w a h . Profile picture
May 25 175 tweets 22 min read Twitter logo Read on Twitter
"SEKAR PATI"

Tubuhnya terkapar, kulit wajahnya terkelupas, tinggal daging yang diselimuti banyak darah.

Part 8 - Tumbal Pengganti
[Part Akhir]

@bacahorror @IDN_Horor #ceritahorror #threadhorror Image
Sambil menunggu saya bersiap, silakan baca part sebelumnya ya. Dan yg ingin baca duluan Part akhir beserta dengan ekstra part di dalamnya, bisa baca melalui tautan di bawah.

karyakarsa.com/wahyuariyantn/…
Sudah satu bulanan tirakat memagari kampung dilakukan, namun meski sudah dilakukan setiap dua hari, tirakat itu belum memberikan pengaruh berarti bagi keamanan kampung dari teror Sekar
Satu-persatu diantara mereka yang rutin melakukan tirakat pun mulai putus asa dan malas untuk melanjutkannya karena merasa beberapa kali Sekar masih meneror kampung dan belum juga keluar dari permasalahan pelik ini.
Apa lagi, teror Sekar yang terakhir tergolong teror yang besar karena menculik bayi salah satu warga kampung di sana. Namun, diantara mereka yang mulai ragu dan putus asa,
Pak Satria dan Pak Dewa masih yakin jika tirakat ini harus tetap dilakukan dan masih ada harapan kalau teror ini bisa teratasi. Selain mereka berdua, sudah mulai malas-malasan melakukan tirakat memagari kampung, hingga tibalah waktu dimana mereka melakukannya hanya berdua saja,
parahnya sore itu hujan turun agak deras, sehingga menyulitkan prosesi tirakat pagar kampung yang mereka berdua lakukan.

“Berangkat, Pak?” tanya Pak Dewa melalui telepon kepada Pak Satria.
“Tidak ada alasan untuk berhenti melakukannya, Pak Dewa.” Jawab Pak Satria singkat dan lugas.

Singkat cerita, mereka berdua bertemu di satu titik yang mereka sepekati.
Karena hujan, langit sore sekitar setengah lima sore sudah terlihat gelap seperti sudah masuk waktu maghrib. Pak Satria sudah membawa empat botol kecil yang sudah diisi garam keramat miliknya.
“Ayo, cepat kita lakukan dan selesaikan, Pak.” Tukas Pak Satria.

Sampai titik kedua mereka lakukan dengan lancar tanpa kendala, meski hujan masih mengguyur dan membuat ritual sore itu dilakukan dengan sedikit tergesa-gesa.
Saat hendak mencapai titik ketiga, hujan sudah sedikit reda, perasaan mereka berdua pun sedikit lega. Namun, beberapa langkah sebelum mereka sampai pada titik ketiga, mereka berdua dikejutkan dengan teriakan orang memanggilnya.
“Pak Satria… Pak Dewa….”

“Ssstt… Pak….” Panggil Pak Dewa, dia berisyarat agar mencermati suara teriakan yang memanggil mereka berdua, khawatirnya hanya salah pendengarannya saja.

“Pak Satria… Pak Dewa….”
Setelah dipastikan benar, mereka pun sontak menghampiri teriakan itu yang ternyata berada di dalam rumah kosong yang letaknya menyendiri dari rumah warga yang lain.
“Waduh… Kok suaranya berasal dari rumah kosong?” ucap Pak Satria.

“Kita periksa saja, Pak. Takutnya memang ada orang di dalam.” ajak Pak Dewa.
Mereka berdua pun segera berjalan dan sedikit mempercepat langkahnya untuk menghampri suara itu. Namun, saat mereka hendak masuk ke dalam rumah, semua pintu dan jendela terkunci dan tidak bisa dibuka dari luar.
Berkali-kali mereka berusaha membukanya dengan tidak merusak pintu atau jendela rumahnya. Pak Satria yang merasa janggal pun mengajak Pak Dewa untuk melanjutkan tirakatnya saja.
Seolah benar, firasat janggal Pak Satria kembali naik ketika tiba-tiba terdengar lagi suara teriakan yang memanggil namanya dan Pak Dewa namun berada pada tempat yang lain.
Pak Dewa pun lagi-lagi tanpa merasa curiga mencari keberadaan sumber suara itu. Hingga sepuluh menit mereka belum juga menemukannya.
“Lebih baik kita segera selesaikan ini dulu, Pak. Saya rasa ada yang nggak beres.” Ajak Pak Satria, seraya memperlihatkan botol berisi garamnya.
Mereka berdua lantas kembali melanjutkannya, namun Pak Dewa masih agak ragu dan masih memperhatikan sekitar. Tapi, lagi-lagi saat hanya berjarak beberapa langkah saja dari titik ketiga,
suara teriakan itu muncul, dan kini suaranya kedengaran jelas berada di atas pohon asam yang tak jauh dari tempat mereka berdua berdiri. Pak Dewa pun lantas memeriksanya, namun Pak Satria melanjutkan pekerjaan yang harus ia selesaikan saat itu juga.
Pak Dewa terus melangkah atas dasar rasa penasarannya, semakin dekat dengan sumber suara teriakan itu, Pak Dewa memeriksa sekelilingnya dan tak menemukan apa-apa, ia mulai merasa curiga di sini.
Pak Dewa mendongakkan kepalanya ke atas, melihat ke atas pohon asam di dekatnya. Di situ, akhirnya terjawab sudah rasa penasarannya, di situ terlihat dengan kedua matanya sebuah perawakan yang tidak pernah dia harapkan kehadirannya sedang berdiri pada salah satu batang
dan memperhatikan Pak Dewa yang berada di bawahnya. Ya, saat itu lah Pak Dewa baru saja menyadari jika itu adalah Sekar. Ia pun terpaku beberapa detik melihatnya.
“SEKAR SEKAR!!!!!!” teriak Pak Dewa, matanya melotot menyadari keberadaan Sekar. Ternyata, suara teriakan yang memanggilnya berasal dari suara Sekar.
Pak Dewa lantas kembali menyusul Pak Satria yang ternyata sudah hampir selesai mengubur botol garam yang ketiga. Pak Satria heran melihat Pak Dewa dengan raut wajah kaget dan ketakutan.
“Ayo, Pak… Kita pulang saja!” ujar Pak Dewa

“Pulang gimana? Masih kurang satu lagi. Sudah, tidak apa-apa, Pak.”

