Tiba-tiba, wayang harus dimusnahkan. Ini jelas kegilaan. Ini kedegilan tak masuk akal yang tak pantas keluar dari mulut orang waras.
Meski kalimatnya seolah hanya saran agar para pemiliknya membuang koleksi wayang tersebut karena terkait satu dan lain hal, pilihan kata "MUSNAHKAN" telah menimbulkan marah.
Wayang adalah salah satu alasan terkait pengakuan resmi dunia internasional pada sebuah bangsa. Bangsa yang sama, dia juga dianggap telah memberi peninggalan luhur dalam rupa bangunan candi.
Konon, salah satu alasan bahwa Candi yang terletak di Magelang, Jawa Tengah itu dijadikan situs warisan dunia oleh UNESCO pada tahun 1991 adalah karena bukti adanya sebuah pencapaian luar biasa sebuah bangsa dalam seni dan arsitektur,
khususnya pada abad ke-8 dan akhir abad ke-9 Masehi. Dan bangsa itu adalah Indonesia. Candi itu adalah candi Borobudur.
.
.
Terkait wayang, UNESCO pada 7 November 2003 menetapkannya sebagai Warisan Mahakarya Dunia yang Tak Ternilai dalam Seni Bertutur. Bahasa kerennya, Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity.
Itu semua adalah tentang pengakuan dunia internasional pada bangsa ini. Dan itu adalah cerita tentang pencapaian luar biasa hebat dari orang-orang yang tinggal di dalamnya. Bukan cerita tentang warisan Tuhan yang kembali kita wariskan pada dunia, itu hasil jerih payah.
Dan kini itu semua ingin dimusnahkan?
Tanpa peran wayang, Islam di Indonesia mustahil menjadi sebesar seperti saat ini. Dalam dakwahnya, Sunan Kalijaga justru sangat terbantu dengan adanya wayang.
Konon wayang menjadi media dakwah Sunan Kalijaga karena wayang sangat digemari oleh masyarakat pada jamannya. Bahkan, profil Sunan Kalijaga seringkali diidentikkan dengan dakwah yang menggunakan pendekatan budaya dan salah satunya melalui wayang kulit.
Pun pada guru Kalijaga, dakwah yang dilakukan Sunan Bonang selalu menggunakan pendekatan akulturasi budaya. Ia digambarkan memiliki keterampilan dalam bidang seni dan sastra.
Di antara media dakwah yang ia gunakan untuk menarik minat perhatian masyarakat adalah gamelan. Konon katanya, Bonang sebagai nama salah satu perangkat yang ada dalam gamelan itu justru diambil diri namanya.
Bahwa kemudian ada kabar seolah justru kesenian wayang kulit diciptakan oleh para sunan tersebut, itu terlalu berlebihan. Itu sangat tidak akurat karena konon bahkan sebelum budaya Hindu masuk, wayang sudah menjadi bagian dari masyarakat.
Namun ketika sumber primer harus dipakai, prasasti dapat dipakai sebagai rujukan. Pada prasasti Kuti yang bertahun 840 M, prasasti Taji Gunung 910 M, prasasti Wukajana dari masa Dyah Balitung 899–911 M,
Prasasti Sangguran 928 M dan Prasasti Alasantan 939 M, ada cerita itu di sana. Wayang telah menjadi bagian hidup dari masyarakat saat itu.
.
.
"Berarti, seharusnya dia justru terimakasih pada peran wayang dong?"
Dijamin, dia yang berbicara seperti itu pasti sosok tak tahu apa-apa tentang Indonesia. Keindonesiaan orang tersebut memang pantas dipertanyakan.
Jangankan wayang dengan segala pernik filosopi hingga karakter setiap peran yang ada di dalamnya, apa itu dalang ataupun sinden saja dia sudah bingung apalagi gamelan dengan segala kerumitan bunyi yang dihasilkannya.
Tak kalah rumit dan lengkapnya dibanding alat musik pada sebuah orkes simphony yang terdiri dari kelompok dawai, alat tiup kayu, tiup logam, piano dan perkusi, pada pergelaran lengkap sebuah pertunjukan gamelan, di sana ada lebih dari 25 jenis alat musik.
Kelompok kendang, bonang, kenong, slenten, gendér, saron, gong, kempul, gambang, suling, siter dan rebab hingga sinden dan gerong sebagai unsur vokal adalah bukti bahwa seni gamelan jelas bukan kaleng-kaleng.
Ada kerumitan luar biasa telah mereka atasi demi mendapat titi laras sempurna sebuah orkestra.
.
.
Hanya pada masyarakat berbudaya SANGAT TINGGI saja yang mampu menyatukan banyak elemen bunyi menjadi sebuah kesatuan dalam balutan harmoni demi mencapai makna selaras.
Mayor minor pada konsep diatonis (meski tak persis sama) disanding dengan titi laras pelog sléndro pada tangga nada pentatonis terungkap dengan sangat jelas pada gamelan.
Belum kita berbicara pada karakter tokoh dibalik wayang kulit dimana setiap wayang punya sifat disanding sempurna dengan tampilan atau bentuk dari wayangnya itu sendiri.
Di sana, membuat sosok Arjuna dibanding Karna hingga sosok Semar, Garéng, Petruk dan Bagong dengan bentuk khasnya adalah tentang karakter. Dalam makna tertentu, itu juga bicara soal psikologis. Tak ada unsur suka-suka di sana.
