w a h . Profile picture
May 18 133 tweets 17 min read Twitter logo Read on Twitter
"SEKAR PATI"

Dalang kematian Sekar mulai muncul dan melancarkan aksinya. Dia bersekutu dengan demit untuk memuluskan tujuannya.

Part 7 - Ritual Sesat

@bacahorror @IDN_Horor #ceritahorror #threadhorror Image
Sayup-sayup suara adzan Subuh bersahutan menggema. Suara burung-burung pun sudah mulai berkicauan. Waktu sudah menunjukkan pukul empat pagi, artinya sang fajar sebentar lagi akan terbit dari ufuk timur.
Namun, diantara pagi yang sebentar lagi membangunkan orang-orang agar mulai beraktivitas, Yuda malah masih
melek dengan matanya yang enggan terpejam sedikitpun semalaman suntuk. Malam itu perasaannya kacau.
Hal itu disebabkan karena baru saja ia mendapati kekasihnya Sekar tergeletak di dalam kamar kosnya bermandikan darah tak bernyawa. Yuda dihantui rasa takut sekaligus
bersalah akibat masalah itu.
“Arrrgggghhh… Bangsat!”
teriak Yuda sambil
memaki, memaki dirinya sendiri.

Keringat dingin tak berhenti bercucur melewati dahi dan seluruh tubuhnya juga semakin basah kuyup oleh keringat dinginnya sendiri. Yuda terus-terusan berteriak, memaki dirinya sendiri.
"Tidak…. Aku tidak bersalah…” gumamnya dalam hati.

Pasalnya, ia tidak tahu apa yang dilakukan Sekar sebelum akhirnya nyawanya hilang secara tragis.
Bahkan, mungkin sampai sekarang belum ada orang yang
mengetahui jika Sekar telah mati bersimbah darah di dalam kamar kosnya.

“Sekar…. Apa yang kamu lakukan….”
Pertanyaan itu terus terngiang di kepala Yuda
Ia tidak tahu apa yang dilakukan Sekar sampai akhirnya tewas dengan keadaan mengenaskan seperti itu. Yuda mencoba memejamkan matanya, bermaskud istirahat agar sedikit tenang,
namun bayang- bayang itu malah semakin terus terngiang-ngiang di kepalanya. Bahkan, ia memukul kasurnya berkali-kali, kepalanya panas bagai disiram air panas. Hingga tak sengaja tangannya menyenggol gelas yang berisikan air putih yang tadi ia minum sampai pecah membentur lantai
“Pyaaarrrr!!!”

Yuda terkejut, ia berlutut lalu mengambil pecahan gelas tadi dengan tangan gemetar. Yuda buru-buru membereskannya, khawatir ada orang rumah yang menyadari kegaduhan di dalam kamarnya. Namun, ternyata ada seseorang yang menyadarinya di luar.
“Yuda” panggilnya dari balik pintu kamar.

Yuda menoleh dengan alis terangkat dan raut muka yang tegang.

“Ada apa, Yuda?” tanyanya lagi.
Itu adalah pamannya, yang tinggal bersama keluarganya sejak lama. Yuda biasa memanggilnya dengan ‘Paman Harja’ atau ‘Paman Kumis’ karena memiliki kumis yang panjang hingga hampir menutupi mulutnya.
“Boleh paman masuk?”
Yuda memang lebih akrab dengan pamannya ketimbang dengan kedua orang tuanya.
Hal itu disebabkan ayah ibunya yang banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja di luar kota, pulang satu minggu sekali saja sudah syukur dan jarang sekali Yuda bertemu ayah ibunya lengkap dalam satu hari.
Memang malang nasib Yuda soal kehidupan keluarga. Namun beruntung, ada pamannya yang tiap hari ada di rumah dan tidak jarang menjadi teman ngobrolnya ketika Yuda mengalami banyak masalah.
“Iya, Paman. Masuk aja.” Jawab Yuda.
Paman Harja berjalan pelan masuk ke dalam kamar Yuda, lalu dia mendadak melontarkan sebuah pertanyaan yang membuat jantung Yuda berdecak.
“Yuda, apakah kamu percaya jika ada sesuatu hal di sekitar kita yang bisa kita rubah kenyataannya?” tanya Paman Harja tiba-tiba.

