My Authors
Read all threads
Demi apapun! Jangan pernah membicarakan mereka. Jika darah berbalut kelopak bunga sudah tumpah dilembah, aku tak tahu apa yg akan terjadi ? Hanya tradisi mereka yg menjawab "MATI".

"KKN DI LEMBAH MATAHARI"

@bacahorror #bacahorror
Yogyakarta, Juli 2017

Dua orang mahasiswa dari salah satu perguran tinggi terkemuka di Yogyakarta, Ayub dan Bahdim sedari tadi bersantai kini beranjak dari tempat duduknya dan mulai melangkah menuju kerumunan.
Keduanya menapaki jalan beraspal, tidak begitu lebar tapi sedikit bergelembung saat mendekati belokan. Canda dan senyuman seakan melakat dalam setiap derap langkahnya, menambah semangat pagi menjemput harapan.
Begitu juga dengan mahasiswa lain, terus berduyun-duyun dari seluruh penjuru arah tertuju pada papan informasi di depan gedung Lembaga Pengabdian Masyrakat.
Setiap mahasiswa berusaha merangsek ke depan papan informasi untuk melihat nama mereka,
tak terkecuali Ayub dan Bahdim.

Ayub harus berjibaku diantara berbagai macam aroma, wangi parfum, bau khas keringat dan bahkan bau menyengat dari mahasiswa anti air, bercampur menjadi satu sehingga memberikan efek langsung terhadap kesadaran manusia.
Hidung Ayub dan Bahdim berkerut dan mulutnya menyeringai berusaha melawan bau tengik manusia. Mereka harus berpindah dan menerobos sesaknya kerumunan dari satu papan informasi ke papan informasi lain.

“Alhamdulillah....”
Terucap syukur atas rahmat-Nya, sehingga semester ini bisa menggambil mata kuliah KKN. Ayub tak bisa menyembunyikan kegembiraannya karena penantian lama sekarang telah tiba, Alhamdulillah. Tertampang jelas senyum di wajahnya.
“Nama kita masuk,” teriak Ayub dengan menoleh ke arah bahdim dibelakang kerumunan.

“Alhamdulillah,” jawab Bahdim sambil mengacungkan jempolnya.

“Kamu kesini saja!” panggil ayyub sambil memberikan isyarat tangan kepada Bahdim untuk mendekat.
Sedikit usaha, Bahdim menyingkirkan tubuh-tubuh mahasiswa lain dan mengular maju kearah Ayub.

“Aduh...Ati-ati Mas,” teriak salah satu mahasiswa yang terinjak kakinya.

“Maaf Mas....” Sambil tersenyum Bahdim memohon maaf.
Di depan sebuah papan pengumuman, Bahdim memandangi serius satu persatu kertas yang tertempel dipapan pengumuman. Matanya berkeliling mencari kertas yang memuat namanya. Melihat Bahdim kebingungan, Ayub dengan sigap langsung menunjukkan letak kelompoknya tercatat.
“Itu Looh Dim... kelompok kita,” kata Ayub sambil menunjukkan ke sebuah kertas yang tertempel dipapan putih dibagian atas.

Bahdim menjawab dengan gembira. “Oh iya Yub....”
Mereka berdua diam, dan bergumam sambil memandangi pengumuman didepannya.
(semua data asli dirubah, demi saling menjaga privasi. kira - kira formatnya seperti ini yg dikeluarkan dari kampus)
113 angka aneh, batin Bahdim sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Setelah melihat dan memastikan nama mereka muncul, Bahdim dan Ayub mulai menyingkap kerumunan dengan penuh kesabaran dan tak lupa sedikit senyuman.
Perlahan namun pasti, menata langkah kaki dengan sedikit dorongan menyelinapkan diri, mereka akhirnya berhasil meninggalkan kerumunan. Berjalan dengan semangat menuju ke teras gedung sambil menunggu datangnya pengumuman.
Tak begitu lama pengumuman datang, diinfokan satu minggu lagi mereka semua harus datang ke kampus untuk acara pembekalan. Hari semakin siang, mentari semakin meninggi mereka berdua pergi meninggalkan kampus.
***
Seiring berjalannya waktu, satu minggu pun tiba. Ayub dan Bahdim tiba dikampus untuk mengikuti acara pembekalan.
siang hari acara dimulai, di gedung auditorium acara pembekalan disampakan.

Materi dan pesan disampaikan untuk yang mau terjun dilapangan.
Begitu juga pembentukan struktur kelompok, siang itu dengan singkat harus selesai. kelompok 113 dengan kata sepakat serentak menyetujui Ayub sebagai ketuanya.

Acara pembekalan usai, semua kelompok diwajibkan untuk segera menemui DPL masing - masing.
Singkat cerita, beberapa kelompok KKN dengan satu DPL yaitu pak Rahmad. ditemui secara bersamaan.

didalam pertemuan, pak Rahmad menyampaikan kepada semua kelompok. Tentang apa - apa yang harus dibawa, sedikit info dari pak Rahmad,akan ada penempatan kelompok di dusun terpencil.
Jadi mereka harus siap dengan bahan makanan dan perbekalan. Terakhir, empat hari lagi mereka harus berkumpul dikampus, untuk pemberangkatan.

selesai pengarahan ini semuanya bubar, dan pulang ketempat asal masing - masing.
Tak terasa hari rabu tiba, semua peserta KKN datang ke kampus. Berbagai perbekalan mereka bawa, sebab KKN di semester pendek akan berlangsung selama dua bulan.

Begitu juga dengan kelompok Ayub dkk, ia membawa berbagai perlengkapan yang dibutuhkan.
Malam hari mereka berangkat, dengan kendaraan bus yang sudah disiapkan kampus. Tiba dikecamatan waktu sudah mau menunjukkan selesai subuh. Semua yang terbangun langsung turun untuk ishoma.

Jam 8.00, acara serah terima dari kampus kepada pihak kecamatan.
Disitu juga para kepala desa ikut menerima para peserta KKN, beberapa jam mereka lewati. Acara formalitas pun selesai, kurang lebih sekitar jam 13.00 siang.

Selepas acara, mereka kembali naik kendaraan, tapi bukan bis lagi melainkan Elf.
Perjalanan kelompok 113 dan kelompok yang lain ini, dari kecamatan ke desa memakan waktu kurang lebih dua jam, dari desa mereka dipecah kembali.

Kelompok Ayub bersama rombongan terus melaju melewati dua gunung, baru digunung kedua mereka berhenti.
Sebab elf yang mereka tumpangi tidak bisa masuk lagi ke lokasi. perjalanan dari desa ke dusun juga lumayan jauh, sekitar 1 jam. baru dari gunung terakhir ini mereka dijemput oleh penduduk dusun dan kepala dusun.

dari gunung terakhir ini mereka melewati sungai besar.
Sebelum masuk dusun, mereka juga melewati satu pemakaman keramat. Pemakaman dengan pohon beringin yang sangat besar dan terlihat angker.

Barulah selepas itu mereka memasuki dusun dimana KKN mereka akan dijalankan.
Rombongan ini terus melaju hingga berhenti dan singgah dirumah Pak kepala dusun, bapaknya ini biasanya di panggil pak Jatmiko.

Semua anggota KKN dan pak Rahmad istirahat sejenak, Pak Rahmad selaku DPL membuka pembicaraan dan berbasa - basi sejenak.
Perbincangan semakin lama semakin menghangat, pak Rahmad disini langsung serah terima akan mahasiswa KKN kepada pak Jatmiko.

Waktu semakin sore, pak Rahmad pun kembali ke kecamatan dengan diantar oleh salah satu warga.
Kelompok Ayub makan terlebih dahulu, sebelumnya memang sudah disiapkan bu Ratmi selaku istri pak Jatmiko.

