Pusara Waktu Profile picture
Mar 2, 2022 85 tweets 13 min read Read on X
Cokro Kolo Munyeng
Season II - End

Dengan hentakkan Al-zalzalah, aku pun menyongsong guncangan serangan dari gada betoro. Sebuah benturan yang begitu dahsyat pun terjadi, membuat tubuhku terpental begitu jauh, bahkan baju dan tanganku pun ikut terbakar hingga kulitnya melepuh.
Srenggi kolo pati tertawa terbahak-bahak menyaksikan tubuhku yang kini sedang terkapar. Dengan cepatnya dia kemudian menyerangku dengan lecutan cambuk api dan anginnya kembali, "Swwiiit ... Ctarr ... Ctaaarrrr ...!"
"Ini saatnya kamu gunakan selendang merah darah itu dan barengi dengan pukulan yang berasal doa Jibril, Wi ..." Suara mbok Min jelas terdengar ditelingaku.
Dengan sisa tenaga yang kupunya, aku pun berusaha untuk bangkit dan melepas selendang merah darah dari dipinggangku.
Lecutan cambuk Srenggi kolo pati kini datang dan kuhadang dengan doa Jibril. Dua kekuatan kembali saling beradu. Deru dari gada betoro pun menggema dan siap terayun untuk menghantam tubuhku.
Aku pun memutar-mutarkan selendang merah darah itu,
yang kemudian meluncur mengincar kaki Srenggi kolo pati. Satu tangan dari Srenggi kolo pati meraih ujung dari selendang yang berbentuk bulatan itu, tetapi selendang merah itu malah meliuk membelit tangannya dan terus menjalar hingga melilit leher juga tubuh dari Srenggi kolo pati
Tubuh Srenggi kolo pati terus berusaha untuk keluar dari belitan selendang merah darah itu, dengan cara merubah wujudnya menjadi sebuah kepulan asap, tetapi sebuah larik sinar berwarna ungu menghantam tubuh Srenggi Pati, "Blarrr ...!"
Separuh tubuh yang dihantam oleh sinar ungu itu hancur, seiring lilitan selendang merah yang kemudian mengendur.