“Ha? Maksud paman apa?” tanya Yuda bingug.
Paman Harja ini bagi orang tertentu dikenal memiliki sedikit keahlian spiritual yang tak banyak orang tahu. Sebagai keponakannya, Yuda pun tak banyak mengetahui seluk beluk pamannya terkait hal itu.
“Paman tahu apa yang baru saja terjadi dan menimpamu.”

Yuda menggeleng cepat. “Tidak terjadi apa-apa, Paman. Aku baik-baik saja.” Jawab Yuda cepat.
Namun, perkataan Paman Harja selanjutnya semakin membuat Yuda terkejut. “Apa kamu tidak takut jika semua itu terbongkar dan kamu akan dicari oleh banyak orang?”
“Paman bicara apa? aku nggak paham.” Yuda masih mengelak.

“Terus terang saja.” tegas Paman Harja.
“Aku tidak tahu, Paman. Aku takut. Aku takut menerima kenyataan jika semua ini telah terjadi. Aku harus apa?” kata Yuda sambil menunduk.
Yuda menunduk lesu. Ia mulai menunjukkan raut wajah takutnya di hadapan pamannya. Bulir air matanya pun mengalir keluar dengan sendirinya.

“Yuda...” panggil Paman Harja.
“Kamu tahu kan, kalau paman sudah menganggap kamu seperti anak paman? Paman selalu berusaha membantu jika kamu mengalami masalah.”
Yuda mengangguk. “Lalu? Aku harus melakukan apa, Paman? Menunggu polisi kemari dan menangkapku? Aku tidak mau itu terjadi. Aku tidak mau masuk penjara, Paman.” ucap Yuda dengan napas tak beraturan. Ia menangis dalam diam.
“Tenanglah dulu.”

“Dengan kondisi seperti ini, bagaimana caraku tenang?” rengek Yuda.

“Berhenti menyalahkan dirimu sendiri, Yuda! Dengarkan, Paman. Paman akan membantumu. Nanti sore, ikut paman.”
“Kemana? Paman mau membawaku ke kantor polisi?” balas Yuda ketus.

“Enggak, Yuda. Sudah, nurut saja dengan kata, Paman. Kamu ingin masalah ini bisa teratasi kan?” ucap Paman Harja, seraya melangkah keluar dari kamar Yuda.
Setelah perdebatan panjang, Yuda pun setuju, jika pamannya berniat membantunya dalam masalah ini ia tidak merasa keberatan, , apa lagi, ia sendiri bingung harus melakukan apa. Tapi, paman mau mengajak kemana? Pertanyaan itu masih berputar di kepalanya.
Kini Yuda kembali sendiri di dalam kamar, meratapi sebuah kenyataan yang menimpanya akibat ulahnya sendiri. Tak dapat ia pungkiri, jika dialah yang menghamili Sekar, dan memaksanya agar menggugurkan kandungannya demi nama baiknya dan nama baik keluarganya.
Tapi, rencana yang ia kira akan berjalan lancar, nyatanya malah membuat Sekar terenggut nyawanya.

“Kenapa ini harus terjadi? Aku benci dengan semuanya! Arrrrggggghhhh!!!”
***
“Ayo, Yuda... Berangkat.” Panggil Paman Harja dari luar kamar Yuda.

Yuda masih murung menyesali keadaan. Semangat hidupnya seolah hilang, berganti dengan keputus asaan yang menyelimuti hati dan pikirannya.
“Yuda” panggil Paman Harja seraya membuka pintu kamar Yuda. Di situ Yuda melihat Pamannya sudah berpakaian rapi siap untuk pergi.

“Kemana, Paman? Kenapa paman mengajakku pergi sementara keadaanku masih begini?”
“Justru paman hendak membantumu agar kamu tidak merasakan seperti ini dan bisa kembali merasakan tenang, Yuda.” ucap Paman Harja.
“Percaya dengan paman. Paman akan membantumu” imbuh Paman Harja.

Yuda pun bangun, berjalan menjauhi ranjangnya lalu menghampiri pamannya di luar kamar. “Ayo, Paman.” Ucapnya.
“Kamu tidak ingin mandi? Basuhlah wajahmu dulu.”