Baru selesai makan mereka diantar ke posko, tempat yang sudah jauh - jauh hari disediakan.

(cerita masih panjang, sebab habis ini cerita akan terasa lambat)
Tak begitu lama rombongan Ayub sampai di depan sebuah rumah, bangunan rumah itu terbuat dari kayu seperti rumah lainnya. Rumah tua berdinding papan-papan kayu jati tua nampak kokoh meskipun tanpa warna. Rumah dengan atap genteng dan asbes gelombang untuk terasnya.
Pak jatmiko menoleh ke ayub dan teman-temannya, beliau menunjukke sebuah rumah yang rencananya akan di jadikan posko KKN.

“Iku mas, omahe sing uwes tak siapno di gae kelompok sampean.” (Itu mas, rumah yang sudah saya siapkan mas dan kelompoknya)
“Oohh... niki pak nggeh.”(Oohh ini pak)

“Ayo langsung melebu ae mas mbak, iki omahku dewe. Omah’e ancen lawas, wes gak tau di nggoni hampir sepuluh tahun. Tapi wes tak resik’i kawet winginane. Tenang ae aman kok omahe mas.”
(Ayo langsung masuk saja mas mbak, ini rumah saya sendiri. Rumahnya memang sudah lama, sudah tidak ditempati hampir 10 tahun. Tapi kemarin sudah saya bersihkan. Tenang saja aman rumahnya) Pak Jatmiko sedikit menjelaskan tentang rumah yang akan dijadikan Posko.
“Oohh... inggih pak.”(Oohh... iya pak) Ayub mengangguk-anggukan kepalanya.

Lalu pak Jatmiko bergegas membuka pintu dan masuk terlebih dahulu. Beliau kemudian mempersilahkan anak-anak KKN masuk.
Saat sudah didalam rumah, semua peserta KKN dengan sopan menaruh barang masing masing diruang tamu. Pak Jatmiko lalu mengajak mereka melihat-lihat seisi rumah.

“Ayo tak duduhno njerone.”(Ayo saya tunjukkan dalamnya).
“Iya pak.” Mereka mengikuti pak jatmiko memperlihatkan satu persatu ruangan di dalam rumah tua itu. Dimulai dari kamar tidur yang berjumlah dua ruang dan satu kamar dapur. Setelah dari dapur, pak Jatmiko terus berjalan membuka pintu dapur dan keluar.
Keluar dari dapur, pak Jammiko memperlihatkan kamar mandi yang terpisah dari rumah utama.
Kamar mandi itu terbuat dari tembok tanpa atap. Di depan kamar mandi terdapat sebuah sumur, kelihatannya sudah tua sekali.
Lubang sumur tua dipenuhi lumut hijau yang mengelilingi hampir seluruh dindingnya. Jadi untuk memenuhi kebutuhan air mereka selama tinggal dirumah ini, para peserta KKN harus menimba terlebih dahulu.
Termasuk untuk masak, mencuci dan mengisi ketiga bak penampungan air didalam kamar mandi.

“Mohon maaf pak, memang kamar mandinya seperti ini?” tanya Rosa dengan suara pelan tidak seperti biasanya.

“Iya Mbak... maklum di kampung.” jawab Pak Kasun singkat.
Setelah memberi tahu setiap ruangan di basecamp, Beliau kembali kedepan diikuti oleh semua peserta KKN. Sebelum meninggalkan rumah, Beliau menyampaikan sedikit pesan kepada para peserta KKN yang akan tinggal di rumah itu.
“Mas, Mbak, nek sampean sak omah, tolong di jogo lelakune, ojok aneh-aneh. Soale sampean iki lanang wedok manggon sak omah.” (Mas dan Mbak, kalau kalian tinggal satu rumah, tolong di jaga tingkah lakunya, jangan macam-macam.
Karena kalian laki-laki dan perempuan tinggal di satu rumah)

“Oohh... Enggeh pak, matursuwun.” (Ooh iya pak, terima kasih)

“Ya wes aku percoyo karo sampean kabeh. Mas ayub, Nek wonten nopo mawon sampean saget langsung ten griyo. Sak iki aku tak pamit muleh disek.”
(Ya sudah aku percaya kepada kalian semua. Mas Ayup, kalau ada apa-apa mas bisa langsung ke rumah. Sekrang saya pami pulang dulu)

“Enggeh pak, nderekaken.”(Iya pak,silahkan)

Sepeninggal pak Jatmiko, semua peserta KKN berkumpul di ruang tengah.
Ayub membagi dua kamar yang sudah tersedia, 1 kamar di isi 5 orang perempuan dan satunya lagi di isi oleh 5 orang laki-laki.

Para perempuan lebih memilih kamar bagian depan dan dengan sangat terpaksa para lelaki kebagian kamar belakang.
Setiap kamar memiliki dua buah kasur, kasur sederhana dari kapuk pohon randu. Kasur yang harus di jemur tiap 2 atau 3 minggu sekali agar tetap empuk. Dua kasur ini dipisah, satu ditempatkan diatas ranjang tempat tidur dan satunya lagi dilantai beralaskan tikar pandan.
Rumah sederhana ini memang sudah bersih, namun suasananya tidak seperti rumah biasa. Ada hal aneh dan janggal, namun tidak bisa dijelaskan dengan logika. Selepas pembagian kamar, para mahasiswa ini langsung memasukkan barangnya.
Kemudian mereka membongkar isi perbekalan dan menata kamar terlebih dahulu. Tak terasa hari semakin gelap, hewan nokturnal dari hutan mulai bersenandung dan bersahutan menandakan malam segera datang.
kemudian, mereka mulai menyalakan lampu petromax diruang tengah. di ruang tamu dan dapur menyalakan lampu templek, pos halaman satu obor sama dengan disumur.

Serasa pas malam itu, sudah tidak ada listrik apalagi sinyal HP.
Setelah selesai dengan urusan lampu dan ibadah, mereka melakukan meeting kecil diruang tamu.

“Heh, Yuub! Kamu ngerasain nggak siihh, hawanya rumah ini tuh... gak enak.” Kata Roni

“Kamu ngomong apalagi sih, Ron,” jawab Ayub.
“Beneran!! Di belakang ada banyak sosok hitam-hitam besar, dan kamar depan itu juga ada nenek tua yg wajahnya serem banget!!!”

“Aaaaaa, apa shi kamu Ron. Jangan nakut nakutin ah,” sahut Rosa, gadis bertubuh gendut yang penakut tapi selalu nampak ceria.”Bikin kita takut saja.”
“Aku gak nakut-nakutin Ros, ini beneran. Apalagi di sumur belakang, ada kepalanya... hiiiiii!”

“Kamu ini, makin lama makin ngelantur Ron. Lama-lama aku jadi ilfil,”. jawab Indah, si gadis cantik dari Fakultas Ekonomi.
Lama kelamaan cerita roni terhenti dengan sendirinya, mereka yang sudah capek segera mengakhiri meeting evaluasi malam itu.

Roni dihari pertama yang bercerita aneh-aneh, akhirnya didudukkan Ayub dan Bahdim. Mereka berdua menasehati agar roni tidak berbuat demikian.
Akan tetapi Roni malah jadi sewot dan berlalu pergi untuk tidur. Sedang Ayub dan Bahdim berbagi tugas kebelakang dan depan untuk mengunci rumah.

Rumah sudah terkunci, mereka kembali keruang tengah untuk mulai tidur.
Malam pertama didusun matahari menjadi malam panjang bagi para mahasiswa. Udara dingin terasa sampai ketulang, bercampur kabut tipis menyelinap masuk ke dalam rumah melalui celah di dinding kayu. Semua penghuni terlena dalam sepi dan tersirep di malam sunyi.
Ayub baru sejenak melepaskan kantuk belum satu jam, terhenyak dan terbangun dari tidurnya.

