Wallensky Profile picture
Sep 21, 2022 155 tweets 16 min read Read on X
"Kok disisakan begitu mas?" Tanyaku heran saat pertama kali melihatnya menyisihkan sepiring nasi putih dari bakul nasi dagangannya.

Padahal saat itu, ada seorang pembeli yang merengek-rengek minta dibuatkan sepiring nasi goreng.
Namun mas Dwi tetap bersikeras tak mau memberikannya. Dia tetap ingin membawanya pulang.

"Buat nenek." Jawabnya singkat.

*******
Kisah seorang pemuda kampung yang hidup menumpang di rumah kontrakan seorang penjual nasi goreng.

Tapi di situ dia malah menemukan sebuah rahasia...
Segera posting bersambung di twitter! Silahkan like, rt, atau tinggalkan jejak supaya nggak ketinggalan updatenya!

Yang mau langsung baca hingga tuntas, silahkan klik link berikut ini:
karyakarsa.com/Wallensky/jata…
Namaku Guntur, pemilik sebuah warung makan kecil-kecilan di satu daerah pinggiran kota Jakarta.
Sudah lebih dari 3 tahun aku menjalani usaha ini, dan hasilnya boleh dibilang cukup lumayan.
Walaupun begitu, semua tak datang dengan sendirinya. Segalanya kuraih berkat kerja keras mulai dari nol, jatuh bangun hingga akhirnya bisa sampai seperti sekarang ini.
Tapi bukan itu saja. Kalau boleh jujur, ada faktor lain yang juga turut membantu.

Sebuah faktor 'non teknis'.
Dan semua itu berawal dari perjumpaanku dengan seseorang...

Dia yang memperkenalkanku dengan 'si nenek'...

*******
Namanya mas Dwi, seorang pedagang nasi goreng yang biasa mangkal di dekat sebuah stasiun kereta commuter line jurusan Jakarta-Bogor.
Seorang pria Jawa yang sangat ulet, rajin dan murah senyum. Dia mengaku sudah berdagang di situ sejak tahun 2015.
Awal perkenalan kami dimulai beberapa tahun yang lalu, ketika aku baru saja menginjakkan kaki di sebuah stasiun di pinggiran kota Jakarta.
Datang dari kampung hanya berbekal semangat akibat terbuai cerita sukses beberapa teman, yang bilang kalau hidup di Jakarta itu cukup modal nekat, tak butuh banyak skill, asal ada kemauan saja.
Tapi belum lama tiba di situ, aku yang saat itu sedang berdiri di tepi jalan, jadi sedikit lengah hingga tak sempat bereaksi saat tas kecilku yang berisi dompet, hp serta alamat teman, tiba-tiba dijambret sepasang bandit bermotor yang langsung kabur menghilang dengan cepatnya.
Aku yang sesaat cuma bisa melongo, akhirnya terduduk lemas di trotoar. Begitu banyak orang yang menyaksikan lalu datang berkerumun, namun tak ada satu pun yang menawarkan bantuan.

Kecuali satu orang...
Sesuai skenario yang telah ditulis oleh Tuhan, mas Dwi yang kala itu ikut menyaksikan, langsung mengajakku untuk duduk di dekat gerobak dagangannya lalu memberikan segelas air minum sekedar peredam rasa kaget.
Lalu dia mulai bertanya, kemudian dengan sabarnya mendengarkan kisah perjalananku hingga akhirnya sampai di kota ini.
Setelah tau kalau aku sebenarnya tak punya tujuan pasti dan tak kenal siapa-siapa, tanpa disangka-sangka, dia menawarkanku untuk sementara waktu tinggal di rumah kontrakannya. Tentu saja aku menyambut gembira ajakannya itu.
Dan bukan itu saja, setelah beberapa hari tinggal di rumahnya, dia malah memintaku untuk membantunya berjualan dengan iming-iming sejumlah imbalan. Sebuah kebaikan tulus yang amat langka di zaman seperti ini.
Sudah pasti kusanggupi permintaannya itu. Selain demi balas budi, sedikit uang lelah yang diberikannya akan sangat bermanfaat bagiku untuk sekedar menyambung hidup atau sekedar membeli rokok.
Dan begitulah. Sejak saat itu, aku mulai membantunya berjualan, sekaligus coba belajar cara berdagang yang mungkin kelak bisa kutiru untuk kujadikan sumber penghasilan mengikuti jejaknya.
Bagaikan mendapat les privat, sedikit demi sedikit kuserap dan kupelajari semua trik dan cara berdagang serta bumbu rahasia dari nasi goreng hasil olahannya.
Tapi dari semua ilmu yang telah dia berikan, ada satu hal yang awalnya tak pernah bisa kupahami, karena dia memang enggan untuk membahasnya.
Tapi justru itulah inti dari semua cerita ini ditulis...