Beberapa menit kemudian, dengan mobil Yuda, Paman Harja membawa Yuda ke tempat yang menjadi tujuannya. Saat dalam perjalanan, Yuda membisu tanpa sekecap kata, ia hanya melamun dengan dua bola matanya menatap ke jalanan.
“Yuda... Sejatinya, segala sesuatu yang terjadi di dunia ini pasti ada sebab musababnya kenapa bisa terjadi. Sementara, -
manusia memiliki akal yang mampu mempengaruhi itu semua agar manusia mampu menikmati setiap proses kehidupan yang ia jalani.” Kata Paman Harja sambil menyedot sebatang rokok di sela-sela jari telunjuk dan jari tengahnya.
Yuda terdiam sebentar, butuh waktu untuk mencerna kalimat Paman Harja.
“Aku nggak paham yang paman katakan.” Balas Yuda.
Roda mobil terus menggilas jalanan aspal. Setelah satu jam perjalanan, jalanan aspal mulus berganti dengan aspal yang penuh lubang. Paman Harja pun memperlambat kecepatannya.
Semakin lama, mobil semakin jauh meninggalkan keramaian padatnya pemukiman. Mobil semakin lama semakin masuk ke dalam area yang banyak ditumbuhi pohon-pohon jati di kanan kirinya. Karena merasa curiga, Yuda pun melontarkan pertanyaannya. “Sebenarnya kita mau kemana, Paman?”
“Kan Paman sudah katakan. Apa perlu paman jelaskan lagi?” Yuda hanya terdiam sambil sesekali menghela napas panjang karena saking seringnya merasakan getaran dan lonjatan karena mobil melewati jalanan tanah yang tak rata.
Semakin jauh, jalanan semakin parah dan sempit, bahkan terlihat tak berbentuk. Kini roda mobol menggilas tanah diantara wilayah dengan puluhan, atau mungkin ratusan pohon di kanan kirinya. “Kenapa sampai di hutan begini.” tanya Yuda.
“Ya memang rumahnya di tengah hutan.” kata Paman Harja.

“Sabar dulu. Sebentar lagi sampai.” Imbuh Paman Harja.
Benar saja, setelah melewati jalan yang naik turun dan tidak rata, mobil berhenti di depan sebuah rumah joglo tua yang menyendiri dari rumah warga yang lain. Halamannya luas di antara pohon jati di sekitarnya. Seorang lelaki renta dengan rambut gondrong berdiri di depan rumahnya,
dia berdiri memperhatikan kedatangan Yudan dan pamannya, seolah dia sudah mengetahui dan menyadari akan ada kedatangan orang di rumahnya. Yuda dan Pama Harja pun turun dari mobil. Lelaki tua renta itu pun tersenyum ke arah Paman Harja. “Datang juga kau, Harja.” ucapnya.
“Iya, Mbah. Saya pasti datang. Saya kan sudah janji dengan Mbah Karmo.” ucap Paman Harja sambil menjabat tangan laki-laki renta itu.
Ya, lelaki renta kenalan Paman Harja itu adalah Mbah Karmo. Dia tersenyum saat melihat Yuda saat datang bersama Paman Harja. Mbah Karmo langsung meminta mereka masuk dan duduk di atas kursi busa berselimut kain batik di rumah tengahnya.
Setiap langkah Yuda, matanya tak luput melihat setiap sudut rumah Mbak Karmo yang terbuat dari kayu jati yang tampak usang karena lama tidak diremajakan. Hiasan-hiasan di dindingnya pun tampak menyeramkan.
Kepala rusa, foto-foto lawas dan satu buah figura besar berisi foto perempuan berkebaya sedang duduk seolah sedang memperhatikan setiap orang yang masuk ke dalam rumah Mbah Karmo.
“Siapa ini, Mbah?” tanya Yuda karena merasa penasaran.

“Guruku. Aku sangat menghormatinya.” tukas Mbah Karmo.

“Duduklah. Aku mau dengar cerita darimu, sehingga membuatmu bisa datang sampai ke rumahku.” Ucap Mbah Karmo.
“Ha? Cerita apa, Mbah? Paman yang mengajakku kemari, bukan keinginanku sendiri untuk datang kesini.” Jawab Yuda.

