Ketika mendengar kata hantu khas dari Bali, yang pertama disebut pasti “LEAK”, ya, leak memang sangat mengerikan. Apalagi bagi orang yang pernah melihat dari berinteraksi langsung dengannya.
Tetapi bagi saya leak bukan ‘hantu’, Leak adalah ilmu kebatinan. Leak adalah manifestasi dari ilmu sastra yang dihidupkan melalui mantra dan sarana.
Adalagi yang menyebut Rangda, tidak,, Rangda bukan hantu. Rangda adalah tokoh yang disebutkan dalam kisah ‘Calonarang’. Saat ini Rangda disucikan oleh masyarakat Hindu bali dalam bentuk topeng sebagai simbol dari Dewi Durga.
Di Bali kami selalu mengutamakan “Keseimbangan”. Kami percaya dengan TRI LOKA atau tiga alam semesta yang terdiri dari alam bawah, tengah dan atas. Keseimbangan ketiga alam ini sangat penting bagi manusia dalam menjalankan hidup sehari-hari
Alam bawah atau 'bhur loka' inilah adalah alam bagi mahluk halus atau hantu. Kami percaya bahwa jauh sebelum manusia ada di bumi, sudah ada mereka yang duluan menghuni tempat di bumi ini. Oleh sebab itu sangat perlu bagi kami untuk selalu menghormati mereka dalam kehidupan ini.
Tidak ada yang tahu pasti tentang mahluk apa saja yang hidup di alam bawah itu, tetapi kami mengenal beberapa jenis mahluk yang ‘hidup berdampingan’ dengan kami itu.
Mereka adalah Gamang, Tonya, Memedi, Gregek Tunggek dan Kemangmang. Tentu saja mereka memiliki penampilan dan ciri yang berbeda satu sama lain.
Kali ini saya akan membagikan salah satu cerita yang menyangkut salah satu dari mereka yaitu Gamang. Gamang adalah sosok yang sering menampakkan diri dalam bentuk memiliki tubuh seperti manusia, gigi runcing, rambut lusuh dan memiliki fisik sangat kotor.
nunggu RT dulu, kalo rame dilanjut,,,
Biasanya gamang hidup menyendiri dan mendiami tempat-tempat seperti rumah kosong, batu, pohon dan tempat favoritnya adalah sungai berbatu.
Langsung saja ke TKP,,,
Jaman dulu banyak orang lebih memilih membuat rumah di area pekerbunan atau sawah daripada dipedesaan atau perkotaan, alasannya cukup logis, mereka ingin dekat dengan sumber penghidupan mereka sekaligus bisa mengawasinya langsung. Kami biasa menyebutnya “Memondok”
Tak terkecuali Luh Sekar, wanita muda berusia sekitar 20 tahun yang ikut orang tua nya ‘memondok’ di kebun miliknya.
Kebunnya berada cukup jauh dari pedesaan, tetapi disini sangat nyaman karena ada beberapa sumber air di sekitarnya dan tepat di sebelah barat pondok ini ada sungai yang cukup besar dan berbatu.
Luh Sekar berparas ayu dan menjadi idaman para pemuda di desanya. Banyak sekali pemuda yang rela berjalan jauh untuk mandi di sungai samping pondok Luh Sekar hanya agar bisa bertemu dengan Luh Sekar
kebetulan di samping pondok tersebut ada sumber mata air yang dipasangkan bambu untuk pancurannya. air tersebut biasa digunakan sumber air minum bagi keluarga luh sekar dan tempat mandi bagi warga yang melintas
Sampai saat ini Luh Sekar tidak ingin memiliki pasangan sehingga beberapa pemuda menyerah untuk mendapatkan perhatiannya. Keseharian Luh Sekar adalah membantu orang tuanya di rumah untuk mempersiapkan sesuatunya.
Seperti mengambil air di mata air yang berada di pinggir sungai pondoknya, menyapu dan tentu saja memasak untuk orang tuanya yang setiap hari pergi mengurusi kebun dan sawahnya.
Suatu hari jam 11 siang, Luh Sekar ingin mengambil air di ”Gebeh” atau gentong gerabah miliknya untuk mencuci singkong yang mau ia rebus. Tetapi airnya ternyata sudah habis. Luh Sekar bergegas mengambil ember berniat untuk mengambil air di mata air ang biasa ia gunakan.
ilustrasi sumber air
Mata air itu berbentuk pancuran yang dibuat ayah Luh Sekar menggunakan bambu. Air yang mengalir sangat segar dan tidak pernah kering sepanjang tahun. Tepat di depan pancuran tersebut ada 2 batu besar, bentuknya hampir sama sehingga masyarakat sekitar menyebutnya ‘batu kembar’
Karena ukurannya yang cukup besar dari batu yang lain, batu ini sangat mencolok. Luh Sekar sekar mulai menuruni jalan sepadan yang cukup licin, sungai ini cukup dibawah dan sedikit curam sehingga Luh Sekar harus hati-hati dan sesekali berpegang di kayu pinggir jalan tersebut.
segitu dulu guys,, besok dilanjut
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Ingat dengan sayur pakis yang ingin dadong (nenek) gobleg kepada Widiani? Memang penolakan tersebut yang menjadi awal petaka ini, namun apakah jika Widiani menerima pemberian tersebut hidupnya akan baik-baik saja? Tidak ada jawaban yang paling tepat
Mangku D sangat yakin bahwa dalam sayur pakis tersebut sudah diberi cetik oleh dadong gobleg. Cetik adalah sebuah racun kuno yang sangat dikenal oleh masyarakat bali. Cetik ini memiliki banyak sekali jenis, sesuai dengan cara membuat dan efek yang diakibatkan.
Hallo teman-teman, mohon maaf baru sempat nulis lagi setelah 2 bulan,, semoga lanjutan cerita ini bisa mengobati rasa penasaran temen-temen, langsung saja,,
Tetapi sebelum masuk ke cerita,, coba play video di bawah yuk, kalau bisa pakai headset ya agar lebih bagus dan merasakan masuk ke cerita
Leak Pudak Setegal (sategal) saya lebih suka menyebutnya “setegal” karena lebih cocok dengan dialek bahasa bali saya. Jika dilihat dari arti kata nya “Leak” berarti ajaran ilmu hitam, “pudak setegal” berarti suatu perkebunan yang dipenuhi bunga dari pohon sejenis pandan/suji.
Pudak sendiri merupakan bunga dari pohon sejenis pandan itu sendiri.
Halo, teman-teman,,
Semoga selalu dalam keadaan sehat ya, kali ini ak lanjutan cerita “JENGUK”.
Sebenarnya saya sudah mulai ragu untuk melanjutkan cerita ini, karena saya paham betul lokasi dan detail objek yang dimaksud narsum di cerita ini. DAN SEMUANYA MASIH ADA SAMPAI SAAT INI. semoga saja apa yg terjadi di cerita ini tidak terjadi lagi kepada saya atau siapapun
Bagian 4 ini adalah cerita yang didapat Purwata dari Mangku D sekitar 10 tahun setelah kejadian. Sebagian dari Kejadian ini tidak diketahui oleh Widi, Sudiari maupun orang tuanya.