Sebelum aku menceritakan kisah ini, aku ingin meminta maaf bukan maksudku untuk membongkar aib orang yang sudah meninggal,
tapi tujuanku menceritakan kembali kisah ini adalah supaya kalian yang membaca kisahku ini bisa mengambil pelajaran dari Almarhum, khususnya untuk kaum Laki-Laki.
JANGAN TINGGALKAN YANG TERBAIK DEMI YANG MENARIK, KARENA SUAMI TERINDAH DI MATA ISTRI BUKANLAH YANG MAMPU MEMBERIKAN SEGALANYA, TETAPI SEORANG SUAMI YANG SETIA DAN SELALU ADA DALAM TANGIS DAN TAWA BERSAMA ISTRI DAN ANAK-ANAKNYA.
Sebenernya Almarhum ini adalah saudara jauhku, beliau adalah anak dari adiknya nenekku, sebut saja beliau Om Bany (nama samaran).
Om Bany ini sudah menikah dengan perempuan yang bernama tante Cahya dan dikaruniai dua orang anak yang bernama Deny dan Desy.
Kehidupan keluarga kecil om Bany ini awalnya terlihat sangat bahagia dan begitu harmonis.
Tapi, kebahagiaan mereka hancur setelah hadirnya orang ketiga di dalam rumah tangga om Bany dan tante Cahya,
dan parahnya lagi diam-diam om Bany telah menikah siri dengan sosok wanita tersebut.
Sambil menahan tangis, tante Cahya pernah bercerita pada Ibuku, kalau semenjak om Bany menikah lagi, nafkah yang Om Bany berikan kepada tante Cahya berkurang dari biasanya,
bahkan tante Cahya sering sekali memergoki suaminya sedang jalan-jalan bersama Istri barunya itu.
Pada awalnya tante Cahya masih bisa bersabar menghadapi tingkah laku suaminya itu,
tapi lama kelamaan tante Cahya mulai hilang kesabaran juga menghadapi permasalahan yang sedang dia hadapi ini, dan semenjak itulah percekcokan pun sering terjadi antara om Bany dan tante Cahya, tak ayal mediasi pun tidak bisa menghasilkan solusi bagi keduanya.
Akhirnya tante Cahya memutuskan untuk berpisah dengan om Bany, meskipun dia akui langkah tersebut sangatlah berat untuk diambil, tapi semuanya sudah terjadi, apalagi tante Cahya melihat dua anaknya,
Deny dan Desy yang sudah mulai beranjak remaja (saat itu usia Deny 12 tahun dan usia Desy 10 tahun) dan mereka harus menerima kenyataan pahit di usia mereka yang masih belia, kedua orang tua mereka harus berpisah.
Setelah om Bany dan tante Cahya resmi bercerai. Desy menjadi sangat syok melihat keadaan itu, kini memiliki trauma yang berkepanjangan, karena Ayahnya sendiri tidak pernah menjelaskan, kenapa sang Ayah meninggalkan ibunya dan malah memilih wanita lain,
sementara Deny sang kakak, hidupnya menjadi kacau, dia menjadi anak yang suka ugal-ugalan, sekolahnya pun berantakan, suka melawan ayahnya dan sering sekali tidak pulang ke rumah.
Hingga tak terasa bertahun-tahun sudah kejadian itu berlalu, kini Desy sudah mulai bisa memperbaiki hubungannya dengan istri baru Ayahnya itu. Kebencian Desy kepada sang Ayah baru memudar ketika ia sudah menginjak usia 20 tahunan.
Desy merasa, bahwa memaafkan ayahnya atas apa yang sudah ia lakukan adalah satu-satunya hal yang bisa ia lakukan kini, toh perceraian itu sudah terjadi.
Tapi berbeda dengan Deny, semakin ia tumbuh dewasa, Deny bersikap semakin liar dan semakin menjauhi Ayahnya, seolah-olah beliau tidak pernah ada di dalam keluarga.
Hingga akhirnya pada bulan November tahun lalu, kesehatan Om Bany mulai mengalami penurunan dan saat itu tante Emma, istri kedua om Bany mengabarkan Desy kalau Ayahnya sedang sakit,
Desy pun mengajak Deny untuk menjenguk Ayah mereka, tapi apalah daya Deny yang terlanjur benci dengan sang Ayah, tak ada rasa iba sedikitpun di dalam hatinya dengan keadaan Ayahnya sendiri, saat itu.