*******
Nasi goreng buatan mas Dwi lumayan laris dan terkenal di sekitar area itu. Walaupun hanya bermodalkan gerobak sederhana dan beberapa bangku plastik untuk duduk, tapi dagangannya selalu ludes terjual.
Namun aku sedikit heran saat mengetahui kalau mas Dwi ternyata memiliki satu kebiasaan unik kalau tak mau dibilang aneh.
"Kok disisakan begitu mas?" Tanyaku heran saat pertama kali melihatnya menyisihkan sepiring nasi putih dari bakul nasi dagangannya.
Padahal saat itu, ada seorang pembeli yang merengek-rengek minta dibuatkan sepiring nasi goreng.
"Itu kan masih bisa buat sepiring lagi mas? Kok malah mau dibawa pulang? Mending buat saya aja." Tanya orang itu protes dengan nada kecewa.
Namun mas Dwi tetap bersikeras tak mau memberikannya. Dia tetap ingin membawanya pulang.

"Buat nenek." Jawabnya singkat.
Aku jadi heran dengan perilakunya itu, dan sempat bingung, siapakah nenek yang dia maksud? karena setahuku, hanya ada kami berdua di rumah kontrakannya.
"Oh, mungkin nenek tetangga dekat rumah." Pikirku waktu itu.
Tapi yang membuatku kembali heran, sepiring nasi yang sudah dia sisihkan tadi, akhirnya malah cuma dia letakkan begitu saja di pojok dapur setibanya kami di rumah.
"Katanya buat nenek? tapi kok malah ditaruh di situ?" Batinku berucap.

Aku yang sungkan dan sangat menghormatinya, tentu tak berani banyak bertanya tentang perbuatan anehnya itu.
Tapi tetap saja jadi sebuah hal yang membingungkan mengapa dia membiarkan nasi itu tergeletak mubazir begitu saja, hingga akhirnya cuma untuk dia buang keesokan harinya.
Kebiasaan itu dia lakukan setiap hari, kecuali hari Kamis, waktu dimana dia libur berjualan. Dia bilang kalau hari Kamis adalah waktunya untuk beristirahat. Tapi kelak aku tahu, kalau itu bukan alasan yang sebenarnya.
Kembali lagi bicara soal skill berdagang, setelah yakin dengan kemampuanku, beberapa kali dia memintaku untuk praktek langsung mengggantikannya berjualan dengan tetap dia dampingi.
Awalnya canggung, tapi lambat laun kedua tangan ini makin handal sampai akhirnya beberapa kali sudah mampu berjualan sendiri tanpa harus didampingi lagi.

*******
Hingga pada suatu hari...

"Tur, Guntur.." Kudengar mas Dwi memanggil di ruang depan.

"Iya mas, kenapa?" Sahutku dari dapur sambil menggoreng kerupuk.

"Kesini sebentar." Teriaknya lagi dari sana.
Aku mendatanginya. Dia terlihat serius sambil menghisap sebatang rokok.
"Tur, aku baru dapat kabar kalau anakku sakit di kampung. Jadi aku mau pulang kampung dulu. Untuk sementara ini, kamu gantikan aku jualan ya? Bisa kan?"
Aku pun menyanggupi. Diam-diam jadi sedikit bangga karena mendapatkan kepercayaan yang baru saja dia berikan.
Lalu setelah selesai berkemas, hari itu juga dia langsung berangkat. Tapi sebelum pergi, dia sempat mewanti-wanti..
"Ingat Tur, jangan lupa sisihkan sepiring nasi untuk ditaruh di dapur, jangan sampai kelewat." ucapnya ketika itu.
Aku yang memang sudah gatal untuk bertanya, langsung cepat membalas.

