Wallensky Profile picture
May 6, 2023 149 tweets 14 min read Read on X
Setelah masuk dan mengunci pintunya, Marlina langsung berjongkok di lantai kamar mandi. Perutnya makin melilit. Lalu dia paksakan mengejan hingga akhirnya terasa ada sesuatu yang keluar dari kemaluannya..

Plok!
Marlina menjerit tertahan dengan mata terbelalak!

Ada telur berwarna abu-abu berbintik hitam yang langsung menggelinding di lantai kamar mandi!
Segera posting bersambung di Twitter! Silahkan like, rt, atau tinggalkan jejak supaya nggak ketinggalan updatenya!

Yang mau nyimak di @karyakarsa_id bisa langsung klik link berikut ini:
karyakarsa.com/Wallensky/suam…
SUAMI

(Bagian 2)

---------------
Dan akhirnya malam yang dinantikan pun tiba. Kini Marlina sedang duduk berkhidmat di atas ranjang dalam sebuah kamar hotel melati yang dia sewa.
Dia sengaja mencari hotel yang letaknya jauh dari rumah karena takut kalau ada tetangga yang memergoki. Dia pun terpaksa berbohong pada Sinta dengan mengatakan kalau dia harus lembur sampai besok pagi.
Diliriknya jam dinding, hampir tengah malam. Rasa gelisah dan gugup bercampur jadi satu dengan irama jantungnya yang berdetak tak beraturan.
"Tenang Marlina.. Tenang.. Kamu pasti bisa.. Ingat uangnya.." Batinnya coba membesarkan nyali demi meredam rasa gugup.
Dipandanginya ranjang penuh taburan bunga yang menebarkan aroma wangi sedap malam. Dipastikannya kembali aroma tubuhnya sendiri yang tercium tak kalah semerbak.
Sebentar lagi 'Dia' datang. Tak ada lagi kata mundur. Sudah terlambat untuk berpikir ulang. Kesulitan hidup yang selama ini dia alami bagai bara api yang membakar tekadnya.
Teng!

Jarum jam menunjukkan tepat pukul 12 malam. Mendadak suasana jadi hening. Dunia seolah terhenti. Deru kendaraan yang lalu-lalang di luar sana seakan hilang begitu saja.
Lalu entah darimana, ada hawa dingin yang berhembus menerpa tengkuk Marlina hingga dia merinding.
Udara dalam kamar tiba-tiba saja terasa begitu dingin. Marlina makin gelisah terbawa suasana yang menjurus mistis.
Hingga tak lama berselang, lampu kamarnya tiba-tiba saja berkedip-kedip, lalu mati.

Pet!
Marlina spontan mendongakkan kepala. Apakah ini pertanda kalau calon suaminya sudah hadir? Tapi dia malah khawatir kalau lampunya mungkin saja memang bermasalah.
Marlina turun dari ranjang sekedar untuk memeriksa. Dia tak ingin hal sepele macam ini jadi merusak segalanya. Namun tiba-tiba..

"Apa kamu sudah siap?"
Marlina kaget! Suara siapa itu? Dia memicingkan mata memaksakan pandangan menembus remang demi melihat ke arah sumber suara. Dan akhirnya dia temukan apa yang dia cari...
Di sana, di balik kegelapan, terlihat seorang lelaki sedang duduk di kursi membelakangi dirinya. Padahal jelas-jelas kursi itu tadinya ada di tempat lain. Bagaimana bisa?
Lantas Marlina teringat cerita Ningsih, kalau siluman itu bisa hadir dengan berbagai macam cara. Namun Marlina tak berani mendekat. Sementara lelaki itu masih duduk di sana seolah sedang menikmati suasana.
"Kenapa diam? Apa kamu sudah siap?" Tanya lelaki itu mengulangi pertanyaannya.
Marlina mengangguk. Dia berusaha bersikap setenang mungkin. Tapi rasa takut yang sejak tadi jinak kini malah merajalela.
"Buka pakaianmu. Berbaringlah di atas ranjang." Perintah lelaki itu dengan suara yang berat dan berwibawa layaknya raja yang tengah bersabda.
Marlina ragu. Tapi mau bagaimana lagi? Batinnya mengatakan kalau dia harus menuruti permintaan itu. Meski malu-malu, dia mulai menanggalkan seluruh pakaiannya kemudian berbaring di atas ranjang dengan tubuh yang kini polos.
Dalam posisi rebah, mata Marlina terpejam. Jujur saja, dia benar-benar takut. Keberanian yang sejak tadi dia kumpulkan seolah lenyap begitu saja. Langsung terbayang sosok ular yang jadi momok bagi dirinya.
Sejenak Marlina menunggu perintah selanjutnya. Namun suasana yang kembali hening malah membuatnya jadi heran sendiri.
Pelan-pelan dia membuka mata lalu melirik ke arah kursi yang telah kembali ke tempatnya semula. Tapi lelaki itu sudah tak ada.

