" tok tok tok tok tok tok tok " suara ketukan pintu kamarku yang waktu itu terdengar diketuk dari luar oleh seseorang dengan ketukan yang sangat cepat.
Mendengar hal itu, aku yang sebelumnya duduk fokus menatap layar ponselku, malam itu seketika terkejut lalu berdiri untuk membuka pintu kamarku.
Setelah pintu kamarku terbuka, malam itu akupun seketika melihat ibuku yang ternyata sedang berdiri dan memperhatikanku dengan tatapan yang terlihat cukup aneh.
"Kowe lapo. (Kamu ngapain)." Ucap ibuku dengan matanya yang sesekali melirik kearah dalam kamar tidurku.
"Mboten lanopo i buk, kulo nulis ceritone pak Mansyur seng ndek ingi dereng rampung. (Saya gak ngapa-ngapain i bu, saya cuma nulis ceritanya pak Mansyur yang kemarin belum selesai).
" Ucapku pelan dengan pintu kamarku yang kubuka lebih lebar agar ibuku juga melihat jika laptop didalam kamarku masih menyala menandakan, jika malam itu aku memang sedang menulis cerita.
"Ibuk iki mau pas sholat tahajud, moro-moro mambu kembang sundel ndek omah iki. Pas Mari salam, aku lakok ketok ono wong wedok mlebu kamarmu, ibuk maro mlayu nututi lakok gaonok. Tak pikir samean macem-macem gowo arek wedok mlebu omah.
Tapi lek tak delok, wedok e iki wes uwong, pikirane ibuk maleh gak penak. (Barusan, pas ibu sholat tahajud, ibu tiba-tiba nyium aroma bunga sedap malam didalam rumah ini.
Dan setelah salam, ibu melihat ada perempuan masuk kedalam kamarmu. Seketika ibu berlari mengejarnya kesini kok gak ada. Ibu fikir kamu macam-macam berani masukin perempuan kedalam rumah
Akan tetapi, perempuan yang ibu lihat tadi sepertinya sudah dws, bahkan lebih tua dari ibu. Fikiran ibu jadi gak enak nih)." Ucap ibuku jelas dengan perlahan berjalan menjauh dan duduk disalah satu kursi yg ada diruang tengah rumahku yg tentu saja tidak jauh dari kamar tidurku.
Mengetahui hal itu, akupun seketika mengikuti langkah kakinya dan ikut duduk disalah satu kursi lainnya.
"Mosok se buk, samean ndelok ono wong wedok mlebu kamarku. (Masak sih bu, ibu lihat ada perempuan masuk kedalam kamarku)
." Tanyaku perlahan dengan perasaan yang mulai penasaran karena mulai pukul 9 malam tadi, aku sama sekali tidak membuka pintu kamar tidurku hingga saat ini, dinihari ini.
"Mbok wes ojo nulis-nulis ngono se le, fokus ae mbek penggaweanmu, semenjak samean seneng nulis ngeneki, ibuk gelek ketok barang seng gak-gak ndek omah iki. Tapi seng iki mau, ketok e genah mbek sue. Aku sampek melongo kok nguasno ne. Wong e gede duwur, rambut e dowo.
(Mbok ya jangan nulis-nulis hal mistis kayak gitu lagi dong nak, fokus saja sama kerjaanmu. Semenjak kamu suka menulis seperti ini, ibu jadi sering sekali melihat hal-hal aneh dirumah ini.
Tapi anehnya, semuanya berbeda dengan apa yang kulihat barusan. Yang kulihat barusan sangatlah jelas dan dalam durasi yang cukup lama. Ibu sampai melongo, Perempuan yang ibu lihat, besar, tinggi, rambutnya panjang.)." Ucap ibuku lesu dengan sesekali melihat kearahku.
Mendengar hal itu, akupun seketika terkejut bukan main, tubuhku perlahan bergetar dengan jantungku yang mulai berdetak semakin kencang.