"Maaf mas, memangnya nggak sayang? Padahal kan nanti dibuang?"
"Nggak apa-apa. Pokoknya aku titip yang satu itu, jangan sampai lupa." sahutnya lagi.
Aku cuma mengangguk mengiyakan. Lalu dia pun pergi dengan membawa dua buah tas besar di punggung dan juga tangannya.

*****
Mau baca karya-karya terbaru dari Wallensky? Langsung aja kesini :
karyakarsa.com/Wallensky
Dan mulai hari itu, aku menggantikan mas Dwi berjualan seperti yang dia amanatkan.
Hari-hari pertama mangkal, berjalan normal tanpa kendala. Dagangan selalu habis terjual, dan tak lupa kusisihkan sepiring nasi putih untuk dibawa pulang yang langsung kuletakkan di tempatnya, dan keesokan harinya, nasi itu langsung kubuang.
Tapi pada suatu hari, aku sempat lalai menyisihkan nasi. Mungkin karena saking semangatnya berjualan, hingga aku jadi salah perhitungan lalu bingung sendiri saat menyadari kalau bakul nasinya telah kosong.
Setelah menimbang-nimbang, akhirnya aku mendapatkan satu solusi, yang tadinya aku pikir adalah sebuah solusi cerdas, namun akhirnya kelak sangat aku sesali.
Aku putuskan untuk membeli sebungkus nasi putih sebagai pengganti, yang langsung kutaruh di piring, lalu kuletakkan di tempat biasa. Setelah membereskan semua peralatan dagang, aku pun langsung pergi tidur.
Tapi tepat tengah malam...

PRAANG !

Aku terkejut sampai terbangun saat mendengar ada suara piring pecah dari dalam dapur.
Segera kuperiksa ke sana dan jadi lebih terkejut lagi begitu melihat piring nasi tadi telah pecah dan isinya berantakan.
"Kok bisa pecah?"

Batinku bertanya sambil menatap heran. Tapi segera saja kubereskan semuanya, lalu kembali tidur dan beranggapan kalau tadi hanyalah ulah nakal dari seekor tikus.

*******
Esok harinya, kembali pada rutinitas. Bangun pagi-pagi, langsung pergi ke pasar belanja bahan-bahan kebutuhan dagangan, dilanjutkan dengan mengolah bumbu dan bahan-bahan lainnya sejak siang hingga menjelang sore.
Tapi ada satu hal yang aneh. Beras yang aku masak sejak tadi, tak kunjung matang. Aku pun sempat heran. Namun setelah beberapa jam, akhirnya nasi itu matang juga. Aneh.
Namun akibat dari hal tersebut, aku jadi terlambat pergi mangkal. Dan entah karena memang kebetulan saja, hari itu daganganku sepi pembeli. Sampai tengah malam, cuma terjual beberapa porsi saja, jauh sekali dibandingkan hari biasanya.
Hingga beberapa hari berikutnya, situasi itu terus terjadi yang membuatku jadi gelisah karena terus mendapatkan hasil yang mengecewakan.
Tapi untungnya, situasi itu tak berlangsung lama. Setelah beberapa hari, lambat laun segalanya kembali normal.
Lalu datang kabar dari mas Dwi yang memberitahukan kalau dia akan tinggal di kampung untuk waktu yang lebih lama, sambil dia menanyakan apakah semuanya baik-baik saja.
Aku pun menjawab bahwa tak ada yang perlu dia khawatirkan. Sagalanya berjalan dengan baik dan lancar.
Tadinya aku hendak menceritakan tentang diriku yang pernah lalai menyisihkan nasi, tapi akhirnya ku urungkan. Karena aku tak mau membuat dirinya jadi risau dan kecewa. Toh segalanya kini baik-baik saja.