Kemana dia?
Marlina memberanikan diri bangun dari rebah lalu duduk di atas kasur. Ditariknya selimut demi menutupi tubuh telanjangnya yang kedinginan. Matanya jelalatan menjelajah seisi ruang redup. Namun lelaki itu tak juga ditemukan. Apa dia pergi?
Marlina tergerak untuk bangkit dari ranjang. Namun belum apa-apa, dia kembali terkejut saat lelaki itu tiba-tiba sudah berdiri di sudut kamar tak jauh dari ranjangnya.
Marlina diam membeku. Dia terkesima. Alih-alih melihat tampang yang menakutkan, dirinya malah disuguhi pemandangan yang membuat jantungnya jadi berdebar-debar...
Diterangi sedikit cahaya yang tembus dari luar, nampaklah sosok lelaki itu sebatas pinggang ke atas yang tanpa mengenakan pakaian.
Wajahnya begitu tampan nyaris tanpa cela. Kulitnya putih bersih. Tubuhnya kekar dan atletis dengan otot mengukir layaknya dewa-dewa dari Yunani.
Namun semua kekaguman itu seketika sirna saat lelaki itu maju dua langkah hingga seluruh badan telanjangnya jadi terlihat.

Astaga!
Marlina tersurut mundur sambil memalingkan wajah! Ternyata kemaluan lelaki itu berupa seekor ular bersisik kehijauan yang meliuk-liuk sambil mendesis-desiskan lidahnya!

Ya Tuhan!
"Kenapa? Kamu takut? Kamu bisa mundur kalau kamu takut." Ucap lelaki itu sambil bertolak pinggang seolah memamerkan kejantanannya yang tak henti mendesis.
Marlina menelan ludah. Semua ini sungguh jauh di luar dugaannya. Dia memang telah siap dengan segala kemungkinan. Tapi kemaluan berupa ular adalah kemungkinan paling gila yang sungguh tak terbayangkan.
Mengapa Ningsih tak pernah cerita? Apa jangan-jangan sahabatnya itu sengaja menyembunyikannya agar dirinya tak takut?
Marlina coba menguasai diri. Setengah mati berusaha menahan rasa takut bercampur jijik yang membuat bulu kuduknya jadi bergidik.
Namun dia kesulitan untuk menyingkirkan semua rasa itu. Bagaimana bisa? Dia tak sanggup membayangkan seandainya binatang melata itu benar-benar masuk ke dalam organ kewanitaannya. Apa jadinya nanti?
Tapi lelaki itu seperti tau apa yang ada dalam pikiran Marlina. Dia kembali berucap dengan suara lembut yang sedikit membujuk.
"Kamu tidak perlu khawatir. Aku takkan menyakitimu. Kamu adalah calon istriku. Aku akan memperlakukanmu dengan baik dan akan memberikanmu kesenangan yang belum pernah kamu rasakan."
Mendengar ucapan itu Marlina jadi sedikit lebih tenang. Tapi dia belum sepenuhnya percaya. Apa iya seperti itu? Bagaimana kalau dia bohong? Jika manusia saja bisa ingkar, apalagi siluman?
Namun lelaki itu mulai mendekat. Suara desis ular di sela pangkal pahanya terdengar makin menakutkan.
Marlina cuma bisa pasrah lalu kembali berbaring sambil memejamkan mata. Sudah kepalang tanggung, apa pun yang terjadi, terjadilah.
Sang siluman perlahan ikut berbaring persis di samping Marlina. Namun siapa sangka, ternyata tubuh lelaki itu begitu wangi. Aromanya sama persis seperti parfum yang sering digunakan Ningsih.
Lelaki itu pun memulai aksinya. Marlina hanya diam ketika sang siluman mulai menjamah setiap jengkal lekuk tubuhnya yang padat berisi.
Lelaki itu benar-benar menepati ucapannya. Sentuhannya begitu lembut hingga membuat Marlina mulai terlena.
Namun ketika kedua paha Marlina dibentangkan dan ular kejantanan lelaki itu menemukan 'sarangnya', Marlina seketika memekik!