Semua itu tentu saja bukanlah tanpa alasan, karena kenapa, sosok perempuan yang diceritakan oleh ibuku tersebut, sepertinya sama dengan sosok perempuan yang ada di dalam ceritaku yang rencananya memang akan kuselesaikan malam itu.
Dan tidak hanya itu, akupun seketika ingat perkataan pak Mansyur bahwa ceritanya memang tidak seharusnya diceritakan.
"Mosok se jare pak Mansyur temenan, demit e melok mrene, jangan-jangan detik iki, demit e yo sek ndek kene nguasi aku mbek ibuk jagongan.
(Masak sih kata pak Mansyur benar terjadi, kalau setan itu bisa ikut kesini. Kalau memang benar, jangan-jangan saat ini dia masih ada disini dan sedang memperhatikanku )." Fikirku dalam hati dengan mataku yang seketika melirik kekanan dan kekiri.
"Mansyur iku bien dukun loh le, sakdurunge Mansyur pindah nang kutho sebelah,wong deso kene kabeh eroh lek Mansyur iku dukun santet,dukun pelet lan sak pinunggalane. Mbok ojo nulis ceritone wong,e le, ibuk khawatir. Mending nuliso ceritone wong adoh-adoh ae kono lo,gak resiko.
lek samean sek ngotot te nulis ceritone mansyur, nulis e ojo parak isuk ngeneki, mene ae awan-awan, lek saiki Bahaya. Wes yo mandek o sek, rungokno ibuk tenanan. Ibuk soale kroso lek saiki ndek omah iki sek ono barang alus.
Seng tak wedeni iku ngkuk perewangane Mansyur melok mrene. (Mansyur dulu seorang dukun loh nak, sebelum dia pindah ke kota sebelah, semua warga desa sini juga tau kalau dia dukun santet, dukun pelet dan sebagainya.
Kalau bisa mbok ya jangan nulis cerita dia dong nak, Ibu nanti khawatir. Mendingan kamu nulis cerita orang yang dari jauh-jauh sana saja, gak ada resiko. Kalau kamu masih ngotot mau selesain cerita Mansyur, kalau nulis jangan dinihari kayak gini.
Besuk saja kalau sudah siang, Kalau sekarang bhy. Sudah ya berhenti ya, dengerin ibu beneran. Sepertinya saat ini Ibu ngrasain kalau dirumah ini sedang ada makhluk halus. Yg ibu takutkan, kalau jin perewangan Mansyur sampai ikut kesini,semuanya malah bahaya)."Terang ibuku jelas.
"Loh, pak Mansyur dukun santet ta buk, la lek sanjang kulo mboten i, sanjang e namung singen sering ngewangi wong seng nedi tulung. Koyok penyembuhan ngoten lah buk. (Loh, masak sih pak Mansyur dukun santet,
kalau bilang aku enggak i bu, beliau bilangnya dulu hanya sering bantu orang yang membutuhkan dalam hal penyembuhan)" jawabku kaget karena menurut ibuku, narasumber ceritaku waktu itu adalah mantan seorang dukun santet.
"Bien Mansyur tau urip ndek deso iki sakdurung e pindah nang kota sebelah. Wes samean gak eroh opo-opo, saiki ndang turuo, wes te jam 2. Mene kerjo se..pateni lampune, Ojo lali ndungo.
(Dulu Mansyur pernah hidup di desa ini sebelum dia pindah kekota sebelah. Sudah kamu gak mengerti apa-apa, sekarang cepat tidur, sudah hampir pukul 02.00 dinihari. Besuk kamu kerja kan, Cepat masuk kamar,
matikan lampunya dan jangan lupa berdoa)." Sahut ibuku cepat seolah-olah beliau ingin segera mengakhiri obrolanku dengannya malam itu.
