Suara ketukan di pintu depan membuat Dian yang tengah mengaji di samping Bu Sri, menoleh, dan setelah mendengar suara Andi memberi salam, dia pun beranjak ke arah pintu.
"Wa'alaikumsalam," jawab Dian sambil membuka pintu. Keningnya mengerut melihat wajah pucat Andi.
Andi melangkah masuk ke dalam rumah dengan gontai, tatapannya kosong, apa yang terjadi di rumah si dukun membuat mentalnya runtuh.
Diempaskan tubuhnya ke kursi ruang tamu usai melihat ibunya baik-baik saja di dalam kamar.
"Apa ini?" tanya Andi melihat Dian meletakkan secangkir minuman ke meja di hadapannya.
"Wajah Anda terlihat pucat, jadi saya buatkan teh manis hangat untuk mengembalikan sedikit tenaga."
Andi sebenarnya sedang tak selera untuk makan dan minum saat ini, tetapi dia tak ingin membuat orang yang sudah membantunya kecewa.
"Terima kasih." Andi mengangkat cangkir perlahan dan meneguknya sedikit, lantas meletakkannya kembali ke meja.
"Maaf jika saya lancang, tetapi jika boleh saya tahu, Anda habis dari mana? Karena saat pergi, Anda tidak sepucat ini," tanya Dian yang kini duduk di kursi seberang Andi.
Andi memejamkan mata, menghela napas dalam-dalam.
"Saya baru saja pulang dari rumah Pak Ujang."
"Pak Ujang? Si dukun itu?" Dian terkejut mendengarnya. "Kenapa ke sana?"
Andi merubah posisi duduknya sekarang,
"Tentunya untuk menyelamatkan Ibu," jawab Andi singkat.
Dian menggigit bibirnya sebelum berkata, "Jadi dia dalangnya?"
Andi menggeleng. "Bukan, dia bukan dalangnya, ada orang lain, Pak Ujang hanya perantara."
Rasa penasaran Dian muncul, tetapi dia menahannya, karena dia sadar, dia bukan bagian keluarga ini, tidak sopan jika ikut campur terlalu dalam.
"Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu, sudah hampir tengah malam," ucap Dian.
Andi melihat ke arah jam dinding di depannya, dan tanpa sadar air matanya keluar.
"Ada apa? Kenapa Anda menangis?" tanya Dian yang melihatnya.
Dengan cepat Andi menyeka air matanya dengan tangan, dan mengelap pipi.
"Bukan apa-apa," elak Andi.
Walau Dian tahu itu cuma kebohongan, dia tak bertanya kembali.
"Sholat dan berdoalah, mintalah pertolongan kepada Allah," sarannya. "Besok siang saya akan ke sini lagi. Saya pamit. Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam," balas Andi.
Dian sudah berlalu meninggalkan rumah, tetapi ucapan terakhirnya masih terngiang di kepala.
"Berdoa?" gumam Andi.
Andi teringat saat dia bicara dengan makhluk yang merasuki tubuh ibunya tadi.
Beberapa jam sebelumnya ....
"Aku bisa memberitahumu siapa orang itu, tetapi apa kau siap menggadaikan keimananmu?"
Andi menelan ludah, dia sangat ingin tahu, tetapi tak ingin menggadaikan imannya.
Makhluk tersebut tertawa. "Aku sudah tahu kau tak akan mau, jadi jangan memintaku untuk mengatakan siapa dalangnya!"
Andi jatuh berlutut, memohon agar makhluk tersebut mengatakannya.
"Akan kulakukan apa pun kecuali itu," ucap Andi lagi meyakinkan.
Makhluk tersebut tersenyum, bagaimana tidak? Mereka golongan yang derajatnya di bawah manusia, tetapi manusia berlutut memohon kepadanya.
"Kalau itu maumu, akan kuberi persyaratan yang paling ringan," rayunya.
Andi mendongak, melihat ke wajah ibunya yang dirasuki.
"Katakan, apa syaratnya?"
"Tinggalkan sholat selama hari yang tersisa untuk ibumu! Baik wajib maupun sunah!" serunya. "Kau sanggup?"
Lama Andi berpikir, lantas berkata, "A-a-aku sanggup ... melakukannya!"
"Jika kau melanggar, hal buruk akan terjadi di sekitarmu saat kau sholat!" ancam makhluk tersebut lantas tertawa.
Masa kini....
Saat itu Andi berpikir ucapannya tak akan ada pengaruhnya sama sekali, bahkan niatnya hanya membohongi makhluk tersebut, tak benar-benar akan melakukannya, tetapi ....
"Apa benar akan terjadi sesuatu saat aku sholat?" gumamnya. Dia melihat jam dinding. "Sebaiknya aku coba, kebetulan belum sholat Isya."
Setelah mengambil air wudu di belakang rumah, Andi melangkah ke kamar salat, dan tak lama kemudian sajadah sudah dibentang, lalu dengan khusyuk membaca niat sholat dalam hati.
"Allahuakbar ...."
Tak ada hal aneh yang terjadi setelah rakaat pertama terlewati, bahkan di rakaat kedua pun tak juga ada, dan itu membuat hati Andi lega, lantas berpikir jin tersebut hanya besar mulut,
hingga pada akhirnya terdengar suara tangis pilu memecah kesunyian malam, tepat pukul 12, saat Andi hendak memasuki rakaat ketiganya.
Hati Andi mulai tak tenang, karena itu suara tangisan ibunya. Pikirannya pun melayang, tak lagi fokus dengan gerakan dan bacaan salat yang tengah dia kerjakan.