-----bersambung-----
Tapi pekiknya bukan karena sakit. Melainkan karena terkejut merasakan sensasi rasa yang sungguh luar biasa...
Marlina memang sudah pernah menikah sebelumnya. Namun dia tak pernah merasakan hal semacam itu saat melakukannya dengan suaminya dulu.
Dan akhirnya terjadilah. Dua mahluk berbeda alam menyatu dalam sebuah perbuatan terlarang. Marlina bagai dibawa terbang menembus awan. Rasanya seperti masuk ke alam mimpi hingga waktu seolah terabaikan.
Entah berapa lama semua itu terjadi. Sampai akhirnya semuanya selesai. Marlina terkulai lemas sambil menggigit bibir.
Rasa takutnya sudah hilang entah kemana. Berganti dengan luapan rasa yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Namun sejak tadi matanya tetap terpejam. Tapi dengan begitu, justru semuanya bisa dia nikmati tanpa rasa takut.
"Istriku, aku pergi dulu. Sampai jumpa lagi." Bisik lelaki itu persis di telinga Marlina.
Marlina cuma mengangguk lalu memberanikan diri membuka mata. Kini lelaki itu telah berdiri persis di samping ranjang, lalu tiba-tiba menghilang.
Marlina bernapas lega. Malam pertamanya telah usai. Tapi mengapa dia seolah menyesali kepergian lelaki itu? Mungkin terdengar sedikit gila, namun kini terselip rasa rindu dalam lubuk hatinya.
Marlina meraih segelas air putih di atas meja yang ada di samping ranjang. Dia tenggak isinya sampai habis. Tubuhnya yang lengket bermandikan peluh membuatnya jadi jengah. Dia ingin segera mandi.
Namun ketika dia turun dari ranjang dan menjejakkan kakinya di lantai, terasa ada sesuatu yang terinjak. Dia spontan melihat ke bawah dan langsung terperangah sampai melongo..
Uang! Lantainya penuh dengan uang! Bertebaran memenuhi lantai di sekitar ranjangnya! Gila! Apakah ini nyata?
Diambilnya selembar uang pecahan 100 ribu lalu diterawangnya untuk memastikan kalau itu benar-benar uang asli. Kemudian dia pun melonjak kegirangan seperti orang gila!
"Kaya! Aku sekarang jadi orang kaya! Ya Tuhan, apakah ini mimpi?"
Lalu dia tersenyum geli. Jelas-jelas dia tak bermimpi. Bukankah dia baru saja melacurkan diri kepada siluman? Namun dia tak perduli. Yang penting adalah hasilnya!

Dan ini baru malam pertama!

*******
"Bagaimana Lin? Berhasil?" Tanya Ningsih saat dia berkunjung ke rumah Marlina esok harinya.
Marlina mengangguk sambil tersenyum bangga. Lalu dia membuka tas yang ada di dekatnya dan langsung diperlihatkan kepada Ningsih.
"Waw! Berapa banyak?" Ningsih membelalakkan mata seraya berdecak kagum.
"Satu tas penuh! Aku belum hitung. Mungkin ratusan juta." Jawab Marlina dengan girangnya.
"Sinta gimana? Dia curiga nggak?" Tanya Ningsih lagi.