“Bisakah kamu duduk di sini dan ngobrol denganku dan pamanmu?” tegas Mbah Karmo.
Yuda dan Pamannya kini berhadapan dengan Mbah Karmo. Paman Harja membuka percakapan mereka, ia menjelaskan, jika kekasih Yuda baru saja meninggal dengan keadaan yang mengenaskan, dan Yuda takut jika semua orang tahu dan mengaitkan Yuda atas kematiannya itu.
“Bagaimana kamu tidak mau dikaitkan? Kamu lihat darah itu kan? Dimana letak darah itu saat kamu melihatnya?” tanya Mbah Karmo kepada Yuda.
Yuda menunduk takut, ia bingung bagaimana menjawabnya.

“Jawab saja, Yuda.” suruh Paman Harja.

“Dari perut sampai kakinya, Mbah.” ucap Yuda.
“Ya itu karena dia kehilangan janin di dalam perutnya. Janin itu tidak akan ada jika kamu tidak melakukan hal kotor itu bersama dengannya.” Mbah Karmo sedikit mendelik mengucapkan itu kepada Yuda.
“Iya. Saya tahu, Mbah. Saya tahu, dan saya mengakui itu. Saya menyesal, Mbah. Saya tidak ingin semua orang tahu dan saya tidak ingin dikaitkan dengan kematian Sekar.”
Mbah Karmo melirik Paman Harja, memberikan isyarat yang hanya dipahami oleh mereka berdua.
Suasana menjadi hening sesaat, Mbah Karmo mengambil sebuah kantong plastik hitam, mengambil sejumput daun kering dari plastik itu, lalu melintingnya dengan kertas sebelum akhirnya menghisapnya kuat-kuat. Gumpalan asap pun mengepul keluar dari mulutnya.
Lanjut lagi ya, semalem update sedang dalam perjalanan jadi terhenti di tengah jalan 🙏
“Kamu ingin menghilangkan jejakmu? Begitu maksudmu?” tanya Mbah Karmo.

“Iya, Mbah.” Jawab Yuda singkat namun terdengar meyakinkan.
“Saya bisa bantu, mungkin hanya ada satu cara untuk menempuh keinginanmu itu. Aku punya ingon yang bisa membantumu, tapi, ada syarat yang harus kamu penuhi.” Kata Mbah Karmo.
“Syarat? Apa syaratnya, Mbah? Saya akan penuhi syaratnya. Saya punya cukup uang, dan orang tua saya punya banya uang yang selalu memberi jika aku memintanya kepada mereka.” ucap Yuda.
Ia tampak tidak peduli syaratnya. Apapun itu, akan ia lakukan, agar dia tidak terjerat ke dalam masalah kematian Sekar.
“Ingonku bisa bekerja jika kamu memberikannya tumbal berupa janin bayi yang berusia lima sampai tujuh bulan, atau bayi yang baru lahir berusia yang sama.” jelas Mbah Karmo.
Yuda terlonjak kaget, ia pun menjawab penjelasan Mbah Karmo, “Haa? Syarat macam apa itu, Mbah? Dimana aku bisa mendapatkan itu?”

“Pamanmu bisa membantumu.”
Yuda menoleh ke arah pamannya, “Bagaimana caranya, Paman?”

“Paman ada kenalan dukun yang sering mendapatkan pasien untuk menggugurkan kandungannya. Kita bisa kerja sama dengan dia. Kamu cukup siapkan uang untuk membayarnya agar dia mau melakukan sesuatu yang kamu inginkan.”
Yuda tampak terdiam, seperti sedang menimbang-nimbang. Cukup lama, sampai akhirnya ia lalu mengangguk, tanda setuju dengan jalan yang ditawarkan Mbah Karso dan saran yang diberikan oleh Paman Harja.
“Ingonku ini, akan menjelma menjadi sosok perempuan yang menyerupai Sekar, dan akan mempengaruhi setiap pemikiran orang yang terlibat dan berada di lingkungan Sekar.
Ingonku akan membuat mereka tak mengingat namamu sama sekali, dan dia akan menjelma menjadi sosok perempuan yang menyerupai Sekar dan akan meneror orang-orang yang berada dekat dengan Sekar semasa hidupnya.”
“Iya, Mbah. Saya bersedia.”
Setelah jawaban Yuda, Mbah Karmo berdiri, ia memberi tanda agar Yuda dan pamannya mengikutinya. Mereka berdua mengikuti Mbah Karmo hingga masuk ke dalam sebuah ruangan berukuran tiga kali tiga meter dengan pencahayaan yang remang-remang.
Ruangan kecil ini ternyata adalah sebuah ruangan yang biasa Mbah Karmo gunakan sebagai tempat ritual. Beberapa kendi, baskom, arang yang sudah menyala dan kembang tujuh rupa dapat tertangkap jelas dari mata Yuda di dalam sana.
“Kamu benar-benar bersedia dan siap?” tanya Mbah Karmo sekali lagi.