*******
Hingga pada suatu saat, aku membuat sebuah kesalahan fatal...
Hari itu hari Kamis, hari biasanya mas Dwi libur jualan. Tapi aku yang sedang bersemangat, memutuskan untuk tetap pergi mangkal.
Lagi pula aku merasa tak butuh istirahat. Yang ada di otakku hanyalah bagaimana cara meraih keuntungan sebanyak-banyaknya, dan libur jualan bukanlah sebuah pilihan yang masuk hitungan.
Pembeli pertama pun datang, aku pun segera melayani. Namun ketika dia baru saja menyendok sesuap nasi masuk ke dalam mulutnya, tiba-tiba saja dia berteriak marah..

"Phuih! Rasanya kok begini mas? Nasinya basi nih!"
Aku pun terkejut! Segera memintanya untuk tetap tenang sambil mengambil kembali piring dari tangannya, dan langsung ikut mencicipinya.
“Iya mas. Kok bisa gini sih? Padahal ini nasi baru lho. Maaf ya mas.”
Pembeli itu nampak tak perduli. Dia langsung bangkit lalu berbalik pergi sambil ngoceh tak karuan meninggalkan diriku yang masih kebingungan.
Aku yang jadi penasaran, segera melongok bakul nasi dan langsung meringis heran saat mencium aroma tak sedap dari dalamnya. Percaya atau tidak, nasi yang ada di dalamnya telah basi dan dingin.

-----bersambung-----
Padahal belum lama tadi masih dalam kondisi baik dan hangat. Bahkan saat aku menggoreng tadi, semuanya masih dalam keadaan normal-normal saja.
"Kok bisa basi begini sih? Aneh." Gumamku heran.

Aku cuma bisa duduk termenung. Coba menduga dan menerka-nerka apa ada yang salah saat memasak nasi di rumah tadi.
Namun karena tak menemukan jawabannya, akhirnya aku memutuskan untuk pulang dengan membawa dagangan yang semuanya masih utuh, karena memang sudah tak layak lagi untuk dijual.
Tapi di luar dugaan, dalam perjalanan pulang, aku malah mengalami kejadian apes. Gerobak daganganku diserempet mobil!
Gerobaknya terbalik. Semua isi dagangan tumpah berantakan. Aku pun terpelanting sampai masuk ke got!
Untungnya sang penabrak mau bertanggung jawab dengan mengganti semua kerugian dan langsung membawaku pergi berobat. Dan untungnya lagi, gerobak hanya mengalami kerusakan ringan.

Hufffth...

*******
Malam itu, sepulangnya dari klinik untuk mengobati luka, aku cuma bisa berbaring sambil merasakan nyeri di beberapa bagian tubuh.
Setelah minum obat pereda nyeri yang diberikan dokter, tak lama kemudian aku pun jadi mengantuk lalu akhirnya tertidur.
Tapi tepat tengah malam, aku terbangun oleh suara berisik yang berasal dari dapur.
Aku yang masih dalam pengaruh obat, dengan gontai bangkit dari kasur dan langsung ke dapur untuk memeriksa.
Tapi betapa terkejutnya diriku saat melihat sesuatu yang janggal di sana..
Ada seorang nenek berkebaya hitam dengan rambut putih riap-riapan, sedang berdiri membelakangiku, bertolak pinggang sambil marah-marah!
"Nek, nenek siapa? Kok bisa masuk sini?" Tanyaku kepadanya dengan nada sedikit membentak.

Dan dia pun langsung berbalik badan..
DEG !

Seketika diriku terkejut sampai mundur begitu melihat wajah nenek itu!
Wajahnya rata! Tanpa mata, tanpa hidung! Rata! Hanya ada mulut yang sobek membelah pipi hingga ke telinga, dengan bibir yang basah oleh air liur...
Aku langsung terdiam sambil melongo, tak mampu berkata apa-apa dengan tubuh yang seolah jadi kaku.
Sosok nenek itu tiba-tiba saja mendekat, dan langsung melayangkan sebuah tamparan keras tepat ke wajahku!

PLAAKK !
Aku yang tak menduga kalau bakal ditampar seperti itu, langsung jatuh tersungkur, lalu pingsan..
Keesokan harinya, aku terbangun dengan posisi masih di dapur. Ada rasa nyeri dan bengkak di pipi kiriku bekas tamparan si nenek misterius itu tadi malam.
Seharian aku cuma termenung memikirkan kejadian itu. Aku yakin kalau itu bukan mimpi, dan aku yakin kalau nenek itu bukan manusia. Tapi siapa dia? Apakah di rumah ini ada hantu?