.
.
Dan wayang, itu adlh cerita tentang Nusantara. Itu tidak hanya bicara tentang satu daerah saja. Ada wayang Bali, wayang Banjar, wayang Palembang, wayang Betawi, wayang Madura bahkan wayang Siam di Kelantan Malaysia.Konon Adidas pernah salah ucap bahwa wayang adalah asli Malaysia.
Sama dengan Borobudur, wayang adalah cerita sukses kita sebagai bangsa yang telah diakui dunia.
Hanya orang dengan gangguan jiwa saja yang dapat berpikir akan mampu memusnahkan nilai-nilai luhur warisan nenek moyang kita dalam wayang. Itu mustahil.
.
.
.
__________
Gambar diambil dari mana-mana
Koreksi : orkestrasi
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Kiamat. Mungkin itulah satu-satunya kata paling sepadan untuk menggambarkan skala luar biasa mengerikannya kondisi Pompeii pada 24 Agustus tahun 79 M. Itu sekitar 2000 tahun yang lalu.
Kota pelabuhan besar dan modern di Italia pada zaman Romawi kuno itu tiba-tiba "dipaksa hilang" dalam seketika. Dalam seketika, kota itu tertimbun material panas debu gunung Vesuvius yang meletus dengan skala luar biasa.
Pada tahun 1748 kota ini digali. Seperti membebaskan jiwa-jiwa terperangkap, bangunan-bangunan berikut segala isinya yang terbebaskan itu segera bercerita.
Deru suaranya saja sudah lebih dari cukup, apalagi saat menyaksikan bagaimana akselerasinya. DNA motor itu adalah balap.
Sebuah motor balap di kelas MotoGP mampu melaju dengan sangat cepat. Rekor tercepat saat ini adalah 362,4 kilometer per jam. Itu dicatatkan oleh unit Ducati Desmosedici GP dengan pembalap Johann Zarco pada 27 Maret 2021 di sirkuit Losail, Qatar.
DNA balapnya sudah langsung bicara sejak pertama mesin itu dinyalakan. Merdu raungan suara mesinnya sudah langsung bercerita tentang tenaga luar biasa besar yang dimilikinya. Dia tak tersanding untuk disejajarkan dengan motor pada umumnya.
WADAS BUKAN KEDUNG OMBO DAN JOKOWI BUKAN SOEHARTO
.
.
.
Kegilaan macam apa telah melanda kaum itu sehingga mereka tergoda membuat narasi seolah Jokowi adalah representasi dari Soeharto pada suatu saat dulu.
Mereka berteriak bahwa paham degil otoritaritarianisme telah hinggap pada sosok Jokowi dan maka dia layak menjadi seperti Soeharto.
Mereka bilang bahwa Wadas adalah Kedung Ombo versi Jokowi.
Benarkah?
Bahkan pilihan kata "NGAWUR", itu masih terdengar amat sangat sopan untuk menggambarkan kedegilan tersebut. Itu seperti Paijo yang beli velg dengan ring 23 inch tapi sudah berasa punya Mercy SL 63 AMG dengan mesin V8 nya.
Ketika muncul cerita bombastis dengan bumbu berlebihan dan kemudian akun seperti tante Mar terserah serah, Beni Kabur hingga Lizal Lamli turut "ndomoleng" di sana, otomatis nalar kita sebagai program, segera akan menyangkal.
Biasanya itu hoax! Demikian kata si nalar.
Pada cerita Wadas, bukankah itu lebih tepat bila ditarik pada reaksi wajar sebuah peristiwa terkait kelompok pro dan kontra warga yang tanahnya mau dibeli oleh negara?
Yang pro pingin kejelasan tanahnya yang sudah ditaksir itu jadi dibeli atau engga dan yang kontra khawatir kalau tanah tetangganya benar dibeli negara, pasti menyulitkan posisinya kelak.
Beruntunglah anda yang berseberangan dengan pemerintah dan namun hidup pada era Presiden Jokowi. Kritik sebagai bagian normal demokrasi, entah kenapa justru berubah menjadi arena bagi hadirnya hujatan dan hinaan.
Hinaan pada fisik dan pribadi Presiden, itu tak membuat anda dipidana. Atas nama kebebasan dan Demokrasi, kita berujar bangga boleh mencaci.
.
.
Jaman pak SBY, sepanjang tak mencaci dan menuduhnya, itu juga masih dapat toleransi. Yang penting, jangan masuk ranah fitnah atau hujatan fisik. Bila ya, itu tak ada toleransi baginya.
Dengan sedikit tenaga tersisa, dia hempaskan tubuh kurusnya pada ilalang yang telah mengering. Sengaja dia membiarkan tubuhnya terbaring dalam posisi tubuh menghadap ke langit.
"Terimakasih Tuhan.." lirih suara bisikan itu terdengar seolah saling berebut tempat dengan desah nafasnya yang masih memburu.
Diantara redup sisa cahaya matahari yang juga terlihat lelah dan entah kenapa seolah turut pula menemaninya berbaring di ufuk sebelah timur, sedikit dari ribuan bintang yang selalu setia menemaninya di sepanjang usia hidupnya, menyapa.