Toh itu hanya troli makanan yang mungkin sedang didorong oleh salah satu rekan kerja, kenapa harus takut?
Troli itu bergerak sendiri..
Kira-kira seperti itu suaranya,
Trolinya semakin dekat dan terus mendekat, membuat jantungku berdetak cepat.
Rrrrrrrr, rrrrrrrr,rrrrrr…
Pada detik itu aku belum bisa melihat apakah troli berjalan sendiri atau ada orang yang mendorongnya.
Rrrr..rrrrrrr..rrrrr.
Aku menahan nafas, diam gak bersuara, karena sepertinya bukan Rahman yang sedang di depan kamar..
Troli berjalan kembali, perlahan bergerak ke arah kiri..
Beberapa detik kemudian barulah aku dapat melihat troli itu secara utuh.
Gak ada Rahman di belakangnya.
Troli-nya berjalan sendiri, bergerak sendiri..
***
Sudah lima tahun lebih aku bekerja di tempat ini.
Seperti yang aku bilang tadi, hotel tempatku bekerja ini memang termasuk hotel besar, memiliki empat tower yang berdiri kokoh di dalam satu wilayah, setiap tower memiliki puluhan kamar dan apartemen untuk disewakan.
Berdiri persis di pinggir pantai landai berpasir putih, pantai nyaris tanpa karang.
Tapi ya itu tadi, namanya juga hotel yang sudah tergolong tua, gedungnya ya sudah tua juga.
Kami sadar, banyak bagian hotel memang sudah harus direnovasi, salah satunya lampu-lampu banyak yang mati, menjadikan suasana menjadi remang gelap saat malam tiba.
Tentu saja, yang paling menarik ketika membaca testimoni dari tamu yang pernah mengalami kejadian seram ketika menginap di sini.
Hotelku ini terkenal cukup horor, banyak cerita seram beredar di luar sana tentang keangkerannya.
Hmmmm, begitulah..
Beberapa dari banyak kejadian seram, akan aku ceritakan di sini, di Briistory.
***
Ketika aku sedang bersantai, tiba-tiba terdengar suara Pak Dewo, supervisorku, di radio pendek yang sedang dalam genggaman, dia menyuruh untuk memeriksa salah satu kamar di tower Sadewi.
Ada darah di bathtub? Apa lagi ini?, begitu pikirku dalam hati.
Aku bergegas menuju kamar yang dimaksud oleh Pak Dewo tadi, cukup jauh jauh perjalanan yang harus ditempuh karena tadi aku sedang berada di kolam renang yang letaknya jauh dari tower Sadewi.
Sesampainya di depan pintu, aku mengetuknya.
Gak lama kemudian pintu terbuka, lalu muncul perempuan setengah baya berdiri dengan wajah ketakutan.
Kamar yang ibu ini tempati berbentuk seperti apartemen, terdiri dari satu kamar tidur, ruang tengah, kamar mandi besar, dapur, dan juga ada teras yang langsung menghadap laut.
Apartemen-apartemen ini ada yang merupakan kepemilikan pribadi/umum, tapi ada juga yang memang milik pihak hotel.
Aku melihat sesuatu..
Dia sepertinya sedang coba menidurkan bayi tersebut, bayi yang kelihatannya sudah tidur nyenyak karena gak bersuara sama sekali.
Kemudian aku melanjutkan langkah menuju kamar mandi.
Gak ada keanehan, lampu menyala terang, lantai bersih dan kering, handuk masih terlipat rapih di rak-nya, gak ada yang aneh.
Bathtub terisi air setengahnya, airnya bening dan bersih, sama sekali gak ada darah.
Bersikap sopan, aku menunduk dan tersenyum dengan maksud memberikan gestur permisi. Ibu itu membalas tersenyum.
Kemudian aku melanjutkan langkah..
Lalu dia berdiri dan berjalan menuju kamar mandi, hendak memeriksa keadaannya.
“Ya sudah mas, terima kasih. Nanti saya hubungi lagi kalau masih ada masalah.” Begitu kata Ibu itu akhirnya, masih dengan mimik keheranan.
“Bener Pak, gak ada darah sama sekali, kamar mandi bersih.”Jawabku.
Ada darah lagi? Aneh, padahal jelas-jelas tadi kamar mandinya bersih ketika aku memeriksanya. Tapi ya sudahlah, bagusnya ibu itu pindah kamar saja.
Kemudian kami keluar kamar, menuju kamar yang baru di lantai tiga.
Tapi, bukannya tadi ada satu perempuan lagi dan bayinya?, dalam hati aku bertanya-tanya.
Ah mungkin mereka sedang berada di luar kamar, begitu kesimpulanku.
“Bu, ibu yang satu lagi ke mana ya? Yang tadi di kamar sedang menggendong bayi?” Tanyaku ketika kami sudah berada di depan pintu lift.
Kami hanya berdiam diri menunggu pintu lift terbuka. Sangat hening..
Ada sosok kelihatan namun gak begitu jelas, berdiri diam sambil menggendong bayi.
Sosok yang sepertinya sama dengan yang aku lihat di dalam kamar 406 tadi.
Pintu lift gak juga kunjung terbuka, membuatku semakin gelisah ketakutan..
Kemudian dia tersenyum, senyuman yang aku sudah mengenalnya beberapa saat yang lalu.
Sangat mengerikan..
Sukurlah, pintu lift akhirnya terbuka.
Buru-buru kami masuk ke dalamnya.
“Seram mas, saya gak berani di kamar sendirian. Tadi saya juga melihat perempuan itu, yang sedang berjalan di lorong sambil menggendong bayi. Itu bukan orang mas, itu setan.” Kata ibu itu lagi dengan suara gemetar.
***
Tenang, masih banyak kejadian seram di hotel itu yang akan diceritakan di sini, di Briistory.
Tapi sepertinya cukup sekian dulu untuk malam ini, sampai jumpa lain waktu.
Tetap sehat, tetap jalankan social distancing.
Sekali lagi, selamat berpuasa semuanya.
Salam,
~Brii~