🌳🌳SUARA DARI RIMBA🌳🌳
A thread
@bacahorror
#bacahorror
#threadhorror
Hanya saja, Ibunya Zubaidah khawatir karena anaknya harus menginap di tengah hutan rimba.
"Barangkali ada durian yang jatuh kemarin atau tadi siang. Sekalian mengenali kebun ini" jawab timur.
"Iya, lebih efektif" kata Timur.
"Tapi..."
"Tapi apa? Kamu takut?" Tanya Timur. Eman tak menjawab.
"Bacalah doa sebanyak2nya. Kau sudah khatam alquran kan?" Kata Timur sambil berjalan menjauh.
"Wah durian!!!" Seru Zubai.
"Durian pertama kita malam ini" kata Timur tersenyum bangga.
"Ayo kita makan sekarang!" Kata Zubai tidak sabar.
"Ssst! Jangan berteriak di tengah hutan! Apalagi ini sudah malam" kata Timur. Zubai menutup mulut dengan kedua tangannya.
"Upsss! Maaf!" Katanya.
"Wah ada ronde 2 nih" kata Zubai
"Ini cukup besar. Ayo dibuka. Aku tak sabar mencicipinya. Aromanya saja sudah menggiurkan" kata Eman bangga.
Semua barusaja dimulai.
Zubai masih terus muntah. Eman masih berharap ia salah liat. Ia memandang wajah itu. Tapi jelas sekali, itu nyata.
"Ayo kita pulang!!" Kata Eman sambil menarik tangan Zubai.
"Tunggu aku" kata Timur yang tertinggal.
"Pulang"
"Ini bukan jalannya, kita salah arah" kata Timur. Eman tadi benar-benar panik.
"Kalau begitu ayo putar balik" kata Eman.
Timur berusaha mengumpulkan keberanian.
"Kamu yakin arahnya ke sini Timur?" Tanya Zubai.
"Harusnya iya. Tadi kita belum berjalan jauh" kata Timur.
"Kita memang tadi siang tak lewat sini" kata Timur. Lalu di keheningan malam mereka mendengar suara gemericik air.
"Air itu pasti akan mengalir ke sungai" kita cari sumber suaranya. Kata Timur.
"Maafkan aku mengajak kalian ke sini" kata Zubai.
"Tidak apa-apa Zubai. Kita tidak tahu itu akan terjadi bukan?" Kata Eman.
"Suara apa?" Tanya Zubai.
Lalu Timur bercerita soal suara yang ia dengar. Zubai dan Eman juga bercerita hal yang sama.
"Kalau kita saling cerita, pasti ini tidak akan terjadi" kata Timur
"Ini sudah sangat malam. Kita tersesat. Lebih mudah kalau kita pulang nanti siang" kata Timur.
"Itu pilihan terbaik" kata Timur.
Eman ingin protes. Tapi Timur benar. Mereka terlalu lelah.
Mereka benar-benar lelah. Tak berapa lama mereka sudah lelap. Langit hitam legam perlahan berubah berwarna merah.
"Ya sudah, saya akan menyusul ke sana" kata Pak Bakar.
Zubai menatap makhluk yang merayap di perutnya. Seekor ular sawak, alias phyton!.
Mereka berdua pun turut kaget melihat ular di perut Zubai.
"Tolong!" Kata Zubai lirih. Timur dan Eman yang baru bangun masih linglung. Apa yang harus mereka lakukan?
"Aneh bagaimana?" Tanya Zubai.
"Kita sudah tidur cukup lama. Kenapa langit masih gelap?"
"Kalau shubuh fajar harusnya sudah terbit, langit memutih di timur. Lihat ini, semua gelap" kata Timur.
"Sepertinya kita ikuti aliran air ini, sama seperti rencana sebelumnya" kata Timur.
"Kan kau bilang lebih baik cari jalan siang saja" kata Eman.
"Kita tak boleh lama-lama di sini. Ini aneh, beneran aneh" kata Timur
Mereka berjalan terus mengikuti arus air.
Zubai, Eman, dan Timur berpandangan.
Eman berhenti berjalan. "Kita tambah tersesat!" Kata Eman.
"Ini semua gara-gara Timur" tambahnya
"Terus apa rencanamu?" Tanya Timur.
"Heh! Ini semua gara-gara kamu. Kamu yang bawa kepala sialan itu! Yang bikin kita panik terus kabur sampai ke sini" balas Timur berang.
"Dengar! Ada orang di sekitar sini" kata Zubai
"Ayo ikuti arah datangnya suara itu. Tambahnya
Biasanya orang2 memang punya alu dan lesung di ladang. Kemungkinan mereka dekat dengan ladang orang.
"Pak, Eman, Zubai, dan Timur hilang"
"Hilang? Hilang bagaimana?" Tanya pak kepala dusun.
"Raib pak. Entah tersesat atau ada sesuatu yang lain" katanya.
Bersambung ya. Bingung banget jam segini udah ngantuk kayak orang normal.
"Ka..kami tersesat" kata Zubai terbata-bata.
"Maaf pak, kami hanya menumpang lewat. Tidak bisa singgah" kata Timur.
"Kalian tidak akan kemana-mana" kata Bapak itu.
