Tak ada yang tau kejadian setelah itu, Widiani ditemukan tergeletak oleh Sudiari keesokan harinya. Yang jelas semenjak saat itu, Widiani mulai sering murung, melamun dan sesekali menjadi linglung. Mungkin beberapa bertanya “lah,, kok gak nyambung sama judul threadnya?”
tenang, ini masih di awal cerita, ceritanya masih sangat panjang, mungkin beberapa bagian lagi,, tapi jangan lupa kasi masukannya teman-teman, oke lanjoottt,,,,,
Sudiari semakin curiga dengan tingkah laku temannya itu, tetapi dia tidak bisa berbuat banyak karena Widiani sendiri tetap tidak mau menceritakan hal yang telah dialaminya.
Beberapa hari setelah kejadian itu Widiani masih bisa melakukan kegiatan seperti mengajar dan mencari bahan makanan dari kebun sekitar. Tetapi perasaan Widiani semakin tidak karuan apalagi bulan ini Widiani tidak dapat pulang karena harus menyiapkan ulangan akhir untuk muridnya.
Keanehan demi keanehan semakin sering terjadi, kali ini gangguan tersebut tidak hanya dilihat tetapi bersentuhan langsung dengan tubuhnya. Suatu malam, saat itu bulan purnama sehingga cahaya bulan dapat masuk ke kamar Widi lewat ventilasi diatas jendela.
Sekitar pukul 02:00 malam, widi terbangun oleh suara pintu terbuka, ya itu adalah pintu kamarnya sendiri. Karna saking ngantuknya, widi tidak bisa melihat siapa yang membuka pintunya. “ah paling sudiari” begitu pikirnya, karena memang beberapa kali sudiari menginap di kamar widi
Benar saja, setelah suara pintu tersebut, widi merasakan bahwa di sampingnya ada orang yang rebahan, dikarenakan kasur yang digunakan terbuat dari kapuk, maka widi tidak terlalu terganggu dengan efek yang ditimbulkan.
Mengetahui hal tersebut mencoba tidur kembali. Namun, widi merasa aneh karena biasanya sudiari sebelum tertidur pasti tidak bisa diam.
Lolongan anjing di depan mulai terdengar diikuti suara burung hantu yang membuat malam itu menjadi mencekam. Sesaat setelah itu, widi merasakan bahwa ada tangan yang memeluknya dari belakang di pinggangnya. “tumben dia seperti ini” perasaan takut mulai menjalar di tubuh widi.
Tetapi dia tidak berani bergerak. Widi mulai menyadari bahwa napas yang dikeluarkan oleh orang yang memeluknya ini tidak seperti napas manusia pada umumnya. Napasnya terdengar sangat berat dan diikuti suara dengkuran hewan.
Widi mulai gemeteran, sesaat setelah membuka mata dan menoleh ke arah tangan di pinggangnya dibantu oleh sinar bulan, betapa terkejutnya widi melihat tangan besar yang dipenuhi bulu halus berwarna keabuan, kukunya panjang dan tajam
Napas sosok tersebut berubah menjadi dengkuran yang membuat widi berteriak sekencang-kencangnya. Namun, sudiari dan orang tuanya tidak terbangun. Widi semakin takut akrena tangan tersebut mulai merangkulnya dengan kuat kuat dari belakang.
Widi merasakan punggungnya menempel pada sepasang panyudara dan perut yang besar. Widi mulai merasakan sesak napas karena kuatnya pelukan itu. Tidak hanya itu sosok tersebut berbicara dengan suara yang tidak asing
“engken ning? Sube nawang nyen meme jani?”
(bagaimana nak? Sekarang sudah tau ibu siapa?)
Suara yang begitu seram terdengar tepat dibelakang telinganya. Ya itu adalah suara nenek gobleg. Mendengar kata itu Widi menangis sejadi-jadinya
Kemudian sosok berbulu itu melepaskan widi, berjalan keluar kamar dengan tertawa sesekali menghentakan benda seperti tongkat. Minggalkan widi yang masih berbaring gemetaran. Malam itu widi tidak bisa tidur dan ditemukan oleh sudiari dalam keadaan memprihatinkan keesokan harinya.
Semenjak saat itu, widi sakit demam tinggi dan masih tidak mau menceritakan apa yang dialaminya. Melihat kejadian tersebut, ayah dari Sudiari, yang akrab dipanggil Pak Suri mulai merasakan ada sesuatu yang tidak beres di rumahnya.
Sore harinya Pak Suri pergi ke rumah orang yang dianggap mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit di desanya. Pak Suri bermaksud untuk meminta obat untuk Widi kepada orang tersebut yang dikenal dengan nama Mangku D
beliau adalah seorang tetua desa sekaligus orang yang memimpin berbagai upacara di desa. maklum, Saat itu belum ada puskesmas dan rumah sakit terdekat letaknya 30km dari rumah pak suri
Setelah menyampaikan tujuannya, pak Suri dan Mangku segera menuju rumah Pak Suri untuk melihat keadaan Widi. Sesampai di kamar widi, Mangku sangat kaget melihat keadaan widi yang sangat memprihatinkan.