Sebuah sosok kepala dengan dua tangan dan dada yang nampak gosong, kemudian melesat ke arah asal dari sinar larik ungu tersebut.
"Cepat bocah, jangan melongo! Hantam dengan pukulan doa Jibril!!" Teriak nenek tua berbadan bungkuk sambil kembali menyerang dengan pukulan sinar ungu untuk menghalau separuh dari sisa badan Srenggi kolo pati.
"Iii … Iiya, Mbok … " Jawabku terkaget sambil menoleh ke arah mbok Minah.
Aku pun langsung menarik napas, kemudian mengembuskannya seraya memukulkun telapak tangan yang berisi doa Jibril tersebut, disusul oleh sebuah sinar larik ungu milik dari mbok Min,
yang kemudian secara berbarengan menghantam separuh sisa badan milik dari Srenggi kolo pati hingga hanya menyisakan kepalanya yang kini terbungkus oleh api yang menyala.
Kepala itu pun terbang dan menyambar kian kemari,
dan siap menghujamkan kedua pasang taringnya, seiring dengan terbukanya mulut Srenggi kolo pati yang semakin melebar, siap menerkam.
"Sudah ... Aku mau pulang, kepala itu urusanmu sekarang...!" Seru mbok Min.
"Tunggu, Mbok ...!" Jawabku sambil menoleh ke arah mbok Min, tapi sosoknya sudah tidak terlihat lagi.
Kepala dari Srenggi kolo pati masih terbang dan mengitari tubuhku ini. Aku yang memang sudah kehabisan tenaga,
secepatnya memutar-mutarkan kembali selendang merah darah itu di atas kepalaku dan menunggu sebuah kesempatan datang, hingga "Slappp!!", kepala yang terbang milik Srenggi kolo pati kini tertangkap dan terbungkus selendang merah darah.
Dan dengan tenaga yang tersisa, aku kembali memutarkan kembali selendang merah darah.
"Pergi dan pulanglah ke tempat asalmu, makhluk terkutuk ...!!" Seruku dibarengi sengan sebuah hempasan kepala dari Srenggi kolo pati yang melesat ke arah laut.
Aku pun tersadar dengan badan yang sudah bermandikan keringat. Aku langsung terbaring tak sadarkan diri karena rasa lelah yang begitu luar biasa yang kurasakan.
"Wi … Kini saatnya kamu harus tahu, bahwa kunci dari membebaskan Hamidah adalah malam ini, yaitu di malam ke-40,
karena bisa jadi dia keluar untuk meminta tumbal, yaitu suaminya Hamidah ... Usahakan kamu bersama temanmu itu untuk tetap terjaga dan berada di samping tubuh Hamidah. Jangan pernah lengah apalagi tertidur,
karena jika makhluk itu sudah keluar dan kembali masuk lagi, maka semuanya akan menjadi sia-sia dan Hamidah tidak akan bisa terbebas dan temanmu juga bisa jadi akan binasa ..." Jelas mbok Min saat berbicara kepadaku, juga mang Atun dan Hamidah.
"Iya Mbah, eh Mbok ..." Jawabku sambil tersenyum ke arah mbok Min.
"Ndo, ini demi keselamatanmu ... Simbok cuma minta satu hal saja ..." Ucap mbok Min kepada Hamidah.
"Iya Mbok … Tapi aku masih belum mengerti dengan yang Mbok maksudkan ..." Jawab Hamidah kebingungan.
"Malam ini atau malam besok, kamu tidur jangan pake selimut dulu ya, Ndo ..." Balas mbok Min.
"Iya, Mbok ..." Jawab Hamidah dengan anggukan kepala.
"Kanggo sampean Mas Atun, Simbok mau nanya ...
Misalkan, kalau Hamidah sudah gak cantik dan juga gak kaya lagi, apa masih mau jadi suaminya Hamidah?" Tanya serius mbok Min.
"Pasti Mbok! Lagian sudah kepalang tanggung Mbok.
Saya sudah ‘puasa’ selama 40 hari. Masa waktunya istri saya terbebas, saya mau mundur. Gak jadi dong saya, hehehe …" Jawab mang Atun mantap sambil cengengesan.
"Yo wes kalau begitu. Sekarang Mas Atun sama kamu, Ndo pergi ke pasar untuk membeli perlengkapan buat nanti malam, yo Ndo." Ujar Mbok Min.
Mang Atun dan Hamidah pun segera berpamitan untuk membeli semua perlengkapan yang sudah diminta oleh mbok Min
sepeninggal mereka, mbok Min kembali berkata kepadaku, “Wi ... Simbok sebenarnya gak yakin kawanmu itu sanggup untuk menangkap makhluk itu, maka dari itu Simbok sangat berharap kamu yang jadi suaminya Hamidah …
Tapi mau bagaimana lagi, jalannya sudah terlanjur begini … " Ucap mbok Min.
"Saya jadi semakin penasaran Mbok, memang sosok yang akan ditangkap itu berwujud seperti apa dan bagaimana keluarnya sih? Sampai hanya suaminya saja yang bisa menangkapnya?" Tanyaku mengernyitkan dahi.
"Sebelum mengatakan ini padamu, Simbok sudah bicara sama Hamidah untuk meminta persetujuannya, dan dia juga gak keberatan kalo kamu tau, Wi.." Jawab Mbok Min
"Sebentar-sebentar Mbok, maksudnya gimana? Kok sampe ada kata, nggak keberatan begitu, Mbok?" Ujarku dengan nada keheranan
"Baiklah Simbok akan menceritakan kepadamu, kenapa suami Hamidah semuanya meninggal sebelum genap dua bulan hidup bersama Hamidah ..." Ucap mbok Min.
Mbok Minah terdiam sesaat, kemudan menarik napas panjang dan mulai berbicara.
"Setiap suami Hamidah akan melakukan kewajibannya kepada Hamidah, maka sari-sari kehidupan suami Hamidah akan dihisap oleh makhluk itu …"
"Kalau makhluk itu mau mengambil nyawa suami Hamidah, kan bisa mengambil begitu saja.
Kenapa harus mengambil sari-sari kehidupan suaminya terlebih dahulu? Seakan-akan dengan sengaja ingin memberikan kenikmatan terlebih dahulu, lalu mengambil kehidupan korbannya."
"Wi dengan perlahan-lahan, maka masarakat tidak akan pernah curiga pada awalnya, tapi semakin kesini, semua orang akan tahu juga, karena setiap suami Hamidah pasti akan berujung kepada kematian …" Jelas mbok Min.
"Lalu, apa hubungannya kematian mereka dengan hubungan sebadan antara para korban dengan Hamidah, Mbok?"
"Kamu benar-benar mau tahu, Wi?" Tanya balik mbok Min.
"Sangat ingin tahu, Mbok ... Saya betul-betul penasaran …" Jawabku mantap.
"Halah kamu tuh, kepo!" Ujar mbok Min tertawa terkekeh.

