w a h . Profile picture
Mar 16 119 tweets 16 min read
"SEKAR PATI"

Suara tangis perempuan tak berwujud mengiringi lantunan doa yang dikirim warga untuk Sekar malam itu. Namun, acara yg diharapkan lancar, ternyata menjadi rentetan awal teror itu dimulai

Part 3 - Pengajian Di Rumah Berdarah

@bacahorror_id @IDN_Horor #malamjumat
Yang mau baca duluan Sekar Pati - Part 3 dengan format e-book yang lebih rapi, bisa baca disini ya karyakarsa.com/wahyuariyantn/…
Sekar Pati

Part 3 - Pengajian Di Rumah Berdarah
“Ibu berencana mengadakan pengajian bapak-bapak di kos-kosan, hal ini guna mendoakan almarhumah Sekar, agar tenang dan diberikan tempat terbaik di sisi-Nya.” tulis Bu Turi di dalam pesan singkat pada grup penghuni kosnya.
“Kapan, Bu?”

“Kapan, Bu Turi?”

Para penghuni grup bersahutan merespon pemberitahuan yang diberikan Bu Turi.

“Besok. Setelah isya”
“Yang besok tidak ada acara, bantu ibu mempersiapkan dan datang saat pengajiannya, ya. Kita sama-sama mendoakan Sekar” tulis Bu Turi lagi.

Tiara yang membaca pesan itu pun menyambut baik, bukan tanpa sebab, tapi agar kejadian yang menimpanya kemarin tidak kembali terjadi.
Besoknya, setelah banyak penghuni kos pulang dari aktivitas kerja atau kuliah, beberapa dari mereka menyusul Bu Turi yang sedang sibuk di rumah depan. Seperti rencana yang disampaikan sebelumnya, malam nanti di sini akan dilakukan pengajian untuk mendoakan almarhumah Sekar.
Malamnya, laki-laki paruh baya berpeci putih datang lebih dulu dan dihampiri oleh Bu Turi dan suaminya Pak Suharjo di depan rumah. Dia adalah Pak Basori, orang-orang kampung biasa mengundangnya untuk acara pengajian atau tahlilan untuk memimpin doa.
“Pak Basori, kami minta bantuannya untuk memimpin pengajian di rumah kos kami.” tutur Pak Suharjo sambil tersenyum.
“Harapannya semoga setelah pengajian ini, kami dan penghuni kos yang lain bisa mengantarkan doa ke Sekar, dan penghuni kos juga tenang saat disini tanpa ada rasa takut” imbuh Bu Turi, yang ternyata mengundang respon dari Pak Basori.
“Memangnya setelah peristiwa kemarin ada kejadian apa, Bu?” tanya Pak Basori.

“Ehh. Tidak ada kejadian apa-apa, Pak. Saya hanya khawatir saja dengan anak-anak kos saya. Khawatir jika setelah kejadian kemarin, mereka menjadi takut” jawab Bu Turi.
Beberapa menit setelahnya, satu-persatu bapak-bapak kampung datang lalu mengisi ruang yang sudah tergelar karpet di atas lantainya. Para penghuni kos Bu Turi yang laki-laki pun turut datang sesuai permintaan Bu Turi, mereka semua duduk untuk melakukan pengajian untuk Sekar.
“Yang perempuan, ikut dari belakang saja dengan Ibu” ajak Bu Turi pada penghuni kosnya yang perempuan. Termasuk Tiara.

“Langsung dimulai saja, Pak. Biar selesainya tidak terlalu malam” ucap Pak Suharjo kepada Pak Basori.
Pak Basori memulainya, sambil menggenggam mikrofon di tangannya, ia mulai membaca lantunan doa-doa yang diikuti oleh jamaah lainnya. Suasana yang semula hening pun berubah jadi ramai. Rumah Bu Turi penuh dengan lantunan ayat-ayat suci yang dibacakan dengan khusyuk.
Namun, pengajian yang diharapkan Bu Turi dan Pak Suharjo akan lancar, perlahan berubah menjadi berbeda. Semuanya bermula dari sini. Karso, dia adalah salah satu warga kampung yang datang. Dia duduk tepat di pintu rumah Bu Turi, dan tepat di sebelahnya ada Juki dan Panji.
Mereka berdua adalah penghuni kos milik Bu Turi. Tipis-tipis Karso mencium bau amis yang masih sama saat ia ikut melihat mayat Sekar dievakuasi. Sesekali ia menutup hidungnya karena tak tahan dengan bau amis itu.
“Kenapa, Mas?” tanya Juki yang merasa curiga karena gerak-gerik Karso yang sedari tadi tidak bisa diam.

