Love For Sale "Untold" Story
Sponsored by @indicinemaBdg
Hari minggu tanggal 24 lalu kami diundang oleh @indicinemaBdg menghadiri penayangan film Love For Sale di markas mereka. Bukan hanya penayangan filmnya saja, diundang juga sang sutradara Andi Bachtiar Yusuf untuk turut serta dalam sesi tanya jawab..
Di event Sunday Premiere, nonton Love for Sale dan bincang-bincang langsung sama sutradaranya, Andi Bachtiar Yusuf. Funny yet serious fellow, he is. Ga cuman friendly, pak sutradara kita ini ternyata cukup "bocor" juga 😂
Setelah beres nonton, kita semua bincang-bincang dengan Bang Andi (yang sering memanggil dirinya "Ucup" kependekan dari Yusuf) ngobrolin dan ngebedah film Love for Sale ini. Satu hal yang menarik, ini ide awal cerita Love for Sale udah kepikiran dari lama banget.
Ide cerita Love For Sale ini sempet diremehkan juga oleh beberapa PH, pas dijelasin plot awal pasti ditanyain pertanyaan "Ini komedi bukan?" dan "Ada setannya kaga?". Pas di jawab kaga, langsung dibilang "Yah ini mah kaga akan laku" 🤣
Tapi untungnya Bang Yusuf ketemu dengan Angga Dwimas Sasongko selaku produser. Di saat yang lain nolak, Angga malah langsung nanya mau syuting di set mana. Dan selanjutnya ya sudah, jadilah film Love for Sale dengan syuting selama 10 hari yang menghasilkan 102 scene *CMIIW
Bang Yusuf merasa kalau Love for Sale adalah karya terbaik dia. Dia bikin film ini awalnya dari cerita, tapi pada dasarnya dia pengen nunjukin satu tema yang semua orang pernah ngalamin hal yang sama; ketemu orang yang asik di suatu hari lalu menghilang begitu saja..
Obrolan kemudian berlanjut. Kami ngasih pertanyaan pertama; yang dimana sebelum kami buka mulut Bang Yusuf udah ngebales dengan pertanyaan : "Apa, mau nanya Arini kemana?"
Sial, tau aja kami mau nanya apa 😂
Tapi nggak, kami justru penasaran oleh desain karakter dari Arini yang sebenarnya. Darimana proses karakter Arini tercipta, gimana proses casting, apa aja riset yang dilakukan dan sebagainya. Considering that sex scene, kami pikir ini ga akan mudah. Jawabannya sangat menarik..
Pertanyaan kami dijawab setengah bercanda dengan "Castingnya cuman liat sex scene nya aja sih kalau gua" 🤣
Bang Yusuf lalu meneruskan kalau "Arini tercipta gitu aja, dari cerita temen dan berkembang jadi Arini yang kita lihat di film".
Nah, justru ada yg menarik di risetnya..
Cerita Love for Sale secara kasar adalah cerita tentang escort, begitu kata Bang Yusuf. Nah si Della Dartyan selaku pemeran Arini pernah nyobain jadi escort selama satu hari. Besoknya dapet tips, terus dibeliin duren 4 biji 😂
Escort tuh apa? googling aja deh :))
Next..
Bang Yusuf juga bilang kalau di internet banyak yang ngatain kalau Arini itu lebih jahat dari Thanos 🤣🤣🤣
Padahal katanya, Arini itu karakter yang simpel, dia adalah escort profesional yang menjalankan tugasnya dan berakhir sesuai dengan kontrak. Sesederhana itu.
Obrolan kemudian berlanjut, ngomongin proses cabut pasang cerita sebelum proses syuting. Untuk intronya, Bang Yusuf bilang kalau dia pengen bikin intro yang impactful buat penonton, layaknya film Saving Private Ryan.
Iya, seidealis itu dia.
Dia pengen 10 menit pertama penonton udah betah. Scene awal tu tadinya saat Richard sedang di cafe, bukan saat Richard bangun tidur.
Tapi karena adegan Richard baru bangun + kancutan sambil garuk BJPLR terlihat lebih menarik, jadilah adegan itu dipakai sebagai overture. Gitu.
Oh iya, kata Bang Yusuf ini waktu Gading Marten syuting bugil, ya itu bugil sebugil-bugilnya. 😂
Karena pada awalnya memang ditargetin buat jadi film festival kan, tapi akhirnya dibuat kancutan biar bisa "lebih banyak yang liat". Gitu sih katanya...
Bang Yusuf bilang kalo sebetulnya Love for Sale punya alternate ending.
Ceritanya bukan saat Richard pergi naik motor ke pantai, tapi Richard dan karyawan saat itu sedang di Gambir, lalu melihat Arini pakai baju metal dengan pasangan metalnya di peron seberang.
Menarik ya..
Yup, tadinya ending plot ini mau dipakai buat nunjukin kalau Arini adalah seorang escort profesional yang memang berdedikasi tinggi pada pekerjaannya. Dia akan membaur dengan pasangannya, kalau sama pasangan metal jadi ikutan metal. Gitu.
Tapi karena banyak faktor dan lain hal, jadilah cerita yang dipakai Richard motor-motoran ke pantai.