"Jadi begini Wi ... Setiap laki-laki yang kemudian bersetubuh dengan Hamidah pasti akan menemui ajalnya, karena Hamidah punya sebuah tanda berwarna putih yang berada di selangkangannya,
itu sebagai tanda bagi seseorang yang melakukan pesugihan dengan cara seperti ini. Tanda itu dinamakan dengan ‘Cokro Kolo Munyeng’, dan tugasmu adalah untuk menangkap makhluk yang kini bersarang di dalam farji atau vagina Hamidah ..." Jelas mbok Min.
"Apa, Mbok?!!" Aku begitu kaget dengan penjelasan dari mbok Min.
Aku terdiam beberapa saat, berpikir bagaimana caranya aku harus menangkap makhluk itu, sedangkan makhluk itu keluar dari tempat yang tidak semestinya aku dekati.
Jangankan untuk disentuh, dilihat saja tentu tidak boleh. Pantas saja, semestinya hanya suami Hamidah yang bisa menangkap makhluk itu, pikirku.
Hamidah dan mang Atun pun sudah kembali dari pasar dan memberikan semua pesanan yang sudah diminta oleh mbok Min sebelumnya.
Mbok Min pun langsung menata semua piranti untuk dijadikan sesaji dalam sebuah tampah dan menaruhnya di dalam kamar.
"Mas Atun, tolong carikan daun kelor sama empat buah kelapa muda dan jangan lupa sekalian dengan daun bidaranya segemgam, ya …" Pinta Mbok Min.
"Iya Mbok ... Ayo Wi, antar aku." Jawab mang Atun sekalian mengajakku.
"Ayok Mang, aku bantu." Jawabku sambil berdiri dari tempatku duduk.
Sepulang dari memenuhi permintaan mbok Min, aku kemudian diminta untuk membelah kelapa-kelapa muda itu
dan menuangkan airnya ke dalam sebuah baskom plastik yang sebelumnya sudah berisi dengan daun bidara dan juga daun kelor.
Mbok Min pun datang dan mengambil baskom plastik itu,
kemudian masuk ke dalam kamar mandi bersama Hamidah. Sepertinya mbok Min sedang melakukan sebuah ritual dengan memandikan Hamidah, itu semua terdengar dari suara air di kamar mandi.
Dengan berkain jarik, Hamidah pun keluar dari kamar mandi. Aku terkaget saat melihat sedikit perubahan dari tubuh Hamidah. Kulit Hamidah kini sudah tidak sekencang sebelumnya, garis-garis kerutan terlihat dari kulit wajahnya yang mulai terlihat bergelambir.
Aku hanya bisa terdiam ketika menyaksikan perubahan pada diri Hamidah itu, entah dengan yang dilihat sahabatku, mang Atun. Yang jelas dia berbisik di telingaku, "Wi setelah istriku mandi, kok ada yang beda yaa?
Atau mataku salah lihat, ya Wi?" Ucap mang Atun sambil menngernyitkan dahinya.
"Apa yang kamu lihat, Mang?" Tanyaku memastikan.
"Istriku terlihat tua, Wi ..." Jawab mang Atun termenung.
"Berarti penglihatan kita sama, Mang." Ujarku.
"Kok bisa gitu, ya Wi?" Ucap mang Atun dengan nada heran.
"Katanya kamu siap dengan kondisi apapun yang terjadi sama Hamidah, waktu ditanya sama mbok Min ... Udahlah, udah kepalang basah ini, mandi aja saja sekalian Mang, hehehe …" Ucapku terkekeh.
"Iya Wi, tanggung yaa. Hajar saja … Hahahaha" Jawab mang Atun tertawa sambil menyulut ujung rokoknya.
Setelah selesai mandi, Hamidah dan mbok Min pun duduk bersama kami di ruang tengah, berbincang bincang.
" Wi … Melihat Ndo Hamidah saat ini, Simbok yakin kalau nanti malam makhluk itu akan keluar. Simbok yakin karena melihat perubahan fisik pada kulit dan wajah Ndo Hamidah. Simbok berharap kalian berdua jangan sampai lengah ya …