“Bau, Mas.” bisik Karso. Panji yang berada di dekatnya juga tidak sengaja mendengar bisikan Karso kepada Panji.
Karso kemudian menoleh ke arah Panji. Mereka saling bertatapan. Panji mengangguk-angguk seraya menutup dua lubang hidungnya seolah mengisyaratkan kalau dia juga merasakan hal yang sama.
“Saya kesini hanya mau doa. Jangan ganggu saya” ucap Karso dalam hati sambil melihat keluar rumah.
Kali ini suara tangisan kedengaran dari luar rumah, yang sepertinya mengarah ke tempat kamar Sekar. Beberapa orang yang menyadarinya tampak terkejut dan sontak melihat ke segala arah. Pak Sobari melihat gelagat orang-orang. Dia seolah mengerti apa yang sedang terjadi
“Bapak-bapak, mari fokus dan terus lanjutkan pengajiannya” ucap Pak Sobari. Beberapa warga yang menyadarinya pun hanya meresponnya dengan tersenyum, namun sambil menahan rasa takut yang pelan-pelan hadir diantara mereka. Mereka tampak menunjukkan gelagat tidak nyaman.
Suara tangisan dan bau amis masih terus ada, beriringan dengan suara lantunan doa yang sedang dibaca. Beberapa menit berselang, tidak hanya orang-orang tertentu yang merasakan gangguan itu.
Hampir semua jamaah kini mencium bau amis dan mendengar suara tangis yang mereka yakini adalah suara Sekar.
Di sela-sela itu, tampak Bu Turi dan Tiara keluar dari pintu yang lain, lalu memperhatikan suasana di luar rumahnya sambil menutupi dua lubang hidungnya.

“Tiara. Kamu menciumnya juga kan?” tanya Bu Turi

Tiara mendekat ke kamarnya, yg letaknya tak jauh dari kamas mendiang Sekar
“Sekar? Apa kamu di sini? Kami hanya ingin mendoakanmu agar kamu tenang dan mendapat tempat terbaik di sisi-Nya.” ucap Tiara.

“Bu Turi. Mari masuk lagi. Jangan lama-lama di luar” ajak Tiara.
Jam sudah hampir menunjuk ke angka sepuluh, pengajian pun selesai. Para warga langsung pamit kembali ke rumah masing-masing, apa lagi yang menyadari hawa tidak enak sejak tadi.
“Pak Suharjo, Bu Turi. Saya pamit pulang, ya. Semoga ke depannya aman. Jangan lupa kamar Sekar rutin dibersihkan” pesan Pak Sobari sebelum ia melangkah pulang.
“Semoga nggak ada yang takut buat ngekos di tempat kita ya, Pak. Semoga anak-anak nggak keluar dari sini karena masalah Sekar” ucap Bu Turi pada suaminya. Mereka berdua takut, jika kosnya sepi karena peristiwa ini, karena sumber pemasukan keluarganya hanya dari kos-kosan saja
Juki dan Panji membantu Bu Turi dan Pak Suharjo merapikan karpet terlenih dahulu. Mereka berdua masih merasakan hawa tidak enak yang masih bersarang di sekitarnya.

“Juk. Apa kamu tadi merasakannya juga?” tanya Panji.
“Apa?” tanya Juki.

“Sepertinya Sekar datang” kata Panji.

Juki terkejut mendengarnya. Walau ia juga merasakan hawa tak nyaman sedar tadi, tapi ucapan Panji berhasil membuatnya diam mematung beberapa detik.
***
Dari rumah kos Bu Turi, Karso jalan kaki bersama dengan Pak Sukri karena rumahnya yang satu arah. Di situ, ia kembali membahas soal kejanggalan saat pengajian di rumah kos Bu Turi tadi.