"Aman. Dia nggak tanya apa-apa. Lah wong pulang-pulang langsung aku belikan makanan kesukaannya. Trus aku kasih duit. Aku bilang itu hasil lembur tadi malam."
"Bisa aja kamu. Trus semalam 'rasanya' gimana?" Ningsih mengedipkan mata sambil sunggingkan senyum nakal.
"Gila Ning! Teguh nggak ada apa-apanya! Tapi kamu kok nggak cerita kalau kejantanannya berbentuk ular? Aku sampai kaget!" Jawab Marlina.
"Hahaha.. Iya maaf. Aku memang sengaja kasih kejutan. Habis kalau aku cerita, kamu pasti ketakutan. Malah bisa-bisa kamu nggak jadi."
Marlina tersenyum mendengar jawaban itu. Ningsih benar. Hal itu memang membuatnya terkejut. Tapi apa pun itu, semuanya kini telah berhasil dia lalui. Sekarang tinggal langkah selanjutnya. Mencari tumbal...
"Kamu sudah dapat calon tumbalnya Lin?" Tanya Ningsih kini dengan wajah serius.
"Belum Ning. Tapi pasti segera aku cari. Kamu ada saran?" Sahut Marlina setengah berbisik.
"Nggak ada. Kamu kan tau sendiri, aku sudah lama nggak tinggal di sini, jadi aku nggak tau dimana ada wanita yang hamil tua atau bayi yang baru lahir."
Marlina mengangguk. Dia juga belum tau dimana harus mencarinya. Lalu dia teringat kalau pernah melihat ada tetangganya yang sedang hamil besar. Dia pun langsung tersenyum dengan mata memicing licik.
"Lin. Besok aku pulang. Jaga dirimu baik-baik. Mulai sekarang kita harus sering-sering berkabar. Lain waktu aku undang kamu untuk datang ke rumahku." Ujar Ningsih memohon pamit.
"Terima kasih ya Ning. Aku nggak tau harus bilang apa. Kamu memang dewa penolongku." Balas Marlina lalu memeluk sahabatnya itu erat-erat.

*******
Seminggu telah berlalu. Kini Marlina bagai menemukan kehidupannya yang telah lama hilang.
Dia pun berniat untuk keluar dari pekerjaannya. Sesuai saran Ningsih, dia akan memulai sebuah usaha sebagai penyamaran agar semuanya terlihat wajar di mata orang.
Marlina berniat untuk membuka salon kecantikan atau toko kosmetik sesuai apa yang digelutinya selama ini. Tapi itu urusan nanti. Sekarang yang terpenting adalah mencari tumbal secepatnya.
Hingga malam itu, tepat malam ke-10, Marlina merasakan nyeri di perutnya. Rasanya seperti ditusuk-tusuk. sebentar datang, lalu hilang lagi.
Sebenarnya sudah beberapa hari dia merasakan sakit itu. Tapi kini rasa sakitnya kian tak tertahankan.
"Ya Tuhan, apakah ini sudah waktunya?" Marlina membatin sambil mengusap-usap perutnya.
Sudah hampir tengah malam, diliriknya Sinta yang sedang tertidur pulas. Mendadak rasa mulas itu kembali datang. Namun kali ini rasa sakitnya sungguh tak kira-kira. Marlina pun segera berlari menuju kamar mandi.
Setelah masuk dan mengunci pintunya, dia langsung berjongkok di lantai kamar mandi.
Perutnya makin melilit. Lalu dia paksakan mengejan hingga akhirnya terasa ada sesuatu yang keluar dari lubang kemaluannya..

Plok!
Marlina menjerit tertahan dengan mata terbelalak!

Ada telur berwarna abu-abu berbintik hitam yang langsung menggelinding di lantai kamar mandi!
Namun belum hilang rasa kagetnya, kembali terasa ada sesuatu yang meluncur keluar dari organ kewanitaannya..

Plok!

Plok!
Keluar secara beruntun dua butir telur berbentuk sama yang berlumuran darah bercampur lendir.
Marlina spontan berdiri meski darah kini meleleh di kedua pangkal pahanya yang menebarkan bau amis.
Dia segera menjauh ke sudut kamar mandi sambil memandangi ketiga butir telur aneh itu. Meski sebenarnya dia sudah tau hal ini akan terjadi, namun tetap saja dia terkejut.
Sejenak dia menunggu sambil bersandar pada dinding kamar mandi. Lalu tiba-tiba dua dari tiga butir telur itu nampak bergerak-gerak lalu pecah!