"Ada apa dengan Ibu?" batinnya.
Andi masih berencana untuk menyelesaikan salatnya, ingin mematahkan ancaman jin tersebut, tetapi dia kalah setelah mendengar teriakan kesakitan dari ibunya.
Tak sempat melepas sarung, sajadah pun masih terhampar di lantai, Andi berlari ke kamar ibunya, dan sesampainya di sana, matanya terbelalak, karena ibunya masih terbaring tak sadarkan diri seperti sebelumnya.
Tawa makhluk tak kasat mata membuat bulu kuduknya merinding.
"Jangan pernah berpikir untuk mempermainkan kami," ucap makhluk tersebut lantas tertawa terbahak-bahak.
Andi bersimpuh di samping ibunya, dan menyesali apa yang telah dia lakukan.
"Kebodohan apalagi yang telah kulakukan?" ucapnya sambil menangis.
Di tempat yang lain, di waktu yang sama.
"Apa yang akan kau lakukan kepadaku?" tanya Bi Nur dengan nada membentak.
"Apa, ya? Kau maunya apa? Dari tadi aku pusing memikirkan apa yang akan kulakukan kepadamu? Sungguh! Kau ada masukkan?" tanya Pak Ujang menatap Bi Nur yang tengah duduk di lantai dengan tangan terikat di sebuah tiang dalam gubuk kecil tak jauh dari rumahnya.
Dia terlihat mondar-mandir, berpura-pura berpikir, lantas tersenyum menatap perawan tua tersebut.
"Kau pilih jadi istriku atau ... jadi tumbalku seperti si ustad?" tanyanya lantas tertawa terpingkal-pingkal.
Wajah garang Bi Nur berangsur-angsur berubah, mengingat sosok ustad yang ada bersamanya kemarin sudah tidak ada, dibawa oleh Pak Ujang entah ke mana.
"K-k-kau bergurau, kan? Tak mungkin kau tega kepadaku?" tanya Bi Nur berharap.
Pak Ujang menatapnya nanar kini. "KAU SUDAH MENAMPARKU!" teriaknya sekuat tenaga. "Masih berpikir aku tak tega?"
Rasa takut mulai menjalar di diri Bi Nur, dia mulai menyesali apa yang telah dia lakukan sebelumnya kepada Pak Ujang.
"Jadi, apa pilihanmu?" tanya Pak Ujang lagi sambil mengelus puncak kepala Bi Nur dengan lembut.
Mohon maaf baru sempat melanjutkan. Kemarin 1 mingguan saya sakit ISPA, jadi enggak bisa konsen mikirin alur cerita. Juga saya sudah mulai promosi novel Desa Setan yang akan mulai Open PO tanggal 23 Februari sampai 9 Maret nanti.
Langsung saja.
Ustaz Arifin dan Dian tiba di desa. Kemunculan mereka membuat heboh warga, sebab kabar tentang Ustaz Arifin disekap oleh Pak Ujang sudah tersebar sejak pagi.
"Jadi semua itu benar, Pak?" tanya Pak Karyo, mereka kini tengah berbicara di ruang tamu rumah Ustaz Arifin.
Udah nonton series From? Kalau belum silakan nonton bagi pecinta film horor-fiksi ilmiah-misteri.
From berkisah tentang sebuah kota yang bisa dimasuki tetapi tak bisa ditinggalkan. Masalahnya bukan hanya di sana, tetapi mereka yang ada di dalamnya diteror sosok hantu/monster
-yang hanya keluar saat hari sudah mulai malam.
Mereka yang ada di dalamnya bertahan hidup dengan mengurung diri di rumah yang sudah dalam perlindungan jimat saat malam hari. Jika mereka melakukan itu, mereka akan aman. Namun apakah semudag itu? Tentu tidak!
Sosok hantu/monster itu menjelma menjadi seseorang yang kita kenal, sayangi, cintai, dan mereka akan memengaruhi pikiran kita untuk membuka pintu atau jendela agar mereka bisa masuk lalu menyantap kita dengan sadis.
Serie ini berjumlah 10 episode dan sepertinya akan ada season 2
Alhamdulillah akhirnya buku antologi bersama Gol A Gong sampai di tangan, buku yang berisi kumpulan fiksi mini dari banyak penulis yang rata-rata guru di Indonesia.
Sebenarnya sudah sampai tanggal 18 Desember tahun lalu, hanya saja dikirimnya ke alamat orang tua di kabupaten, dan baru sempat dikirim ke saya kemarin.
Menurut saya harganya cukup murah, karena masa Open PO kemarin hanya dibanderol di harga 80-an dengan jumlah halaman 300-an.
Akan tetapi, yang terpenting bukan harganya, tetapi banyak cerita yang bisa dibaca, dan banyak pesan di dalamnya.
Terima kasih sudah membaca dan mendukung cerita Desa Setan sejauh ini. Jujur saya sangat tak menyangka responnya akan seperti ini, dari akun Twitter saya yang sepi dan hanya punya 49 follower selama 2 tahun, akhirnya hampir mencapai 700 follower.
Setelah ini saya akan fokus melanjutkan cerita TUJU hingga selesai, dan akan saya TAMATKAN DI SINI sebagai ungkapan terima kasih kepada kalian.
Bab ini jadi bab terakhir yang boleh saya bagikan, jika kalian penasaran dengan nasib Retno & Wawan, tunggu presalenya bulan depan. 😁
Sebelum mulai, saya mau memberitahukan bahwa perjalanan menuju Desa Setan akan segera dilakukan bulan depan. Jadi, siapkan uang untuk membeli tiketnya! 😁👍🏻