"Srrreeek... Srreeek.... Srrreeek...."

Suara tapak kaki melangkah terdengar sama-samar mendekat di luar posko.
Padahal di luar sangat sepi dan tidak ada warga yang keluar rumah saat malam hari. Seperti suara seseorang yang melangkah dengan memakai sandal kayu (terompah). Langkah itu berjalan mondar-mandir disamping rumah, persis disampingnya.
Anehnya suara dibalik papan kayu itu tidak membangunkan penghuni lainnya.

Ayub menoleh ke Bahdim disebelahnya, tapi dia tetap terlelap dalam tidurnya. Ayub berusaha memberitahu Bahdim tentang suara yang didengarnya. “Dim, dengar suara itu ndak?”
Namun Bahdim tidak menjawab apa-apa, matanya tertutup rapat dan tidak memberikan respon apa-apa.

"Srrreeek... Srreeek.... Srrreeek...."
Suara itu terdengar lagi dan semakin jelas di telinga. Suara itu berhenti dan tidak terdengar lagi.
Ayub hanya bisa diam dan berusaha menutup matanya. Namun beberapa detik kemudian suara langkah kaki itu muncul kembali dan semakin lama semakin pelan. Semoga saja pergi jauh dan cepat menghilang.
Ayub hanya terdiam seribu bahasa dan membiarkan suara itu hilang dengan sendirinya. Agar suasana tidak menjadi gaduh, Ayub memendam semua kejadian yang menghampiri di malam pertamanya. Dia memutuskan untuk tidur kembali.
Pagi hari, selepas sarapan. kelompok 113 ini mulai berjalan kerumah pak Jatmiko, tapi waktu tiba dirumahya pak Jatmiko tidak ada.

Bu Ratmi yang mendapat amanah dari suaminya, menyampaikan kepada kelompok Ayub untuk kerumah abah. Sebab pak Jamiko sudah pergi kekebun.
Menurut bu Ratmi, abah ini adalah sesepuh dusun ini. beliau yang dituakan bahkan pak Jamiko sendiri patuh terhadapnya.

Tak berapa lama mereka sampai dirumah Abah, mereka ternyata sudah ditunggu oleh Abah kedatangannya.
Disini Ayub setelah perkenalan dengan abah dan mulai akrab, ia mengutarakan proker yg akan dijalani didusun ini. Pertama,mulai dari pengobatan gratis, membantu berkebun, pelatihan komputer dan pembuatan wisata arung jeram.

Semua usul ayub saat itu juga langsung disetujui abah.
beliau merasa sangat terbantu, akan kedatangannya. selanjutnya mereka pamit untuk berkenalan dengan tokoh - tokoh masyarakat yang lain.

Tapi sewaktu berjalan sekeliling dusun penduduknya sepi, semua kebanyakan berada dikebun.
dengan berat hati mereka kembali ke posko. Malam hari kedua diposko, ada kejadian yang sama dengan apa yang dialami Ayub sebelumnya. Tapi hanya Ayub yang tahu dan ia pun tetap diam saja.

Pagi hari, hari kedua mereka melanjutkan perjalanan.
Selepas masuk gang kedua dusun, beberapa rumah sudah tutup. waktu terus berjalan mereka mendapati ada dua orang yang berdiri dirumahnya masing-masing sedang menghadap ketimur sambil komat kamit. Merasa tak enak, Ayub dan Kelompoknya kembali kebelakang kerumah terdekat.
Hingga mereka masuk ke halaman rumah kayu yang pintunya baru terbuka, dan ada sosok bapak-bapak keluar dari rumahnya.

Kebetulan pagi itu mereka bisa silaturahim terlebih dahulu kepada pemilik rumah diujung jalan ini. Setelah mereka saling bersalaman dan berkenalan,
Ayub tanpa basa basi lagi bertanya kepada bapak-bapak ini yang biasa dipanggil pak Huda.

“Pak, tiang niko lanopo pak?” (pak, orang itu lagi ngapain pak). Tanya ayub sambil menunjuk tetangga pak Huda.
“lagi caring mas kui, biasa penduduk kene nek isuk kegiatane caring soale nek bengi ademe nemen mas?”(lagi berjemur mas itu, biasa penduduk sini kalau pagi kegiatannya berjemur masalahnya kalau malam dinginnya terlalu mas). Jawab pak Huda
“Oalah, ngonten. Soale bade sowan ten griyane tiang-tiang mriku kulo dadose sungkan” (oalah begitu. Soalnya mau bertamu ke rumah orang – orang itu saya jadinya sungkan). Tandas Ayub

“Langsung wae mas, gak popo.” (Langsung saja mas, gak papa). Pinta pak Huda
“Nggih pun pak, matur nuwun” (Iya sudah kalau begitu pak, terima kasih). Jawab Ayub

Kini Ayub dengan sedikit rasa sungkan yang terkikis tetap berjalan kerumah warga dusun disebelah pak Huda. Waktu memasuk batas pekarangan rumah warga dusun ini mereka mencium bau kemenyan.
Mereka hanya saling pandang dan merasa aneh, hal yang tak biasa mereka temui dikota dan dikehidupan keseharian mereka. Waktu masuk pekarangan menuju rumah warga ini, Ayub dan Roni melihat dipojok terdapat “Benggolo” dengan jelaga tipis yang tersembul ke langit,
dari situlah sumber wangi kemenyan merah menyeruak.

Sadar akan kedatangan tamu, pemilik rumah langsung menghentikan kegiatannya. Sosok pria ini langsung menyambut dan berkenalan dengan kelompok Ayub semua,
dengan sedikit obrolan ringan dipagi hari dan saling lempar senyum keramahan mereka mengakrabkan diri. Tak begitu lama kelompok Ayub melanjutkan perjalanan kembali kerumah – rumah sebelahnya.

Kejadian dirumah-rumah selanjutnya ini tak jauh beda dengan rumah sebelumnya.
Rombongan ayub sendiri berpikir positif, toh mereka hanya pendatang untuk sementara waktu dan harus menjaga kearifan lokal penduduk setempat.

Kegiatan jalan – jalan ini terus berlanjut hingga sampai kemasjid,
dalam perjalanan itu desas desus dari masyarakat dusun pada Ustad si takmir masjid semakin hangat di telinga. Rumor yang beredar kala itu ustad ini citranya sangat negatif dimata warga. Tak terasa perjalanan mereka sampai rumah ustad tersebut,
tapi dihari kedua ini mereka juga tak bertemu dengan sosok sang ustad. Mereka kembali melanjutkan perjalanan untuk bersilaturahim kepada warga dusun yang lain, ditengah perjalanan mereka juga menemui sebuah satu jalan masuk ke sebuah hutan larangan.
disitu ada pagar kawat yang membentang, dipintu masuk kawat berduri terdapat tulisan "dilarang masuk". tampak dari jalanan memang tampak seram lokasi ini. hingga mereka melanjutkan perjalanan untuk silaturahim hingga sore hari.
Malam hari sama seperti malam sebelumnya, Roni tetap bercerita tentang sosok - sosok, yang berada dirumah abah, pak jatmiko, rumah penduduk yang mempunyai "benggolo" didepan rumahnya dan yang terakhir penghuni jalanan setapak menuju hutan larangan.
Roni yang bebal pun dibiarkan bercerita tapi pasti akan ribut dengan Rosa dan Indah. malam hari tetap seperti biasa,hanya ayub yang diganggu oleh terompah ghaib.