Pak Satria langsung bisa menyadari apa yang terjadi pada Pak Dewa. Seolah bisa membaca pikiran Pak Dewa, Pak Satria menatapnya heran. Pak Satria meneruskan ucapannya
“Habis ketemu apa, Pak?” tanya Pak Satria.

“Kita pulang saja, Pak!” ajak Pak Dewa lagi, karena menurutnya pada titik ke empat ini akan lebih menakutkan karena harus melewati hutan jati yang gelap.
Terlebih lagi keadaan baru saja terang sehabis hujan, ia merasa suasana akan terasa semakin mencekam di sana. Namun, Pak Satria masih teguh dengan pendiriannya, ia akan tetap ke barat kampung dan menyelesaikan tirakatnya.
“Sudah tanggung. Soal takut, saya pun takut, Pak. Tapi tirakat pagar kampung harus tetap kita lakukan” ucap Pak Satria singkat. Mau tidak mau Pak Dewa pun mengikutinya, karena jika memutuskan pulang sendiri bukanlah hal yang tepat ia lakukan saat itu.
Saat sedang melintas di dalam hutan jati, seorang pria asing di mata mereka berdua tiba-tiba saja terlihat berlari seperti sedang mengejar mereka berdua. Saat sudah dekat, pria asing itu berhenti mematung sambil melototi Pak Satria dan Pak Dewa di depannya dengan tatapan tajam
Wajahnya merah padam dengan urat lehernya yang menonjol. Tulang pipinya terlihat mengeras hingga menampakkan urat-urat saraf di sekitar wajahnya.
“Siapa? Apa perlumu kemari?” tanya Pak Satria, namun pria itu hanya diam saja sambil terus melototinya dengan napas yang terengah-engah.
Bibir pria itu sedikit tertarik ke atas, memperlihatkan sebuah seringai mengerikan. Kakinya pun bergerak perlahan ke depan. “Bajingan!!!” teriaknya. Tiba-tiba saja tangannya mendorong tubuh Pak Satria dengan kencang sampai membuatnya jatuh tersungkur di atas tanah yang basah.
“Buggg”

Pak Satria terkulai di tanah, ia terkejut dan kesakitan dalam waktu bersamaan. Tak berhenti di situ, saat Pak Satria belum sempat berdiri, pria asing itu kembali menerjang dan menginjak kedua tangan Pak Satria dengan kakinya.
Melihat Pak Satria yang tak berdaya, ria itu menghantamkan beberapa kepalan tinju di wajah Pak Satria sebelum akhirnya ia mencengkeram lehernya dengan kedua tangannya. Dia mengamuk sambil terus memaki-maki Pak Satria di hadapannya.
“Mati!! Mati kau Satria!!! Mati!! Mati!!” teriaknya.

Pak Satria berontak, tubuhnya menggeliat dan berontak, namun tenaga Pak Satria tidak ada apa-apanya jika dibanding dengan pria asing itu.
“Astagfirullahh!!!” teriak Pak Dewa terkejut saat melihat kegilaan pria asing yang tiba-tiba menghajar Pak Satria.

“Wooiii!! Siapa kamu!!” bentak Pak Dewa, dia berusaha melepaskan cengkeraman pria tak dikenal itu dan menyingkirkannya dari atas tubuh Pak Satria.
“Kurang ajar!!!! kalian pikir, dengan cara seperti ini bisa mengusirku dari sini?” ucap pria itu dengan lantang. Dia tertawa, Nampak senang melihat keadaan Pak Satria yang melemah dan tak berdaya.
“Mengusir? Apa maksudmu?!!! Kami saja tidak mengenalmu!! Pergilah dari sini!!” gertak Pak Dewa. Tenaga pria itu cukup besar, Pak Dewa kewalahan menyingkirkannya. Berkali-kali tubuh Pak Dewa pun ikut terlempar karena dorongan pria itu.
“Aaarrrggghhhhh!!!” Pak Dewa terus berusaha. Ia melihat wajah Pak Satria sudah pucat dan membiru. Pak Dewa tidak bisa berlama-lama lagi, karena nyawa Pak Satria adalah taruhannya dan hanya dia lah yang bisa membantunya.
Pria itu nampak senang melihat keadaan Pak Satria yang melemah dan tak berdaya.
Beberapa detik setelahnya, keluar suara tawa cekikikan perempuan dari mulut pria asing itu. Suaranya terdengar tidak asing di telinga mereka berdua. Sebuah suara yang hampir tiap malam menakut-nakuti warga kampung.
Ya, tidak salah lagi! “Sekar!!!” ucap Pak Dewa. Dia yakin jika pria itu dirasuki Sekar di dalam tubuhnya.
Pak Dewa mengambil batang kayu yang tergeletak tak jauh darinya, setelah berusaha mendorongnya berkali-kali namun tak juga berhasil, Pak Dewa pun mengayunkan batang kayu di tangannya ke punggung pria asing itu.
“Buuggggg!!!”