Akhirnya Desy sendirilah yang menjenguk Ayahnya di rumah baru yang ditempati bersama Tante Emma.
Ketika Desy tiba di sana, ternyata kondisi Ayahnya sudah sangat lemah. Hati Desy menjadi semakin sedih, ketika dia melihat hasil dari foto rontgen Ayahnya.
Desy melihat sebuah benjolan yang berada di saluran kandung kemih, kira-kira sebesar biji buah rambutan, yang menutupi aliran dari air seni, sehingga membuat Ayahnya kesulitan untuk buang air kecil dengan lancar.
Air seni itu pun terus menumpuk di kandung kemih yangmemang tidak bisa keluar. Terus menumpuk dan menumpuk.
Desy melihat Ayahnya meringis terus menerus, kesakitan. Bagaimana Ayahnya merasakan betapa sakitnya menahan air seni yang tak bisa keluar dengan lancar,
bahkan tak jarang Desy melihat tubuh Ayahnya sampai bergemetar dengan wajahnya yang pucat pasi, mau bergerak saja katanya sakit, apalagi jika harus berjalan.
Jalan satu-satunya untuk mengurangi rasa sakitnya adalah dengan memasang alat kateter pada alat ke***innya, untuk mengeluarkan air seni yang tersumbat, baru om Bany bisa sedikit lega.
“Bagaimana Yah, masih terasa sakit?” Tanya Desy kepada ayahnya.
”Alhamdulillah rasa sakitnya udah mulai berkurang …”Jawab om Bany.
Desy tersenyum lega mendengar jawan dari ayahnya. Desy pun melihat alat kateternya mulai penuh dengan air seni dari kandung kemih Ayahnya itu.
”Kakakmu mana, Des?” Tanya om Bany seraya mengedarkan pandangan kesekitarnya.
”Ada di rumah Yah sama Ibu ... Tadi udah Desy ajak buat ke sini, tapi kak Deny gak mau …” Jawab Desy sambil memperhatikan wajah om Bany yang sesekali masih terlihat sedikit meringis.
”Mungkin Kakakmu masih marah sama Ayah … Wajarlah kalau Kakakmu membenci Ayah. Ayah kan sudah meninggalkan Ibu kalian, tapi kalau boleh sekali saja Ayah pengen ketemu sama Deny,
setidaknya sebelum Tuhan memanggil Ayah …” Jawab om Bany dengan pandangan menerawang ke atas, seolah-olah menyesali perbuatan yang telah dilakukannya.
- 24 Desember 2020 -
Kondisi Om Bany semakin bertambah parah, kebetulan pada saat itu Desy sedang berada di rumah tante Emma.
Ketika dia sedang membantu tante Emma menyapu lantai, tiba-tiba Desy mendengar suara Ayahnya memanggil dirinya.
“Desyyyyyy ...! Deeessss …!!” Teriak om Bany memanggilnya.
Desy yang mendengar teriakan ayahnya itu pun terkaget dan langsung meninggalkan pekerjaannya, lalu berlari menuju kamar Ayahnya itu.
“Ayah kenapa …?” Tanya Desy keheranan dengan teriakannya.
“Tolong bawa Ibu dan Kakakmu ke sini Des. Ayah mau ketemu … Ayah mau minta maaf sama mereka …” Pinta Ayah dengan ekspresi wajah yang terlihat sedih.
”Iya, nanti Desy telepon Ibu, ya Yah …” Jawabku sambil menganggukkan kepala, mengiyakan permintaanya.
Sudah tak ada lagi jawaban yang keluar dari mulut om Bany. Desy pun langsung berlari menghampiri tante Emma yang sedang ada di teras rumah, untuk memberi tau keadaan Ayahnya, lalu setelah itu kembali lagi ke dalam kamar bersama tante Emma.
Tapi, tiba-tiba om Bany mengalami cegukan tiga kali, kemudian mengembuskan nafasnya secara perlahan-lahan …
“Ayah …!!!” Panggil Desy dengan nada yang sedikit berteriak.