Pagi hari semua penduduk posko 113 yang sudah selesai sarapan langsung pergi kerumah ustad selaku tokoh agama.
Sampai dirumah ustad lagi - lagi mereka dikecewakan, ketiga kalinya mereka tidak bertemu. dihari masih pagi mereka putuskan untuk jalan - jalan keliling dusun.

ditengah jalan mereka bertemu pak huda kembali,
dipagi hari beliau yang mau pergi kekebun memberi tahu tempat yg pemandangannya bagus.

salah satunya bukit disebelah kebunnya, sungai yang bening, pemakaman keramat dan yg terakhir paling menarik ialah jalur pendakian menuju gunung, sebab diatas pemandangan sangat luar biasa.
dusun ini juga menjadi jalur alternatif pendakian. selepas mereka berpisah, Ayub dkk memilih kebukit dekat dengan kebun, ditahun 2017 mereka sempat mengabadikan momen itu.
Selanjutnya mereka pergi ke sungai. Puas bermain air mereka melanjutkan jalan - jalan menuju makam keramat. dimakam ini mereka bermain - main seperti anak kecil, melihat hal ini warga dusun mendatangi mereka dan menyuruh mereka untuk segera pergi dari makam keramat.
Malam hari tiba, dimalam ketiga. Roni yang di awal selalu menakut nakuti teman-temannya kembali berulah, hal ini ia lakukan ketika rapat evaluasi program kerja berlangsung. Roni bercerita dengan terang-terangan sosok-sosok penghuni dari dunia lain yang ia temui,
khususnya waktu jalan-jalan tadi pagi, selain itu spot – spotnya juga roni jelaskan secara detail, mulai makam keramat, pitu hutan larangan, hutan yang berdampingan dengan kebun hingga sungai dengan aliran deras. Mendengar ini, Indah dan Rosa kembali menghentikan cerita Roni.
Mereka sebagian merasa tidak suka dan risih akan tingkah laku Roni sendiri, disisi lain anggota Ayub yang perempuan rata-rata penakut akan hal mistis.
Kembali pada rapat yang diselenggarakan setelah mendengar cerita mistis dari Roni di malam hari,
setelah seharian penuh habis refresing. Rapat evaluasi selalu di laksanakan pada malam hari selama ini, sekalian untuk acar kumpul-kumpul berkeluh kesah dan saling mengakrabkan diri dengan teman-teman baru, dan yang utama adalah menata program kerja untuk esok harinya.
Hal itu akan terus di laksanakan untuk 2 bulan kedepan, agar tak ada kesalahpahaman di antara para anggota KKN dikelompok Ayub dan masyarakat dusun.
Namun hal yang di harapkan tak sesuai dengan kenyataannya yang dialami Roni.
Malam itu, ditengah-tengah kebisingan rapat, Roni meminta izin untuk buang air kecil ke kamar mandi belakang. Dengan keadaan yang sudah kebelet buang hajat, ia pun langsung berjalan cepat ke ruang tengah lalu menuju dapur.
Baru saja sampai didapur bau busuk dengan udara yang makin dingin sangat kuat tercium oleh hidung Roni, mata Roni seketika langsung berputar siaga mencari sumber bau ini, ia tahu kalau ada yang aneh saat itu. Benar saja, ketika ia membuka pintu dapur,
sosok berbadan besar, rambut hitam yang panjang dengan kulit hitam legam. Matanya merah besar melotot, sampai mata itu memenuhi wajah makhluk itu. Roni yang tertegun memandang wajah sosok yang besar itu matanya semakin membesar.
Sedang giginya panjang dan runcing saling berselip keatas dan bawah disisi kanan kirinya. Lidah sosok itu juga menjulur sampai tanah dan bau busuknya juga sangat menyengat hidung.
“Hei...??? Hahahaha!!!” Sapa suara yang berat dan tawa sosok itu sambil melayang-layang terombang ambing didepan pintu.

Seketika itu Roni membanting pintu dapur dengan sekencang-kencangnya, ia berbalik arah kembali kedepan dengan berlari kecil.
“Assssuuuuu!!!...BRAAAKKK” Umpat Roni dan suara bantingan pintu dapur.

Ayub dan teman-temannya kaget mendengar teriakan Roni dan suara dari dapur, semua yang diruang tamu terdiam sejenak.
Mereka mendengar langkah Roni yang berlari kedepan, “Hosshh..hosshh...hossshh” Sesampainya Roni di ruang rapat dia langsung duduk merangsek diantara bahdim dan ayub. Wajah Roni berubah memucat, sekujur tubuhnya juga ikut gemetaran.
Dengan kepala tertunduk didepan teman-temannya ia tetap diam sambil menghorizontalkan dan mengatur nada nafasnya. Semua yang disekitar Roni memandangnya curiga...

“He kamu kenapa Ron” Tanya Bahdim.
“Di belakang ada se..se..setan, Aaaa...aaaku taaaakut” Jawab Roni dengan terbata-bata

“Ha...ha...ha, makannya jangan sering nakut - nakutiin orang kamu” Ledek Joko

“Aku serius Jok, lihat saja kebelakang kalau tidak percaya” Bentak Roni yang kesal sambil menahan rasa takutnya
“Oke...aku kebelakang sekarang” Ucap Joko, diapun langsung berdiri dan berjalan kebelakang, sampai depan pintu dapur, tanpa rasa takut ia membuka pintu kayunya. Ia pun membuka dengan pelan-pelan biar tidak kaget kalau ada sosok yang mengejutkannya.
Waktu pintu terbuka dan hasilnya Joko tak menemukan apapun dibalik pintu. Hanya samar – samar cahaya api dari obor yang menancap disumur. Joko yang penasaran melanjutkan pencarian hingga menuju kamar mandi.
Semua pintu kamar mandipun ia buka satu persatu, dan hasilnya pun sama, semuanya nihil. Selesai pengecekan kebelakang rumah selesai Joko kembali kedepan, dengan berjalan cepat akhirnya dia sampai di ruang tamu dan menatap tubuh Roni yang masih tertunduk.
“Mana Ron gak ada apa - apa gitu lho, kamu bohong lagi ya kan? atau memang kamu sendiri yang di takuti sama penghuni dusun sini, karena kamu sering cerita aneh" Kata Joko yang geram

“Tapi aku serius Jok kali ini, sumpah!!! Aku enggak pernah bohong sama kalian.
Yang aku ceritakan semua sosok di dusun ini memang benar apa adanya!” Tandas Roni yang serius

“Heh, kalau ngomong makin ngelantur kamu Ron” Sahut Joko

Merasa dirinya disepelekan sama teman-temannya Roni mulai kesal,
rasa takutnya yang kala itu sudah mendera tiba-tiba hilang seketika. Selesai menerima jawaban dari Joko yang menyudutkannya, Ronipun keluar dari ruang tamu dengan hati jengkel. Roni berjalan keluar posko sendirian hingga ia duduk di pos depan rumah,
ia duduk termangu memandang langit bertahtakan kejora bermahkotakan kabut, semua pandangan didepannya hanya keremangan cahaya samar-samar berselimut kabut yang bercampur udara dingin.

