#HorrorThread
“JAMAAH TAK KASAT MATA”
Mereka yang tetap ada meski raga tiada.
Lanjutan dari thread #LembahMisteri
__ A Thread __
@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor| #bacahorror #ceritahorror

Gak perlu alarm lagi kalau di rumah, ibuku pasti membangunkanku tiap subuh.
Aku lihat di luar masih cukup gelap, sambil menahan kantukku aku paksakan ke kamar mandi buat kencing dan ambil air wudhu.
Tak begitu lama akhirnya aku selesai sholat subuh dan aku langsung keluar rumah menuju emperan depan.
”Kreteg,kreteg”, aku renggangkan pinggang dan leherku, sedikit pemanasan di pagi yang damai ini
Matahari mulai terlihat jingga di ufuk timur, pagi ini cuacanya cukup cerah. Aku benar-benar kangen dengan suasana rumah. Lanjutlah aku ke pekarangan belakang.
Ternyata kambing bapakku sudah mulai banyak. Terakhir aku pulang ke rumah hanya lima ekor, sekarang sudah beranak menjadi 9 ekor.
Sudah 3 tahun ini durian di belakang rumah berbuah sepanjang tahun.
Kalau kalian mau tahu ceritanya nanti aku ceritain di part lain saja. Lumayan seram tapi kali ini aku ceritain yang dekat dengan rumahku saja.
Ternyata duriannya udah gede-gede, dan kucium ada wangi semerbak yang artinya ada yg sudah matang di pohon.
Gak mau lama-lama aku panjatlah pohonnya buat cari yang sudah matang. (Duriannya sama bapakku ditaliin jadi buat tahu yg matang, harus panjat dulu).
Ada 2 durian yang jatuh hari ini. Langsung saja aku lepas talinya dan aku bawa ke dapur.
Ibuku masih suka masak pakai kayu bakar dibandingkan kompor gas (dia hanya pakai kompor gas saat kepepet saja) karena dia bilang rasa masakan dari tungku lebih enak.
Meski cuma nasi putih, sayur rebus, tempe, ikan asin dan sambel, rasanya sudah enak sekali. Beda banget dengan masakanku yang di kota.
"Bugahen bapakamu, kon ndang sarapan trus golek ramban" (Bangunin bapakmu, buruan sarapan lalu cari makanan kambing).
Kulihat jam dinding baru setengah 7 pagi, tapi semua keluargaku sudah bangun dan siap-siap untuk sarapan.
Pagi ini kami sarapan dengan lahap diiringi dengan langgam jawa kesukaan bapakku. Aku ceritakan tentang keseharianku di Jakarta. Sesekali bahas adekku cewek yang sekolah di kota juga.
Langsunglah ku ambil pisau di dapur dan membelahnya. Karena baru saja jatuh, jadinya susah sekali kulitnya untuk dibuka.
Aku tetap di rumah dan membantu ibuku merapikan beberapa kamar yang sudah berantakan. Acara bersih-bersih rumah sebelum Ramadhan.
Kali ini aku merapikan kamar gudang yang sudah seperti kapal pecah. Aku tahu, kamar berukuran 2 x 3 meter ini cukup spesial bagi bapakku.
Makanya aku sangat hati-hati saat membersihkannya.
Ada juga sisa bunga kering, daun pandan dan daun pohon jarak layu di lantai. Kurapikan pelan-pelan agar tidak ada barang penting yang terbuang.
Ada juga bambu buntet (bambu tanpa lubang) dan juga bungkusan kain putih dan hitam yang aku tak tahu benda apa di dalamnya.
Kamar ini memang cukup mistis. Apalagi saat malam hari jarang sekali bapakku menyalakan lampunya.
Selesai membersihkan kamar gudang, terdengar motor bapakku sudah sampai di belakang rumah.
Beliau tingginya setelingaku, kulitnya sawo matang dan rambutnya putih panjang tak pernah dipotong. Banyak anak kecil takut sama dia pas pertama kali ketemu.
Aku bergegas mandi dan kulihat bapakku istirahat di teras belakang menunggu giliran mandi.
Jaraknya sekitar 3 km dari rumah melewati kebun dan persawahan hingga menyeberang sebuah jembatan gantung yang rapuh.
Kulepas alas kakiku dan melangkah perlahan disela-sela makam orang. Dan tanpa sengaja aku melihat satu makam yang cukup misterius dengan kain hitam menutupi nisannya.
Akhirnya aku ingat, dulu saat aku kelas 6 SD ada teror seram yang terjadi berbulan-bulan di sekolah SMP kampung kami.
Tak mau pikiranku terfokus dengan kuburan itu, aku bergegas menyusul bapak yang ternyata sudah sampai di makan orang tuanya.
Kami mulai diam menghadap kiblat sambil memanjatkan doa untuk mereka. Semoga di Bulan Ramadhan ini semua dosa mereka diampuni oleh-Nya.
Masih ingat, dulu kakek angkatku meninggal cukup tragis karena santet. Akan aku ceritakan di part "Santet" dilain kesempatan.
