Kemarin saya menghapus tweet saya yang berisi kabar penangkapan @raviopatra. Saya menghapusnya karena menemukan ada informasi yang kurang tepat dan kemudian dijadikan materi gorengan oleh buzzer, yakni mengenai "Head of Security Whatsapp".
Ketidakakuratan ini saya ketahui setelah saya memverifikasinya lewat kawannya Ravio. Orang inilah yang menghubungi kenalannya, yaitu seorang petinggi di kantor perwakilan Whatsap di Singapura (jadi BUKAN Head of Global Security).
Kenalannya itu kemudian meminta tim keamanan internal Whatsap untuk memeriksa akun Ravio. Lewat dia pulalah terkonfirmasi bahwa benar akun Ravio dibobol orang.
Namun, kesalahan ketik pada informasi awal ("head of security whatsapp") tidak mengurangi fakta bahwa akun WA Ravio benar diretas dan kemudian dipakai untuk menyebarkan provokasi, seolah Ravio yang melakukannya sendiri.
Untuk saat ini saya hanya bisa menyampaikan informasi ini. Dan saya sengaja mengabarkan penghapusan tweet saya tersebut sebelum digoreng lagi oleh buzzer (yang mana sudah mulai dilakukan).
Terima kasih, dan tetap jaga kawanmu.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Minggu lalu saya diminta jadi narasumber oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak. Topiknya: bagaimana representasi keluarga di media mensosialisasi pemahaman kita tentang gender.
Daripada presentasi tsb ngendok di laptop, maka saya bagikan saja di sini ya.
Tentu saya tidak mungkin membagikan semuanya. Karena itu saya pilih satu bagian aja ya soal analisis sederhana tentang iklan.
Tidak ada temuan baru sih. Intinya, di iklan TV, ayah selalu absen dalam urusan domestik.
Lihat ini deh. Di iklan obat anak, adegan ini masif: anak sakit dan ibu duduk di samping ranjang.
Bapaknya mana? Bapaknya muncul nanti, ketika si anak sehat dan sekeluarga main lari-larian di taman. Di banyak iklan yang saya tonton, bapak tidak terlibat merawat anak yang sakit.
Bahasa itu bukan sekadar kegiatan menamai realitas, tapi ia juga membentuk realitas. Ada dimensi sosial & politik dari bahasa. Berbahasa itu praktik kekuasaan. Mereka yang pekerjaannya, utamanya, menggunakan bahasa, harusnya paham dan tidak lugu.
re: menggagahi vs memperkosa
KBBI itu bukan benda mati yang lahir di ruang vakum. Ia adalah produk kekuasaan. Lema dan definisi di dalamnya adalah hasil dr pertempuran kekuasaan/perang ideologi/world views.
Perlakukanlah KBBI, juga polisi bahasa, sesuai dosisnya.
Kamu mungkin sering jengkel sama media daring, gregetan sama mutunya yang rendah. Saya juga. Tapi perlu hati² agar kejengkelanmu tidak ditunggangi buzzer pro-pemerintah yang belakangan ini memang lagi tinggi sentimen anti-medianya.
Tweet ini adalah contohnya.
Seperti ketika buzzer memobilisasi orang utk memberikan rating rendah pada Tempo (krn sampul Jokowi Pinokio), kali ini mereka melakukannya pada Detik.
Mutu jurnalisme Detik memang tidak istimewa. Tapi serangan atasnya bukan pada mutu, tapi selera politik yang tak sesuai.
Apalagi, bagaimana mempertanggungjawabkan sebuah akun anonim yang mengklaim telah "berbincang dengam wartawan yang dipecat", tapi tak menghadirkan bukti apapun?
Saya pertegas poin dari salah satu calon direktur TVRI:
1. Pers tidak boleh kritis terhadap pemerintah 2. Ia gagal melihat pers sebagai public goods yg vital dalam demokrasi, sehingga mengeluhkan dukungan negara atasnya.
1. Fungsi pers adl memantau kekuasaan; ia menjaga agar kekuasaan transparan dan bisa diakses publik.
2. Sbg public goods, pers selayaknya dijamin keberlangsungannya, terutama oleh negara. Tanpa pers, maka kekuasaan tak terpantau dan demokrasi menjadi pincang.
2. Namun, perkara bagaimana metode bantuannya dan perusahaan media macam apa yang butuh disubsidi, itu adalah persoalan yang lain. Seharusnya diskusi masuk ke sini, bukan malah membela rezim yang didukungnya dengan cara mendemonisasi pers.
Seperti apa data pelajar/mahasiswa yang dilarang, diancam, dan diberi sanksi ketika mengikuti demonstrasi #ReformasiDikorupsi?
Ini data dari "Posko Pengaduan Hak atas Pendidikan" yang dibikin AMAR Law Firm dan beberapa pegiat HAM:
Ada kotamu atau kampus/sekolahmu di sini?
Kami menerima total 72 laporan, yang kemudian diverifikasi melalui metode wawancara.
--
Data diolah oleh para relawan (@GabrielleAlixia dan @AMukhaer). Infografis oleh Rafi Nidiansyah.
Kami berpendapat bahwa tindakan institusi pendidikan tidak hanya melanggar kebebasan berpendapat, melainkan juga merampas hak atas pendidikan. Seseorang tidak boleh kehilangan haknya atas pendidikan (melalui DO atau skors) hanya karena mengikuti demonstrasi.
@KPI_Pusat adalah lembaga publik yang kerjanya bak perusahaan katering: hanya melayani pesanan dalam partai besar. Selama yang pesan banyak, KPI siap kerja. Apalagi menjelang pergantian komisioner, para petahana kan mau caper. Masa kamu doang.
Tapi tentu, karena kapasitas mereka yang pas-pasan (padahal dana dan fasilitas memadai), pesanan yang digarap ya yang gampang2 aja, misalnya konten TV yang dianggap bisa bikin ngaceng.
Coba pesan @KPI_Pusat utk sanksi Metro TV, TV One, RCTI yang eksploitasi @frekuensipublik utk kepentingan politik bos2nya. Atau sanksi Trans TV-Trans 7 yg porsi iklannya melebihi ketentuan. Atau konten2 sampah di Indosiar-SCTV.