”Mas Bany … Bangun Mas!” Serut ante Emma,sambil sedikit menggoyang-goyangkan tubuh om Bany.
Desy dan tante Emma pun kemudian menangis sambil terus mencoba menggerakan tubuh om Bany, tetapi om Bany tetap tidak bergerak sedikit pun.
Tante Emma kemudian mencoba mengecek tubuh om Bany, dan ternyata jantungnya sudah tidak berdetak lagi. Om Bany telah meninggal dunia ...
Setelah mematiskan kematian ayahnya, Desy langsung meluncur dengan sepeda motornya untuk pulang ke rumah, memberitahukan kepada Ibu dan Kakaknya kalau Ayahnya kini sudah tiada.
Selama Desy dalam perjalanan pulang itu, entah kenapa ada perasaan rindu yang amat sangat terhadap sosok sang Ayah. Bayangan-bayangan masa kecil waktu Ayah dan Ibunya masih bersama kembali terlintas di pikirannya, Desy kembali menangis di dalam helm yang sedang ia kenakan itu.
Setibanya di rumah Desy langsung memeluk Ibunya. Ibunya bingung melihat tingkh laku Desy yang pulang tiba-tiba dalam keadaan menangis.
"Ayah udah gak ada Bu … Tadi Ayah nyariin Ibu sama Kakak. Ayah mau ketemu sama kalian …” Jawab Desy dengan terisak.
Tante Cahya sangat terkejut ketika mendengar berita tersebut. Beliau tidak percaya pada kenyataan yang baru saja Desy ucapkan.
Seluruh tubuhnya menjadi lemas dan air mata membasahi pipinya. Di saat kondisi seperti itu, lagi-lagi Deny masih tak mau melihat Ayahnya, bahkan untuk yang terakhir kali. Dia benar-benar sudah tidak menganggap Ayahnya lagi.
”Aku benci sama Ayah! Dia itu orang yang gak pantas dipanggil Ayah … Dia udah ngancurin masa kecil aku dan Desy! Kalau Ayah gak selingkuh sama perempuan itu, mungkin sekarang keluarga kita udah hidup bahagia Bu!” Seru Deny dengan lantang.
Bagaimana tidak, Ayah yang selama ini dia sayangi dengan teganya meninggalkan mereka.
"Deny, kamu gak boleh ngomong gitu … Sebesar apa pun kesalahan Ayahmu sama kita, beliau tetap Ayahmu yang harus kamu hormati …"
Ujar tante Cahya dengan lembut, mencoba untuk meluluhkan hati Deny.
"Aku gak perduli Bu! Dia cuma si tua bangka yang tega ninggalin kita … Dimana akal sehatnya? Apa disaat dia milih perempuan itu dia gak mikir bagaimana kehidupan kita nantinya!!”
Jawab Deny dengan suara yang meninggi.
”Udah cukup Den! Terserah kalau kamu memang gak mau liat Ayahmu, tapi yang jelas Ibu dan Desy akan tetap pergi melayat ke sana …” Tukas tante Cahya setelah mencoba menasehati Deny.
Singkat cerita, selesai sudah pemakaman om Bany saat itu, tanpa berlama-lama tante Cahya dan Desy pun langsung pulang kembali ke rumah, karena mereka berniat akan mengadakan pengajian yasinan di rumah,
untuk mendoakan om Bany (acara yasinan di gelar di dua tempat, rumah tante Emma dan rumah tante Cahya).
Dan ketika malam harinya, ketika acara pengajian yasinan baru saja selesai di rumah tante Cahya, dari dalam kamar, Deny terlihat berlari tunggang langgang.
Deny berlari dengan sangat tergesa-gesa dikarenakan dia mendengar suara Ayahnya yang memanggil-manggil namanya.
Bersambung ...
Lanjut Yuk~
Deny mendengar Ayahnya memanggil dirinya dan meminta maaf atas semua perbuatannya semasa hidup. Dan yang lebih mengejutka lagi, Deny mendengar dengan jelas, bahwa sumber suara itu berasal dari sosok pocong yang tiba-tiba muncul di kamarnya yang menyerupai sosok Ayahnya, om Bany.
Sontak keluarga yang hadir pada saat itu pun geger mendengar kabar itu. Apakah benar kalau sosok pocong itu adalah om Bany, atau hanya jin yang menyerupai Almarhum saja?