“Pergi!! Pergilah!!

Pak Dewa memukulnya berkali-kali sampai akhirnya pria asing itu melemas dan terjatuh.
Pak Dewa pun langsung memapah Pak Satria yang sudah melemas, membawanya lari menjauh menuju jalan kembali ke kampung yang hanya berupa tanah liat. Pak Dewa dan Pak Satria mencuri pandang ke belakang, upanya pria asing itu tengah berdriri mengawasi mereka.
“Dia siapa, Pak?” tanya Pak Satria sambil terus mengikuti langkah kaki Pak Dewa.

“Saya juga tidak mengenalnya, tapi, saya yakin dia sedang dirasuki oleh Sekar, sehingga dia mengincar kita yang sedang berusaha mengusirnya dari kampung ini.” terang Pak Dewa sembari terus melangkah
“Tapi, kita belum selesai, Pak.” Ujar Pak Satria dengan suara lemas saat Pak Dewa memapahnya sambil berlari.
“Sudahlah, Pak. Nggak lihat barusan? Sebaiknya kita kembali dan segera menjauh dari tempat ini, sebelum pria itu atau Sekar mengejar kita kemari. Yang penting sekarang adalah keselamatan kita berdua.” ucap Pak Dewa.
Pak Satria hanya diam dan menurut saja karena badannya yang sudah tak berdaya lagi. Entah berapa menit mereka berlari, yang jelas mereka bisa bebas dari jeratan maut Sekar.
Pak Dewa dan Pak Satria merasakan tubuhnya yang sangat leah. Kakinya bergetar, tidak bisa dipaksa lagi untuk berlari.
***
Sudah tiga kali penumbalan yang dilakukan Yuda. Sejauh itulah hidupnya aman dari jerat masalah Sekar. Namun, sepertinya keadaan tak selalu membiarkannya hidup dengan tenang, masalah baru kembali datang menghampirinya.
Saat sedang sibuk berkutat dengan pekerjaannya, handphone Yuda tiba-tiba saja berdering, saat ia lihat, ternyata Pamannya Harja yang meneleponnya.
Tapi, karena masih banyak deadline yang harus ia kerjakan saat itu, Yuda hanya mengirimkan pesan, “Yuda lagi banyak pekerjaan, Paman. Chat saja. Ada apa, Paman?” tanyanya.
“Tidak bisa angkat telepon sebentar kah? Ini kaitannya dengan tumbalmu.”

Membaca itu, Yuda pun menelepon balik pamannya dengan rasa penasaran.
“Pak Wita… Dia masih belum punya janin lagi untuk ditumbalkan.” Ujar pamannya singkat. Yuda pun berdecak napasnya berhenti sepersekian detik setelah mendengar perkataan pamannya.
“Lalu bagaimana, Paman? Dua hari lagi aku harus melakukan ritual lagi.”

“Lakukan opsi kedua yang dikatakan Mbah Karmo.”

Yuda kembali terdiam, lalu menutup teleponnya.
Sore itu sepulang kerja, dengan mobilnya, Yuda mengitari jalanan menuju rumahnya, mencari keberadaan bayi yang baru saja dilahirkan. Cukup lama, Yuda menemukan satu wanita sedang menggendong bayi di tangannya.
Di dekatnya, tampak beberapa orang sedang berkumpul bercengkerama dengannya sambil sesekali menatap bayi yang ia gendong. Yuda pun langsung menargetkan bayi itu yang akan menjadi tumbalnya berikutnya.
Setelah menemukan target bayi yang ia incar, Yuda kembali menginjak pedal gas mobilnya semakin dalam, menambah kecepatannya untuk bergegas pulang.
Besok harinya, sepulang kerja, Yuda berencana kembali lagi ke rumah yang ia yakini adalah rumah wanita dan bayi yang ia bawa. Sebuah siasat sudah ia siapkan.
Sekantung tanah merah pemberian Mbah Karmo pun sudah ia bawa, Yuda bersiap ke sana. Nanti, ia akan berpura-pura tanya alamat kepadanya, di sela-sela itu, ia akan menaburkan tanah merah yang sebelumnya sudah ia genggam terlebih dahulu.
“Maaf, Mbak. Saya mau tanya….” ucap Yuda sesaat setelah turun dari mobilnya.

Wanita itu tengah bersantai di ruang tamunya, dengan bayinya yang ia tidurkan di atas sofa sebelahnya. Yuda pun melancarkan aksinya, ia berdalih menanyakan alamat yang sebenarnya sudah ia ketahui.
“Lurus saja, Mas. Di perempatan besar, belok saja ke kiri, nanti ada gapura besar penunjuk kelurahan yang dicari.” ucap wanita itu menjelaskan.

Yuda menaburkan sedikit demi sedikit tanah merah yang ia genggam dengan hati-hati.
Sampai ia hendak berbalik arah dan kembali ke mobil pun, Yuda sempat menaburkannya lagi ke sisi depan rumah wanita itu. Rasa beruntung masih berpihak olehnya, semua berjalan sesuai dengan rencananya.
“Beres. Tinggal melakukan ritualnya saja.” ucap batin Yuda sambil mengernyitkan dahinya.
Beberapa hari setelah ritual, semua masih berjalan normal. Itu artinya, penumbalannya kali ini berjalan mulus sesuai perkiraannya.
***
“Paman, apa rencana selanjutnya? Ini hanya sekali saja kan?” tanya Pak Yuda pada pamannya di rumah.