Dan tidak hanya itu, ibuku yang sebelumnya kutau sebagai orang yang cukup santai dalam segala hal, malam itu beliau tiba-tiba terlihat panik dan segera masuk kedalam kamar tidurnya dan segera menguncinya dari dalam.
"Brak...kletek..kletek" suara pintu kamar ibuku yang terdengar ditutup dan dikunci.
Disitu, aku yang masih tidak percaya dengan apa yang ibuku barusan katakan, akhirnya aku hanya diam diruang tengah rumahku sembari kembali mengingat-ingat apa yang pak Mansyur pernah katakan.
"Waduh lek pak Mansyur dukun, berarti ceritone kabeh iku masuk akal. Wong e nang gunung bien iku ora diwedeni demit. tapi ncen sengojo golek demit. Terror seng diceritakno koyok e ncen bener, tapi yo ncen wong e dukun, yo mesti ae pasti urusane mbek demit.
Tapi, kok koyok ono seng janggal yo. Walah, mene tak paranane maneh wes pak Mansyur, tak takonane maneh. Tapi aku kudu tetep etok-etok gak ngerti lek wong e bien dukun. Aku cek iso ngerti karep e pak Mansyur ngekek i cerito nang aku iki opo.
(Waduh, kalau pak Mansyur dulunya seorang dukun. Berarti semua ceritanya mulai masuk akal. Beliau ke gunung dulu bukan dihantui jin.
Tapi memang sengaja mencari jin. Semua terror yang diceritakan, sepertinya memang benar adanya.
Tapi, kok aku ngerasa ada yang janggal ya. Hmmm besuk pak Mansyur biar kutemui lagi deh. Coba kugali lagi informasinya, tapi aku harus tetap berpura-pura tidak tau kalau beliau mantan dukun.
Aku biar tau, kenapa pak Mansyur kok mau membagikan ceritanya kepadaku)." Fikirku dalam hati dengan perasaanku yang memang mulai curiga dengan narasumber ceritaku waktu itu.
Perlu kalian tau, cerita tentang pak Mansyur, sebenarnya adalah sebuah cerita tentang terror hantu yang dialami keluarganya selama 5 tahun. Disitu, menurut keterangan pak Mansyur, beliau benar-benar diterror sampai kehilangan anak dan istrinya.
Bahkan, menurut informasi yang kudapat dari pak Mansyur, semua itu terjadi karena rumah yang ditempatinya adalah rumah panas karena berdiri dibekas tanah pemakaman massal.
Dan tidak hanya itu, kisah pak Mansyur yang katanya pernah mendaki gunung bersama hantu, tentu saja membuatku seketika tertarik untuk menuliskannya agar bisa menjadi tambahan koleksi ceritaku.
Tapi sayangnya, semuanya tidak seperti apa yang aku harapkan. Cerita pak Mansyur yang rencananya akan aku bagikan kepada kalian,
waktu itu semuanya ternyata gagal kuselesaikan, karena bukannya selesai, saat itu aku malah mendapatkan terror dari setan yang sepertinya berasal dari dalam cerita pak Mansyur itu sendiri.
Benar sekali,
Malam itu, setelah ibuku masuk kedalam kamar tidurnya dan mengunci pintunya, untuk pertama kalinya, akhirnya akupun melihat semuanya.
Bismillahirrohmanirrohim...
(Semua nama, tempat dan waktu dalam cerita ini disamarkan, mohon maaf bila ada kesamaan).
" PENULIS HANTU "
.....
" Hmmmmm iki ta ambune. ( Hmmmm, oh ini ta baunya ).". Ucapku dalam hati karena belum selesai aku duduk memikirkan pak Mansyur, malam itu aku tiba-tiba mencium aroma bunga sedap malam yang sepertinya sudah dicium oleh ibuku sebelumnya.
Merasakan semua itu, akupun mencoba menenangkan diriku sembari menarik nafasku lebih dalam, agar aku bisa benar-benar tenang sembari mulutku yang mulai berdoa sebisanya, agar aku bisa menekan rasa takutku yang malam itu sebenarnya sudah mulai perlahan menyerang.