Dan kalau ngomongin soal ending yang gantung, pasti bikin penonton penasaran tentang kemungkinan sekuel bukan? tentu saja, Bang Yusuf yang "bocor" pun menjawab pertanyaan ini..
Perihal ending yang menggantung dan apakah ada lanjutan. Di sini Bang Yusuf bilang : "Bakal ada film lanjutan, entah prequel, sekuel, atau bahkan dibikin universenya. Bahkan tadinya beliau kepikiran bakal dibikin series.
Sebelum ada wacana dibikin film lanjutan, tadinya Love for Sale mau dibikin series yang ngangkat worklife karyawan percetakan Richard, gimana mereka ngejalanin kerjaan mereka sehari-hari. Tapi karena udah ada membuka wacana film lanjutan, proyek series ini ditunda dulu.
Bang Yusuf bilang sekarang2 sih masih meraba dan mencoba matengin dulu yang ada. Tapi yang jelas, catet nih... film lanjutan dari Love for Sale bakal nampilin Arini lagi dan kemungkinan besar akan menjawab semua pertanyaan kita selama ini.
Gimana, menarik? :))
But be warned, film lanjutan ini kemungkinan besar akan punya 'konten' yang berbeda dari film pertama. Ibarat Thor 1 dan Thor 2, bukan sekuel tapi punya rasa yang berbeda. Kami sih ga peduli, sing penting bisa tau kemana Arini dan liat Della Dartyan akting lagi udah cukup 🤣
Dan acara bincang-bincang pun akhirnya telah berakhir. Kemudian muncul lah pertanyaan terakhir yang rasanya wajib ditanyakan pada setiap sutradara yang punya karya : "Punya pesan yang ingin disampaikan sama penggiat film yang masih baru?"
Jawaban Bang Yusuf singkat, padat, jelas : "Bikin aja filmnya, ga usah kebanyakan mikir. Nanti kalau kebanyakan mikir ga akan jadi-jadi. Bikin film yang lu suka, nanti juga bakal keliatan hasilnya". Super sekali.
Bang Yusuf juga lanjutin, "Awalnya juga gua ga tau mau ngapain. Akhirnya iseng nyoba awal syuting modal 150 ribu, kamera minjem. Dari situ mulai dapet dah tuh kesempatan, di Berlin lah, dimana lah, festival lah segala macem"
"Buruan aja bikin yg lu suka. Jangan kaya gua, di umur 34 loh gua baru mulai tau apa yang gua mau lakuin dan mulai jadi kaya begini". Nah, ini dia kata semangat yang mungkin kita semua cari, dengan usaha dan cinta pasti akan menghasilkan karya yg mampu diapresiasi banyak orang.
Yah, kami sendiri ga nyangka bakal nemu banyak pelajaran setelah nonton Love for Sale dan bisa diskusi bareng sama Bang Yusuf. Kami cuman bisa bilang makasih banyak banget buat semua bocoran, sneak peek dan proses behind the scene yang udah diceritain. 👌
Yang jelas, kami dan penggemar lainnya sangat-sangat-sangat menunggu film lanjutan dari "Love for Sale" ini. Semoga kami bisa ketemu, ngobrol, dan mungkin foto bareng lagi dengan Bang Yusuf.
Semangat terus, kita menunggu karyamu selanjutnya Bang @andibachtiar!
Terima kasih banyak buat @indicinemaBdg yang sudah mengundang kami ke event Sunday Premiere kemarin. Kalo ga ada mereka, ga ada "untold story" Love For Sale yang kalian lagi baca saat ini..
Nah buat kalian yang masih punya pertanyaan lainnya yang belum tertulis di thread, silakan tanya langsung kontributor kami @aryandiaz yang bertugas di lapangan saat event tersebut 👌
Love For Sale bisa ditonton secara legal di Netflix ya. Mari hargai karya berkualitas ini :)
Buat yang belum tau, The Medium ini dihandle oleh 2 orang yang berpengalaman di ranah horor dan thriller. Banjong Pisanthanakun dan Na Hong-Jin.
Yang satu sutradaranya Shutter, 4Bia & 4Bia 2. Satunya lagi, penulis sekaligus sutradara The Chaser dan The Wailing.
Ini mungkin sebaiknya kami infoin sejak awal.
Buat yang mikir kalo The Medium bakal punya treatment yang mirip-mirip dengan The Wailing, well... meski ditangani oleh orang yang sama, film ini punya cara yang berbeda dalam memberikan teror kepada para penontonnya.
Sejujurnya dengan hanya mengingat judulnya saja membuat kami mengingat scene demi scene "mengerikan" yang muncul di film ini.
Silenced, bukanlah film yang bisa dinikmati dan ditonton berulang kali. Butuh "tenaga ekstra" untuk bisa menyelesaikan film ini dari awal sampai akhir.
Kalo filmnya sebegitu "ngeri"nya, kenapa dibahas?
Karena film ini berhasil memberi pengaruh besar terhadap sebuah "real case" yang coba diangkatnya.
Kalian bisa baca tweet dan artikel yang dishare oleh @widysaaja berikut ini