“Entahlah. Kemarin dia menelepon paman, jika ia akan pulang kampung dan entah berapa lama.”
Yuda pun terkejut mendengarnya. “Lalu, bagaimana selanjutnya?” tanya Yuda lagi dengan raut muka bingung.

“Lakukan saja sesuai perintah Mbah Karmo.” jawab pamannya dengan raut wajah ketus.
“Apa paman masih tetap membantuku?”

“Lakukan saja dulu, Yuda. Tinggal lempar pemberian Mbah Karmo saja ke targetmu. Itu mudah kan?”

Yuda menghela napas, perkataan pamannya sedikit tak nyaman masuk ke telinganya.
Entah kenapa, sekarang pamannya tak banyak membantunya, terlebih lagi ia sekarang sibuk bekerja dengan temannya, tak jarang, ia tidak pulang. Entah apa yang sedang pamannya kerjakan. Anehnya, hampir setiap minggu ada saja barang-barang mahal yang ia bawa ke rumah.
Entah dari mana jalannya nasibnya bisa berubah secepat itu. Ah, sudahlah, Yuda menampik segala pikiran buruk pada pamannya, sekarang yang terpenting adalah bagaimana ia mencari target-target untuk tumbalnya berikutnya kalau masih ingin hidup tenang.
Sesaat sebelum Yuda beranjak, pamannya tampak mengeluarkan selembar kertas dari dalam kantong kemejanya, lalu menyerahkannya kepada Yuda seraya mengatakan, “Ada titipan dari Mbah Karmo.”
“Apa ini?”

“Mantra yang juga harus kamu baca setelah kamu membaca ritual yang sebelumnya.”
“Yang kamu lakukan ini, tentu memiliki tantangannya tersendiri. Usahamu tidak akan berjalan mulus sesuai dengan perkiraanmu. Mereka pasti akan mengganggumu, dan mencoba menggagalkan usahamu.” kata Paman Harja.
“Mereka? Mereka siapa?”

“Nanti kamu juga akan tau sendiri.” jawab pamannya.
***
Yuda memperhatikan setiap rumah yang ia lewati, entah sudah berapa kampung, desa, kelurahan yang ia kelilingi untuk mencari bayi atau wanita hamil sebagai tumbal berikutnya.
Namun, entah mengapa perasaannya sore itu serasa ingin sekali datang menyambangi kampung Kramat untuk melewati rumah bekas kos Sekar. Yuda memicu kemudinya, melewati beberapa kampung sebelum akhirnya sampai di kampung Kramat.
Tidak jauh dari rumah bekas kos Sekar, Yuda menepikan mobilnya, lalu berjalan pelan mendekat ke pagar rumahnya. Matanya menatap jauh ke dalam rumah itu, pikirannya kembali teringat memori berbulan-bulan sebelumnya,
dimana ia sering ke rumah ini untuk menjemput atau mengantar pulang Sekar. Namun, ditengah lamunannya, tiba-tiba ada seorang wanita muncul di pekarangan rumah, menatap Yuda yang sedang melamun di depan.
“Mas….” panggil wanita itu.

Yuda terkejut, ternyata masih ada orang yang mengenalinya di sini.

“I-iya….” Jawab Yuda.

Wanita itu pun menghampiri Yuda dari balik pagar. Yuda terlihat gugup sambil sedikit memalingkan wajahnya.
“Cari siapa, Mas? Mas pacarnya Mbak Sekar kan?” tanyanya.

Degggg….. Seolah ada pukulan dalam dada Yuda. Kenapa dia bisa tahu? Yuda tersenyum dan sedikit menganggukkan kepalanya. Wanita itu nampaknya menyadari jika Yuda tak mengenalinya, ia pun melanjutkan pembicaraannya.
“Saya Tiara, kita kan sudah pernah papasan waktu itu, Mas.” ucap wanita itu memperkenalkan diri.

Tapi, Yuda semakin merasa tidak enak jika semakin lama bertahan di sana. Yuda pun pamit pulang dengan meninggalkan rasa aneh dan penasaran dalam diri Tiara.
“Saya pulang dulu, Mbak.” Ucap Yuda singkat.

Langkah kaki Yuda terhenti saat ada sebuah bisikan yang memanggilnya.

“Mas Yuda……”
Yuda membalikkan tubuhnya, tidak ada siapa pun disana kecuali Tiara yang sedang kembali ke dalam kamarnya. Tapi, suara itu terasa dekat seperti bisikan yang berada tepat di samping telinga.
“Mas Yuda….”

Yuda menggeleng takut, mencoba menampik suara yang didengarnya itu. Ia menganggap suara itu hanya sebatas salah dengar atau imajinasinya saja. Yuda pun kembali ke dalam mobilnya. Yuda kembali mengingat-ingat perihal Tiara, kenapa dia bisa mengenalnya?
“Oh, iya…” ucap Yuda saat berhasil mengingat siapa Tiara