Semua itu tentu saja kulakukan karena akupun tau, jika aku semakin takut, semuanya akan semakin berbahaya.
Hingga akhirnya, karena aroma bunga sedap malam yang tidak kunjung menghilang dan bahkan semakin tercium kuat, akupun memutuskan untuk perlahan berdiri karena akupun tidak bisa memungkiri, jika perasaanku waktu itu rasanya sudah tidak lagi bisa jika harus kuceritakan disini.
Tapi anehnya, baru saja aku berdiri dan membalikkan badanku, malam itu tepat disalah satu sudut ruangan rumahku, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, ada sosok perempuan yang terlihat sedang berdiri.
Perempuan tersebut, terlihat diam dengan tidak sekalipun menggerakkan anggota tubuhnya, dan meski dalam kegelapan karena lampu ruangan yang memang tidak dihidupkan, aku masih bisa melihat jika sosok yang kulihat malam itu adalah sosok perempuan.
Hal itu, dapat kulihat dari bentuk rambutnya yang berantakan memanjang, ditambah baju hitam panjangnya yang sepertinya sampai detik ini tidak akan pernah bisa aku lupakan.
"Allahu akbar" ucapku kesulitan
Disitu, tubuhku rasanya benar-benar seperti tidak bisa digerakkan. Mataku terbelalak dengan jantungku yang sudah bergetar dengan sangat kencang.
Bahkan, jangankan berteriak, membuka mulut untuk melanjutkan doa yang sebelumnya kubacapun, waktu itu aku sudah kesulitan karena sepertinya, rasa terkejut yang kualami waktu itu benar-benar sangatlah kuat.
Dan tidak berhenti disitu saja, bersamaan dengan aku melihat sosok perempuan tersebut, malam itu aku mendengar suara tawa seseorang dari arah lain yang semakin membuat rasa takutku semakin berat jika harus terus kutahan.
"Hihihihihihihihi"
Dan puncaknya, setelah sekitar 5 sampai 7 detik aku terpaku melihat semua itu, malam itu akupun bisa bergerak dan seketika berjalan cepat masuk kedalam kamar tidurku dengan keringatku yang juga sudah keluar bercucuran.
Sesampainya didalam kamar tidurku, akupun seketika menyalakan lampu kamarku dan kembali berdoa sebisaku.
"Ya allah, ya allah, ya allah, ya allah" ucapku tegang.
Saat itu, dari dalam kamar, bukannya selesai, aku malah mendengar semuanya.
Mulai suara langkah kaki, suara laki-laki sedang batuk, suara orang menyeret sesuatu hingga suara wanita yang sesekali terdengar tertawa cekikikan, semuanya terdengar sangat jelas seperti sengaja sedang menggodaku.
Dan puncaknya, karena aku tidak mau membagikan semua kengerian itu dengan ibuku, akhirnya aku hanya diam didalam kamarku dengan terus berdoa agar semuanya tetap baik-baik saja.
Hingga akhirnya, saat-saat mengerikan itupun bisa kulalui begitu saja.
Keesokan harinya, aku kembali dibangunkan oleh ibuku namun waktu itu, beliau sepertinya sudah mengetahui jika apa yang dikhawatirkan bisa jadi akan menjadi kenyataan.
Dan tanpa mengetuk pintuku, ibuku pagi itu seketika masuk kedalam kamar tidurku dan memarahiku dengan nada yang benar-benar sangat tinggi.
"Wes lek koen gak gelem mandek nulis ceritone Mansyur, sakkrepmu, tapi aku emoh tanggung jawab lek ono opo-opo. Ojo urip ndek omah iki maneh lek gak kenek tak kandani.
