,
11 tweets,
4 min read
Read on Twitter
“Ad utrumque paratus”: Beriman Katolik antara Kepatutan dan Kelucuan <<Sebuah Utas>>
@KatolikG @FaktaKatolik
.
.
Saya bahagia karena beberapa akun dengan nama “Katolik” bersitegang soal materi twit “lucu” yang dianggap tak patut hingga soal otoritas Gerejani. Mengapa?
@KatolikG @FaktaKatolik
.
.
Saya bahagia karena beberapa akun dengan nama “Katolik” bersitegang soal materi twit “lucu” yang dianggap tak patut hingga soal otoritas Gerejani. Mengapa?
Saya bangga juga bahwa khazanah iman Katolik menjadi wacana di ranah publik Twitterland. Usaha evangelisasi baru di jagad maya adalah bentuk kepedulian jemaat beriman untuk berbagi pengetahuan iman dan sukacita mengikuti Yesus Kristus!
“Menggarami,” saya yakin, adalah niatan semua akun berlabel Katolik; apapun isi cuitannya. Twit ttg pokok dan ajaran iman biasanya ‘aman’ karena ortodoksi lebih dapat dijamin dan falsifikasi-verifikasi isi juga dapat dibuat. Tidak demikian adanya ttg twit lucu-lucuan...
Akun @KatolikG memang kadang (atau seringkali, hehehe) menyerempet asas kepatutan - setidaknya menurut @FaktaKatolik dan beberapa akun serius lainnya. Yg lucu memang biasanya datang dari periferi dan dari luar batas. Lalu, apakah yg lucu-lucuan ini harus dihentikan?
Hehehe, menurut hemat saya, janganlah kita saling meniadakan satu sama lain... Senakal apapun mulut dan jempol saudaramu, ia adalah putri dan putra dari Bunda Gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik... bila tersinggung dengan ujarannya, tegurlah dan ingatkan dia dg santun!
Dan mestinya @KatolikG tak perlu jadi defensif, bad-mood, atau kuatir ketar-ketir saat diingatkan... hehehe, apalagi sampai meng-update Bio “tidak mewakili ajaran Gereja Katolik manapun” 😂😂😂 Anggaplah ini sebagai bagian discernment-mu: bukan sensasi, tapi “menggarami”...
@FaktaKatolik dan akun-akun serius lain yg gerah dg @KatolikG: berusahalah melihat intensi baik yg terselip di cuitan mereka... Semakin kita rendah hati dan sederhana, mestinya kita makin mampu membantu yang sekilas lucu dan dangkal untuk menemukan “kedalaman”nya...
Sebelum sampai ke urusan formal Kitab Hukum Kanonik, hayati saja dulu label “Katolik” kita dengan komunikasi yang baik sebagai saudara dan saudari. Yg “serius” jadi pengingat kepatutan untuk yg “lucu.” Yg “lucu” menjadi “penyeimbang” kesegaran bagi yg “serius”...
Nah, sekali lagi, saya teringat pada ajaran seorang Jesuit yg bijaksana: “Gereja Katolik selalu tumbuh dalam tegangan; dalam tension antara organisasi dan organisme, antara kedosaan dan kekudusan...” Mungkin, ia juga tumbuh antara “kepatutan dan kelucuan,” “antara nalar dan rasa”
😎😎😎 Lapangkanlah jalan ksatria-mu, @FaktaKatolik: banyak yg membutuhkan pencerahan budi dan kedalaman misteri iman yang kita akui (lex credendi, lex orandi, lex vivendi)! Setialah di garis lucumu, @KatolikG: banyak pula yg merindu gelitik & candamu sbg jalan “duc in altum”...
Nah, semoga motto lawas ini kita renungkan bersama: “At utrumque paratus” ~ “Be prepared for both.” Bukan untuk saling merelativir jalan masing-masing garis, namun untuk saling menyadari bahwa silang sengkarut kadang jadi tanda “pertumbuhan” ke arah yg lebih baik! Berkah Dalem! 