Yuda menoleh ke pamannya, seolah seperti bertanya namun hanya dengan mimik muka. Pamannya pun mengangguk, tanda jika ia setuju dan mengisyaratkan agar Yuda tenang dan mengambil tawaran Mbah Karmo.
“I-i-iya, Mbah.” jawab Yuda.

“Kalau begitu, akan ku persiapkan prosesinya.” tutur Mbah Karmo.
Mbah Karmo tampak mengisi baskomnya dengan tiga gelas air, lalu menaruhkan sejumput demi sejumput kembang tujuh rupa ke dalamnya sambil merapalkan sebuah mantra yang Yuda tak ketahui apa artinya. Yuda terlihat kaget dan heran, karena pertama kalinya melihat hal semacam ini.
Yuda memberanikan diri bertanya kepada Mbah Karmo, “Mbah, ini apa?” Namun Mbah Karmo memberi isyarat bahwa tidak boleh bicara terlebih dulu sebelum prosesi ini selesai dilakukan.
Mbah Karmo memberikan sebuah belati kecil kepada Yuda, menyuruhnya untuk memotong beberapa helai rambutnya dan mengoreskan ke salah satu jarinya hingga berdarah. Lalu menaruhkan darahnya ke dalam baskom kecil berisikan air dan kembang tujuh rupa.
“Arrgghhh” rintih Yuda saat melukai salah satu jarinya dan memasukkan beberapa tetes darahnya ke dalam baskom.
Setelah itu Mbah Karmo kembali melanjutkan ritualnya, mulutnya terus komat-kamit hingga beberapa menit. Yuda hanya memandangnya dengan sedikit takut. Tapi, rasa takutnya perlahan hilang saat Mbah Karmo menyelesaikan ritualnya.
“Minumlah ini, sebagai tanda jika ritual ini telah selesai.” ucap Mbah Karmo.

“Apa kamu ingin melihat ingonku?”

“Buat apa, Mbah? Saya pasti takut jika melihatnya.”
“Hanya untuk sekali ini saja jika kamu ingin melihatnya. Aku akan membuka mata batinmu sebentar lalu menutupnya lagi. Takutnya jika nanti sewaktu-waktu kamu tak sengaja didatangi olehnya, kamu sudah tahu jika itu adalah ingonku yang sedang membantumu.”
Yuda kemudian mengangguk pelan. Mbah Karmo pun menyuruhnya memejamkan kedua matanya, lalu mulai merapalkan sebuah mantra sambil memegang ubun-ubun kepala Yuda. Beberapa detik kemudian, Yuda diminta membuka matanya perlahan. Yuda mengikuti perintahnya, ia perlahan membuka matanya.
Setelah terbuka sempurna, Yuda terkejut melihat sesosok makhluk yang tingginya hampir menyentuh atap rumah Mbah Karmo. Tubuhnya berbalut kain hitam penuh sobekan.
Di wajahnya hanya tampak belulang dengan rambutnya yang teramat panjang hingga menyentuh tanah. Yuda beringsuk mundur dari tempat duduknya.
“A-a-apa ini, Mbah?” tanya Yuda sambil tatapan matanya mengarah ke atas yang berarti sedang memerhatikan ingon Mbah Karmo.

“Ya, itulah ingonku. Kamu sudah melihatnya kan?”
“Sudah, Mbah. Kembalikan mata saya ke semula, Mbah. Saya takut melihatnya.” pinta Yuda.

Tak lama, mata Yuda dikembalikan lagi seperti semula.