“Pak Sukri! Bapak nggak mencium bau amis waktu pengajian tadi?” tanya Karso.
“Iya, Mas Karso. Tapi, janganlah dibahas sekarang. Takut saya. Ini sudah malam” jawab Pak Sukri.

Tak lama setelah Pak Sukri berkata begitu, bau amis yang sempat mereka cium tadi kini kembali tercium di hidung mereka.
“Lho, Pak” ucap Karso dengan wajah terkejut.

Pak Sukri menoleh. Mereka berdua saling tatap satu sama lain. Tidak cukup sampai disitu. Kengerian malam itu bertambah, manakala terdengar suara tawa wanita yang entah dari mana arahnya.
“Kihh.... kihhh.... kihhhh…..”

“Mas Karso!” panggil Pak Sukri yang mulai panik.

Padahal, posisi mereka berdua saat itu sedang berada di antara tanah kosong milik warga. Rasa-rasanya mustahil jika ada suara tawa wanita yang kedengaran jelas dari tempat mereka berdua berdiri
"Kihhh.... kihhhh.... kihhh"

Suara tawa itu muncul lagi.

“Tolong jangan iseng” teriak Pak Sukri.

Tapi, suara tawa wanita itu terus terdengar meski beberapa kali Pak Sukri memperingatinya.
“Pak Sukri. Sebaiknya kita jalan cepat agar lekas sampai rumah. Perasaan saya mulai tidak enak” ajak Karso.
Baru beberapa langkah, ada satu hal yang menarik perhatian Pak Sukri dan Karso. Di bawah salah satu pohon manga di ujung jalan, mereka berdua melihat satu sosok wanita berdiri melamun menatap rumah di depannya. Mengenakan dress yang terlihat using berwarna merah kehitaman.
“Siapa itu, Pak Sukri?” tanya Karso.

Jalan mereka pulang mengarah ke depan sana, Karso berjalan lebih cepat, kemudian menyipitkan mata, berusaha memastikan siapa wanita yang berada di bawah pohon mangga itu.
Semakin dekat, sosok wanita itu semakin jelas ia lihat. Wanita itu menoleh, wajahnya penuh darah. Karso berhenti. Tapi, wanita itu kini mendekat dengan langkah cepat.
“Mas Karso!” panggil Pak Sukri.

Sosok wanita itu dengan cepat sampai di hadapan mereka. Dia menatap dengan mata putih tanpa pupil.
Rambutnya panjang sepinggang tergerai berantakan. Banyak bekas darah di tubuhnya. Tangannya mengusap-usap perutnya yang setengah besar dan dilumuri banyak sekali darah.
Pak Sukri dan Karso berniat lari. Tapi, tubuh mereka berdua mematung, seolah ada yang menahan tubuh mereka agar tak dapat digerakkan.
Pak Sukri melihat sosok wanita itu. Ia merasa tidak asing melihat wajahnya. Wajahnya mirip sekali dengan wajah wanita yang belum lama ia temukan terkapar tak bernyawa di dalam sebuah kamar.
“SEKAR!!!!!!” teriak Pak Sukri. Kakinya kini bisa digerakkan lagi. Dia kemudian berbalik arah, lari tunggang menjauh dan mencari jalan yang lain. Sedangkan Karso mengejarnya dari belakang.
“Pak Sukri! Tunggu saya…..” panggil Karso.

“Yang benar saja, Pak Sukri, mana mungkin itu Sekar” ucap Karso sembari berlari di belakang Pak Sukri.

“Iya, Mas Karso. Saya masih ingat betul. Saya yang memastikan dia sudah meninggal waktu itu” kata Pak Sukri.
Mereka berdua memutar, mencari jalan lain untuk kembali ke rumah mereka masing-masing. Beruntung, sosok yang diyakini arwah Sekar itu tidak mengejar mereka berdua hingga ke rumah.
“Ada apa, Pak? Kok seperti habis dikejar setan” tanya istri Pak Sukri saat melihat suaminya pulang dengan berlari dan wajah yang panik.

“Arrgghh… Iya, Bu.. Emang bapak habis dikejar setan” jawab Pak Sukri.