*******

Mau baca karya-karya terbaru dari Wallensky? Langsung aja kesini :
karyakarsa.com/Wallensky
Hari berikutnya, aku belum bisa berjualan akibat rasa nyeri dan juga gerobak yang masih butuh sedikit perbaikan.
Tapi walaupun tak berjualan, aku tetap memasak dan menyisihkan sepiring nasi putih seperti biasanya. Dan percaya atau tidak, sosok nenek itu tak pernah muncul lagi.
Beberapa hari kemudian, gerobak pun selesai diperbaiki. Sore itu, aku sudah bisa kembali mangkal.
Tapi hasilnya sangat jauh dari harapan. Daganganku tak laku. Hingga tengah malam, semuanya masih utuh.
Akhirnya aku pulang dengan perasaan kecewa. Sambil coba menghibur diri dengan beranggapan kalau kondisi itu hanyalah sementara, imbas dari para pelanggan yang belum tau kalau hari ini aku sudah kembali mangkal.
Tapi entah mengapa saat itu timbul niatku untuk sengaja tak menyisihkan nasi putih seperti yang biasanya dilakukan.
Aku yang mulai curiga kalau kemunculan nenek itu ada hubungannya dengan jatah nasi yang selama ini disediakan, jadi terusik dan penasaran untuk membuktikan kebenarannya.
Bukannya mau sok berani atau takabur. Tapi aku yang tumbuh besar di kampung, tak terlalu asing dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan hal gaib.
Apalagi rumahku di kampung kebetulan bersebelahan dengan area pemakaman umum. Jadi sejak kecil, mentalku sudah terasah dengan sendirinya.
Akhirnya malam itu, dengan rasa penasaran, aku sengaja diam menunggu tak jauh dari dapur.
Kupasang mata, pasang telinga selama beberapa jam selepas tengah malam, sambil harap-harap cemas menantikan kemunculan sosok nenek misterius itu.
Tapi setelah lama menunggu sambil menahan kantuk, sosok nenek misterius itu tak muncul juga. Akhirnya kuputuskan untuk tidur saja walau sebenarnya hati ini masih amat penasaran.
Tapi baru saja aku berbalik, aku langsung tersentak kaget saat mendapati sosok nenek itu tiba-tiba saja sudah ada persis di belakangku!

Astaga!
Masih dalam rasa terkejutku, mendadak dia kembali melayangkan sebuah tamparan keras yang mendarat tepat di wajahku!

PLAK !
Aku pun langsung jatuh terjengkang! Bagian belakang kepalaku sampai terbentur lantai dengan kerasnya hingga membuat kepalaku langsung pusing. Lalu segalanya menjadi gelap...

*******
Keesokan harinya, seperti kejadian sebelumnya, lagi-lagi aku terbangun dengan posisi masih telentang di dekat dapur. Kurasakan nyeri di kepala dan juga bagian pipi yang ternyata kembali bengkak membiru.
Namun kali ini, badanku jadi terasa meriang menggigil tak karuan. Akhirnya aku cuma bisa berbaring seharian dan memutuskan untuk libur berdagang.
Sepanjang hari di tempat tidur, aku terus memikirkan kejadian tadi malam. Siapa nenek itu? Kenapa dia begitu marah? Apa semua ini benar-benar ada hubungannya dengan jatah nasi atau pantangan dagang hari Kamis yang telah kuabaikan tempo hari?
Aku yakin semua itu hanya mas Dwi yang bisa menjawabnya. Dan aku tak sabar untuk segera menanyakannya saat dia kembali nanti.
Hingga malam hari, kondisi badanku tak kunjung membaik. Tapi walaupun begitu, aku tetap memaksakan diri untuk memasak nasi dan kembali meletakkannya di sudut dapur.
Semua itu sengaja kulakukan karena aku tak ingin mengambil resiko. Walaupun belum pasti kalau kemunculan nenek itu ada hubungannya dengan jatah nasi itu, namun aku tak bisa membayangkan bila hal itu ternyata benar.
Dengan kondisiku yang masih lemas seperti ini, tak tau apa jadinya bila nenek misterius itu benar-benar datang lalu kembali menamparku dengan kerasnya. Pasti hasilnya akan jauh lebih parah.
Esok harinya, aku masih demam. Sekujur badan jadi terasa ngilu. Aku pun berniat untuk pergi ke klinik. Tapi belum sempat berangkat, tiba-tiba saja mas Dwi sudah muncul di depan pintu.
"Assalaamualaikum." Ucapnya lantang memberi salam.