“Kapan penumbalan itu dilakukan, Mbah?” tanya Paman Harja.
“Setiap malam kliwon. Jangan sampai lupa dan lalai jika tidak ingin nyawamu dijadikan sebagai penggantinya.” kata Mbah Karmo memperingatkan.
Yuda menelan ludahnya, tenggorokannya terasa kering selama mendengar setiap penjelasan yang keluar dari mulut Mbah Karmo. Setelah itu, Mbah Karmo memberikan satu kantong kain hitam berisi tanah merah, saat dibuka, aroma wangi keluar dari dalamnya.
Selain itu, Mbah Karmo juga memberinya gulungan kertas kecil berisi rapalan mantra yang harus dibacakan manakala Yuda melakukan ritual tumbal yang akan dipersembahkan untuk ingonnya.
“Apa ini, Mbah?” tanya Yuda spontan.
“Ini media yang akan menjadi tanda tumbalmu. Taburkan tanah ini ke rumah yang akan menjadi targetmu. Sedikit saja.
Setelah itu, pulanglah, baca mantra ini di ruangan khusus yang mesti kamu sediakan setelah ini, agar tidak ada orang tahu atau curiga kepadamu. Mengerti kan?”
“Jika kamu mendapatkannya dari kenalan dukun aborsi yang pamanmu kenal, kamu tidak perlu menggunakan ini. Cukup baca rapalan mantra di kertas ini dan taruh janinnya di dalam kendi lalu taruh di ruang yang telah kamu sediakan untuk ritual.” ucap Mbah Karmo.
“Setelah itu?” tanya Yuda.

“Biarkan saja selama semalam. Dia akan mengambil sendiri persembahan yang kamu berikan.” ungkap Mbah Karmo.
Hari sudah gelap saat Mbah Karmo, Yuda dan Paman Harja selesai dengan urusannya. Yuda pun mengajak pamannya pulang karena sudah merasa tak enak jika berlama-lama berada di sana.
“Apa ini bisa berhasil?” tanya Yuda.

“Percayakan saja kepada Mbah Karmo. Kamu tinggal lakukan apa yang dia perintahkan.” Kata Paman Harja.
***
Tiga hari setelah itu, Yuda mulai mempersiapkan tumbalnya, mengingat tak jauh dari itu, malam Kliwon akan datang.

“Paman, dimana kenalan dukun aborsi kenalan paman? Bisa antarkan aku kesana?” tanya Yuda ke Paman Harja.
Mereka berdua pun bertolak kesana, dengan membawa satu amplop penuh berisikan uang pecahan seratus ribuan. Singkat cerita, mereka sampai, Paman Harja langsung menjadi perantara diantara Yuda dan dukun aborsi itu.
Dia mengatakan jika membutuhkan janin berusia lima hingga tujuh bulan untuk ritual yang akan dilakukan Yuda.
“Berapa bayarannya?” tanya dukun itu. Dia bernama Wita, Yuda menaksir usianya baru empat puluhan, dia pun menolak dipanggil ‘Mbah’. “Namaku Prawita, tapi cukup panggil saja dengan Pak Wita.” ujarnya.
“Sepuluh juta untuk setiap janin. Cukup kan, Pak Wita?” ucap Yuda menyodorkan tawarannya.
Dukun tersebut pun tersenyum kecil. “Baiklah. Aku akan membantumu” jawab dukun tersebut saat itu juga.
“Tapi, aku hanya membantu sejauh ini. Resiko yang lain, kalian sendiri yang tanggung.”

Yuda pun mengangguk. “Ya, bisa bantu sejauh itu saja sudah cukup” ujar Yuda, seraya menyerahkan amplop berisi uang yang telah ia sediakan sebelumnya.
“Ini sebagai pembayaran awalnya, Pak.” Ucap Yuda.

“Setiap menjelang malam Kliwon, saya akan kesini” imbuhnya. Pak Wita pun tersenyum kecil menatapnya.
***
Dua hari menjelang malam Kliwon, berita mengenai Sekar sampai di telinga Yuda. “Sekar meninggal kenapa, Yuda?” tanya salah seorang kawannya melalui aplikasi pesan singkat di handphonnya.
Yuda pura-pura terkejut dengan berita itu, lalu dengan perasaan ragu, ia bertolak ke kos Sekar, tempat dimana ia melihat Sekar terakhir kalinya. Banyak sekali warga dan beberapa polisi di sana, suara isak tangis kesedihan teman-teman Sekar di sana pun sampai di telinga Yuda.
Ada rasa sesal dan sedih di dalam hati Yuda, namun, di atas itu semua, ia tak bisa menyembunyikan rasa takut yang sedang menyelimuti perasaannya.
Beruntung, tak banyak yang tahu mengenai hubungannya dengan Sekar, jadi dia tak banyak menjawab pertanyaan orang-orang mengenai kematian Sekar.
Yuda mendekat lagi ke keramaian, tanpa sepengatahuannya, ternyata ia berpapasan dengan petugas yang sedang mengangkat kantong jenazah yang di dalamnya berisi jasad Sekar.
Langkahnya terhenti sejenak, kepalanya menoleh mengikuti kantong jenazah itu hingga tak terlihat oleh pintu mobil ambulance.
“Se-Sekar…” ucap Yuda dalam hati.

