“KOS ANGKER A15”
[Kisah nyata kami, penghuni kos angker di kawasan hutan kota]
@bacahorror #bacahorror
#bacahoror
#threadhorror
#threadhoror
“Oy, tak... Bentar!”, serunya dari balik jendela lantai 2 lalu turun untuk membuka gerbang.
“Piro yo...titik kok, akeh kamar sek kosong.” (Berapa ya...dikit kok, banyak kamar masih kosong)
Lantai,dipan tingkat,tembok kamar didominasi kayu. Di samping dipan, ada 2 jendela teralis menghadap arah luar. Nampak jelas hutan kota tak tarawat. Kalau pagi, tupai dan burung sering kelihatan. Asri, tenang, sejuk, dan sunyi
“Lho, Mbak Nisa kos disini juga to? Aku baru tau”
Mbak Nisa ini seniorku di UKM
“Iya tak,kamu temannya Chika?”
“Iya....”
“Kamarku sebelahan sama Chika”
“Aku jarang di kosan, tak. Lebih sering di UKM, apalagi kalo anak kosan lagi keluar.”
“Enak yah kos disini..”
“Enak enak serem”, jawabnya tersenyum lalu pamit berangkat ke kampus.
Mungkin hanger baju ke angin, batinnya menenangkan.
Spontan Mbak Nisa menoleh ke arah jendela. Nampak bayangan anak kecil berlari sambil tertawa dari arah jemuran sampai ke depan kamar mandi. Kejadian itu berlangsung sekitar 5-10 detik. Mencoba berfikir positif, tapi bagaimana bisa...
“Aman buk, cuma kadang ada suara jemuran kena angin” jawab Mbak Nisa paham arah pembicaraannya.
“Hati hati lho mbak, di rumah ini banyak kejadian.”
Setelah memberi peringatan tanpa penjelasan, beliau lalu pergi.
Oh, mungkin karena persaingan usaha, batinnya.
Tapi nggak dipungkiri, setelah obrolan ganjil dengan ibu itu, Mbak Nisa semakin was-was. Puncaknya...
Setelah berusaha memejamkan mata akhirnya Mbak Nisa tertidur.
Saat itu aku sadar..
(Tau kunciku nggak? Kok nggak ada ya?)
“Terakhir mok deleh endi?”
(Terakhir kamu taruh dimana?), sahut Arin
“Nek aku ngerti nang endi, ra bakal nggoleki”
(Kalo aku tau dimana nggak akan nyari)
Kami sibuk mencari...
(Aku bukain gerbang dulu dong, mau pulang nih)
“Yowes, sek tak ngeterno Timo. Mariki tak ewangi nggolek"
(Aku nganter Timo dulu, abis itu aku bantuin nyari).
Maya keluar mengantar Timo lalu kembali membantuku mencari kunci.
Menyerah, kunciku nggak ketemu.
Demi kenyamanan bersama, aku gandakan lagi kunci gerbang dan kamar.
Sabtu pagi, aku dan Arin tiduran di kamar sebelah.
Saat itu, Chika sedang membongkar isi lemari pakaian. Diambilnya baju baju dan dirapihkan kembali.
Di tengah tengah aktifitasnya...
“Lho, nemu ndek ndi iki?” (Nemu dimana ini?)
Dengan raut bingung dan heran,
“ndek njero iki” (didalam sini)
Karena saat itu sunyi. Bahkan suara orang atau motor lewat pun nggak ada. Suara gamelan itu baru berhenti sekitar jam 3 pagi. Sejak kejadian itu, Monska nggak pernah bisa tidur sebelum dengar adzan subuh.
Lama kelamaan suara gamelan itu nggak pernah terdengar lagi dan Monska sudah merasa nyaman.
Tapi, suatu malam..
Tiba tiba
“srrreeek srrreek srrreeeek”.
Suara sapu lidi menyapu jalan tengah malam. Terdengar tepat didepan kos.
Hutan kota ini minim penerangan, satu satunya sumber cahaya dari kosan kami. Mana mungkin ada yang berani nyapu disitu jam segini?
terdengar terus selama 30-45 menit. Menghiraukan rasa takut campur penasaran, Monska mencoba tidur.
“Namanya Chino, lucu kan?”
Berjam jam aku dan Maya main di kamar Monska, ngobrol sambil elus elus Chino. Tengah hari kami kembali ke kamar masing masing.
“Kenapa Mons?”
Monska berdiri didepan pintu kamarnya, terkunci dari dalam. “Aku tadi cuci muka trus mau balik ke kamar, tapi gak bisa dibuka padahal tadi pintunya nggak kututup. Gimana nih, kasian Chino didalam”
Kami menyerah. Nggak berapa lama, Doni (pacar Monska) datang melihat kondisi kamar untuk mencari celah. Dia membobol ventilasi dari kamar sebelah. Berhasil masuk dan membuka pintu.
“Lumayan seret lho. Kok bisa pindah ya?”