“Setan?” tanya istrinya terkejut.
“Iya, Bu… Setannya Sekar. Bapak sama Karso ketemu Sekar di jalan pulang tadi” kata Pak Sukri dengan napasnya yang terengah-engah karena berlari cukup jauh.
Istrinya berjalan ke belakang, lalu kembali dengan segelas air putih. “Minum dulu, Pak. Biar sedikit tenang” ucapnya.
Setelah sedikit tenang, sebuah gangguan muncul diantara mereka. Halaman belakang rumahnya yang hanya dibatasi oleh pagar bambu tiba-tiba saja kedengaran berisik dari dalam rumah.
“Bu, pintu belakang belum dikunci?” tanya Pak Sukri.

“Sudah kok, Pak” balas istrinya.

Pak Sukri mempertajam indera pendengarannya lagi. Berusaha menangkap suara yang timbul dari belakang rumahnya itu.
“Takutnya salah dengar” ungkapnya. Rasa takut Pak Sukri yang belum mereda, kini kembali lagi dipaksa untuk menghadapi sesuatu hal yang belum ia ketahui.

“Jangan-jangan maling?” tanya Pak Sukri.
Pak Sukri jalan mengendap ke pintu belakang, memastikan siapa yang berada di belakang rumahnya. Ia meraih balok kayu yang biasa ia pakai ganjal pintu kamarnya untuk berjaga-jaga.
Dia meminta istrinya masuk ke dalam kamar dan menjaga anaknya di dalam. Pak Sukri mempertajam telinganya lagi, suara gaduh di belakang rumahnya masih terdengar jelas di telinganya.
“Hati-hati, Pak” ucap istrinya.

Rasa cemas menambah rasa takut Pak Sukri. Dia tidak memiliki bekal bela diri, dia hanya modal berani saja untuk melindungi istri dan anaknya di rumah malam itu.
Pak Sukri mengayunkan daun pintu belakang pelan-pelan. Setelahnya, ia berniat untuk membukanya dengan lebar secara tiba-tiba, agar menghamburkan konsentrasi maling yang hendak menggasak rumahnya.
“Jeglekk….. Srrreeeeeekkkkkk” bunyi pintu belakang saat dibuka oleh Pak Sukri.

Namun, yang terjadi setelahnya malah diluar dugaannya. Sosok Sekar kembali ia lihat. Dia berdiri tepat di depan Pak Sukri dengan mulut menganga lebar dan darah yang keluar dari dalam mulutya.
Ternyata, suara gaduh di belakang rumahnya adalah ulah Sekar. Dia mengikuti Pak Sukri dan mengganggunya hingga ke rumah. Sosok Sekar yang awalnya ia jumpai tertawa, kini berubah menjadi menangis.
“Tolong saya……” Suara lirih keluar dari sosok Sekar.

Sadar jika itu adalah Sekar, Pak Sukri merangsek lari menyusul istrinya di dalam kamar tanpa menutup lagi pintu belakang rumahnya. Dengan tatapan tegang, Pak Sukri melihat ke istri dan anaknya.
“Pak, kenapa? Ada apa di belakang rumah?” tanya istrinya.

“Sekar, Bu! Itu Sekar…. Itu ulah Sekar! Sekar mengikuti bapak sampai ke rumah” ucap Pak Sukri seraya mengunci pintu kamar lalu naik ke atas ranjang memeluk istri dan anaknya.
Meski jantungnya berdetak cepat, ia tetap berusaha tenang agar anaknya tidak bangun dan istrinya pun tidak merasa ketakutan.
“Yang tenang, Bu. Kita baca doa sama-sama” ajak Pak Sukri.
Hal serupa juga menimpa Karso. Di rumah, ia tinggal berdua dengan adeknya. Namanya Alif. Alif baru saja menginjak usia remajanya. Sesampainya Karso di rumah, ia langsung mengunci semua pintu dan gorden jendela rumahnya.
Dia tidak membiarkan sedikit celah terlihat dari luar rumahnya. “Takut melihat Sekar lagi” begitu kata Karso.
Dari pintu depan, Karso bermaksud ke dapur belakang untuk mengambil minum. Di situ, ia melihat Alif sedang duduk melamun di atas meja makan sambil menggenggam satu gelas penuh yang berisi air putih.
“Kok belum tidur, Lif?” tanya Karso. Karena biasanya Alif sudah tidur pada jam segitu.

