#InfoKeu
Rupiah melemah sampai hampir seperti saat krisis 1998, namun #TahukahRekan sebenarnya kondisi saat ini sangat jauh berbeda dibandingkan dengan situasi saat krisis lho. Setidaknya ada tiga alasan yang menjadi buktinya
Yuk simak #rekans :)
Rupiah melemah sampai hampir seperti saat krisis 1998, namun #TahukahRekan sebenarnya kondisi saat ini sangat jauh berbeda dibandingkan dengan situasi saat krisis lho. Setidaknya ada tiga alasan yang menjadi buktinya
Yuk simak #rekans :)
1. Alasan pertama adalah karena pelemahan rupiah yang terjadi saat ini relatif berlangsung secara perlahan dan tidak drastis. 
2. Sejak awal tahun hingga level terendahnya, rupiah melemah 9,3%, Sedangkan pada saat krisis dulu dihitung dari sejak awal tahun, nilai tukar rupiah terjun 124,39% atau setara Rp. 15.250 per dollar AS
3. Tidak cuma itu, volatilitas pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS selama krisis moneter 1997/1998 juga sangat tinggi dan bergerak dalam rentang yang lebar.
4. Perincinannya, pada 1997, rupiah bergerak di kisaran Rp 2.362 – Rp 5.850 per dollar AS. Sedangkan pada tahun 1998, rupiah bergerak pada rentang Rp 5.650 – Rp 15.250 per dollar AS.
5. Nilai rupiah yg terjun bebas, dgn fluktuasi yg tinggi, saat itu membuat hitungan bisnis kacau dan masyarakat panik. Berbeda dgn kondisi saat ini, pelaku usaha seharusnya masih bisa menyerap efek dari pelemahan rupiah yg tdk drastis dgn volatilitas relatif tidak terlalu tinggi.
6. Sebab, dibandingkan gejolak pada tahun 1997/1998, pergerakan rupiah saat ini bisa dibilang relatif kalem, yakni di kisaran Rp 13.542 – Rp 14.815 per dollar AS.
7. Alasan kedua adalah cadangan devisa jauh lebih besar. Kendati turun dari posisi akhir tahun 2017, posisi cadangan devisa saat ini masih jauh lebih besar dibandingkan dengan kondisi saat krisis 1998.
8. Saat itu, cadangan devisa Indonesia hanya mencapai US$ 23,61 miliar. Sedangkan, per akhir Juli 2018, cadangan devisa mencapai US$ 118,3 miliar. Itu berarti, lima kali lipat lebih besar ketimbang cadangan devisa 20 tahun silam
9. Dengan cadangan devisa yang jauh lebih besar, bank sentral memiliki lebih banyak “modal” untuk meredam gejolak nilai tukar. Melihat pelemahan hari ini, misalnya, Bank Indonesia turun mengintervensi pasar sehingga pelemahan rupiah tidak terlalu dalam.
10. Singkatnya, masyarakat, termasuk pelaku pasar dan dunia usaha, tidak perlu khawatir rupiah akan terpuruk. Sebab, Bank Indonesia ada di pasar untuk menjaga stabilitas rupiah.
11. Alasan ketiga adalah kepercayaan investor masih kuat. Minat investasi asing terhadap surat utang suatu negara merupakan salah satu indikator yang secara tidak langsung memperlihatkan baik buruk kondisi makroekonomi suatu negara.
12. Logikanya, tdk ada investor yg mau menempatkan uangnya di negara yg tengah sakit. Ketika Bank Sentral AS menggerek suku bunga, memang terlihat investor asing menarik danany dari pasar surat utang Indonesia. Namun, sejak awal bulan ini, asing kembali masuk ke pasar surat utang
13. Bahkan, per akhir pekan lalu, asing mencatatkan beli bersih Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 6,92 T. berarti, kepercayaan investor asing terhadap Indonesia masih kuat. Ini memberi harapan, nilai rupiah ke depan akan cenderung stabil atau tidak akan jatuh terlalu dalam.
Memperkuat keyakinan itu, lembaga pemeringkat utang Fitch Ratings mengafirmasi peringkat BBB untuk surat utang Indonesia dengan outlook stabil. Peringkat ini menunjukkan Indonesia termasuk di dalam kategori layak investasi (investment grade).