Pintu kamar Monska jadi topik menarik siang itu, dan sama seperti kasus kunci dalam saku, kami nggak tau penyebabnya. Yasudah, toh Monska sudah bisa masuk kamar
Saat itu, kosan sedang kosong. Arin pulang untuk makan, sholat dan istirahat sebentar karena kuliah selanjutnya masih 3 jam lagi.
Merinding, dia ambil ransel dan kunci motor. “Oke, aku berangkat”, ucapnya gemetar sambil menutup pintu kamar.
Sebenarnya, aku juga beberapa kali dengar suara yang tidak jelas penyebabnya.
“Dug dug dug dug dug”
Ada yang sudah pulang nih, Alhamdulillah nggak sendiri, pikirku.
“Dug dug dug dug”.
Aku langsung lari ke depan tangga dan nggak ada siapa siapa.
“Tak enteni iki lho, ayo munggah o”
(Kutungguin nih, ayo naik), ucapku kencang.
Lama menunggu, suara itu nggak lagi muncul.
“Ceklek”, Oh Maya pulang.
(Kamu ngapain tak?)
“Maeng enek suoro wong munggah padahal gak onok sopo sopo. Penasaran, tak enteni”
(Tadi ada suara orang naik padahal nggak ada siapa siapa. Penasaran, aku tungguin)
(kucing mungkin)
“Koceng seng gedhe ne sak Timo ta?”
(Kucingnya sebesar Timo kah?)
Kami tertawa..
Yang paling diingat Chika, saat itu jam 02.00. Karena kebelet, dia terbangun dari tidurnya. Masih ngumpulin nyawa, tiba tiba terdengar suara tawa dari arah jemuran.
Biar nggak sepi, nonton film ah, pikirku. Sedari pagi laptopku di kamar Chika jadi aku nonton disana.
Saat sedang seru serunya, terdengar langkah terburu buru dari arah tangga.
“Biasa ae chi, gak usah mlayu”
(biasa aja chi, nggak perlu lari), teriakku tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop. Chika kalau naik tangga memang nggak bisa santai. Selang beberapa menit, kok ini anak nggak masuk kamar?
“Chi, awakmu nang ndi? PING!” (Chi, dimana?)
“Sek ndek A3 tak, tugasku durung mari”
(Masih di A3 [salah satu gedung kampus yg ada wifinya], tugasku belum selesai)
(Mon, kencanmu masih lama kah?)
“Mariki moleh tak” (Abis ini pulang)
Bodo amat lah, toh suara semacam ini sudah biasa. Aku lanjut nonton lagi.
“Taaaaaak!!!”
Begitu berdiri di depan pintu, kami bertatapan, mematung sepersekian detik.
“Kon mambu pisan gak tak?” (Kamu bau juga nggak?)
Bau kemenyan menyeruak sangat kuat. Heran... kenapa bau sekuat ini nggak tercium sampai kamar, padahal pintunya terbuka lebar. Kami ketakutan dan masuk ke kamarku dimana Maya masih tidur.
(May, bangun May! rumah bau kemenyan)
“Hmmm? Ehehe”, Maya hanya meregangkan badan sebentar lalu kembali tidur.
“Ya Allah arek iki” (Ya Allah, ni anak)
Aku dan Monska nggak berani keluar kamar. Seakan ini satu satunya tempat paling aman. “Bau kemenyan ini darimana sih?”
“Pengen ta May?”, sahut Arin
“Gak, makasih”
Sudah 10 menit jari Tiara bermain diatas keyboard menyelami situs situs film, bingung yang mana yang mau ditonton.
Inside out ini film animasi tentang 5 emosi dasar dlm diri seorang anak yg divisualkan menyerupai karakter lucu. Monska suka film berbau psikologi, sesuai jurusan kuliahnya. Tiara mengambil camilan dari bawah meja belajar. Nonton sambil nyemil memang surga dunia
Tiara menyibakan gorden dan mendorong daun jendela. Nampak taman depan yang kurang terawat, rumput liar mulai tinggi dan daun daun berserakan. Remang remang cahaya dari lampu teras masih mampu menyinari sebagian halaman.
Disana, diantara bambu dan kolam, berdiri sesosok laki laki, perawakannya tinggi kurus dan..mukanya hancur. Darah membasahi bajunya yang putih compang camping. Sosok itu meringis menatapnya lama lalu menghilang.
Monska memegang bahu Tiara, mengguncangnya beberapa kali sambil memanggil namanya. Tiara gemetar hebat. Malam itu Monska menemani Tiara sampai tertidur. Esok paginya, Tiara cerita apa yang kemarin ia lihat.
Beby merasa ada yang nggak biasa dari kosan ini, karena hampir tiap tengah malam terdengar suara orang menyapu jalan.
Tapi malam ini lain lagi..
Masa sih anak kecil main jam segini? Di depan kos orang pula...
“Udah biasa itu..Biarin aja”
Yah... nyatanya, kenyamanan kos ini mengalahkan kengerian yang kami rasakan.
Lalu, dari celah diantara daun pintu & lantai, kak Rani melihat bayangan hitam seperti sepasang kaki berdiri dari balik pintu.