Kalian berdua paham, kan?" Jelas mbok Min memastikan kami berdua.
“Iya Mbok, kami paham …” Jawabku dibarengi dengan anggukan mang Atun.
Sehabis isya, aku dan mang Atun pun duduk di ruang tengah, sedangkan Hamidah dan mbok Min mengobrol di dalam kamar.
Samar-samar terdengar suara mbok Min yang sedang meyakinkan Hamidah, bahwa semuanya akan baik-baik saja, Hamidah akan aman dan selamat.
Jam dinding sudah menunjukan pukul 01: 45. Rasa kantuk mulai mendera kami begitu hebatnya.
Aku duduk di tepi ranjang sebelah kanan, tepat di samping Hamidah, sedangkan mang Atun berada di sisi lainnya. Terlihat mata mang Atun sudah terpejam. Aku pun beberapa kali mencoba untuk membangunkan mang Atun, tetapi mang Atun tetap tertidur dengan lelapnya, “Celaka!
Kemungkinan besar mang Atun terkena sirep.” Gumamku panik.
"Mbok …! Mbok Min ...!!" Panggilku.
Tak lama kemudian, mbok Min datang dalam keadaan mengucek kedua matanya.
"Ono opo, Wi?” Tanya mbok Min kaget.
"Saya mau ke kamar mandi sama bikin kopi sebentar, ngantuk banget ini Mbok. Mang Atun juga susah sekali buat dibangunkan ini, gak bangun-bangun daritadi. Jadi, tolong Mbok jaga sebentar ya …" Pintaku sambil berdiri kemudian beranjak.
Aku pun langsung pergi ke kamar mandi dan kemudian membuat kopi, tapi ketika tengah asyik menyeduh kopi, terdengar suara mbok Min berteriak-teriak memanggil namaku.
" Wi …! Wiii, cepat kemari …!" Teriak mbok Min panik.
Aku yang tengah menyeduh kopi langsung terperanjat setelah mendengar teriakan dari mbok Min dan dengan setengah berlari aku pun menghampirinya. Mbok min kini tengah berdiri menungguku seraya berkata dengan sedikit berbisik kepadaku, “Dia sudah keluar, Wi …”
Aku terheran dengan ucapan mbok Min, karena yang aku lihat Hamidah masih tertidur pulas dengan masih memakai daster, “Mana Mbok? Saya gak lihat apa-apa tuh …” Balasku sambil terus melihat tubuh Hamidah yang masih tertidur pulas.
Mendengar ucapanku, mbok Min pun kemudian mendekati tubuh Hamidah dan mengsingkapkan daster yang sedang dikenakannya. Melihat hal itu aku pun langsung memalingkan wajahku.
“Jangan palingkan wajahmu Wi, kemari dan lihatlah!” Seru mbok Min setengah berteriak.
Dengan terpaksa aku pun mendekati mbok Min dan berdiri di sebelah Hamidah yang masih tertidur dengan pulas. Mbok Min dengan perlahan mengsingkapkan bagian bawah daster yang sedang dikenakan oleh Hamidah itu sampai sepangkal paha.
Walaupun dengan perasaan yang canggung, aku harus tetap memperhatikan apa yang mbok Min lakukan dihadapanku. Dan tiba-tiba saja sebuah benda terlihat bergerak-gerak dan tak lama kemudian, sebuah makhluk berwarna ungu dengan ukuran yang cukup besar merayap ,
makhluk itu keluar dari arah selangkangan Hamidah.
Aku terkaget dan betul-betul tidak menyangka, kalau yang keluar dari selangkangan Hamidah adalah seekor kelabang dengan ukuran besar dan cukup panjang dari biasanya.
Kelabang itu pun merayap mendekati tubuh mang Atun yang kini tengah tertidur lelap.
"Cepat tangkap kelabang itu, Wi …!" Seru mbok Min.
Aku yang masih fokus memperhatikan kelabang itu, terperanjat mendengar perintah dari mbok Min.
Aku pun segera mengulurkan tanganku untuk menangkap kelabang yang sedang merayap ke arah mang Atun itu.
"Heh, kamu mau mati ya Wi! Jangan kebanyakan ngelamun!!" Cetus mbok Min sambil memukul tanganku.
"Gunakan selendang merah buat menangkap makhluk itu, Wi ...!” Lanjut mbok Min.
Aku segera mengambil kelabang itu dengan tanganku yang sebelumnya sudah kulapisi dengan selendang merah darah. Kelabang yang kini berada dalam genggamanku ini benar-benar mengerikan. Ukurannya sebesar telunjuk tengah orang dewasa dengan panjang kurang lebih 25cm
dengan badan berwarna ungu dan kaki-kakinya yang berwarna merah kehitaman.
Tanganku yang masih menggenggam dengan erat kelabang itu, merasakan sebuah hawa panas yang begitu menyengat.
Aku juga merasakan sebuah tarikan dari tanganku, tubuhku pun terbawa ke arah depan dan kemudian terdorong ke belakang.
Kelabang itu terus menggelinjang di dalam genggaman tanganku, seakan ingin melepaskan diri dari cengkeramanku.
Aku pun semakin merasakan hawa panas yang kini menjalar ke seluruh badanku. Tubuhku berkeringat dengan hebat, butiran-butiran air pun mengucur dengan deras dari keningku.
Aku kemudian mencoba untuk menggengam kelabang itu dengan ke dua tanganku,
untuk menahan energi negatif yang dikeluarkan oleh kelabang ungu tersebut. Tanganku bergetar hebat, kemudian merembet ke seluruh tubuhku.
Melihat hal itu, mbok Min langsung pergi ke kamar mandi dan membawa air di dalam gayung, dia kemudian berkomat-kamit dan membasahi tangannya,
lantas ia mengusapkannya ke wajah Hamidah juga mang Atun, sontak hal itu membuat keduanya terbangun dan langsung terperanjat, ketika melihat tanganku yang bergetar sambil mencengkram seekor kelabang.
Aku segera memejamkan mataku,
lalu memfokuskan hati dan pikiran, memohon perlindungan dari Yang Maha Kuasa. Aku merasa seakan tertarik masuk ke dalam dimensi lain dan kulihat seorang wanita dengan gigi bertaring juga bermahkota, sedang terbelit oleh selendang merah darah.
Wanita yang ternyata juga seorang ratu dari kerajaan siluman kelabang itu, kini sedang berusaha untuk melepaskan dirinya dengan menggerak-gerakkan badannya.
"Aku mengakui kekalahanku saat ini, jadi kembalikanlah aku ke laut parang tritis.
Larung aku disana, agar tak ada lagi manusia yang menjadikan aku sebagai sesembahan dan memanfaatkan aku sebagai wadah untuk mencari keabadian …" Ucap Nyai dayang wungu.
"Baiklah … Besok-besok aku akan mengembalikan dirimu ketempat asalmu ... Selanjutnya apa yang harus aku lakukan, agar Hamidah bisa terlepas darimu? Tanyaku.
"Masukkan aku ke dalam gentong atau sejenisnya yang terbuat dari tanah merah dan setelah tujuh hari,
ambil aku dan kembalikan ke asalku ..." Jelas Nyai dayang wungu.
Aku segera membuka mata. Aku pun kemudian menyuruh mbok Min untuk menyiapkan gentong yang terbuat dari tanah merah. Setelah mendapatkan gentongnya,
aku langsung memasukkan kelabang ungu itu dan menutupnya rapat-rapat, kemudian menyimpannya di tempat yang paling aman di rumah ini
esok harinya, sebuah kabar datang bahwa rumah megah Hamidah telah laku terjual dan uang hasil dari penjualan rumah itu akan ia sedekahkan semuanya.
Setelah itu Hamidah pun memutuskan untuk pulang Kampung dan berencana membangun sebuah panti asuhan untuk anak yatim.
Tepat di hari ketujuh, aku pun berkemas untuk ikut mengantar mang Atun dan istrinya, Hamidah beserta mbok Min untuk pulang kampung.
Aku merasakan perasaan yang tidak enak, tetapi aku hanya diam karena mungkin ini hanyalah perasaan sekilas saja.
Setelah sampai pulau Jawa, aku menetap di rumah Mbok Min untuk beberapa waktu,
sementara mang Atun dan Hamidah langsung menuju ke kampungnya Hamidah. Aku segera menuju ke pantai parang tritis untuk melarung Nyai dayang wungu. Setelah sampai, aku kemuidan berjalan agak ke tengah,
lalu aku membuka gentong itu, melepaskan balutan selendang merah darah dan kini kelabang itu telah berubah wujud menjadi sebilah keris. Sebuah Keris yang sangat terkenal di dalam dunia spiritual.
Sebuah keris dengan kekuatan yang luar biasa yang banyak dicari oleh para ahli spiritual, kini berada dalam genggamanku. Keris ini lebih dikenal dengan sebutan KERIS KOLO MUNYENG.
Setelah dua hari berada di rumah mbok Min,
mang Atun memberitahu bahwa Hamidah sedang membangun panti asuhan dan juga membeli sebidang tanah yang cukup luas untuk diwakafkan, tanah itu rencananya akan dijadikan tempat pekuburan bagi warga sekitar kampungnya.
Beberapa hari kemudian tepatnya di hari sabtu, Hamidah jatuh sakit, badannya menggigil dengan disertai demam yang tinggi. Aku pun mencoba untuk berkomunikasi dengan Hamidah sebisanya.
"Mas Wi … Aku tahu, bahwa suatu saat aku akan dijemput oleh penguasa kegelapan yang telah memberikan aku kekayaan. Selama tiga tahun ini aku sudah berusaha keras dan berjuang untuk menebus semua kesalahanku, segala dosa-dosaku yang telah kulakukan di masa lalu.
Aku tahu, waktuku sudah tidak banyak lagi dan mungkin, malam ini adalah malam terakhir aku untuk hidup, maka dari itu tolong doakan aku ya, Mas … Dan aku mohon, di waktu senggangmu tolong doakan aku, kirimi aku Alfatihah ...
Sekali lagi, tolong maafkan aku atas semua kesalahan dan dosa-dosaku … " Ucap Hamidah terbata-bata.
Mendengar semua perkataan Hamidah membuatku begitu sesak, mataku mulai berkaca-kaca, tetapi aku tahan semuanya,
aku hanya tersenyum dan mengatakan bahwa dia akan baik-baik saja, dia akan kembali sehat seperti sedia kala. Walaupun aku sadar, bahwa di atas sana ada sesuatu yang sudah menunggu Hamidah.
Sebuah kereta kencana datang untuk menjemputnya, tapi di sisi lain sebuah cahaya yang begitu menyilaukan juga sedang menunggunya, entahlah.
Ya, kami memang belum sempat untuk membersihkan seluruh makhluk yang masih bersemayam di dalam tubuh Hamidah,
salah satunya adalah makhluk yang saat ini menunggu Hamidah di atas kereta kencana, dikarenakan Hamidah ingin terlebih dahulu menghabiskan hartanya agar bisa bermanfaat untuk orang banyak.
Sehabis sholat subuh, mang Atun mengirimiku sebuah pesan, bahwa Hamidah telah berpulang dan menjadi makam pertama yang dibangun di atas tanah pekuburan yang Hamidah wakafkan.