Anggota KKN di ruang tengah kini melanjutkan rapatnya dengan serius,
terkadang juga tedengar tawa Joko, Rosa dan Rian dari pos depan. Tawa mereka seakan mengejek cerita – cerita mistis Roni yang dirasa konyol. Roni sendiri mendengar tawa mereka membuat hatinya semakin dongkol dan jengkel sama teman-teman barunya.
Roni masih terdiam duduk termenung, sembari kakinya yang digantungkan kebawah dan bergerak bebas sendirian untuk menghilangkan kekesalan dalam hatinya.
Di tengah lamunannya, Roni memandang tegak kedepan dengan tatapan kosong.
Disaat ia lama teridam, Roni melihat ratusan kalelewar besar bermunculan di depan poskonya. Semua kelelawar itu muncul dari celah angin - angin rumah didepan poskonya, rumah yang selama ini tidak berpenghuni.
Kelelelawar - Kelelelawar ini terbang berarak abstrak kelangit dan begerak serentak menuju arah gunung. Lalu dari pintu rumah depan yang tak berpenghuni itu terlihat ada sosok yang keluar.
Sosok itu keluar tanpa membuka pintu, mahluk itu dengan santainya berjalan menembus pintu rumah. Sosok lelaki berwajah gelap tinggi besar dengan kuping memanjang sampai tanah dan berwarna merah.
Sosok ini juga bertelanjang dada, memiliki sayap seperti kelelawar serta membawa tongkat seperti menggiring kelelawar tersebut menuju arah gunung.
Roni yang melihat hal itu sontak kaget, pandangan kosongnya buyar! Kata kotor mulai mencuat dari bibirnya
“Asuuu!!! Demit opo maneh iki cok”. (Asuuu!!! Setan apa lagi ini cok) Gumam Roni yang kembali ketakutan. Lalu Roni dengan gerakan secepat kilat berlari meninggalkan pos dan masuk ke dalam posko kembali.
Roni langsung pergi kekamar untuk tidur terlebih dahulu, ia sudah tak memperdulikan teman-temannya yang diruang tamu lagi. Hal yang baru ia temui juga tidak diceritakan pada teman temannya disamping kuatir di bilang pembohong lagi, Roni sendiri sudah jengkelnya naik keubun-ubun.
Selesai evaluasi. Para para peserta kkn kembali ke kamarnya masing masing. Tak terasa karena keasyikan bercengkrama malam itu sudah menunjukan jam 1 dini hari.

Dibilik kamar perempuan, Rosa dengan Indah seperti biasa tidur berdua diranjang.
Sedangkan Agustin, Pipit dan Rerei lebih memilih tidur di kasur bawah. Rerei si Cewek imut jurusan ekonomi managemen ini tidur paling dekat dengan ranjang, serta mukanya menghadap lorong yang gelap dibawah ranjang.
Di tengah lelapnya tidur. Tiba tiba telinga Rerei seperti ada yang memanggil, suara - suara panggilan itu berjalan pelan, berat dan agak serak, lama – lama terdengar jelas suara wanita itu seperti yang sedang kesakitan.

“Rereeeeeiii...Rereeeeiii...!!!
Rereeeeeeeeeiiiiii...!!!!!!!!”Panggilan ke sekian kalinya suara bisikan itu menjadikan suaranya itu seperti teriakan yang sangat kencang. Rerei yang awalnya setengah sadar kini terbangun dengan spontan dan ia duduk kaget, dengan cepat ia mengucap
“Astaghfrullah” berulang - ulang sambil matanya mencari sumber suaranya.

Bulukuduk Rerei saat itu merinding tegak kelangit. Saat rerei melihat kearah kiri lebih tepatnya ke lorong bawah dipan,
terlihat di sampingnya ada kepala nenek tua berambut gimbal dengan mata putihnya menatap tajam kearahnya dan gigi hitam kekuningan...

“Ya Allah!!!” Teriak pelan Rerei dan ia langsung melompat ke ranjang. Desakan Rerey kali ini membelah kedekatan tidur antara Indah dan Rosa.
“Kamu ngapain sih Reeeiiii” Tanya Indah dengan setengah sadar yang terkena desakan Rerey secara tiba-tiba.
Rerei hanya diam dan menyelimuti sekujur tubuhnya dengan kain putih bergaris cokelat, Selimut Rosa malam itu ditarik paksa oleh Rerei.
Dengan mata masih terpejam Indah merasa tak nyaman lagi dengan tidur posisi yang terdesak, diapun segera pindah tidur ke bawah bersama Agustin dan Pipit.

“Kringgggg......kringgggg....kringggg”
Pagi itu suara weker dari HP Roni bernyanyi keras,
dan getarannya juga menggoncang seisi posko hingga membangunkan seluruh penduduknya.

Roni yang kekamar mandi terlebih dahulu untuk mengisi bak mandi, tapi waktu sampai bak sudah penuh. sedang ayub sendiri terlihat duduk - duduk bergumam mendengung sendirian tak jelas.
Melihat pekerjaanya sudah dibereskan Ayub, Roni bergegas cuci muka dan buang hajat, selesainya dia baru bergabung dengan Ayub. disaat mereka berdua sambil ngopi, Ayub mengakui bahwa sosok - sosok yang diceritakan oleh roni benar apa adanya.
Akan tetapi ayub hanya diam saja, bukan bermaskud apa - apa. Ayub sendiri tak ingin semua anggotanya ketakutan, dan bisa membuat masalah baru dalam KKN ini.

Mendengar pengakuan dari Ayub, Roni terdiam seakan memahami pemikiran seorang ketua kelompok.
Obrolan dua mahasiswa KKN ini buyar seketika penduduk posko mulai bangun, satu - persatu berdatangan kebelakang untuk bersuci dan mandi.

Ayub dan Roni balik kedalam posko, sedang para mahasiswi selepas shalat subuh menuju dapur untuk memasak.
Dengan sedikit keahlian mereka memasak bersama, saling menutupi kekurangan. Selesai masak, hidangan sarapan pagi di geser keruang tengah.

Dengan nafsu yang besar makanan sudah tak bersisa.
Agenda pagi hari, diawali kerumah pak Jatmiko. Seluruh penduduk posko berjalan menuju rumah beliau, tak begitu lama mereka pun sampai. Kegiatan proker kali ini diawali dengan membantu berkebun warga.

Kesepuluh orang ini dengan pak Jatmiko berjalan kaki berarak menuju kebun,
jalan dusun dilembah yang datar selesai dilalui. Lanjut berjalan, mereka memasuki hutan rimba yang masih alami menyambut mereka, jalanan semakin berkelok dengan tanjakan dan turunan mulai menyapa. Sejauh mereka berjalan kaki cukup jauh tanpa mengeluh.
Wajar sebab perjalanan pagi hari itu diiringi pemandangan hutan lindung yang lebat dan masih sangat alami, begitu juga udara pagi yang sejuk serta kicauan orkestra burung – burung liar dihutan menghibur mereka yang melintas.
Tak terasa mereka sampai di sebuah hamparan kebun yang luas, para penduduk yang mayoritas berprofesi sebagai petani sudah berada dikebun masing - masing. Seketika itu para mahasiswa KKN diperintah oleh pak Jatmiko, mereka disebar dikebun warga dusun satu kebun satu orang.
Maksud pak Jatmiko dan sesuai rencana anggota Ayub kali ini bisa lebih akrab dengan warga dusun dan memperoleh pengalaman pertanian dikebun warga. Ayub kebetulan pagi itu bertempat di kebun ustad Ali, sedang Roni dikebun pak Huda.
Tapi kebun pak Huda letaknya langsung berbatasan dengan hutan.

Pagi yang masih berselimut kabut yang sudah menipis, mereka memulai kerja dikebun. Ada yang membantu warga menyiangi rumput, memupuk benih ada juga yg membantu mencangkul,
dan sebagian yang dikebun pak Jatmiko menyirami bibit sawi dan membersihkan kebun.

Tak terasa waktu sudah siang, panas tak terasa menyengat kulit sebab udara dingin melapisi kulit mereka.Udara dingin dilereng gunung juga yang menghipnotis mereka saat berkebun.
Dirasa sudah siang itu, sebagian kelompok Ayub yang putri mengakhiri kegiatan membantu warga. Lima mahasiswi ini mulai berjalan meninggalkan kebun sawi.Gadis-gadis ini waktu berjalan meninggalkan kebun dan melintasi hutan,
melihat di pojokan kebun warga tedapat sebuah potongan batok kelapa, rasa penasaran mereka pun melanda hingga mereka semua mendekati benda itu sambil berjalan pulang. Semakin dekat mereka dengan mangkuk ini, bau kemenyan pun ikut menyambut mereka.
Mereka sampai dipojok kebun, benar apa yang mereka lihat dan bau dari jauh. Sebuah mangkuk terbuat dari irisan batok kelapa berisi kemenyan yang dibakar, dengan punggung boneka kecil putih kusam yang dirajah dengan aksara jawa. Entah apa maksudnya, mereka semua tidak tahu.
Kelima mahasiswi inipun melanjutkan perjanan dengan penuh ribuan pertanyaan, mereka semua ingat sewaktu dikampus akan pesan untuk menghormati adat setempat. Demi menjunjung dan menghormati adat serta rasa saling menghargai mereka pun tak bertanya kepada warga waktu dikebun,
saat itupun mereka terus melaju berjalan pulang.

