada driver, panitia pendamping lengkap beserta banser.
Sementara Kyai Muhammadiyah akan menerima pesan singkat, "panitia tidak menyediakan transportasi, jadi mohon berangkat sendiri."
Sbg Ketum PP @muhammadiyah, Pak AR terkenal selalu menolak bisyaroh ceramah, jika terpaksa menerima maka langsung diserahkan ke PP atau diberikan pd panti asuhan dan warga sekitar yg membutuhkan.
Srg juga Beliau dititipi infaq utk persyarikatan, karena jaman itu belum cashless, jadi titipan infaq masih berbentuk uang tunai dalam amplop yg isinya variatif, mulai dri ribuan hingga puluhan juta. Tentu sja langsung diserahkan utuh apa adanya.
Suatu ketika, Pak AR pernah didatangi mahasiswa yang ngekos di sekitar Kali Code Yogyakarta. Mereka mengadupada Pak AR. Mengeluh kalau di daerah mereka tengah ada program kristenisasi yang dibawa oleh seorang pastur.