Krak!

Astaga!
Marlina menjerit tertahan saat melihat ada dua ekor ular kecil bersisik kehijauan yang keluar dari dalam cangkang telur yang pecah!

-----bersambung-----
Marlina sampai mengangkat satu kaki saking takutnya. Sesaat ular-ular itu menggeliat di lantai kemudian dengan anehnya tiba-tiba saja hilang tanpa bekas!
"Kemana ular-ular itu?"

Batin Marlina bertanya dalam takut. Dia masih belum berani bergerak. Bisa jadi ular-ular itu sembunyi di balik ember.
Matanya jelalatan memperhatikan sekitar, namun sepertinya ular-ular itu benar-benar telah lenyap.
Perlahan Marlina menurunkan kembali satu kakinya. Kini dipandanginya sebutir telur yang tersisa.
Dia telah siap kalau memang telur itu juga pecah seperti yang lain. Namun setelah menunggu beberapa saat, tak ada lagi yang terjadi.
Dengan ragu-ragu Marlina mendekati telur itu. Diambilnya air dengan gayung lalu menyiram telur itu berulang kali demi membasuh noda darah dan lendir yang melekat pada cangkangnya.
Kemudian Marlina memberanikan diri memungutnya. Dibersihkannya telur itu dengan ujung dasternya hingga kering, lalu dia tersenyum sambil menimang-nimang telur itu dalam genggamannya.
"Maa... Mama lagi ngapain?" Terdengar suara Sinta di luar sana.
Marlina seketika gelagapan sambil menggerutu. "Aduh! Mau apa sih anak itu? Kok tumben malam-malam begini dia bangun?"
"Iya sebentar. Mama lagi buang air." Jawab Marlina sekenanya.

"Cepetan ma! Sinta kebelet pipis! Udah nggak tahan!" Sahut Sinta setengah berteriak.
Marlina segera memungut bekas cangkang telur yang pecah tadi lalu meremukkannya hingga jadi serpihan-serpihan kecil. Dia pun cepat-cepat membuangnya ke lubang wc lalu menyiramnya dengan air sebanyak mungkin.
"Maa! Ayo dong! Sinta udah nggak tahan!" Teriak Sinta memaksa sambil mengetuk pintu berulang kali.
"Iya, Ini udah selesai." Sahut Marlina lalu membuka pintunya sambil menyembunyikan telur yang masih utuh di balik dasternya.
Sinta bergegas masuk tanpa menunggu Marlina keluar hingga mereka hampir bertabrakan di depan pintu. Namun wajah Sinta berubah saat matanya melihat kaki mamanya.
"Ma? Mama kenapa? Itu kok berdarah?" Tanya Sinta sambil menunjuk lelehan darah yang mengalir sampai betis Marlina.
Marlina kaget lalu mengutuk diri sendiri. "Astaga! Bodohnya aku! Kenapa bisa sampai lupa?"
"Oh, ini tadi waktu buang air, mama mendadak 'dapet', jadinya mama nggak siap pembalut. Baru aja mau mama bersihkan, tapi kamu keburu dateng." Jawab Marlina coba berkilah.
"Idih! Mama jorok!" Sinta mengejek lalu buru-buru meminta mamanya keluar kemudian menutup pintu kamar mandi.
Marlina bergegas masuk ke dalam kamar. Hatinya lega karena nampaknya Sinta percaya bualannya dan tak memperhatikan apa yang dia sembunyikan di balik dasternya.
Dia cepat-cepat sembunyikan telur itu dalam lemari di sela-sela tumpukan pakaian lama pada ambalan paling bawah. Dia yakin kalau Sinta takkan bisa menemukannya.
Lantas dibersihkannya lelehan darah pada kedua kakinya. Berlembar-lembar tissue dia habiskan hingga akhirnya noda itu hilang meski bau amisnya masih samar tercium.
"AAAH! MAMAA!"

Terdengar suara Sinta memekik dari kamar mandi. Marlina bergegas kembali ke sana dan mendapati Sinta sedang berdiri ketakutan persis di luar kamar mandi.
"Kenapa?" Tanya Marlina.