Untuk para lelaki sendiri pulangnya disore hari berbarengan dengan warga dusun yang lain. Ketika mereka pulang pun demikian, Ayub dan anggotanya melihat beberapa warga dikebun berdiri dikebun bersebelahan dengan batok kelapanya.
Mereka bergumam, dengan kepala mendongak kebarat. Sikap mereka sama dengan teman - teman yg sudah pulang duluan, mereka tidak bertanya mengapa sebagian penduduk melakukan hal itu.

Mereka juga membawa beban pertanyaan yang sangat banyak sewaktu pulang ke posko.
Setibanya diposko mereka mandi dan ishoma, malam hari acara evaluasi rutin dilaksanakan kembali.

awalnya diruang tamu kelompok KKN 113 memperbincangkan tentang mangkok di pojokan kebun, sebab semua anggota belum berkumpul.
Ayub yang sering menyendiri, dan jalan sendiri belum kunjung datang. Apalagi malam itu Roni ikut membakar gosip dikebun hingga hobi Roni membeberkan dunia lain semakin terobati, lama menunggu hingga jengkel ketua kelompok akhirnya muncul.
Heran juga malam - malam dilembah yang gelap ini masih berani keluyuran sendirian.

Semua anggota sudah lengkap, acara evaluasi pun dimulai. Diskusi dengan gaya berapi - api menjadi sebuah ciri, hingga semua mengerti dan saling memahami.
Evaluasi malam itupun selesai, tapi bisik – bisik kecurigaan akan batok kelapa dikebun tersebut berlanjut.

Bahdim yang tadi sore pulang belakangan dan jalan dengan pak Jatmiko mengetahui hal itu. Dengan inisiatif untuk menengkan dan meredam rasa penasaran semua anggota,
Bahdim menjelaskan hal tersebut kepada teman-temannya. Menurut penjelasan dari Pak Jatmiko sewaktu dikebun, mangkok di sudut tiap kebun warga adalah wewangian yang bertujuan untuk sebagai penangkal hama.
Sedang sesajian yang ada disebuah pohon pinggir hutan tepatnya pada perbatasan kebun pak Huda untuk menghormati leluhur yang biasa disebut ki Bawono. Sosok yang dianggap warga sebagai seng mbaurekso (Danyang) di lembah matahari.
Di tengah penjelasan Bahdim, Rosa yang tadinya banyak ngemil tiba-tiba meminta tolong pada Indah “Anterin aku ndah”. Kata Rosa. “Mau kemana Ros?” Tanya Indah yang lirih yang disampingnya. “Kebelakang, mau pipis nih. Ayok ndah cepet”. Pinta Rosa.
“Ah kamu Ros, ada-ada saja..heeemmm. Ya sudah ayok” sahut Indah

Mereka pun pergi kekamar mandi belakang dengan membawa satu lampu templek ditangan. Rosa langsung masuk kedalam kamar mandi, menutup pintu dan menaruh lampu didekatnya, selesai berhajat dia meraih gayung
dan mengambil air ke bak mandi. Tapi sewaktu tangannya mengayun ke bak mandi, airnya kosong. ”Sial” gumam Rosa. Kesal dengan yang ia rasakan didalam kamar mandi, Rosa dengan reflek meminta bantuan kepada Indah.

“Ndah, airnya habis, tolong timbakan dong! Satu ember saja deh.
Pliiissssss” Rengek Rosa dari dalam kamar mandi

“Huh dasar! Iya...iya...sebentar!!! Jawab Indah dengan mulai berjalan kearah sumur disampingnya

Sampai disumur Indah meraih dan menurunkan embernya. Perlahan – lahan ia ulur tambangnya hingga sampai kedasar sumur.
dan terdengar suara yang bertabrakan dengan timbanya “Dukkk”. Tapi suara itu terdengar agak aneh, timba yang terjatuh seperti mengenai benda padat, Indah tak begitu memperhatikan akan hal ini. Dirasa timba itu sudah berisi air,
perlahan tangan Indah menarik tambangnya dengan ujung tali terkait timba yang berisi air.Sesampainya di bibir sumur, cahaya obor disamping sumur mulai memudar dan samar samar.Obor kecil yg menyala disamping sumur apinya mulai goyang dengan cepat dan semakin meredupkan cahayanya.
Indah yang sudah berhasil meraih timba tanpa ragu langsung mengalirkan air dari dalam timba ke mulut bak mandi. Waktu air masuk dalam bak mandi, Indah merasa ada benda padat yang terjatuh dari dalam timbanya “Byur”, berkat cahaya dari dalam kamar mandi indah melihat benda itu.
Mata indah yang penasaran mengintip dari lobang kecil mulut bak mandi.

Sewaktu dia sedikit menunduk dan melihat benda itu dengan seksama, benda itu sungguh tak wajar. Seonggok kepala manusia yang menghitam dengan wajah yang busuk dan rusak.
sosok kepala itu, menatap Indah dengan senyumnya yang menyerigai. Indah yang kaget akan hal ini, ia langsung menjerit histeris.

“Aaaaaaaa!!!” Indah langsung melemparkan timba dan berlari secepat petir masuk ke dalam rumah.
Sementara Rosa yang mendengar Indah berteriak langsung membuka daun pintu kamar mandi dan bertanya “ada apa ndaaahh???” Teriak Rosa. Melihat temannya berlari aneh, Rosa mau melanjutkan untuk membersihkan diri.
Kali ini gayungnya diturunkan ke bak mandi, sewaktu gayung masuk didalam bak mandi mengenai sesuatu “Duk”. “Padahal bak ini habis diisi air, tapi kok kena benda aneh” Gumam Rosa. Perasaan Rosa semakin bertumpuk, ia yang tadinya jongkok kini beranjak untuk berdiri.
Bersamaan dengan berdirinya Rosa, sosok kepala itu terbang dari bak mandi pelan-pelan, mereka saling bertatapan diremangnya cahaya lampu tempel.

“Ha...ha...ha” Sosok kepala tanpa tubuh menatap rosa sambil tersenyum dan tertawa kecil dengan suara berat.
“Akkkkhhhhh....”Jerit Rosa spontan dan kaget, seketika itu sekujur tubuh rosa mulai gemetar hebat dan membuat tubuhnya lemas tak berdaya. Hingga pandangannya menjadi gelap, spontan tubuh Rosa terjatuh kelantai seketika itu juga hingga tak sadarkan diri.
Indah tetap berlari dan tak menggubris pertanyaan temannya. Sesampainya Indah di ruang tamu, dia langsung duduk terapit diantara Rerei dan Pipit untuk meredam ketakutannya. Semua diruang tamu seketika diam dan menatap Indah dengan curiga dan penasaran,
karena Indah kembali sendirian tanpa Rosa. Bahdim yang paling penasaran langsung bertanya pada sosok teman terdekat Rosa ini.

“Ada apa ndah?” Tanya Bahdim

“Yuuubbb, tolong ada ke...kee...pala dikamar mandi” Pinta Indah,
sambil membenamkan raut mukanya diantara kedua telapak tangannya.