Mataharipun sudah tidak nampak di ujung barat karena tertutup perbukitan. Kutengok jam tanganku ternyata sudah pukul 5 sore.
Kamipun bergegas menuju motor. Sela kuburan demi sela kuburan kulewati, hingga aku bertemu lagi dengan kuburan nisan hitam itu.
Kuambil alas kaki yang aku tinggalkan di luar dan bergegas pulang menaiki motor.
"Allahuakhbar, Allahuakhbar" terdengarlah suara adzan maghrib dari mushola kampungku. Aku masih hafal itu suara Pak Samin. Beliau yang biasa adzan sejak aku masih belajar mengaji dulu.
Aku bawa makanan yang sudah disiapkan ibu untuk dibagi dan kali ini aku mau jalan kaki menuju sana.
Jarak mushola dengan rumahku sekitar 250 meteran.
Beda saat waktu aku masih SD yang rumahnya jarang dan listrikpun masih minim.
Ku susuri jalan setapak sambil menyalakan torch di hp untuk penerangan.
"Eh Ris kapan moleh? Jek tas ketok loh" (eh Ris kapan balik? Baru kelihatan lho. Tanya seorang warga.
Kamipun jalan bersama menuju mushola. Dan terdengar “tong, tong, tong” suara kentongan kayu mushola untuk memanggil warga
Akhirnya sampai juga di mushola kebanggan kami. Bentuk luarnya masih sama seperti yang dulu
Aku lepaskan alas kaki dan masuk sekalian menaruh makanan di tengah. Tak lupa salaman dengan sesepuh kampungku yang sudah hadir lebih dulu.
Aku ingat namanya Pak Sarimo.
Lantai semen tua yang sudah retak-ratak dan ambles dibagian tengah.
Karpet dan tirai hijau pemisah shaf, bahkan bangku tempat mengaji dan papan tulis kapur masih terpasang di bagian samping.
Dan mungkin sekarang mereka berada diantara kita untuk munggahan puasa.
….
Hari ini pelajarannya tajwid dan aku sudah hafal semua hafalannya. Aku kemasi bukuku dan obor bambu untuk penerangan nanti saat pulang.
Tak lama kemudian temanku menghampiri rumah untuk segera berangkat. Bergegaslah kami buru-buru ke mushola karena kami sudah telat.
Sudah beberapa kali aku kena hukuman.
Larilah kita dan dalam hitungan menit sudah sampai di mushola.
“Cak Tomo endi?” (Mas Tomo mana?) tanya sambil ngos-ngosan sekaligus lega belum ada gurunya.
(Gak datang orangnya, katanya dia ada kepentingan. Tapi kita disuruh tetap disini sampai isyak seperti biasa).
Aku taruh tasku di pojokan dan bergegas bareng Adi, Doi dan Alfan keluar mushola.
Sedangkan anak cewek Nur, Ilut dan siti masih asik main bola bekel di dalam mushola.
(Bosen ah main kelereng terus, Yok main ke sumber sekalian wudhu nanti)
Tapi karena matahari sudah tertutup bukit di barat, suasana sore itu sudah mulai agak gelap.
Dan kami berempatpun tetap saja nekat menerobos kebun untuk ke belik.
Sesekali terdengar bunyi "kitttt, krettt, krettt" suara pohon bambu bergesekan teriup angin, membuat makin mencekam.
Akupun mengiyakan karena memang nuansanya sudah horor, apalagi kami berada di belik/sumber air yang biasanya banyak penunggunya.
(Halah jangan penakut kamu, masih jam 4 ini. Gak ada apa-apa di sini, malah bisa main seru)
Jawab di Doi yang emang paling tua diantara kami.
Siapa yang paling terakhir nyampe finish wajib cerita rahasianya. Biasanya kita cerita rahasia cinta monyet atau tontonan film porno si Doi.
Dan kamipun sontak berhenti main ketika Alfan bilang "heh rek mambu sesuatu ngga?" (Heh kalian mencium sesuatu gak?)
Bau khas bunga kuburan yang cukup menyengat, seperti ada kehadiran mahkluk lain yang cukup dekat dengan lokasi kita.
"Ayo balik rek, engko wudhu nde jeding ae"
(Ayo kita balik, nanti kita wudhu di toilet aja) ajakku ke mereka.
Baru melangkah beberapa langkah dari arah berlawanan Mbah Sarimo datang dan cukup mengagetkan kami.
Kamipun berteriak kaget, bener-bener deg-degan karena berpikir bertemu hantu.
(Ngapain kalian di sini teriak rame-rame sampe petang/maghrib?)
Tanya mbah Sarimo ke kami.
(Hah engga kok mbah, kita cuma main biasa sekalian wudhu).
Jawaban alfan untuk mengelak.
Sambil masih bertanya-tanya, emang iya ya suara kita berisik sampai kedengeran jauh ke warga. Padahal jaraknya cukup jauh.
Hari ini jatahnya Adi untik adzan. Kulihat mbah Sarimo masih berada ke teras mushola sambil menghadap selatan.
Seolah dia melihat sesuatu dari arah belik.