Alif menggeleng, ia tak bersuara dan sama sekali tak berekspresi.

“Kamu sakit, Lif? Nggak enak badan?” tanya Karso lagi seraya mendekat ke tubuh Alif untuk memastikan kondisi tubuh adeknya
“Dingin sekali tubuhmu. Kamu habis ngapain tadi?”

Alif menggeleng lagi. Karso semakin bingung dengan adeknya. Karso berjalan ke kamarnya, hendak mengambil obat di kotak obat di sana.
Namun, saat sampai di kamar, pemandangan tak mengenakkan ia jumpai. Karso melihat tubuh Alif sedang terlentang di atas kasur yang biasa mereka pakai tidur.
“Lho, Lif?” ucap Karso. Ia menghentikan langkahnya. Kepalanya menoleh ke dapur dan tempat tidur di depannya. Karso berhenti beberapa saat sambil mengusap-usap matanya.
“Alif ada dua?” seketika Karso panik. Jantungnya berdegup, merasa ada hal tak beres lagi datang menghampirinya.
Karso berbalik, ia kembali lagi ke dapur dan memeriksanya. Karso melangkah pelan. Suara gelas kaca berbenturan ia dengar. Karso menghentikan langkah tepat di ambang perbatasan antara ruang depan dan dapur.
Alif masih di sana. Karso semakin bingung. Kenapa Alif ada dua? Mana yang benar? Siapa salah satu diantara mereka?
“Alif?” panggilnya.

“Iya, Mas” sekarang Karso mendengar sahutan dari ucapannya.

Karso mendekat, ia mendapati Alif sudah seperti biasanya. Ia melihat setiap jengkal tubuh Alif dengan seksama. Tidak ada yang aneh. Semua tampak seperti biasanya.
Walau begitu, ia masih belum tahu, apa ini hanya halusinasinya saja? Karso mengajak Alif ke kamar. Mereka berdua tidur sekamar sejak lama.
Rasa takut masih ada di benak Karso, ia melangkah ragu di belakang adeknya sambil berpikir, jika Alif ada di sini, siapa yang sedang tidur di kamar?
“Kenapa, Mas?” tanya Alif curiga karena melihat Karso tampak aneh di belakangnya.

“E-e-enggak apa-apa, Lif” jawab Karso.
Sesampainya di kamar, pemandangan yang sempat ia lihat tadi, sudah tidak ada lagi. Alif yang ia lihat di atas kasur, kini sudah tidak ada. Di atas kasur hanya ada bantal, guling dan selimut yang biasa mereka pakai.
“Mungkin halusinasiku saja” batin Karso untuk menghibut dirinya sendiri.

Beberapa langkah setelah masuk ke kamar, pintu kamarnya tiba-tiba saja berderit menutup dengan sendirinya.

“Ngeeeekkkk” Karso dan Alif menyaksikannya dengan mata terbelalak.
Alif menjawil Karso di belakangnya. “Mas” panggilnya. Mereka berdua merasakan hal yang sama. Tidak lama dari situ, muncul bau amis serta suara wanita menangis, merintih seperti menahan sakit.
“Sekar!” batin Karso langsung mengarah kepada sosok wanita itu.

“Itu Sekar, Lif! Kita buruan tidur saja” ajak Karso. Mereka berdua sembunyi di balik selimut merah di atas kasurnya.
“Sekar yang meninggal di kos kemarin itu, Mas?” tanya Alif.

“Iya… Diamlah.. Mas Karso sama Pak Sukri tadi dikejar sama dia di jalan” ujar Karso dengan nada pelan, sambil menaruh jari telunjuknya ke depan bibir mengisyaratkan agar Alif diam terlebih dulu.
“Tapi kan, dia sudah meninggal, Mas” kata Alif.