Keesokan malamnya setelah acara pengajian yang kedua kali digelar, kini giliran Desy dan Ibunya, tante Cahya yang mengalami teror itu. Ketika itu Desy baru saja selesai melaksanakan shalat Isya di kamar Ibunya,
ketika tiba-tiba mereka mendengar suara seorang laki-Laki yang memanggil-manggil nama Deny.
”Deny ... Maafin Ayah, Deeennn ...”
Desy sempat bertanya kepada Ibunya, tapi sang Ibu berusaha menenangkannya, saat itu ibunya hanya berkata,
”Ah ... Mungkin salah denger aja kali …” Ujar tante Cahya.
Tapi apa yang terjadi? mereka mendengar suara itu yang awalnya dari terdengar jauh, kemudian secara perlahan-lahan suara itu terdengar kian mendekat.
Ketika suara itu semakin mendekat, mungkin tepatnya di depan pintu rumah mereka, suara panggilan tadi berubah menjadi suara tangisan seorang laki-laki yang kemudian hilang secara perlahan. Ketika mendengar suara itu, tante Cahya dan Desy pun langsung berpelukan, karena takut.
Lantas tante Cahya pun kemudian segera menelepon Deny sebagai lelaki satu-satunya di rumah. Deny disuruh pulang segera oleh Ibunya dan ketika dia sudah di depan rumah, Deny pun menyaksikan sosok pocong yang wajahnya sangat mirip Almarhum Ayahnya itu terbang ke atas rumah mereka.
Kabar ini pun menyebar dengan cepat di sekitar rumah tante Cahya. Sehingga beberapa hari setelah kejadian itu, kondisi sekitar tempat tinggal tante Cahya menjadi sepi setelah maghrib, rupanya tidak hanya keluarga tante Cahya,
bahkan tetangga pun sering melihat penampakan sosok pocong di depan rumah tante Cahya.
Karena membuat resah, akhirnya di malam berikutnya tante Cahya kemudian mengundang seorang Ustadz yang paham dengan masalah seperti ini. Setelah diterawang lebih jauh oleh sang Ustadz,
ternyata benar sosok pocong yang mendatangi mereka adalah perwujudun sosok om Bany yang belum lama dimakamkan.
Berdasarkan cerita Ustadz tersebut, langkah Almarhum di sana masih berat, karena ada satu keinginan Almarhum yang belum terwujud, yaitu mendapat maaf dari Deny.
Seperti yang kita tau, tante Cahya saja rela mendatangi Almarhum walaupun hanya jasadnya saja, dan sudah ikhlas memaafkannya, tapi Deny masih juga tidak perduli dengan kepergian Ayahnya tersebut.
Saat Pak Ustadz sedang mengobrol dengan tante Cahya dan anak-anaknya di dalam rumah, tiba-tiba tercium bau minyak misik yang sangat kuat dan seketika bau minyak itu berubah menjadi bau busuk disertai bau amis yang menyeruak di ruangan itu.
Saat itu Pak Ustadz sudah waspada karena menurutnya itu merupakan 'sinyal' kuat bahwa ada sosok pocong yang sudah sangat dekat di sekitar mereka. Dan benar saja setelah memberikan 'sinyal' seperti itu,
sosok pocong yang kemarin dilihat Deny pun kini kembali muncul di depan rumah mereka.
Pak Ustadz yakin kejadian ini masih ada kaitannya dengan kesalahan Almarhum yang belum termaafkan oleh salah satu anaknya.
“Den, kamu mau terus-terusan didatangi seperti ini? Kamu gak kasihan sama Ayah kamu? Kamu mau kematian Ayah kamu jadi perggunjingan warga disini?” Ujar pak Ustadz.
“Gak, Pak Ustadz …” Jawab Deny singkat dengan wajah tertunduk.
“Kalau begitu bicaralah pada sosok itu, maafkan semua kesalahan Ayahmu semasa beliau hidup. Maafkan beliau dengan ikhlas, Den …” Ujar pak Ustadz.
Lalu dengan Langkah yang pelan Deny keluar dari ruangan tempat mereka mengobrol, dan tidak lama kemudian pak Ustadz mengikuti Deny di belakangnya, begitu pula dengan tante Cahya serta Desy, yang mengekor di belakang pak Ustadz.