(Sudah,kalau kamu tidak mau berhenti menulis ceritanya Mansyur, terserah.Tapi aku gak akan tanggung jawab jika terjadi apa-apa. Jangan tinggal dirumah ini kalau kamu gak bisa dinasehati)." Teriak ibuku dengan wajahnya yang terlihat gugup seperti orang yang telah melihat sesuatu.
Mendengar hal itu, akupun hanya diam dan mengangguk dengan tidak sekalipun membantah semua perkataan ibuku yang pagi itu memang sedang tinggi-tingginya.
Hingga akhirnya, sekitar pukul 09.00 pagi, akupun bersiap-siap hendak menuju tempat kerjaku yang memang terletak cukup jauh dari tempat tinggalku.
Disitu, akupun seketika mempersiapkan laptop dan charger yang wajib selalu kubawa ketika aku sedang bekerja.
Ketika aku meraih laptopku, pagi itu pandanganku tiba2 teralihkan dg laptop yang terlihat masih menyala.
Karena kurasa laptop semalam yang ternyata masih belum kumatikan, akhirnya akupun kembali membuka laptopku sebentar dan ingin kumatikan agar aku bisa segera pergi bekerja.
Ketika laptop kubuka, pagi itu tampilan laptopku masih menyala di tulisan cerita pak Mansyur yang waktu itu memang sudah mencapai 65%.
Namun anehnya, ketika aku kembali melihat isi tulisan pak Mansyur, pagi itu aku tiba-tiba melihat tulisan yang sama sekali tidak pernah aku tuliskan sebelumnya.
Tulisan tersebut, memanjang dengan tidak adanya spasi ataupun susunan kata yang jelas.
Namun disitu, masih ada beberapa kata yang bisa terbaca seperti kata,
Kendil,sembujo,rogo,insun,hahahihi,lalijiwo,angkoro,mungkur,saji,bahu,ajining,nini,remo,tembung,macan,lemah,angin,moto,dayu,jimat,puspo,wuyung,sukmo,ringkih,nembung,tumindak,nagih,ilok,sorop dan seterusnya.
Dan jika digambarkan lebih detail, waktu itu kurang lebih seperti inilah tampilan yang ada didalam laptopku pagi itu.
Mengetahui semua itu, perasaankupun smkn tidak enak hingga akhirnya,tanpa fikir panjang, aku seketika menghapus smua tulisan tentang pak Mansyur tersebut hingga ke foldernya dan tidak lama setelah itu,akupun segera mematikan laptopku dn mmbawanya ketempat kerjaku sprti biasanya.
Sesampainya ditempat kerja, akupun kembali memikirkan apa yang sudah aku lalui semalam dan tidak hanya itu, aku juga sempat menceritakan kejadian yang menimpaku tersebut kepada rekan kerjaku dengan harapan, mereka bisa memberi tanggapan tentang hal yang sudah aku alami semalam.
Dan puncaknya, setelah seharian bekerja, tepat pukul 17.30, akupun bersiap siap untuk pulang kerumahku agar aku bisa segera beristirahat.
Namun sayangnya, masih belum selesai aku membereskan barang-barangku, waktu itu aku tiba-tiba mendapatkan telepon dari pak Mansyur.
"Waduh pak Mansyur telpon, koyok e wong e kroso lek sedinoan iki aku mikiri wong e. (Waduh pak Mansyur telefon, sepertinya beliau merasa deh kalau seharian ini aku mikirin beliau
)." Fikirku dalam hati dengan mataku yang terus memandang layar ponselku yang waktu itu terlihat masih berdering dengan nama pak Mansyur yang sedang menghubungiku.
Dan anehnya, belum sampai aku mengangkat panggilan tersebut, tiba-tiba ponselku mati menandakan, jika panggilan tersebut sudah dihentikan.
Tidak berhenti disitu saja, beberapa saat setelah panggilan tersebut,
ponselkupun kembali berbunyi menandakan ada pesan masuk yang setelah kulihat kembali, pak Mansyur lah yang ternyata sedang mengirimkan pesan.