“Iya. Mas Karso tahu. Mas Karso juga nggak ngerti, Lif”
Karso merasakan hawa kehadiran seseorang masuk dari pintu kamarnya. Suaranya pelan, seperti ada sesuatu yang terseret masuk ke dalam kamar.
Karso melirik Alif. Alif yang semula terlihat biasa, kini memasang wajah tegang. Kepala mereka berdua saling angguk, seolah mengisyaratkan jika mereka merasakan hal yang sama.
“Mas Karso… Tolong saya”

“Tolong bersihkan tubuh saya”

“Hiksss…. Hiksss….. Hiksss…..”

Degggg…… Jantung rasanya mau copot. Sebuah suara rintihan terdengar jelas di telinga Karso dan Alif.
Karso yang sudah teramat takut hanya bisa merapalkan doa dan ayat-ayat yang mereka bisa. Karso menggerakkan jari tangannya, mengisyaratkan kepada Alif agar melakukan hal yang serupa.
Beberapa menit berlalu, suara tangis itu masih terdengar jelas. Karso dan Alif masih bertahan di tengah suasana mencekam itu. Mereka berdua sudah basah dengan keringat di balik selimutnya, badannya pun terus gemetar ketakutan.
Ingin mereka lari namun takut jika Sekar menyambut mereka di pintu kamar. Sungguh malang nasib kakak adek itu, harus merasakan teror dari arwah Sekar yang gentayangan. Entah sampai berapa lama, suara itu perlahan mulai menghilang.
“Lif, udah nggak ada” terang Karso. Karso dan Alif mulai bisa bernapas lega. Tubuh mereka berdua pun terasa lemas setelah teror malam itu.
Sejak kejadian itu, Pak Sukri dan Karso menceritakannya ke setiap warga yang ditemuinya. Berita mengenai arwah Sekar yang gentayangan cepat menyebar dari mulut ke mulut di kampung.
Banyak diantara mereka tidak percaya. Namun, banyak juga yang mempercayai jika itu benar adanya karena Sekar ditemukan meninggal tidak wajar.
***
Keesokan paginya, matahari sudah bersinar begitu terik, masyarakat kampung sudah melakukan aktivitasnya masing-masing. Tak terkecuali para ibu-ibu rumah tangga yang hanya sekadar belanja di tukang sayur keliling yang biasa lewat di gang-gamg rumah.
Topik hangat warga kampung bukan lagi soal kematian Sekar, tapi sudah berganti dengan beberapa warga yang mengaku didatangi oleh arwah Sekar.
Suara sebuah kendaraan roda dua terdengar dari ujung jalan. Motor dengan barang bawaan yang cukup banyak di belakangnya itu melaju dengan kecepatan sedang. Sang pengendara memakai kaos partai dengan tas selempang yang menggantung di depan perutnya.
Dia berteriak di atas motornya. “Sayur….. sayur…..” sebelum akhirnya berhenti di samping tiang listrik yang biasa ia pakai untuk menjajakan dangannya di gang tersebut. Tanpa menunggu waktu lama, satu-persatu ibu-ibu mulai datang menghampirinya.
Sudah menjadi keahlian seorang ibu-ibu, jika mereka akan selalu menerima dan menyebarkan informasi lebih cepat dari kebanyakan orang.
Skill bercerita mereka seolah tak ada tandingannya apabila sudah berkumpul dengan sesamanya. Dan salah satu waktu terbaik bagi mereka adalah saat sedang berbelanja.
“Bu-ibu… Apa ada yang sudah dengar, katanya ada yang ditemui Sekar kemarin?” tanya salah satu wanita paruh baya di sana. Namanya Bu Vika

“Sekar yang mati di dalam kamar kosnya itu?”

“Iya, Bu”

“Siapa? Kok bisa sih?”
“Saya juga tidak tahu. Katanya Pak Sukri sama Mas Karso waktu pulang dari pengajian di rumah kos Bu Turi” terangnya.

Ditengah percakapan itu, datanglah ibu-ibu yang lain. Ibu tersebut datang lalu mengibaskan tangan kanannya ke pundak Bu Vika.
“Nggak boleh ngomong begitu, Bu. Dia kan sudah meninggal. Coba lah berpikir positif dulu sebelum menerima informasi baru” jelas ibu itu.