Yuda mengela napasnya yang berat. Tiara adalah wanita yang memergokinya sedang memapah Sekar sepulang dari dokter. Rasa panik Yuda seketika muncul, pasalnya, dia bertemu dengan Tiara dengan keadaan Sekar yang sedang lemas
Beberapa ratus meter dari rumah bekas kos Sekar, ia melihat wanita dengan bayinya tengah berjalan entah kemana tujuannya.
Bagai harimau kelaparan yang menemukan mangsanya, Yuda pun berhenti di tepi jalan, memperhatikan kemana arah langkah wanita itu dengan bayi yang ia gendong. Saat wanita itu mulai menjauh, Yuda kembali menginjak pedal gas nya perlahan.
Baca melalui @karyakarsa_id jika ingin membacanya dengan extra part yang lebih panjang. Misteri akan semakin terkuak dan dalang utama teror Sekar akan terungkap jelas

karyakarsa.com/wahyuariyantn/…
“Aku akan mendapatkannya.” ucap Yuda dengan senyum seringainya yang tak kenal kata kasihan.
Beberapa menit kemudian, akhirnya Yuda menemukan rumahnya, wanita itu menepi pada sebuah rumah dengan satu pohon manga besar di depannya.
Tanpa pikir panjang, Yuda kembali melancarkan aksinya seperti yang ia lakukan sebelumnya. Ia turun dengan dalih menanyakan alamat sambil menaburkan tanah merah yang ia bawa.
***
Yuda sudah bersiap melakukan ritualnya, ia duduk bersila di sudut kamarnya. Mulutnya komat-kamit membacakan rapalan mantra yang sudah banyak ia hafal tanpa harus membacanya melalui selembar kertas pemberian Mbah Karmo.
Setelah melakukan ritual, Yuda biasanya tidur, karena menurutnya, setiap melakukan ritual selalu menghabiskan energi di dalam dirinya. Tak ayal, jika dia kelelahan setelah melakukannya.
Malam itu, jauh di dalam alam bawah sadarnya, Yuda tiba-tiba saja terbangun di dalam hutan dengan keadaan tangan dan kakinya yang terikat. Mengetahui keadaannya itu, Yuda seketika panik dan mencoba teriak mencari pertolongan.
Rasa takut Yuda tak berhenti di situ, diantara gelapnya hutan saat itu, tiba-tiba satu sosok menyeramkan yang tidak asing di matanya tiba-tiba muncul di depannya dengan suara tawa dan seringai yang menakutkan.
“Mana persembahanmu untukku?!!” tanya sosok itu.

Ya, dia adalah ingon Mbah Karmo. Dia datang meminta tumbal berikutnya. Wajahnya yang hanya tengkorak dengan rambutnya yang panjang itu menyeringai di depan wajah Yuda yang menunduk ketakutan.
“Aku sudah melakukannya. Aku sudah memberikan tumbal berikutnya untukmu.” kata Yuda dengan suara terbata-bata.

Yuda semakin panik ketika sosok itu perlahan mendekat ke arahnya dan mencengkeram kepalanya dengan tangannya yang sangat besar itu.
“Arrrgghhhh” Yuda terbangun dari tidurnya. Tapi, ia merasakan hawa janggal di sekitar kamarnya. Lampu kamarnya meredup, lalu mati, nyala, mati lalu menyala lagi terus menerus, terdengar suara geraman entah dari mana.
Sontak Yuda beranjak dari ranjangnya, memeriksa segala sudut di dalam kamarnya. Rasa takut masih menyelimuti perasaan Yuda, apa lagi dia baru saja bermimpi didatangi ingon Mbah Karmo.
Jantung Yuda berdegup kencang saat hawa dingin tiba-tiba saja menerpa tubuhnya, merasa ada sesuatu yang janggal berdiri tepat di belakangnya. Yuda semakin kalut, perasaannya semakin merasa jika ini adalah lanjutan dari teror di dalam mimpinya tadi.
Dengan peluh yang membanjiri tubuhnya, ia membalikkan tubuhnya dengan pelan. Dan…. benar saja, betapa terkejutnya Yuda saat ia melihat tubuh besar dengan wajah tengkoraknya tanpa balutan daging tengah membungkuk di hadapannya.
Kini, Yuda saling berhadapan dengan sosok menyeramkan itu. Matanya yang hanya lubang itu terlihat seperti sedang mendelik tajam pada Yuda. Mulutnya menganga memperlihatkan rongga gelap selebar-lebarnya dengan suara meminta persembahan untuknya.
Yuda tak bisa berkutik sama sekali saat sosok itu berada di depannya dengan wujud yang mengerikan.
Sosok itu mendekatkan wajahnya lagi dan kembali lagi menagih “Mana persembahanmu untukku?” tanya sosok itu.
Diantara rasa tegangnya oleh tatapan mengerikan yang masih melotot ke arahnya, Yuda berusaha meggerakkan kakinya dan menjauhkan dirinya dari sosok di depannya.
Hingga, saat Yuda mendapatkan kesempatannya, ia lantas berlari keluar kamar mencari keberadaan pamannya, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi malam hari itu. Yuda tidak menyangka sosok itu datang hingga ke rumahnya.
“Paman! Paman!” panggil Yuda seraya berlari ke seluruh penjuru rumah mencari pamannya.

“Paman?” panggil Yuda saat menyadari lelaki paruh baya itu tengah duduk di kursi depan dengan sebatang rokok diantara dua jarinya.
Seolah tahu dengan apa yang akan Yuda tanyakan padanya, pamannya langsung mengatakannya. “Apa sudah kamu bacakan, mantra yang paman berikan tadi?” Yuda mendadak tegang, ia lupa membacanya, ia hanya merapalkan mantra biasa seperti sebelum-sebelumnya.
Yuda menarik napas panjang,seolah takut dengan apa yang hendak ia katakana