“Maafkan aku, Sekar.” Ucapnya lagi.

Namun, meski begitu, Yuda tetap tidak ingin terlibat dengan masalah ini.
Beberapa menit setelahnya, Yuda mulai merasa janggal, pandangannya mendadak samar dan lebih gelap. Berkali-kali ia mencoba membersihkan matanya, namun pandangannya masih sama.
Yuda melangkah menjauh, berniat pulang ke rumahnya saja, namun saat ia sedang berjalan diantara keramaian warga, pandangannya tiba-tiba saja menangkap sebuah pemandangan yang tak mengenakkan baginya.
Baru beberapa hari yang lalu ia meringkuk melihatnya, sebuah wujud yang teramat tinggi tengah berdiri di salah satu pohon dekat situ. Wajahnya yang hanya tampak tengkoraknya saja seolah seperti sedang memperhatikan Yuda kemanapun ia bergerak.
Bulu kuduknya tiba-tiba saja meremang, lalu menundukkan kepalanya. Yuda berusaha bersikap normal, agar tak membuat orang-orang di sana merasa curiga.
“Nggak salah lagi, itu pasti ingon Mbah Karmo. Ternyata dia sudah melakukan tugasnya.” ucap batin Yuda yang sedikit terkejut namun juga lega.
Yuda melanjutkan langkahnya untuk bergegas pulang ke rumahnya dan segera memikirkan rencana selanjutnya, yakni soal penumbalan pertamanya.

“Jika kewajibanmu kamu tunaikan, maka keinginanmu akan tetap tercapai.” Kalimat Pak Wita yang selalu ia ingat.
Malamnya, Yuda kembali ngobrol dengan pamannya. Penumbalan pertamanya akan dilakukan besok malam, Yuda sudah menyiapkan segala hal yang akan digunakan ritual.

“Semuanya sudah aku siapkan, Paman, tinggal ngabari dukun aborsi kenalan paman.” ucap Yuda.
***
Langit sudah benar-benar gelap, bulan sudah mengacung tinggi menampakkan cahaya terangnya. Suara hewan malam bersenandung mengalun kencang di balik semak belukar.
Diantara itu semua, Yuda tengah bersiap untuk malam kliwon pertamanya. Ia akan bertolak ke rumah Pak Wita, untuk mengambil janin untuk ritual penumbalannya yang pertama.
“Ayo, Paman. Berangkat.” ajak Yuda. Mereka berdua pun berangkat,

Singkat cerita, sampailah mereka di rumah Pak Wita, mengambil janin darinya yang sudah dia masukkan di dalam toples berwarna hitam.
“Ini.” ucap Pak Wita.

Yuda pun menerimanya, lalu memberikan uang lima juta sebagai tanda bayar untuk janin selanjutnya.

“Ini untuk selanjutnya, Pak. Sisanya besok ketika saya ambil kesini.” ucap Yuda.
Di rumah, Yuda memulai ritualnya. Tempat yang telah ia sediakan adalah kamarnya sendiri, ia membuat tempat ritualnya di sana. Dia menaruh janin ke dalam baskom yang telah ia sediakan, lalu duduk bersila dan membaca rapalan mantera jawa yang diberi oleh Mbah Karmo.
“Semua yang hidup akan mati, beberapa diantaranya mati melalui perantara sesamanya.” ucap Yuda dipenghujung ritualnya.
“Semoga berhasil” harap Yuda setelah menutup ritualnya, dan menaruh baskom berisi janin ke sudut kamar.