"Lari! Kita harus lari dari sini!" Seru Eman. Timur juga langsung ikut berlari. Mereka berlari menuju hutan, tapi saat kali mereka melangkah ke hutan, saat itu juga mereka masuk ke kampung lagi dari arah sebaliknya.
"Biarkan kami pergi!" Seru Timur.
"Kenapa?. Apa salah kami?" Seru Timur.
"Tidak ada yang salah. Ini untuk alam" kata Bapak itu.
"Ikut saya" tambahnya.
"Duduklah, kalian tamu-tamu saya" ksta bapak itu. Timur, Zubai, dan Eman duduk. Di hadapan mereka disajikan masing-masing secangkir kopi hitam pekat.
"Kami tidak minum kopi pak"
"Minumlah"
"Kami tidak minum kopi"
"Minumlah" pak tua setengah membentak.
Timur gelagapan. Yang mereka pikirkab adalah bagaimana mereka kabur dari tempat itu.
"Kalian tidak bisa kabur, minumlah"
Timur baru saja meminum setengah kopinya saat ia melihat tumpahan kopi itu berwarna merah.
"Kenapa berhenti?" Tanya bapak tua.
"Minuman apa ini? Siapa kalian sebenarnya?" Tanya menuangkan sebagian kopinya ke alas tikar pandan tempat mereka duduk. Tetesan kopi itu berubah menjadi darah. Eman dan Zubai kaget.
"Lekas habiskan. Jangan bertanya. Yang gelasnya masih berisi, tak akan bisa pulang" kata pak Tua. Zubai dan Timur berpandangan. Sungguh mereka tak tahu harus melakukan apa.
"Apa yang kau lakukan anak muda?"
"Bapak bilang yang minumannya tidak habis akan tinggal. Ini minuman Zubai dan saya habiskan.Dia boleh pulang"
"Tapi seperti yang saya katakan. Satu harus tinggal. Itu engkau anak muda" pak tua menunjuk Eman.
"Kalian terlalu banyak bertanya. Tapi tak apa sekali ini akan saya jawab. Anak muda ini meminum minuman jatah kau agar kau bisa pulang. Itu pengorbanannya. Saya rasa dia juga akan setuju kalau dia tinggal agar kau bisa pulang"
"Pulanglah, saya beri waktu kalian pulang sekarang. Kalau tidak, tiga-tiganya harus tinggal".
Timur menarik tangan Zubai. "Ayo pulang"
"Tapi Eman" zubai menatap Eman. Eman menangis, tapi ia berbisik "pulanglah"
"Sudahlah, ayo kita pulang. Daripada tak satupun selamat" kata Timur.
Sungguh itu bagaikan mimpi bagi mereka. Langit masih gelap, tak ada matahari di tempat itu.
"Kenapa kita tinggalkan Eman???" Tanya Zubai.
"Harus bagaimana lagi? Kita tidak tahu apa yang akan terjadi" sahut Timur.
"Tapi bapak itu bilang satu harus tinggal. Kau tahu cara kabur dari sana tanpa meninggalkan satu orang?" Tanya Timur.
"Akan diapakan Eman di sana?"
"Tidak tahu, yang jelas kita harus pulang"
Ular Sawak yang melingkar di perut Zubai waktu itu tampak melingkar di atas dahan sebuah pohon.
"Benar. Aku sudah memperingatkan kalian. Tapi kalian tak mau mendengar" kata Ular itu.
"Mereka adalah penjaga hutan. Mereka menjaga tatanan. Manusia mengambil dari hutan, dan ada waktunya hutan mengambil dari manusia" kata Ular itu.
"Ya dia tidak akan pernah pulang. Dia akan menjadi milik hutan ini" kata Ular itu.
"Sekarang kembalilah ke kampung itu. Masih belum terlambat" kata Ular itu.
"Tadi kau suruh pulang, sekarang kau suruh kembali" sergah Timur.
"Itu namanya bunuh diri! Kau pergi saja, aku akan pulang" kata Timur. Zubai berjalan meninggalkan Timur.
"Lalu dimana jalan keluar dari sini?" Tanya Timur pada ular itu. Tapi ular itu menghilang.
"Bebaskan Eman!" Seru Zubai. Orang-orang yang mengelilingi Eman membuka jalan untuk Zubai.
Zubai mendekat, Eman merasa kepalanya pusing. Kesadarannya kembali.
"Hutan Rimba ini tak sembarang mengambil jatahnya. Itulah tugas kami, menemukan orang yang layak diambil" kata Pak Tua.
"Benar sekali. Teman kalian yang satu itu telah diambil oleh hutan"
"Timur? Kalian tidak boleh mengambil timur!" Seru Eman.
"Sudah terlambat. Hutan sudah mengambil jatahnya" kata Pak Tua itu.
Ibu Zubai sudah seperti orang gila menangis tanpa henti. Beberapa warga bahkan menyusuri sungai karena khawatir mereka jatuh ke sungai dan tenggelam.
"Tapi apa ai?" Tanya Ibu Zubai.
"Hanya ada dua. Satunya tak pulang" kata Ai Karom.
Lalu beberapa saat kemudian orang heboh. Warga yang mencari datang membawa Zubai dan Eman.
Sama follow juga boleh bantu akun kecil ini biar terus aktif merangkai cerita.