"Ular ma! Ada ular kecil-kecil di dalam kamar mandi!" Sahut Sinta setengah berteriak dengan wajah pucat sambil menunjuk-nunjuk.
"Ya Tuhan.. Jangan-jangan ular yang tadi?" Batin Marlina coba menerka. Diambilnya sapu demi mempersenjatai diri.
mendadak terdengar suara yang begitu dia kenali.

"Jangan kamu sakiti ular-ular itu. Mereka anak-anak kita."
Marlina kaget hingga sapu di tangannya terlepas. Di sudut sana, sang siluman berdiri sambil menatap tajam ke arahnya.
Lelaki itu kini mengenakan pakaian yang aneh. Marlina melirik ke arah Sinta demi melihat respon gadis belia itu. Tapi nampaknya Sinta tak bisa melihat keberadaan sang siluman.
Marlina mengangguk. Lalu dia coba membujuk Sinta agar putrinya itu tidak bertambah panik.

"Ular apa sih? Jangan ngaco deh. Kamu kan baru bangun tidur? Mungkin kamu masih ngantuk makanya jadi ngelantur." Ujar Marlina coba beri penjelasan yang masuk akal.
Sinta terdiam. Sepertinya dia terpengaruh ucapan Marlina. Terlihat dari wajahnya yang jadi meragu.
Marlina pun ambil kesempatan dengan kembali ucapkan kalimat yang bisa membuat putrinya tenang.

"Sudah, nggak ada apa-apa. Lebih baik kamu tidur, besok kan sekolah? Nanti kamu kesiangan."
Sinta mengangguk mengiyakan. Dia pun berbalik pergi menuju kamar. Marlina lega. Matanya kembali melirik ke arah siluman tadi, namun rupanya dia telah pergi.
Sesaat Marlina tertegun. Terngiang kembali ucapan siluman itu.

"Anak-anakku? Ya Tuhan, aku punya anak seekor ular."
Namun Marlina tak ingin perasaannya terlalu larut dalam drama. Dia sadar kalau ini adalah resiko dari perbuatannya. Sebuah resiko yang dianggapnya setimpal dengan hasil yang dia raih.
Dia pun kembali masuk ke kamar mandi demi membilas kaki dan kemaluannya yang masih berbau amis.
Namun setelah selesai dan baru saja melangkah keluar dari kamar mandi, dia merasa ada sesuatu yang licin menyentuh mata kakinya..

Astaga!
Ular-ular tadi! Entah darimana datangnya tiba-tiba saja sudah melilit pergelangan kakinya!
Setengah mati Marlina menahan diri agar tak menjerit. Tapi rasa jijik bercampur takut membuat tubuhnya jadi gemetar.
Sejenak Marlina cuma bisa diam mematung. Dia tak tau harus bagaimana. Ingin rasanya dia ambil sapu atau apapun untuk mengusir ular-ular itu.
Namun dia sadar kalau dia tak boleh melakukannya. Suka tak suka, mau tak mau, dia harus menerima keberadaan ular-ular itu sebagai anak-anaknya.
Lalu tiba-tiba ular-ular itu menggigit kakinya!

Marlina spontan menjerit sambil menutup mulutnya dengan tangan agar suaranya redam. Dia tak mau kalau Sinta sampai mendengarnya.
Marlina meringis menahan rasa nyeri saat kedua ular itu seolah menghisap darahnya.
Hingga akhirnya ular-ular itu melepaskan pagutannya lalu merayap pergi meninggalkan Marlina yang merasakan kakinya kini jadi nyut-nyutan.
Marlina limbung hingga terduduk di lantai. Dipandanginya luka bekas gigitan ular yang merona di kedua pergelangan kakinya.
Hampir 10 menit dia duduk hingga akhirnya kakinya terasa normal kembali. Dia pun bergegas pergi ke kamar meski berjalan sedikit pincang.

*******
Pagi buta Marlina terbangun dan langsung memperhatikan kedua kakinya. Dia heran, luka bekas gigitan itu telah hilang.
Dia pun tak lagi merasakan sakit. Dia coba bawa kakinya untuk berjalan, tak ada masalah. Segalanya nampak baik-baik saja.