“Saya ngga ngawur kok, Bu. Wong suami saya yang cerita. Dia habis ketemu Pak Sukri” ujar Bu Vika.
Diantara ibu-ibu yang tengah gosip seputar Sekar, si tukang sayur, Pak Bahar, ikut menceritakan kejadian yang baru saja menimpanya.
“Saya juga sempat ketemu wanita aneh, jalannya diseret-seret. Darahnya banyak banget di pakaian yang dia pakai” terang Pak Bahar yang sontak menambah lebar pembicaraan ibu-ibu saat itu.
“Jangan-jangan itu juga Sekar” ucap Bu Vika.

“Saya nggak tau Sekar orangnya bagaimana, Bu” balas Pak Bahar.

“Kalau dari kata-kata Pak Bahar sih, itu tanda-tanda dari Sekar. Karena waktu mayatnya ditemukan, tubuhnya banyak sekali darah”
“Kapan Pak Bahar ketemu wanita itu?”

“Tadi. Baru tadi sebelum subuh waktu saya mau ke pasar ambil bahan buat dagang hari ini”
“Saya nggak berani, saya terus gas motor saya” terang Pak Bahar pada ibu-ibu yang menyimak ceritanya dengan raut muka penasaran.
Dalam waktu singkat, cerita-cerita warga mengenai teror Sekar dengan cepat meluas hingga membuat keadaan kampung mencekam.

(Bersambung)
Kapan lanjut lagi? Minggu depan. Saya update seminggu sekali. Tapi, jika sudah penasaran dan ingin baca duluan, Sekar Pati part 4 sudah tersedia di @karyakarsa_id , ya. Link saya cantumkan di bawah

"Sekar Pati"

Part 4 - Teror Semakin Meluas

karyakarsa.com/wahyuariyantn/…
Spoiler part 4 - Teror Semakin Meluas

Malam itu, Desa Sumberlawang diterpa hujan sangat deras, angin pun yang bertiup hingga menimbulkan suara yang cukup keras di telinga. Sudah satu bulan sejak berita kematian Sekar diterima,
di dalam rumahnya, Bu Wulandari masih kerap menangisi kepergian Sekar. Terlebih lagi dengan cara yang cukup mengenaskan.
Diantara hujan yang masih turun, tiba-tiba timbul suara ketukan dari kaca rumah beberapa kali. Awalnya hanya pelan, sehingga Pak Darmani dan Bu Wulandari hanya menganggap itu disebabkan oleh hujan atau angin yang membentur kaca tersebut.
Namun, lama-kelamaan suara ketuan itu semakin kencang dan semakin cepat.

Pak Darmani melangkah ke depan, tangannya meraih gagang pintu lalu membukanya. Tapi, setelah pintunya terbuka, tidak ada seorang pun yang terlihat.
Baru beberapa langkah masuk, langkahnya terhenti, tubuhnya tiba-tiba saja bergetar hebat sembari berkata kepada istrinya “Bu, tetap disitu ya, jangan kemana-mana” .
Diantara kumpulan bapak-bapak sore itu, tampak salah satu bapak-bapak tengah duduk bersila dengan wajah sangarnya. Dia adalah Pak Satria. Dia sedari tadi menyimak percakapan warga dengan seksama, memperhatikan setiap kronologi yang dicertiakan.
“Pak, apa boleh saya ikut bantu dengan masalah ini?” tanyanya.

Pak RT bingung dengan pertanyaannya. “Masalah yang mana, Pak?”

“Sekar” jawab Pak Satria singkat.
“Datang saja ke rumah saya nanti jam delapan malam kalau memang saya diizinkan membantu” ujar Pak Satria.

“Kenapa tidak disini saja, Pak?” tanya Pak RT
Pak Satria tersenyum. “Saya rasa, lebih aman jika dicertiakan di rumah saya saja” balas Pak Satria.
Sudah penasaran dengan lanjutan teror Sekar yang semakin membabi buta? Yang ingin baca duluan langsung merapat saja ke @karyakarsa_id ya. Link saya cantumkan di bawah. Maksimal besok, part 5 juga akan tayang lebih cepat di sana.