Kemudian mbah Sarimo memanggil kami berempat ke teras mushola seperti mau memberi nasehat penting ke kita.
(Kalian kalau sudah sore jangan suka main di belik. Apalagi sambil bersenda gurau di situ)
Nasehat pertama beliau.
(Kenapa mba?)
Tanya Alfan
Takut menggagu atau malah membuat mereka tertarik dengam kita. Apalagi hitungannya kalian masih perjaka semua.
Si Alfan yang masih penasaran bertanya apakah dia melihat makhluk lain saat di menemui kami? Soalnya tadi ada bau bunga.
(Iya tadi ada sosok sundel bolong dekat bambu, untuknya kalian cepat balik. Bisa-bisa kalian dibawa oleh dia)
Jawab mbah Sarimo dengan lirih
Astaghfirullah...untungnya kami semua tadi segera balik ke mushola. Gak kebayang kalau sampai melihat sosoknya.
Si Nur ijin balik dulu ke rumah karena dimintai tolong ibunya. Rumah dia deket banget soalnya.
Namanya gak ada guru ngaji, baru membaca beberapa ayat saja akhirnya kami malah tergoda buat main. Ada yang ngajakin abc lima dasar, ada yg tebak-tebak, bahkan main bekel.
Hingga Ilut teriak
"aaakkhhhh ono tekek ceblok nemplek nde rukuhku"
(Ada tokek jatuh, nempel di mukenaku)
Suara kami makin riuh karena tokeknya lari di lantai.
Terdengar suara erangan cukup keras dari depan mushola. Seolah suara marah meminta kami tidak berisik.
Suaranya mirip dengan suara erangan hantu di film
Terlihat samar-samar ada bayangan hitam besar dan tinggi, namun dalah hitungan beberapa detik menghilang.
Kamipun mulai saling memandang dan memastikan apaan tadi yang silihat didepan.
(Udah kita gak usah berisik, diem aja sebentar lagi isya dan segera kita balik ke rumah)
Ucap Siti seolah menenangkan kita
Bener-bener malam itu cukup mencekam. Rasanya menunggu waktu isya cukip lama.
Selang beberapa menit kejadian janggal mulai terjadi lagi. Ini benar-benar diluar nalar kami saat itu.
(Heh, kalian denger gak)
Tanya Alfan.
Kamipun berlima bilang iya denger juga. Ada suara gemuruh, meski pelan tapi perlahan-lahan seolah mendekat ke mushola.
Apalagi bayangin kondisi sekitar muchola yang sepi dan gelap.
Ada gempa cukup kencang ternyata kami rasakan di mushola.
Kamipun teriak kencang dan berhamburan keluar mushola menuju rumah terdekat yaitu rumah mbah Sarimo.
"Ono lindu mbah"
(Ada gempa mba) ucap kami bersamaan sambil ngos ngosan.
Di situ kulihat ada mbah Sarimo dan istri, Pak Samin dan anaknya.
"Lindu opo, wong gak onok lindu kok"
(Gempa apa, orang gak ada gempa)
Tandas mereka kepada kami.
Tidak mungkin tidak terasa juga di rumah warga. Karena kami merasakan goncangan kuat saat di dalam.
"Ngombe disek, ben tenang terus cerito o"
(Minum dulu, biar tenang terus ceritalah)
Koyoke jamaah liyane sing nde mushola keganggu karo awakmu. Ket sore wes rame mulai tekok belik sampe nde mushola.
Iling sing ibadah nde mushola iki duduk awake dewe sing wujud menungso. Enggko coba takokni pak Samin.
(Ingat, yang ibadah di mushola ini bukan hanya kita yang berwujud manusia. Coba nanti tanya pak Samin)
Dia juga yang mematikan lampu mushola setiap malamnha dan menyalakan lagi ketika waktu sholat subuh.
Tetapi juga mereka yang tak kasat mata
Melihat lampu mushola masih nyala, akhirnya dia bergegas keluar rumah menuju mushola untuk mematikannya.
Hingga akhirnya dia memarikan lampu, pas balik badan dilihatlah sosok manusia berbaju putih sedang duduk di mushola seperti sedang berdzikir.
Dan kali ini ketika dia berbalik setelah menutup pintu, dilihatlah sosok hitam tinggi tepat di halaman mushola.
Dan segeralah pak Samin kembali tidur ke rumahnya.
Dia melihat dari jendelanya, tidak ada orang di dalam mushola.
Namun ketika dia mau adzan subuh pasti lampinya sudah dimatikan kembali.
Mereka itu baik, tidak mengganggu. Dulunya mereka adalah petapa yang ada di hutan selatan kampung kami.
Namun setelah sekian lama bertapa, akhirnya mereka murco (raga mereka hancur bersama alam) tetapi ruhnya masih ada.
Itu makanya kalian yang mengaji, jangan sula bersenda-gurai berlebihan di mushola.
Hingga akhirnya pak Samin mengajak kami untuk sholat isyak.
Hari ini pak Saminlah yang mengatar sampai halaman rumahku.
Selamat Sahur, Selamat Berpuasa.