Hufffth...
Marlina bernapas lega. Jujur saja, dia sama sekali tak tau hal itu akan terjadi. Memang dia sudah banyak dapat petunjuk dari Ningsih. Namun rupanya masih banyak hal yang luput untuk disampaikan. Termasuk gigitan ular-ular itu.
Tadinya Marlina takut kalau gigitan itu mengandung bisa. Namun kini dia sadar. Gigitan itu bukan untuk 'memberikan' sesuatu, melainkan untuk 'mengambilnya'. Dan itu adalah darahnya.
Apa maksud ular-ular itu menghisap darahnya? Setaunya, binatang melata itu tak punya kemampuan untuk menghisap. Namun dia sadar, ini bukan ular biasa. Nanti dia hendak tanyakan hal itu pada Ningsih.
Marlina menjalankan rutinitas pagi seperti biasanya. Namun sejak dia punya banyak uang, dia jadi sedikit malas untuk melakukan semua itu.
Dia sudah tak sabar ingin segera membeli rumah yang jauh lebih besar dan mempekerjakan pembantu untuk mengurus segalanya. Sama seperti saat dia masih tinggal bersama orang tuanya di masa jayanya dulu.
Namun dia sadar kalau uangnya saat ini belum cukup. Dia pun makin tak sabar menunggu malam berikutnya.
Harus diakui, kini dia rindu pada suami gaibnya itu. Wajahnya yang tampan, tubuhnya yang kekar serta kemampuannya dalam memuaskan hasrat sungguh membekas dalam ingatan.
Tapi segala lamunannya seketika buyar saat dia teringat sesuatu yang teramat penting.

Mencari tumbal...

--Bersambung ke bagian 3--

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Wallensky

Wallensky Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @wallensky10

Aug 28
SEKAR GEDANG

Bab 8

@Penikmathorror @IDN_Horor @ceritaht @bacahorror Image
SEKAR GEDANG - Bab 8

***

Samsuri melirik Sri yang duduk manis bersanding dengannya di pelaminan. Hari ini, mereka resmi menjadi pasangan suami istri.
Read 86 tweets
Aug 9
SEKAR GEDANG

Bab 7

@Penikmathorror @IDN_Horor @ceritaht @bacahorror Image
SEKAR GEDANG - Bab 7

***

Samsuri termenung di ruang tamu. Sudah dua minggu Ninik dan bu Sopiah tak ada kabarnya. Kemana mereka? Samsuri benar-benar bingung dibuatnya.
Read 97 tweets
Jul 27
SEKAR GEDANG

Bab 6

@Penikmathorror @IDN_Horor @ceritaht @bacahorror Image
SEKAR GEDANG - Bab 6

***

Ninik terbangun saat mendengar adzan Subuh berkumandang. Dia kaget mendapati dirinya tidur di ranjang berhiaskan bunga-bunga bersama seorang lelaki yang berbaring di sampingnya.
Read 88 tweets
Jul 12
SEKAR GEDANG

Bab 5

@Penikmathorror @IDN_Horor @ceritaht @bacahorror Image
SEKAR GEDANG - Bab 5

***

Samsuri termenung, kepalanya tertunduk dalam-dalam. Lantunan ayat suci dari para jamaah pengajian di sekitarnya seolah terdengar sayup dan jauh. Dia memang membaur, tapi seperti ada di tempat lain.
Read 89 tweets
Jun 29
SEKAR GEDANG

Bab 4

@Penikmathorror @IDN_Horor @ceritaht @bacahorror Image
SEKAR GEDANG - Bab 4

***

Malam sudah larut, tapi Samsuri masih merenung. Pikirannya ruwet, kepalanya mumet. Bukan masalah hutang, apalagi kekurangan uang, tapi masalah Harso yang sudah berkali-kali merongrong dengan berbagai macam alasan.
Read 85 tweets
Jun 22
SEKAR GEDANG

Bab 3

@Penikmathorror @IDN_Horor @ceritaht @bacahorror Image
WARNING ⚠️

Thread ini berisi konten utk usia 21+. Bijaklah dalam memilih bahan bacaan.
Read 99 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(