Awalnya Deny hanya mengintip dari balik tirai jendela, untuk sekedear mengecek situasi. Tapi sosok pocong itu masih tetap berdiri di depan rumah sambil terus bergumam memanggil-manggil nama Deny dengan suara yang tidak jelas.
Mau tidak mau, akhirnya Deny pun memutuskan untuk memberanikan diri membuka pintu rumah tersebut.
"Ayah ... Maafin Deny kemarin waktu ayah meninggal, Deny gak nengokin Ayah … Jujur kemarin Deny masih marah sama Ayah, tapi Deny juga gak mau liat Ayah terus-terusan gentayangan begini, Yah. Deny gak mau Ayah jadi bahan pergunjingan warga,
Deny juga udah ikhlas maafin semua kesalahan Ayah. Sekarang Ayah pulang ya … Alam kita udah berbeda Yah, tempat Ayah bukan disini lagi …” Ucap Deny di depan sosok pocong yang kni berdiri tepat dihadapaannya.
Sosok itu hanya terdiam, tidak bergerak atau berbicara sepatah kata pun, seolah-olah sedang mendengarkan perkataan Deny, dan ketika Deny selesai mengutarakan semuanya, secara perlahan sosok itu pun terlihat membias, dan secara perlahan hilang hingga sepenuhnya.
Setelah itu Deny pun berjanji akan menengok makam Ayahnya esok paginya, dan akan selalu mendoakan sang Ayah agar bisa tenang disisiNYA.
Alhamdulillah, setelah itu tak ada lagi teror pocong yang terjadi pada tante Cahya, Desy dan juga Deny.
Bahkan kini Deny pun sudah menjalin hubungan baik dengan tante Emma, mantan istri Almarhum Ayahnya.
------- Tamat -----
Sampai jumpa di kisah-kisah berikutnya.
Jangan lupa follow kita juga di instagram @pusara_waktu ya temen2, buat kisah lebih banyak :D
Thank You~
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
"Biasanya para pemuja siluman ular atau orang yang melakukan pesugihan siluman ular, akan memberikan sesuatu benda berupa apa saja, termasuk uang, dan uang itu sebagai tanda, bahwa orang yang akan menjadi tumbal adalah pemegang uang itu.
Biasanya uang itu sudah diritualkan terlebih dahulu, lalu memberitahukan pada siluman ular untuk mengambil tumbal yang sudah ditandai dengan uang yang sudah diritualkan tadi, tapi sebelumnya, Mas Wi minta maaf ya Ti." Jelasku.
Halo PWers~
Kita lanjut pelan-pelan ya. Dan untuk yang gak sabaran, bisa langsung baca di karyakarsa, sekalian ngesupport akun ini juga :D
Seorang laki-laki tua berusia satu abad lebih, masih terlihat segar. Sorot matanya tajam dengan telinga yang masih jelas untuk mendengar dan langkah kaki tegap berjalan dengan bantuan satu batang tongkat berkepala seekor ular naga, kini sedang lekat menatap ke arahku.
Setelah berusan dengan Nyimas Pandan Sari, aku pun bergegas pulang dengan membawa satu tas plastik batu mustika dari dalam laci tempat jualan Haryati. Aku menaruhnya di atas meja, tepat dihadapan Haryati yang tengah meminum kopi dan menghisap dalam-dalam rokoknya.
"Ini semua dari dalam Laci. Sekarang coba ambil semua barang-barang mustika warisan dari Mbah Sudirat." Ucapku.
Haryati segera beranjak dan melangkah memasuki kamarnya dan tidak lama kemudian keluar dengan membawa semua benda-benda pemberian mbahnya.
Langit pada malam itu terlihat begitu hitam kelam, awan-awan bergelayut seolah akan berjatuhan. Suara petir menggelegar, membahana memenuhi angkasa. Suatu sosok terlihat sedang menyusuri garis pantai dengan setengah berlari,
sambil mendekap kepalanya agar topi caping bambu yang dikenakan tidak terbang terhempas angin yang menderu dengan kencang. Seorang lelaki muda terus melangkah dengan mantap mendekati tumpukan batu karang,