Belum sempat Yuda mengatakannya, pamannya menyelanya “Belum? Bodoh! Segera ulang ritualmu! Semoga masih ada waktu dan tidak terjadi apa-apa” ucap pamannya dengan mata mendelik dan raut wajahnya yang marah
Yuda segera berlari lagi ke dalam kamar, kembali melakukan ritualnya dengan menambah rapalan mantra baru dari pamannya. Namun, baru beberapa kata yang ia rapalkan, sebuah energo yang kuat tiba-tiba saja datang dan menghantam tubuh Yuda hingga terpental ke tembok belakangnya,
“Arrgghh” Yuda mengerang kesakitan. Diselimuti kecemasan, dia berusaha bangkit dan kembali merapalkan mantra-mantra itu. Namun, malam itu terasa berat baginya, energi malam itu tak seperti biasanya, ia merasa dirinya sedang terancam meski tidak tahu siapa yang menngancamnya.
“Brraakkk”

Suara hantaman keras muncul di atap kamar Yuda. Yuda terpekik kaget dan melihat langit-langit kamarnya.
Rasa takut Yuda semakin mencuat ketika suara hantaman itu muncul lagi dan terjadi berulang kali. Yuda dengan wajah pucatya menoleh ke sekelilingnya, memperhatikan keadaan di sekitar kamarnya.
“Pyyaarrr”

Bingkai fotonya yang terpajang pada dinding kamar seketika jatuh dan pecah berkeping-keping, sontak Yuda berlari ke arah pecahan foto itu, ia berjongkok menatap pecahan kaca di bawahnya dan memungut lembar fotonya di sana.
Namun ada yang janggal di situ, Yuda melihat banyak sekali bercak darah berada di atas fotonya itu.

“Kenapa ada darah? Darah siapa?” gumam Yuda.

Suara pintu kamar tiba-tiba saja terbuka dengan suara kencang. Paman Harja muncul dari balik pintu dengan wajah marah
. Ia menghampiri Yuda lalu memaki-makinya, memberi tahunya jika ritual penumbalannya malam itu sudah gagal dan tidak bisa dilakukan ulang.

“Kamu gagal, Yuda. Persembahan kepada ingon milik Mbah Karmo harus diberikan tepat waktu. Tapi sekarang, waktunya sudah habis.”
“Gagal? Aku sudah melakukannya, kenapa bisa gagal?” tanya Yuda merespon perkataan pamannya dengan napasnya yang terengah karena merasa panik.

“Tapi kamu tidak melakukannya dengan lengkap.” kata pamannya lagi.
“Hanya karena kurang baca mantra itu? Lalu? Aku bagaimana, Paman?” tanya Yuda yang cemas dan gelisah menyoal hidupnya.
Pamannya seketika pergi dari hadapannya, lalu menutup pintu kamarnya dari luar. Yuda kini tidak hanya panik dan takut, namun juga menangis karena merasa nyawanya sudah mulai terancam.
***
Lima hari berlalu, sejak gagalnya Yuda melakukan ritual penumbalannya. Sejak saat itu, Yuda diselimuti oleh rasa cemas, pasalnya, dia terus dihantui oleh perkataan Mbah Karmo, yang mengatakan jika lalai dalam memberikan tumbal, maka nyawanya sendiri yang akan menjadi gantinya.
Hal ini, membuat Yuda lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam rumah, pekerjaannya pun ia tinggalkan demi memilih di rumah agar terhindar dari bahaya yang mengancamnya di luar sana.
Yuda beberapa kali mendapatkan teror oleh sosok demit ingon Mbah Karmo. Sosok itu menerornya dengan alasan yang tak lain adalah menagih tumbal persembahan dan mengancamnya menjadi tumbal pengganti untuk sosok mengerikan itu.
Salah satu yang mengerikan adalah saat Yuda tengah tidur dari siang hingga malam. Sekitar pukul delapan malam, Yuda terbangun saat mendengar ketukan pintu kamarnya.
“Tokk…tok…tok….”

Yuda yang baru melek pun tak langsung membukanya, ia duduk di tepi ranjang sembari sedikit menyegarkan badannya yang masih lemas.

“Tokk…tok…tok….”

“Sebentar!” seru Yuda.
Tapi ketukan itu terdengar semakin keras seolah tidak sabar untuk segera ia bukakan.

Dengan lunglai Yuda bangkit berdiri menuju pintu. Dibukalah pintu kamarnya, tampak bocah laki-laki kecil membawa satu rantang berisi makanan.
“Bagaimana kamu bisa masuk ke rumah?” tanya Yuda merasa heran sambil menyalakan lampu rumahnya yang belum menyala.

“Pintu depan nggak dikunci, aku teriak-teriak di depan dari tadi nggak ada orang, jadi aku masuk ke sini.” ucap bocah itu sambil menjulurkan rantang di tangannya.
Karena merasa lapar karena seharian tidur, dan bocah yang memberinya merupakan tetangga dekat sebelahnya, Yuda pun tidak merasa curiga terhadapnya.

“Makasih, ya….” Ucap Yuda setelah menerimanya.
Bocah itu lantas keluar rumah setelah Yuda menerimanya. Dibukanya rantang itu oleh Yuda, ternyata isinya adalah daging rendang lengkap dengan nasinya.
Tanpa berpikir lama, Yuda lantas memakannya dengan lahap. Tapi, baru saja Yuda memakan dua potong daging rendang itu, tiba-tiba tubuhnya kejang, tenggorokan hingga perutnya terasa sangat panas.
“Arrggghhhh” Yuda mengerang menahannya. Makanan yang tadi di atas tangannya pun jatuh berantakan di atas lantai.
Yuda memuntahkan kunyahan terakhir yang masih bersarang di dalam mulutnya, lalu muntah-muntah sangat kencang dan banyak, parahnya, muntahan makanannya itu disertai banyak sekali darah. Yuda yang kesakitan pun merasa tidak kuat dan akan pingsan.
“Bugggg”

Sebuah benturan mendarat keras di perut Yuda, setelah itu, sebuah pemandangan yang tidak pernah ia harapkan datang sekarang muncul lagi di hadapannya. Ya, sosok demit ingon Mbah Karmo, namun kali ini ia tidak lagi menagih, melainkan memberikan sebuah peringatan.
“Tumbal pengganti akan segera tiba.” suara berat itu kedengaran jelas di telinga Yuda sebelum akhirnya dia pingsan.
***
“Tumbal Pengganti?”