"Ngkuk bengi nang omah yo mas, tak nteni, lek panjenengan gak iso, aku tak seng nang omah samean. Pumpung dinone tepak. (Nanti malam kamu kerumahku ya mas, tak tunggu.
Kalau kamu gak bisa kerumahku, biar aku yang kerumahmu. Mumpung malam ini malam yang pas)." Tulis pak Mansyur yang saat itu terlihat dan terbaca di layar ponselku.
Dan karena aku ingin segera mengakhiri semuanya, akupun menyetujui tawaran pak Mansyur agar semua ini bisa segera selesai dan orang tuakupun bisa segera tenang.
"Enggeh pak, insyallah sekitar pukul 21.00 malam kulo anjok mriku njih, niki kulo tasek nembe wangsul kerjo e pak, pripun ?. (Iya pak, insyaallah, nanti sekitar pukul 21.00 malam, saya sampai situ ya.
Ini saya baru pulang kerja soalnya)." Jawabku jelas karena akupun tau, jarak rumah pak Mansyur memanglah cukup jauh.
"Hmm, wes ndang tak paranane lah pak Mansyur, tak ndang ngomong penak-penak an lek aku gak sido nulis ceritone. aku yo cek gak ngrepoti terus. (Hmmm. mending aku segera mengunjungi pak Mansyur saja lah. Biar aku bisa segera ngomong kalau aku gak jadi nulis ceritanya.
Dan biar aku gak terlalu merepotkan beliau)." Fikirku dalam hati dengan aku yang mulai menyalakan kendaraanku dan memutuskan untuk langsung menuju rumah pak Mansyur dengan tidak pulang kerumahku terlebih dahulu.
Hingga akhirnya, waktu itu akupun pergi meninggalkan tempat kerjaku dan segera menuju tempat tinggal pak Mansyur.
...
Bersambung part 2 end...
cerita penulis hantu sampai tamat sudah tersedia di @karyakarsa_id dalam bentuk full story.
Sepanjang perjalanan, aku terus melamun sambil memikirkan cara bagaimana aku menyampaikan kepada pak Mansyur jika aku tidak jadi membagikan ceritanya, karena tentu saja, waktu itu aku takut membuat beliau kecewa.
" Oo ini ta pak Gito, orangnya kok tua banget ya..ini mah sudah kakek kakek " fikir Prapto sambil menatap wajah pak Gito yang waktu itu memang sudah semakin tua.
"Ono opo le (ada apa nak)" ucap pak Gito pelan.
"Bade wonten perlu pak (saya mau ada perlu pak)" ucap Prapto sopan.
Cerita ini, adalah sebuah cerita yang cukup berkesan bagi kami,
Karena selain proses penyelesaiannya yang cukup lama, cerita ini benar-benar sebuah cerita yang sangat berbeda dari cerita-cerita yang sudah Lakon Story bagikan sebelumnya.
Disini, selain terror yang sebenarnya telah dialami oleh semua warga desa, akhirnya kami berhasil menyelesaikannya dari sudut pandang yang berbeda.
Dan anehnya, belum selesai aku melihat semua keanehan itu, tiba-tiba pandanganku teralihkan dengan suara panggilan yang terdengar sedang memanggil-manggil namaku dari arah luar rumahku.
"Mbak.....mbak Sukma.." teriak suara tersebut yang setelah kudengar lebih teliti lagi,
Mungkin, itulah beberapa sebutan yang kudengar dari orang-orang yang ada disekitarku, tentang sosok nenek-nenek yang sering menampakan dirinya kepada warga sekitar yang sedang mencari kayu bakar di hutan
dan para wanita pendaki gunung yang mendaki dalam keadaan datang bulan.
Ketika aku kecil, ibuku sering menceritakan kisah nyi Kunting kepadaku.
Konon katanya, meskipun dari kejauhan, sosok nyi Kunting mampu mencium aroma darah haid yang sudah masuk ke wilayahnya.