"Waalaikum salam! Wah, sudah pulang mas?" Jawabku dengan nada gembira.

"Iya Tur. Alhamdulillah anakku sudah sembuh. Urusan di sana juga sudah rampung. Bagaimana dagangnya? Lancar?"
Aku tak langsung menjawab. Mas Dwi jadi sedikit heran melihatku termenung dengan kondisi tubuh yang lemas dan layu.
"Kamu kenapa Tur? Kamu sakit?"

"Iya mas. Sejak semalam aku demam. Nggak tau kenapa. Tapi semalam aku mengalami kejadian aneh."

"Kejadian apa?"
Akhirnya kuceritakan tentang semua yang terjadi selama dia pergi. Tentang aku yang sempat lalai menyisihkan nasi, tentang aku yang tetap jualan pada hari Kamis hingga akhirnya diserempet mobil, dan juga tentang kemunculan nenek misterius yang dua kali telah menamparku.
"Ya ampun Tur! Kenapa sampai begitu? Harusnya semua itu jangan sampai kamu langgar. Beginilah akibatnya." Ucap mas Dwi setelah mendengarkan semua ceritaku barusan.
"Sebenarnya ada apa sih mas? Tolong kasih tau saya."
Mas Dwi sesaat diam. Dia seolah sedang menimbang-nimbang. Tapi akhirnya dia mau menceritakan tentang segala sesuatu yang selama ini dirahasiakannya.
"Nenek itu namanya Nyi Lasem. Dia adalah wujud mahluk yang selama ini jadi penglaris daganganku."
"Ya Allah! Penglaris mas?" Sahutku terkejut.
“Iya. Penglaris kecil-kecilan. Nggak bisa bikin kaya, yang penting jualan jadi lancar aja. Nggak minta syarat macem-macem, apalagi pakai tumbal segala.”
"Dulu saat mulai berdagang, daganganku selalu sepi pembeli. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang kampung berniat mencari bekal penglaris. Kebetulan di sana ada seorang dukun yang bisa membantu."
"Dukun itu lalu membawaku pergi ke sebuah makam keramat yang konon katanya kalau kita meminta berkah dari sana, dagangan kita akan jadi laris."
"Syaratnya cukup mudah. Kita cuma diharuskan bersemedi di makam itu dengan membawa sejumlah sesaji ditambah dagangan yang akan kita jual nanti. Dan bila nanti sosok Nyi Lasem muncul lalu mengambil sesaji dagangan kita, itu artinya niat kita terkabul."
"Kalau sudah begitu, tetap ada lelaku dan pantangan yang harus dijaga. Sesuai petunjuk si dukun, setiap hari kita harus menyisihkan dagangan kita sebagai jatah untuk Nyi Lasem. Dan juga ada hari pantangan dimana kita dilarang untuk berdagang."
"Dan kalau semua itu sampai dilanggar, kamu sendiri sudah merasakan akibatnya. Kita akan bernasib sial. Dagangan kita jadi nggak laku, atau bahkan jadi basi atau malah rusak. Dan Nyi Lasem akan muncul untuk memperingatkan kita."
Aku cuma bisa diam sambil manggut-manggut mendengar penuturan kisah dari mas Dwi barusan. Terjawab sudah semua pertanyaan yang selama ini ada dalam benakku.
Terdengar klise. Seorang pedagang menggunakan bantuan mahluk halus demi membuat dagangannya laris. Tapi hal itu jadi sesuatu yang wajar karena memang sudah sering kudengar kisah serupa dan bahkan kali ini diriku mengalaminya sendiri.