Terima kasih :)

karyakarsa.com/wahyuariyantn/…
Part 5 sudah tersedia di @karyakarsa_id ya. Disana lebih cepat 2 part dari pada di twitter
karyakarsa.com/wahyuariyantn/…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with w a h .

w a h . Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @wahyuariyantn_

Mar 2
"SEKAR PATI"

Part 2 - Sirine mobil menggema. Riuh warga ramai memadati. Tidak ada yang menyangka, wanita itu sekarang terbaring tanpa nyawa di dalam keranda.

- a thread

@bacahorror_id @IDN_Horor #ceritahorror #ceritaserem
Silakan tinggalkan terlebih dulu, ya... Sembari saya siap-siap pulang kantor. Yg ingin baca duluan dgn format e-book yg lebih nyaman saat dibaca, bisa ke link di bawah

Part 2 karyakarsa.com/wahyuariyantn/…

Part 3 karyakarsa.com/wahyuariyantn/…
Read 131 tweets
Feb 23
"SEKAR PATI"

Wanita cantik itu sekarang terbaring tanpa nyawa. Saat ditemukan, mayatnya sudah membusuk dikerubungi banyak lalat. Tapi, dimana saat kehidupannya berakhir, disitulah awal dari masa-masa kegelapan itu dimulai.

- a thread

@bacahorror_id @IDN_Horor #ceritaserem Image
Silakan tinggalkan jejak berupa RT/ like/ komentar terlebih dulu ya....
Yang mau baca dalam format yang lebih rapi, bisa baca melalui @karyakarsa_id ya. Link di bawah

karyakarsa.com/wahyuariyantn/…
Read 120 tweets
Feb 12
Aneh! Sebuah mobil ditemukan di dalam hutan Tambakromo, Pati, tanpa meninggalkan jejak roda. Padahal, jalan yang dilaluinya adalah jalan yang berlumpur.

(Cont)
Peristiwa aneh menimpa seorang pengemudi asal Malang Jawa Timur. Tanpa disadari mobil jenis Honda HRV dengan Nomor Polisi H 8630 TL yang dikemudikan Yuda itu tersesat di hutan. Tepatnya di sebelah selatan gunung liwung Desa Wukirsari, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati
Kejadian ini terjadi pada Sabtu 11 Februari sekitar pukul 01.00 WIB waktu setempat.
Read 15 tweets
Feb 6
BERTARUH NYAWA DI ALAS DEMIT

Part 6 - Kekuatan Berlipat
(Last Part!)

Malam itu suasana semakin gila, tanpa mereka sadari, pertarungan malam itu adalah pertarungan terakhir sebelum akhirnya mereka bebas dari cengkeraman Alas Demit.

@IDN_Horor @bacahorror_id #bacahorror
Siapkan cemilan, atur posisi ternyaman. Babak akhir petualangan Kelana, Sanjaya dan Zafar di Alas Demit akan segera menemui ujungnya.
Yg mau baca dalam bentuk ebook yg lebih nyaman saat dibaca, bisa baca disini ya 👇🏻

karyakarsa.com/wahyuariyantn/…
Read 118 tweets
Jan 26
BERTARUH NYAWA DI ALAS DEMIT

Part 5 - Pertarungan

Bagai hewan buas lapar yang baru melihat santapannya, dia berlari lalu mencengkeram dengan kedua tangannya. Sekarang, pilihannya hanya bertarung atau mati tanpa perlawanan.

@IDN_Horor @bacahorror_id #malamjumat #ceritaserem
Bagi yg mau baca dalam bentuk yg lebih rapi, bisa baca duluan di @karyakarsa_id ya...

Link di sini : karyakarsa.com/wahyuariyantn/…
Read 144 tweets
Jan 19
"BERTARUH NYAWA DI ALAS DEMIT"

Malam itu, meski gelap, langit bercahaya terang karena banyak bintang. Namun, meski begitu, dada Kelana juga dipenuhi rasa bimbang dan sesak.

Part 4 - Kedamaian Di Balik Alas Demit

@bacahorror_id @IDN_Horor #malamjumat #ceritaserem #threadhorror Image
Mulai ya
Yang mau baca dengan format yang lebih rapi dan enak dibaca, bisa melalui @karyakarsa_id , ya. Link di bawah

karyakarsa.com/wahyuariyantn/…
Read 151 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(