Sejak malam itu, Yuda terus dihantui oleh peringatan sosok demit yang mengancamnya itu.
Gemuruh hujan dan petir saling menyahut malam itu. Di dalam kamarnya, Yuda terus-terusan memikirkan nasib hidupnya selanjutnya. Yuda menghela napas berat, bertubi-tubi ujian yang menimpa dirinya membuatnya merasa putus asa.
Berkali-kali ia merasa ingin mati saja dan pergi demi terbebas dari jerat masalah yang menghantuinya setiap hari.

Drrrgghhhtttt….

Drrrgghhhtttt….

HP Yuda bergetar, disertai nada dering panggilan masuk.
Dalam keadaan gelisah, Yuda mengambil HPnya, melihat siapa yang meneleponnya malam-malam.

“Ibu”

Tertulis ‘Ibu’ di layar HPnya, ia buru-buru mengangkatnya.

“Ada apa, Bu?”

“Yuda dimana?” tanya ibunya
“Yuda di rumah, lagi di kamar aja.” jawab Yuda.

“Bisa jemput ibu? Ibu pulang, sekarang lagi makan sama temen ibu di kedai yang biasa kita sekeluarga makan di sini. Bisa, ya?” kata ibunya. Ia mendadak memberi kabar jika ia pulang malam itu.
“E-e-e, apa nggak ada ojek atau taxi?” tanya Yuda.

“Nggak ada, Yuda. Ibu udah cari. Ibu tunggu, ya.” ucap ibunya dan langsung menutup teleponnya.
Yuda kembali cemas, sudah berhari-hari ia dihadapkan oleh rasa takut keluar rumah, namun malam itu, ia harus menjemput ibunya keluar rumah.
***
Yuda keluar rumah dengan mobil biasanya, walaupun jaraknya lumayan jauh, ia membawa mobilnya pelan dan lebih hati-hati dari biasanya.
Di sepanjang jalan, matanya fokus memperhatikan jalanan dan orang-orang di sekitarnya, ia sadar jika hidupnya sedang dalam masa pertaruhan karena gagal memberikan tumbal pada malam kliwon sebelumnya.
Jalanan tampak lebih lengang saat hujan, roda mobilnya kini masuk di jalanan yang kanan kirinya gelap karena dulunya adalah area hutan. Jalanan datar kini sesekali berubah menjadi tanjakan dan turunan.
Di salah satu tikungan, Yuda terkejut kala melihat sebuah sosok yang beberapa hari terakhir menerornya, sosok itu tiba-tiba muncul tengah melayang di tepi jalan memperhatikannya.
Sesaat setelah Yuda melewatinya, sebuah bisikan terdengar di telinga Yuda.

“TUMBAL PENGGANTI AKAN SEGERA DATANG” dengan suara tegas seakan mengancam.
Yuda yang merasa takut pun beralih menambah kecepatannya, agar cepat keluar dari jalanan yang gelap ini. Namun, pilihannya menambah kecepatannya ternyata salah.
Saat di turunan panjang, petaka itu dimulai, rem mobil Yuda mendadak tidak berfungsi, seketika ia panik, berusaha menginjak pedal rem nya berkali-kali dan menarik rem tangan namun mobil belum juga melambat.
Semakin lama, kecepatan mobil semakin cepat. Yuda panik, ia membuka kaca mobilnya, berteriak tolong sambil menekan klakson mobilnya.

“TOLONG!!”

“MINGGIR!!!”

“TOLONG!!”

“MINGGIR!!”
Teriak Yuda. Hidupnya kini berada di ujung tanduk, ia merasa jika saat itu lah ia akan tewas sebagai tumbal pengganti yang gagal ia persembahkan.
Yuda bergerak nekat. Ia membuka pintunya, lalu melompat keluar agar selamat dari bahaya maut yang mengancamnya. Namun, nahas, karena mobilnya dalam kecepatan tinggi dan posisi lompatnya yang tidak benar, kepala Yuda mendarat lebih dulu ke atas aspal,
kulit wajahnya terkelupas dan darahnya bercucuran kemana-mana. Yuda masih sadar saat itu, ia mencoba memegang wajahnya yang tinggal daging yang berlumuran darah itu. Tubuh Yuda terkapar, sama sekali tak bisa digerakkan.
“TUMBAL PENGGANTI SUDAH TIBA!!” bisikan itu muncul lagi bersamaan dengan kemunculan sebuah truk dengan kecepatan tinggi dari arah belakang lalu menabrak tubuh Yuda hingga tergilas oleh rodanya.
Yuda seketika tewas dengan keadaan yang mengenaskan Truk itu pun kabur karena merasa tidak ada orang yang melihat kejadian itu.
Malam itu, dengan cepat Yuda kehilangan nyawanya, menjadikannya sebagai tumbal pengganti dari kegagalan yang telah ia lakukan sebelumnya.
***
Setelah kematian Yuda, satu-persatu mulai terbuka, penyelidikan kematian Sekar akhirnya menemukan titik terang, yang mana Yuda menjadi pelaku utama di balik kematian Sekar. Tak lama setelah itu, sejak khasus diculiknya Galih oleh Sekar, teror Sekar pun perlahan hilang.
Pak Satria bersama dengan yang lain, yang melakukan tirakat pagar kampung pun merasa janggal, sebuah pertanyaan terbesit di benak mereka,
“Apa karena tirakat ini teror Sekar menghilang?” , namun, terlepas dari itu semua, warga kampung sekarang merasa tenang dan bisa hidup seperti sedia kala.