*******
Dan begitulah. Sejak saat itu, aku terus membantu mas Dwi berdagang. Hingga pada suatu kesempatan, dia mendorongku untuk membuka usaha milikku sendiri.
Tentu saja aku cuma bisa tertawa, karena aku merasa tak punya modal apa-apa. Tapi aku langsung jadi terdiam saat mas Dwi bilang kalau dia bersedia meminjamkan modal. Betapa baiknya orang yang satu ini.
Dia menyarankanku untuk menyewa sebuah kios kecil yang letaknya tak jauh dari lokasi dia berdagang. Dia juga menyarankan agar aku membuka warung makan kecil-kecilan di situ.
Kenapa warung makan? Kenapa bukan nasi goreng saja? Semua itu selain karena memang belum ada warung sejenis di sana, dan juga kalau aku ikut-ikutan berjualan nasi goreng, malah nanti akan timbul persaingan.
Walaupun awalnya ragu, akhirnya kuberanikan diri untuk menerima tantangan itu. Lagi pula mas Dwi berjanji akan selalu siap membantu.
Dan tentu saja, dia juga langsung menyarankan agar aku mengikuti jejaknya pergi ke makam keramat Nyi Lasem demi mendapatkan berkah penglaris yang langsung saja aku iyakan.
Setelah segalanya siap dengan perhitungan yang matang, kami pun berangkat ke sana untuk menemui sang dukun. Tanpa banyak kendala, aku pun langsung diminta untuk bersemedi berbekal sesaji dan beberapa macam jenis makanan yang kelak akan jadi menu daganganku.
Setelah nyaris semalaman bersemedi, akhirnya yang ditunggu-tunggu pun muncul juga. Nyi Lasem hadir dengan wujudnya yang menyeramkan dan langsung menghampiriku.
Jantungku langsung berdebar-debar, bersamaan dengan keringat dingin yang keluar dari pori-pori, harap-harap cemas dengan apa yang akan dia lakukan.
Tapi kali ini Nyi Lasem datang bukan untuk menampar wajahku, melainkan untuk menengok dan langsung mencicipi segala macam jenis menu yang memang sengaja disediakan, lalu akhirnya pergi menghilang.
Demi mendapat hasil itu, aku pun jadi senang. Mas Dwi pun juga ikut senang. Sang dukun pun lalu berpesan agar aku rutin menyisihkan seporsi makanan sebagai jatah untuk Nyi Lasem. Tak perlu semua macam, cukup satu macam saja sebagai syarat.
Sama seperti mas Dwi, aku pun juga dilarang berdagang setiap hari Kamis. Kenapa harus hari Kamis? Kami tak tau, dan juga tak mau ambil pusing. Yang penting bagaimana caranya agar semua syarat itu dapat kami laksanakan sebaik-baiknya.

*******
Singkat cerita, akhirnya warung itu pun dibuka. Mas Dwi dengan baiknya selalu membantuku pada masa-masa awal warung itu mulai berjalan.
Hingga akhirnya lambat laun segala usaha itu mulai membuahkan hasil. Warung yang kecil dan amat sederhana itu mulai ramai didatangi para pembeli.
Walaupun harus kuakui kalau ada andil dari penglaris Nyi Lasem, tapi semua itu takkan bisa terwujud tanpa ada kerja keras dari diriku sendiri yang harus bangun pagi-pagi untuk mulai memasak, menyusun dagangan dan dengan sabar melayani para pembeli.
Kini setelah hampir 3 tahun, usahaku yang terus berkembang memaksaku untuk mencari lokasi yang lebih layak. Setelah meminta saran dari mas Dwi yang kini sudah kuanggap seperti kakakku sendiri, akhirnya aku memutuskan untuk pindah.
Sekarang, aku telah nyaman di tempatku yang baru. Mas Dwi pun telah lama menapaki jenjang sukses berikutnya dengan memiliki kedai nasi goreng yang lebih bagus dan sudah pasti selalu laris.
Kami pun tetap berhubungan dengan dia yang selalu mewanti-wanti agar aku tak lalai menjalankan semua syarat yang selama ini telah kami jalani.
Aku pun selalu mematuhi nasihatnya. Lagi pula aku memang sudah kapok kalau harus didatangi oleh Nyi Lasem yang marah-marah, dan tak segan-segan untuk menampar memberi peringatan yang rasanya bukan main-main..