“aduh,, cening,,cening,, adi mare cening nyambat ken bapa”
(aduh nak, nak,, kok baru sekarang kamu bilang ke saya”
Ucap mangku kepada pak Suri, pak suri hanya diam sambil tertegun melihat kondisi Widi.
“kemu jani cening nyemak don base telung bidang, bawang abesik teken yeh agelas”
(sekarang kamu ambil daun sirih 3 lembar, bawang dan segelas air)
Suruh mangku kepada Pak Suri, tanpa menjawab pak suri langsung mengambilkan yang diminta mangku.
Sebenarnya Mangku ini bukan orang sembarangan, dia adalah orang yang mempelajari ilmu kebatinan. Tetapi dia mengambil sifat-sifat kebaikan yang digunakan untuk menolong banyak orang. Mangku sudah tau bahwa widi tidak sakit biasa, tetapi ulah dari manusia yang memakai ilmu hitam.
Segera pak Suri datang membawa semua permintaan mangku tadi. Pertama mangku mengambil air di gelas tersebut dan mencelupkan salah satu cincin yang ada di jarinya. Sambil membacakan beberapa mantra suci yang dipelajari, air tersebut diberikan kepada widi untuk diminum.
Selanjutnya mangku mengambil bawang dan mengoleskannya ke beberapa bagian tubuh widi. Dan terakhir, mangku mengambil 3 daun sirih tersebut. Mangku mengeluarkan sebuah kayu kecil dari dalam tas yang terbuat dari anyaman bambu yang selalu dibawanya.
ini lanjutan bagian 3 yang teman-teman, mohon maaf berantakan 🙏🙏🙏
Ingat dengan sayur pakis yang ingin dadong (nenek) gobleg kepada Widiani? Memang penolakan tersebut yang menjadi awal petaka ini, namun apakah jika Widiani menerima pemberian tersebut hidupnya akan baik-baik saja? Tidak ada jawaban yang paling tepat
Mangku D sangat yakin bahwa dalam sayur pakis tersebut sudah diberi cetik oleh dadong gobleg. Cetik adalah sebuah racun kuno yang sangat dikenal oleh masyarakat bali. Cetik ini memiliki banyak sekali jenis, sesuai dengan cara membuat dan efek yang diakibatkan.
Hallo teman-teman, mohon maaf baru sempat nulis lagi setelah 2 bulan,, semoga lanjutan cerita ini bisa mengobati rasa penasaran temen-temen, langsung saja,,
Tetapi sebelum masuk ke cerita,, coba play video di bawah yuk, kalau bisa pakai headset ya agar lebih bagus dan merasakan masuk ke cerita
Leak Pudak Setegal (sategal) saya lebih suka menyebutnya “setegal” karena lebih cocok dengan dialek bahasa bali saya. Jika dilihat dari arti kata nya “Leak” berarti ajaran ilmu hitam, “pudak setegal” berarti suatu perkebunan yang dipenuhi bunga dari pohon sejenis pandan/suji.
Pudak sendiri merupakan bunga dari pohon sejenis pandan itu sendiri.
Bagian 4 ini adalah cerita yang didapat Purwata dari Mangku D sekitar 10 tahun setelah kejadian. Sebagian dari Kejadian ini tidak diketahui oleh Widi, Sudiari maupun orang tuanya.
Setelah kejadian tersebut, Widiani mulai memikirkan apa yang akan terjadi pada dirinya. Sayur yang sudah dimasaknya tadi, kini terasa hambar karena pikiran Widiani yang semakin kalut.
Hari mulai gelap. Selesai makan Widiani kemudian mandi agar tidak terlalu malam mengingat saat itu listrik belum ada di desa ini. Pikiran kalut Widiani tidak bisa hilang dari kepalanya itu. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk sembahyang, memohon keselamatannya.
Purwata, seorang pria berumur 34 tahun anak ketiga dari 4 bersaudara yang merupakan keturunan bangsawan, penguasa salah satu daerah di kabupaten Tabanan, Bali.
Purwata memiliki istri bernama Widiani yang berprofesi sebagai guru SD
Widiani mendapatkan tugas untuk mengajar di sebuah desa yang cukup terpencil, sekitar 20 Km ke arah utara rumahnya tepatnya di kaki gunung tertinggi ke 2 di bali.
Sebagai gambaran, pada tahun 1960-an kondisi Bali saat itu masih sangat sepi dan pengaruh sistem kerajaan masih kental. Desa-desa di Bali masih cukup tertinggal, akses seadanya dan transportasi bisa dihitung jari.