(Tamat)
Teror Sekar sudah usai, namun masih tersedia beberapa lembar akhir yang hanya tersedia di @karyakarsa_id Dalang dari dalang yang sebenarnya akan muncul di sini.

Yg ingin membaca dan menuntaskannya, silakan akses melalui link di bawah ya

karyakarsa.com/wahyuariyantn/… Image
Spoiler dikit :

Sudah cukup lama Mbok ia mendengar jasad Sekar yang bergentayangan, tapi ia lebih memilih menetap dalam rumahnya, memperhatikan suasana sembari mencari tahu apa penyebab kekacauan itu bisa terjadi.
ada dalang dibalik teror Sekar yang gentayangan. Menurutnya, tidak mungkin jasad orang mati akan gentayangan di dunia, apa lagi tanpa ada tujuan atau ada orang yang memanfaatkannya.
Dia duduk bersila, memejamkan mata dengan kedua tangannya yang berada di atas pahanya. Jika dilihat, dia seperti sedang semedi atau meditasi, namun sebenarnya yang akan ia lakukan ada melakukan pengembaraan secara gaib mencari penyebab kekacauan yang ia curigai.
Namun, banyak ancaman yang datang kepadanya, ancaman itu datang tidak lain adalah dari dalang utama yang menyebabkan kekacauan ini
“Tidak ada yang hebat di dunia ini tanpa kehebatan dari Tuhan! Makhluk sepertimu dan semua yang ada di belakangmu akan segera mendapatkan tulah atas semua perbuatanmu.” hardiknya pada dalang penyebab kekacauan itu.
Teror Sekar berakhir, namun pengembaraan mencari penyebab teror Sekar belum bertemu dengan akhir. Bagi yang penasaran dan ingin menguak penyebab dari teror Sekar, bisa baca melalui tautan @karyakarsa_id saya di bawah ini.

karyakarsa.com/wahyuariyantn/…
Terima kasih kepada seluruh pembaca yang sudah mengikuti cerita ini hingga akhir. Jika berkenan, tinggalkan masukan berupa komentar agar saya bisa berkembang lebih baik lagi dalam berkarya

Yg belum follow, jangan lupa follow agar tidak ketinggalan asupan cerita baru dari saya :)

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with w a h .

w a h . Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @wahyuariyantn_

May 4
"SEKAR PATI"

Rumah yang semula tenang mendadak gaduh tanpa sebab. Malam itu, serangan Sekar semakin gila, melalui raga yang dirasukinya, ia hampir membunuh orang yang ia sasar.

Part 6 - Serangan

@bacahorror @IDN_Horor #bacahorror #ceritahorror #threadhorror Image
Maaf saya baru kembali bisa melanjutkan cerita ini karena berbagai kesibukan yang ada. Silakan tinggalkan jejak berupa like, RT dan komentar agar mengingatkan pembaca yang lainnya
Read 127 tweets
Mar 30
"SEKAR PATI"

Kabar bayi hilang secara misterius menggemparkan kampung, upaya pencarian pun dilakukan hingga larut malam. Hingga sampai pada titik dimana semua orang melihat wujud Sekar yang mirip Kuntilanak

Part 5 - Teror Yang Sebenarnya

@bacahorror_id @IDN_Horor #bacahorror Image
Yg mau baca duluan versi E-book, bisa melalui link di bawa ya

karyakarsa.com/wahyuariyantn/…
Read 141 tweets
Mar 23
Sekar Pati - Part 4
"TEROR YANG SEMAKIN MELUAS"

Hampir di setiap malam, pekik tawa dan rintihan tangis terdengar mengelilingi kampung. Sejak berita itu merebak, orang-orang lebih memilih menutup pintunya ketika gelap datang

@bacahorror_id @IDN_Horor #bacahorror #threadhorror Image
Sembari siap-siap sebentar. Silakan tinggalkan jejak terlebih dulu ya.

Yg mau baca dalam bentuk E-book, link di bawah 👇🏻

karyakarsa.com/wahyuariyantn/…
Read 141 tweets
Mar 16
"SEKAR PATI"

Suara tangis perempuan tak berwujud mengiringi lantunan doa yang dikirim warga untuk Sekar malam itu. Namun, acara yg diharapkan lancar, ternyata menjadi rentetan awal teror itu dimulai

Part 3 - Pengajian Di Rumah Berdarah

@bacahorror_id @IDN_Horor #malamjumat
Yang mau baca duluan Sekar Pati - Part 3 dengan format e-book yang lebih rapi, bisa baca disini ya karyakarsa.com/wahyuariyantn/…
Read 119 tweets
Mar 2
"SEKAR PATI"

Part 2 - Sirine mobil menggema. Riuh warga ramai memadati. Tidak ada yang menyangka, wanita itu sekarang terbaring tanpa nyawa di dalam keranda.

- a thread

@bacahorror_id @IDN_Horor #ceritahorror #ceritaserem
Silakan tinggalkan terlebih dulu, ya... Sembari saya siap-siap pulang kantor. Yg ingin baca duluan dgn format e-book yg lebih nyaman saat dibaca, bisa ke link di bawah

Part 2 karyakarsa.com/wahyuariyantn/…

Part 3 karyakarsa.com/wahyuariyantn/…
Read 131 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(