Kak Rani berusaha membangunkan Kak Keny, tapi nggak mampu. Lalu bayangan itu beranjak pergi. Seketika itu juga, badan kak Rani terbebas. Nafasnya tersengal.
"Maksudnya? kan kamu tau dari tadi aku di teras sama anak anak. Nggak ada tuh Pak Beno dateng"
Seolah paham apa yg tadi terjadi, mereka tidak melanjutkan obrolan.
............(Rangkuman isi percakapan dengan Beby)............
Dan, yang buat aku paling nggak nyaman itu suara keran air kebuka. Ada mungkin kejadian 3 kali.
Tiba tiba kita denger suara air nyala dari keran taman yang deket gerbang itu.
Disitu aku refleks buka jendela, nggak ada siapa siapa dan suaranya juga langsung ilang. Aku sama temenku liat liatan. Daripada takut, kita lanjut nonton.
Kejadian waktu aku lagi skripsian. Sekitar jam 1 aku mau ke kamar mandi, cuci muka sama gosok gigi.
Nah, pas aku tutup pintu kamarku.. aku denger suara itu lagi dari dapur.
Dan beneran kak, posisi air di dapur itu masih nyala kenceng, padahal nggak ada orang. Aku matiin terus balik ke kamar, nggak jadi cuci muka.
Deg deg an parah.... Aku kunci kamarku, kupaksa tidur.
Pas perjalanan kita masih ngobrol ketawa ketawa terus pas nyampe depan kos, dia diem gak berani ngomong.
Tapi katanya nggak ganggu.
Sebelum bangunan ini berdiri, ‘mereka’ uda ada disitu.
Nah, yang bikin dia diem itu, dia liat kakek kakek di sekitar bambu situ.
Yang kedua, temenku cewek. Kalau nggak salah di bulan oktober 2018, waktu itu aku sama temen temenku kumpul di teras. Kita latian nyanyi buat acara kampus. Ya namanya latian nyanyi, pasti berisik.
Aku tanyain kenapa, dia jawab jangan ribut ribut.
Nah..pas ke kamarku, dia cerita kalau ada yang ngintipin kita dari balik pohon bambu.
Mereka ngeliatin wujudnya ke temenku ini karena mereka merasa terganggu sama ‘penjaga’nya dia.
Nah, tahun lalu parah banget..
Aku pulang kerja jam 07.30. Di sebelah kamarku itu ada anak baru. Mereka lagi undang teman temannya kumpul. Ribut gitu, ada yang berantem. Tiba tiba salah satu cewek itu jerit, kenceeeng banget...
Eh, lama lama kok nangis histeris..? Ternyata dia kerasukan....
Untung waktu itu ada keluarganya kakak kakak pasca yang bantuin.
...........................................
Aku nggak menyangka kalau cerita dari Beby akan se-ekstrem ini. Ternyata paranormal experience ku di kos ini belum seberapa.
“Namanya Mbak Desi.. Coba kamu hubungi, Tak. Mungkin kamu bisa dapat penjelasan tentang semua yang kita alami”
Seperti malam itu.....
Dia melihat salah satu bagian akar gantung itu warnanya hitam, lebih panjang dan tebal dari yang lain.
"Ya Allah, itu rambut"
Karena sudah terlalu dekat dan nggak bisa menghindar, rambut itu menyentuh wajahnya.
Kejadian serupa juga dialami oleh temannya. Jadi, sudah 2 orang yang mengalami. Cukup menguatkan bahwa itu bukan sekedar halusinasi.
Ternyata suara itu juga terdengar sampai rumah mbak Desi dan terekam oleh kakaknya.
Allahu Akbar... jariku gemetar, makin gampang typo tapi aku paksa untuk terus bertanya.
Jadi, aku tanya ke Mbak Desi, kejadian apa yang dimaksud?
Nggak lama, maling itu ditemukan di tengah jalan. Di depan rumah kosong yang sekarang disebut kosA15. Dia pingsan.
"lapo mari nyolong kok semaput tengah dalan?"
(Ngapain habis nyuri kok pingsan di tengah jalan?)
Muncul pertanyaan di kepalaku. Sebenarnya ada apa dengan bangunan kos kami?
Ada rumor yang bilang kalau area persawahan itu sempat jadi tempat penguburan korban perang.
“Yang jelas, tempat ini banyak bangeeet penunggunya. Terus suara gamelan yang kamu ceritain di thread, itu ‘mereka’ lagi pesta.” kata Mbak Desi.
Masih banyak kejadian seram yang dialami teman teman kos dan mungkin warga sekitar yang nggak bisa diceritakan disini. Terjawab sudah rasa penasaran kami.
Dari kisah ini, semoga bisa diambil hikmahnya..
Nggak nyangka yg baca bakal serame ini. Terimakasih untuk teman teman yang mau menjaga rahasia lokasi demi kenyamanan warga sekitar, penghuni kos dan tentu saja pemilik kosA15.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh