Thread by @Leonita_Lestari

O…O KAMU KETAHUAN
.
.
.
.

Ini jelas by design. Kemarin, biar ini terlihat seolah alamiah, mereka menggunakan kata kunci big data. Obrolan banyak orang di media sosial.

Dari big data yang mereka punya, konon tersirat bahwa obrolan para pengguna media sosial terkait tema masa jabatan Presiden diperpanjang, sangat besar.

Atas ditemukannya data itu, menggunakan Laboratorium Indonesia 2045 atau Lab 45, mereka membuat kajian. Topik "Perubahan Konstitusi Terkait Masa Jabatan Kepala Pemerintahan" & "Presiden Tiga Periode", mereka bahas. Masing-masing berlangsung pada 18 Agustus 2021 dan 22 Juni 2021.

Kesimpulan atas kajian itu berbunyi sbb ;

Negara dengan sistem Republik Presidensial cenderung mengamandemen konstitusi mereka.

Perubahan konstitusional di 199 negara relatif berdampak positif dengan perkembangan demokrasi mereka.

Pembatasan masa pemerintahan lazim dilakukan di negara yang mengadopsi system itu.

Pembatasan masa jabatan cenderung memiliki hubungan yang lemah dengan perbaikan indeks demokratisasi.

Ketika semua terlihat baik, adakah itu tak pantas direkomendasikan pada pemilik kewenangan?

Nalar ceritanya adalah bahwa apa yang menjadi keinginan rakyat dan ketika keinginan itu benar adalah baik, apalagi telah dibuktikan dengan sebuah kajian akademis, maka tak ada salahnya jika keinginan itu harus diwujudkan.

Dalam bombastis wacana, kelak, DPR sebagai kepanjangan tangan rakyat, pantas melakukan apa yang menjadi keinginan rakyat. Melakukan perubahan UU misalnya. Apalagi ketika tersanding dengan data akademik mumpuni.

Itulah kira-kira nalar cerita dapat kita susun atas maraknya pembicaraan perpanjangan masa jabatan Presiden yang makin ramai.

Dan benar, paling tidak, para Ketua Umum Partai, para boss dari para wakil rakyat yang ada di Parlemen, membicarakan dan bahkan menyetujui gagasan itu. Satu partai papan atas dan 2 partai papan tengah dengan total jumlah suara sekitar 29 persen langsung menyatakan sepakat.

Itu jumlah keterwakilan luar biasa bagus sebagai posisi start di Parlemen. Suara yang lain, hanya soal diplomasi politik kelak.

Adakah itu terlihat almiah?

Isu sempat mereda. Menkopolhukam Mahfud MD berbicara dan kembali meyakinkan bahwa Presiden tidak tertarik dengan opsi semacam itu.

Kata "kembali" saya gunakan karena bukan hanya sekali ini saja Presiden telah berbicara hal yg sama. Berkali kali sudah pernyataan semacam itu diungkap.

Tiba-tiba, pak Luhut, Menkomarves buka suara. Dalam podcast dgn Deddy Corbuzier dia justru seolah kembali membuka wacana itu.

"Pak Jokowi itu apa urusannya" kata Luhut atas pertanyaan Deddy terkait bahwa itu juga tergantung sikap Jokowi.

Itu urusan DPR dan MPR akibat suara rakyat yang semakin membesar. Itu suara konstituante mereka yang layak untuk disikapi.

Pak Jokowi yang taat pada konstitusi tak melanggar UU bila kelak sudah ada perubahan atas UU itu sendiri. Begitulah kira-kira nalar yang ingin disampaikan.

"Koq pak Luhut?"

Ramai isu pernah terlontar bahwa ide itu memang berasal darinya. Usulan penundaan Pemilu 2024 yang sempat dimunculkan Ketum PKB Muhaimin Iskandar ramai dikabarkan berasal dari ide Luhut Binsar Pandjaitan.

Namun, juru Bicara Luhut Jodi Mahardi membantah tudingan tersebut.

"Kalau untuk orkestrasi penundaan pemilu ya enggga lah. Masa sih Pak Luhut bisa tekan-tekan partai politik,” kata Jodi saat dikonfirmasi, Sabtu (5/3/2022).

Dia menyatakan, silaturahmi Luhut dan para ketum parpol membicarakan banyak hal kebangsaan, namun tidak membahas pemilu atau penundaan pemilu 2024.

"Kalau diskusi dan silaturahmi dengan parpol untuk berbagai isu kebangsaan itu biasa. Kalau Pak Luhut mengutarakan pandangan dan kekaguman terhadap kepemimpinan Presiden Jokowi itu juga wajar," kata Jodi.

Terkait alur cerita yang dimulai dari big data, kajian, dan hingga peran DPR dan MPR kelak, memang terasa match. Terasa sebagai urutan logis untuk dijadikan tema bahwa ini bukan by design.

Namun dengan beliau justru bicara pada podcast Deddy Corbuzier, cerita seolah kembali berbalik. Realitas wajar pada alur cerita ternodai. Kisah 3 periode atau perpanjangan masa jabatan Presiden kini beraroma by design.

Apalagi terkait isu sosok yang juga ada dalam kepengurusan Lab 45. Konon, ada nama Andi Widjajanto dan Jaleswari Pramodhawardani tercatat sebagai senior fellow pada lembaga itu.

Yang satu Gubernur Lemhanas dan yang lain adalah Deputi V bidang Politik,Hukum, Keamanan, Pertahanan dan Hak Asasi Manusia di Kantor Staf Presiden Republik Indonesia sejak 2016.

Kebiasaan kecil mendatangi Deddy Corbuzier kini terbaca sebagai sebuah pola. Ini mengingatkan kita pada podcast sebelumnya terkait Haris Azhar.

Bukan pada isi materi yang dibicarakan, ini soal mengirim pesan. Ini bahasa politik.
.
.
.
________________
Ilustrasi diambil dari mana - mana