(Bersambung)

Sekar Pati memasuki babak akhir. Part 8 akan menjawab semua misteri dibalik teror Sekar yang menakutkan
karyakarsa.com/wahyuariyantn/…
Part 8 - Tumbal Pengganti (Akhir dan Spesial Part)

Part 8 akan menjadi penutup cerita Sekar Pati, sudah tersedia di @karyakarsa_id . Pastikan kalian membacanya di sana, ya! Karena part 8 yg akan diupdate minggu depan di twitter akan berbeda dengan yg tersedia di @karyakarsa_id
Di twitter, part akhir akan diupdate lagi minggu depan. Namun, yg tersedia di @karyakarsa_id berbeda dengan versi yg akan saya update di twitter, karena berisi banyak tambahan cerita yg akan mengungkap semua misteri di balik terornya Sekar.

karyakarsa.com/wahyuariyantn/… Image
Tandai disini, agar tidak ketinggalan cerita akhir dari Sekar Pati.

karyakarsa.com/wahyuariyantn/…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with w a h .

w a h . Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @wahyuariyantn_

May 4
"SEKAR PATI"

Rumah yang semula tenang mendadak gaduh tanpa sebab. Malam itu, serangan Sekar semakin gila, melalui raga yang dirasukinya, ia hampir membunuh orang yang ia sasar.

Part 6 - Serangan

@bacahorror @IDN_Horor #bacahorror #ceritahorror #threadhorror Image
Maaf saya baru kembali bisa melanjutkan cerita ini karena berbagai kesibukan yang ada. Silakan tinggalkan jejak berupa like, RT dan komentar agar mengingatkan pembaca yang lainnya
Read 127 tweets
Mar 30
"SEKAR PATI"

Kabar bayi hilang secara misterius menggemparkan kampung, upaya pencarian pun dilakukan hingga larut malam. Hingga sampai pada titik dimana semua orang melihat wujud Sekar yang mirip Kuntilanak

Part 5 - Teror Yang Sebenarnya

@bacahorror_id @IDN_Horor #bacahorror Image
Yg mau baca duluan versi E-book, bisa melalui link di bawa ya

karyakarsa.com/wahyuariyantn/…
Read 141 tweets
Mar 23
Sekar Pati - Part 4
"TEROR YANG SEMAKIN MELUAS"

Hampir di setiap malam, pekik tawa dan rintihan tangis terdengar mengelilingi kampung. Sejak berita itu merebak, orang-orang lebih memilih menutup pintunya ketika gelap datang

@bacahorror_id @IDN_Horor #bacahorror #threadhorror Image
Sembari siap-siap sebentar. Silakan tinggalkan jejak terlebih dulu ya.

Yg mau baca dalam bentuk E-book, link di bawah 👇🏻

karyakarsa.com/wahyuariyantn/…
Read 141 tweets
Mar 16
"SEKAR PATI"

Suara tangis perempuan tak berwujud mengiringi lantunan doa yang dikirim warga untuk Sekar malam itu. Namun, acara yg diharapkan lancar, ternyata menjadi rentetan awal teror itu dimulai

Part 3 - Pengajian Di Rumah Berdarah

@bacahorror_id @IDN_Horor #malamjumat
Yang mau baca duluan Sekar Pati - Part 3 dengan format e-book yang lebih rapi, bisa baca disini ya karyakarsa.com/wahyuariyantn/…
Read 119 tweets
Mar 2
"SEKAR PATI"

Part 2 - Sirine mobil menggema. Riuh warga ramai memadati. Tidak ada yang menyangka, wanita itu sekarang terbaring tanpa nyawa di dalam keranda.

- a thread

@bacahorror_id @IDN_Horor #ceritahorror #ceritaserem
Silakan tinggalkan terlebih dulu, ya... Sembari saya siap-siap pulang kantor. Yg ingin baca duluan dgn format e-book yg lebih nyaman saat dibaca, bisa ke link di bawah

Part 2 karyakarsa.com/wahyuariyantn/…

Part 3 karyakarsa.com/wahyuariyantn/…
Read 131 tweets
Feb 23
"SEKAR PATI"

Wanita cantik itu sekarang terbaring tanpa nyawa. Saat ditemukan, mayatnya sudah membusuk dikerubungi banyak lalat. Tapi, dimana saat kehidupannya berakhir, disitulah awal dari masa-masa kegelapan itu dimulai.

- a thread

@bacahorror_id @IDN_Horor #ceritaserem Image
Silakan tinggalkan jejak berupa RT/ like/ komentar terlebih dulu ya....
Yang mau baca dalam format yang lebih rapi, bisa baca melalui @karyakarsa_id ya. Link di bawah

karyakarsa.com/wahyuariyantn/…
Read 120 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(