Bahdim yang merasa tak di gubris akan pertanyaanya hanya memandangi Indah dengan kecewa.

“Sekarang Rosa dimana” Tanya Ayub dengan intonasi cepat

“Ooohh.. iya..ya...ya, Rosanya ketinggalan dibelakang Yub”
Sambung Indah sambil mengingat temannya yang tertinggal

“Ayo kita kebelakang bareng bareng” Ajak Ayub
Semua yang berada didepan ramai-ramai kebelakang posko, semua rasa takut bagi indah pun memeudar. Tak begitu lama, mereka sampai di kamar mandi.
Ayub maju terlebih dahulu membuka pintu kamar mandi. Dengan sedikit memaksa dengan dorongan tubuhnya, pintu kamar mandi akhirnya terbuka. Semua temannya yang perempuan dan Ayub melihat Rosa sudah tergeletak dengan kepala tertelungkup dilantai.
“Astaghfirullah!!! Rosa...Rosa...Rosa, bangun. Ucap Agustin sembari membalikkan kepala Rosa yang tertelungkup.
Perlahan Rosa sadar dan terbangun terbangun dari pingsannya. Saat itu juga Rosa langsung duduk dan memeluk erat Agustin...
“Hiks...hiks...hiks...Aku takut...huuu...huuu...huuu!!!...Indah ninggalin aku, Hiks... hiks...hiks...Kata Rosa yang masih gemetaran serta baju dan roknya sebagian sudah basah.
Malam itu teman - teman Rosa khususnya yang perempuan membantu membersihkan pakaian Rosa,
setelah pakaiannya bersih. Agustin, Indah, Rerey dan Pipit membawanya kembali kedepan untuk ditenangkan. Kejadian malam itu memberi pengalaman baru yang nyata bagi mereka,
berbekal pengalaman Rosa, Anggota KKN yang perempuan jika mau kebelakang bersepakat akan membawa teman lebih banyak jika malam hari.

Dimalam berikutnya, perjanjian kebelakang faktanyapun dibuktikan oleh para mahasiswi ini.
Disaat semua anggota KKN 113 berkumpul diruang tamu untuk evaluasi kerja, hal - hal yang berkaitan dengan proker pengobatan gratis pun dibahas dengan serius. Ditengah - tengah evaluasi proker hari itu dan rencana proker kedepan tiba-tiba Pipit meminta ijin kepada semua anggota.
“Permisi aku mau kebelakang sebentar”, sebagian anggota hanya mendongak melihat Pipit yang sudah berdiri. Kala itu Pipit sedang datang bulan, dia sudah merasa sangat risih dengan keadaanya. “Tin, Ndah anterin aku dong?”.Pinta Pipit. “Yau dah yuk”. Sahut Agustin.
“Bawa lampunya Ndah” Celetuk Agustin. Indah berdiri dan mengambil salah satu lampu minyak tanah, mereka bertiga mulai berjalan kekamar mandi belakang.

Pipit masuk kekamar mandi sendiran dan setelah menaruh lampu tempel dibibir bak mandi Pipit menutup pintu dari dalam.
Sedangkan kedua temannya berjaga didepan kamar mandi sambil matanya saling berpandangan, Indah mulai membahas proker yang akan ia kerjakan.

Pipit yang lagi selesai berganti pembalut, kini mulai membersihkan pembalutnya yang kotor sebelum dibuang.
Ditengah Pipit sedang bersih-bersih, ia di kagetkan dengan tetesan sebuah cairan dari atas.

“Tes...tes...tes” Cairan yang menetes pelan secara konstan itu mengenai Pundak dan rambutnya, Pipit yang penasaran perlahan menggapai cairan tersebut dengan tangan kanannya.
Setelah cairan itu tersentuh ujung jari telunjuknya, ia pun melihat terlebih dahulu sejenak cairan itu, Ternyata cairan itu berwarna hijau pekat. Lalu dengan perlahan Pipit mendekatkan telunjuknya ke lubang hidungnya,
Saat sudah sampel cairan itu sudah sangat dekat, bau Anyir dan bau busuk mulut tercium sangat kuat dan sangat menjijikkan.

“Hueeekkkk, apa ini?” Gumam Pipit sambil memandangi kembali dengan seksama cairan yang berada ditelunjukknya.
Tetesan itu terus menerus berjatuhan mengenai kepalanya dan pundaknya, udara dingin diatasnya kini tiba – tiba mulai berganti menghangat. Sehabis mengendus cairan hijau itu, Pipit sempat berpikir sejenak “Masak sudah gerimis”. Tapi saat kepalanya mendongak perlahan keatas,
ia melihat sosok tinggi besar yang menjulang. Sosok yang tinggi besar itu, lidahnya menjulur sampai melekat ke dinding kamar mandi Pipit. Bola matanya yang besar merah melotot sampai kelopak matanya mau keluar untuk menatapnya.
Giginya taringnya berselip atas dan bawah berwarna kekuningan sangat panjang dan runcing, dengan hidung yang rata. Hanya satu lobang hidung saja yang terlihat. Sosok itu seperti “Buto” tapi sosok ini berkulit hitam pekat dengan rambut hitam dikepalanya,
dengan kondisi gimbal acak-acakan memanjang sampai ketanah. Sosok ini juga memiliki dua tanduk hitam panjang, hingga menyibak rambut gimbalnya.

Sosok ini terus memandangi wajah Pipit dengan sorot matanya yang semakin memerah darah.
Pipit sendiri terdiam tertegun, kondisi yang sunyi senyap itu disambar buyar oleh tawa lirih sosok mahluk gigantis ini ”Ha...ha...ha!”

Pipit yang sejenak tertegun, dengan cepat mengembalikan kepingan kepingan kesadarannya yang sudah berserakan.
“Deg...deg..deg, Jantung pipit mulai berlari lebih cepat dari biasanya. Mulut dan pita suara Pipit terbuka secara spontan dan berteriak kencang,

“Aaaaaakkkkhhhh...tolong....brak..brak...brak” Pipit menggedor-gedor pintu kamar mandinya dengan cepat,
ternyata Pipit lupa karena panik, bahwa dialah sendiri yang mengunci kamar mandi itu dari dalam. Perasaan takut, gemetar dan kaget jadi satu, hingga membutakan akal sehatnya.

Sedang tangan sosok raksasa ini mulai bergerak, tangan kanannya perlahan menganyun kearahnya.
Tangan sosok Buto Ireng yang berkuku hitam panjang meruncing itu mencoba menerkam tubuh mungil Pipit.
Dua orang temannya yang berjaga dan menunggu didepan kamar mandi tersentak kaget, mereka pun saat itu menoleh keatas kamar mandi yang tak beratap.
Sekilas mereka melihat sosok tinggi besar yang menyeramkan itu, dengan nyali yang sudah terkuras habis dan berkata “Whoi opo iku mbak, guede!!!” (Whoi apa itu mbak, buesar!!!) Kata Agustin sambil menunjuk sosok Buto yang berada dibelakang kamar mandi.
Indah dan Agustin sehabis melihat sosok itu sendiri langsung mendobrak pintu kamar mandi menggunakan tangan dan kaki dengan sekuat tenaga, meski mereka berdua sudah gemetaran dan ketakutan. Dengan cepat pintu itu jebol “Bruaakkk” Setelah pintu sudah terbuka,
Pipit tanpa banyak bicara langsung berlari keluar kamar mandi. Ia berlari sekencang - kencangnya malam itu, tanpa melihat dan menoleh kekanan kiri lagi.

