Terlalu lama sudah mereka bersembunyi dalam dalih, "ADA YANG TIMBUN".
Luar biasa dukungan netizen agar amuk tak terjadi. Ruang dapur yang jarang sekali mau menyisakan jeda, untuk sesaat dapat tersandera dalam ruang debat di media sosial.
Ketika pertanyaanya sampai kapan, harga BBM justru telah antri dan berdiri pada urutan paling depan dalam saling desak mendesak.
Percaya atau tidak, desakan itu konon terlalu kuat. Dan pemerintah tak mungkin mampu berlama lama menanggung beban dalam rupa subsidi.
Akankah kusut minyak goreng tak juga segera terurai dan langka BBM akan turut memberi kusut?
Anehnya, para pembantu Presiden ini justru sibuk kasak kusuk untuk mencari celah bagaimana memperpanjang jabatan Presiden.
Bukan spanduk yang memberi semangat dan harapan bagi rakyat dalam masa sulit terpasang, justru spanduk bertuliskan "Indonesia bisa menjadi negara maju asalkan Jokowi lanjut Presiden lagi" kini tersebar sebagai jawaban.
Pak @Jokowi, mbok sekali-sekali para pembantu jenengan itu pada dijewer dong…
.
.
.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Tiba-tiba isu keterlibatan SBY pada penyerbuan kantor pusat PDI di Diponegoro 58 pada 27 Juli 1996 kembali mencuat.
Politisi senior yang tak tahu makna seni komunikasi keceplos omongannya sendiri. Benny K Harman mencuitkan isi kepalanya bahwa Jokowi bukan tokoh yg pada saat gerakan reformasi ikut aktif menumbangkan rezim lama dan menyusun tata dunia politik baru, menuai polemik.
Bukan keterlibatan SBY pada reformasi ramai diperbincangkan, data lama bahwa mantan Kasdam Jaya itu dianggap bertanggung jawab pada peristiwa itu justru kembali diungkit.
SIAPA BILANG SOEKARNO-HATTA TAK TERLIBAT PADA SO 1 MARET 1949?
.
.
.
Fatal, bila peran Soeharto dihilangkan dalam Keppres No 2 Tahun 2022. Apalagi saat berbicara terkait Serangan Umum 1 Maret. Itu kata para penggemar film janur kuning …
Penggemar film Janur Kuning dijamin akan marah. Bagi mereka, siapa sosok paling berperan dalam peristiwa itu sudah CLEAR.
Di sisi lain, kenapa peran PDRI tak disebut dan jabatan Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Menteri Pertahanan harus diungkap, jelas adalah sebuah kesalahan. Itu juga mereka teriakan.
SOEHARTO BUKAN ARSITEK DIA KOMANDAN TEMPUR “SERANGAN OEMOEM 1 MARET 1949”
.
.
.
-Utas panjang-
Bisa jadi, Fadli Zon adalah korban hoax. Kebohongan yg diceritakan terus & terus & kemudian seolah menjadi fakta tunggal bukanlah cerita fiktif. Itu masuk akal dalam ilmu psikologi.
Bukan tentang Soeharto tak berperan dalam serangan umum 1 maret 1949, namun strategis posisi beliau sebagai sosok di balik gagasan besar itulah yang kini sedang dikaji ulang.
Namun, konsep di kepala Fadli sudah terlanjur mengkristal. Dia sudah keburu yakin bahwa kebenaran versinya lah yang paling benar.
Kemarin, mereka terlihat sibuk hanya demi kasak kusuk. Pada ruang-ruang gelap dan sepi, pada lorong-lorong keangkuhan yang lama telah mereka buat, mereka berbicara sambil berbisik. Mereka menyiasati sebuah agenda.
Kelak, mereka akan berbicara bahwa tingkat kepuasan pada Presiden berada pada posisi sangat tinggi, 73,9%.
Tak cukup dengan itu, mereka juga akan menyodorkan data berasal dari sebuah penelitian komprehensif.
Konon, satu dari empat isi hasil kajiannya adalah bahwa perubahan konstitusi di 199 negara, ternyata berdampak positif dengan perkembangan demokrasi mereka.
.
.
Bukan melulu terkait sensitif dan maka kudu hati-hati, ini lebih terkait dengan rumitnya masalah itu ditinjau dari banyak perspektif dengan masing-masing aspek memiliki banyak simpul tak mudah diurai.
Ajakan mendukung Rusia dengan alasan bahwa Barat dengan AS sebagai motor di balik semua permasalahan ini jelas terlalu dangkal. Pun mendukung Ukraina karena Rusia dianggap telah melanggar hukum Internasional tentu juga tak semudah kita berucap.
Dan maka, bisa dibilang, tak banyak politisi kita berani bicara perkara itu secara terbuka.
BUKAN SOAL MOBIL |anda tak mampu mencapai kecepatan itu, aturan yang ada tak memberi izin. Pada ruas jalan tol, kecepatan maksimal diizinkan adalah 100 km/jam. Di atas batas kecepatan itu anda akan dianggap melanggar dan sanksi menanti.
Itu batasan pertama. Itu batasan yang dengan mudah dapat dilanggar dengan banyak alasan yang dapat diperdebatkan. Soal sanksi, itu nilai relatif dan tak sama pada setiap orang.
Batasan kedua, biasanya terkait keamanan anda sendiri. Entah karena faktor mobil atau kondisi jalan, pada kecepatan 160 km/jam misalnya, anda mulai berpikir ulang untuk injak gas lebih dalam lagi. Anda mulai berhitung nyawa. Nalar mulai mengambil alih.