----TAMAT----

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Pusara Waktu

Pusara Waktu Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @pusara_waktu

Aug 4, 2022
SEWU NDAS - TUMBAL SERIBU KEPALA
BAB.IV : Tumbal Pertama

@IDN_Horor

@bacahorror

#bacahorror #horor #KISAHNYATA Image
***
Satu jam lebih riuh suara kebahagiaan di dalam Barak menggema, sebelum malam memasuki kata larut. Lantaran kedatangan Dasio beserta keluarga kecilnya, menjadi satu obat tersendiri bagi Kisman, Nanang dan beberapa teman yang lainnya.
Read 398 tweets
Jul 19, 2022
SEWU NDAS - TUMBAL SERIBU KEPALA
BAB.III : Keluarga Yang Terusir

@IDN_Horor @bacahorror
#bacahorror #horor #KISAHNYATA
Yuk Lajut lagi~
...

Kegusaran begitu dirasa menusuk relung batin Dasio, setelah tahu siapa sosok Sanusi sebenarnya. Bayang-bayang kematian pun tetiba menghimpit pikiran, bersama dengan kengerian-kengeriannya.
Read 150 tweets
Jun 17, 2022
SEWU NDAS - TUMBAL SERIBU KEPALA

- HOROR THREAD -

Sebuah kisah kelam berdasarkan kejadian nyata. Terjadi di tahun 80an, bahkan sampai sekarang.

@menghorror @issssss___ @autojerit @Penikmathorror @ceritaht @IDN_Horor @bacahorror

#bacahoror #penikmathoror #horor #KISAHNYATA Image
DILARANG KERAS MEMBAGKAN KISAH INI DALAM BENTUK APAPUN DI LUAR TWITTER, TANPA SE-IZIN PENULIS!
Hola PWers~
Sambil menunggu rame, boleh minta retweet dan likenya dulu?

Terima kasih :)
Read 641 tweets
Jun 13, 2022
"DILARANG MENYEBARKAN KISAH INI DALAM BENTUK APAPUN, TANPA SEIZIN PENULIS!"
Yuk kita mulai berkisah lagi, PWers~
Read 83 tweets
Jun 9, 2022
Sebelum aku menceritakan kisah ini, aku ingin meminta maaf bukan maksudku untuk membongkar aib orang yang sudah meninggal,
tapi tujuanku menceritakan kembali kisah ini adalah supaya kalian yang membaca kisahku ini bisa mengambil pelajaran dari Almarhum, khususnya untuk kaum Laki-Laki.
Read 73 tweets
May 26, 2022
JAREK TANGKUP
(Tolakan Pengundang Bala)

- HOROR THREAD -

@issssss___
@autojerit
@Penikmathorror
@ceritaht
@IDN_Horor

#horor #kisahnyata #bacahoror Image
Hallo PWers~
Kita mulai berkisah lagi ya :D

Oh ya sebelumnya, kisah ini akan sedikit slow updatenya, bahkan malam ini pun, baru sebatas teaser dulu sampai agak senggang waktuna nanti :D

Yuk langsung mulai~
"Sampeyan wes roh, Yu. Kang Sakir muleh?" (Kamu sudah tau, Yu. Kang Sakir pulang?)

"Sopo seng ngabari?" (Siapa yang memberi tau?) Ucap Menik, seorang wanita berumur 43 tahunan, balik bertanya kepada Asti, tetangganya.
Read 81 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(