PLAK !

----------SELESAI----------
Terima kasih telah menyimak cerita ini, semoga kita semua dapat mengambil hikmahnya.

Maafkan bila ada kata-kata yang kurang berkenan.

nantikan kisah-kisah selanjutnya, silahkan follow akun ini untuk bisa terus update cerita-cerita yang pastinya seru & menegangkan

Wassalam.
~Untuk share cerita di luar twitter, mohon ijin dulu via DM.
*Syarat dan ketentuan berlaku*
Simak karya terbaru wallensky di sini, kamu bisa baca duluan semua cerita di sini lho!
karyakarsa.com/Wallensky

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Wallensky

Wallensky Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @wallensky10

Apr 13
--- ISTRI SIMPANAN ---

Bab 2 - Hamil

@Penikmathorror @HorrorBaca @IDN_Horor @ceritaht @bacahorror_id

#bacahorror #ceritahorror #threadhorror #horror Image
Bab 2 - Hamil

***

Esok harinya, om Gun menghubungi Dahlia menanyakan kesediaannya untuk menemani jalan-jalan. Dahlia pun menyanggupi. Lagi pula tak ada salahnya memenuhi permintaan itu, toh dia akan dapat uang lebih banyak lagi.
Read 60 tweets
Apr 12
Horor Series "Titisan Siluman Ular"

Part 17

LANGIT MERAH DI PRAMBANAN

Bab 1 - Pendamping

@Penikmathorror @HorrorBaca @IDN_Horor @bacahorror

#bacahorror #ceritahorror #threadhorror #horror Image
"Aku dapet wangsit dari Watu Gede, pernikahan ini harus diundur karena bertepatan dengan hari dibuatnya candi. Asal kalian tau, itu adalah hari keramat, makanya dilarang untuk melakukan perayaan apapun. Kalau masih ngeyel juga, kalian bakal celaka." Ujar mbah Karsiyem.

***
Sebuah pantangan telah dilanggar, menyebabkan bangkitnya kekuatan kuno maha dahsyat yang mengerikan. Yudha berusaha menghadapinya, tapi siapa sangka, justru dia harus meregang nyawa..
Read 92 tweets
Mar 30
--- ISTRI SIMPANAN ---

@Penikmathorror @HorrorBaca @IDN_Horor @ceritaht @bacahorror_id

#bacahorror #ceritahorror #threadhorror #horror Image
Om Gun berdiri tepat di depan Dahlia dengan wajah yang bengis. Dia mengangkat tangannya tinggi-tinggi memperlihatkan kuku-kukunya yang runcing, lalu menghujamkannya ke perut Dahlia hingga tembus sampai ke dalam!

AAAAAKH!

***
Seorang wanita penghibur menerima tawaran menikah dari seorang lelaki kaya demi hidup dalam gelimang harta.

Lalu apakah dia bahagia? Awalnya begitu. Hingga segalanya berubah jadi malapetaka dan kesengsaraan.

Pada akhirnya, tak ada yang cuma-cuma di dunia ini...

***
Read 72 tweets
Mar 21
--- RAHASIA CITRA ---

Bab 7 - Rahasia yang terungkap

@Penikmathorror @HorrorBaca @IDN_Horor @ceritaht @bacahorror_id

#bacahorror #ceritahorror #threadhorror #horror Image
Bab 7 - Rahasia yang terungkap

***

Pak Cipto duduk termenung. Ditatapnya pintu kamar Citra yang tertutup rapat. Putri kesayangannya itu kini tertidur setelah melalui peristiwa yang menegangkan. Untungnya anak itu cepat dibawa pulang, kalau tidak, tak terbayangkan apa jadinya.
Read 71 tweets
Mar 15
--- RAHASIA CITRA ---

Bab 6 - Pentas tari

@Penikmathorror @HorrorBaca @IDN_Horor @ceritaht @bacahorror_id

#bacahorror #ceritahorror #threadhorror #horror Image
RAHASIA CITRA

Bab 6 - Pentas tari

***

Seminggu setelah kematian pak Agus, awan duka masih menyelimuti. Pak Cipto tak henti menguatkan hati Priyo dan juga ibunya yang terlihat masih terguncang.
Read 80 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(