Secepat angin topan Pipit berlari menuju ke ruang tamu, sesampainya di ruang tamu pipit berdiri dengan rukuk.
Satu tangannya memegangi dada, satunya lagi berpangku dengan lutut. Pipit yang sudah deg - degkan mulai menstabilkan nafas dan jantungnya sebentar sebelum bicara. “Ada apa pit?” Tanya Joko dengan rasa penasaran yang membuncah.
Remah – remah keberanian pun bersatu, nafas dan denyut jantungnya sudah mulai stabil, ia pun langsung berbicara pada semua anggota KKN yang ada diruang tamu.

“Temen-temen....di kamar mandi belakang aaaada genderuwonya...hiiiii, Hosh...hosh...hosh”.
Baru saja ia selesai bicara, Agustin dan Indah berlari kencang mendekatinya. Melihat Pipit masih berdiri rukuk diruang tamu mereka bedua berhenti didekatanya dengan nafas terengah engah.

“Huuuhhh...huhhh...huhh” Nafas Indah dan Agustin yg berpacu menjadi satu dalam ketakutan.
“Hiiihhh! Pipit di bantuin malah lari duluan ninggalin kita” Ujar Indah yang kesal terhadap Pipit.

“Iya nih, gimana sih kamu Pit?” Sambung Agustin yg ikut kesal akan perbuatan Pipit.

Ayub yang melihat ketiga anggotanya ketakutan menyuruhnya untuk segera duduk terlebih dahulu.
Ayub serta teman-teman KKN yang lain mencoba menenangkan tiga temannya yang sudah ketakutan. Sedang Rosa dan Rerei memeluk mereka bertiga dikursi.
Ayub masuk keruang tengah bersama Bahdim untuk mengambil dua gelas air minum.
Ia berjalan keruang tamu kembali sambil membaca do’a dan dihembuskan kepada tiga gelas yang mereka pegang.

“Sudah ini minum dulu“ Kata Ayub sambil menyodorkan ketiga gelas tersebut kepada mereka.

Setelah mereka minum, keadaan mereka bertiga mulai tenang.
Ketakutan mereka pun mereda, diruang tamupun seketika menjadi senyap dan hening. Bahdim yang berada disamping Ayub mulai membuka pembicaraan.

“Yub? dulukan kamu pernah mengaji, dan belajar ilmu beginian.
Bagaimana kalau rumah ini di pagari dengan doa-doa yang pernah kamu pelajari.” Kata Bahdim, teman satu kampung Ayub.

“Kamu juga kan bisa Dim” Sambung Ayub

“Iya nanti kita bareng-bareng do’ainnya Yub, tapi saat ini kelihatannya kondisinya genting sekali”
Kedua sahabat ini memang berasal dari kota yang sama, mereka juga saling mengenal sudah cukup lama. Hingga kuliahpun mereka satu fakultas, tetapi meskipun mereka dekat kedua sahabat ini saling menyembunyikan sisi kepribadian masing masing.
Menurut mereka sendiri hal itu sangat etis dan wajar jika tentang privasi.

“Iya Dim, Kamu betul. Gak ada salahnya dicoba, karena aku sendiri belum pernah mencobanya” Jawab Ayub yang agak ragu atas kemampuannya yang tidak terasah.
“Ya sudah ayok ikut aku sekarang Dim” Pinta Ayub sambil mulai berdiri dan beranjak dari tempat duduknya.

Seketika itu juga Ayub dengan Bahdim pergi kedapur, Ayub mengambil garam dan air. Kedua zat itu dicampur dalam satu wadah dilebur menjadi satu,
lalu Ayub dan Bahdim mulai berdo’a sambil berdiri. Bahdim sendiri selesai ritual terlebih dahulu dan meniupkannya kewadah, baru selanjutnya Ayub melakukan hal yang sama dengan Bahdim. Dirasa sudah siap mereka berdua keluar rumah lewat pintu belakang,
mereka berdua mulai menabur cairan itu dari belakang. Rasa takut dibenak mereka sempat muncul, sebab bau busuk dedaunan dan pohon hutan disekitaran kamar mandi begitu kental terasa, padahal sebelumnya diareal sumur ini tidak pernah berbau sebegitunya.
Tapi demi keberlangsungan dan keberhasilan KKN mereka, mau tak mau harus ambil resiko jika KKN mereka gagal.

“Dim kamu tabur ini, aku ikuti dibelakang sambil baca do’a” Pinta Ayub sambil memberikan wadah ramuan itu.
Bahdim berjalan dari samping rumah dan mulai menyemburkan ramuan itu lewat tangannya kesamping rumah. Mereka berjalan berdua ke sekeliling rumah memutar hingga kamar mandi, meski mereka berdua juga merasa ada yang mengawasi dan bulu kuduk mereka naik terus.
Untungnya kedua sobat ini tidak melihat penampakan seperti yang menimpa teman-temannya.

Setelah prosesi ritual memagari rumah dan kamar mandi selesai, mereka berdua kembali keruang tamu, dan suasana mulai saat itu menjadi tenang.

Sejak malam itu, rumah terasa nyaman
dan tidak ada gangguan dengan wujud yang menyeramkan.

Tapi untuk gangguan langkah kaki yang mondar mandir dimalam hari dan suara-suara yang memanggil tetap menemani Ayub, Roni dan Rerei ditiap malamnya tapi agak menjauh, jadi terdengarnya semakin samar.
Ayub sendiri tidak pernah menceritakan suara-suara ini, agar teman-temanya tidak takut begitu juga dengan sikap Rerei yang sama dengan Ayub.

Sedangkan Roni yang mempunyai kemampuan melihat mereka,
selalu bercerita dengan vulgar tentang sosok - sosok yang selalu mengawasi mereka di rumah yang dijadikan posko. semakin tidak ada gangguan Roni semakin gencar dengan cerita mistisnya kepada anggota kelompok KKN 113.
Genap satu minggu mereka tinggal disebuah rumah tua lembah matahari. Malam itu, semua anggota berkumpul di ruang tamu untuk membahas Proker. Roni kali ini duduk bersebelahan dengan Rosa kembali bercerita sambil bisik-bisik.
“Kamu tahu Ros di hutan yang bersebelahan dengan kebun sawi, milik pak Huda?”

“Pak Huda yang rumahnya dijalanan menuju masjid?”

“Iya bener, memang ada apa Ron?”

“Tadi sore waktu aku pulang dari kebun,
aku lihat ada sosok tinggi besar berwarna hitam-hitam berkumpul disamping sawah pak Huda. Persisnya punden itu berada di peratasan hutan, tapi lokasinya persis disebelah kebun pak Huda”

“Ah yang bener, jangan nakut-nakutin kamu Ron.
Dari kemarin-kemarin saja aku nggak lihat ada punden disebelah kebun pak Huda”

“Sumpah Ros. Aku nggak bohong, sosok tinggi besar itu jumlahnya buanyak. Entah jumlah pastinya berapa, tapi aku melihat mereka berlari dari dalam hutan dengan jumlah mungkin ribuan,
yg penting buanyak hingga hutan itu terlihat menghitam. Mereka berlari cepat mendekati punden dan seperti berebut sesuatu. Aku sendiri tidak tahu juga Ros mereka rebutan apa, aku sendiri yang jalan dibelakang rombongan pak Huda dan ustad Ali sambil menunduk ketakutan”
“Udahlah Ron, jangan diterusin. Gila kamu ini, disana gak ada punden ngayal saja sukanya. Ih dasar kamu ini” Tandas Rosa

“Iya...iya...Ros, ini yang terakhir please dengerin. Ini demi kebaikan kamu, biar kamu hati – hati Ros” Tegas Roni yang memaksa
“Apaan lagi Roniiii, aku sudah takut nih?” Jawab Rosa

Roni tak perduli dengan elakan Rosa, ia kembali menceritakan sosok – sosok hitam besar dibelakang rumah, dan sosok yang tinggal dikamar mereka.
Semakin lama Rosa semakin ogah-ogahan waktu diajak menggunjing penduduk lain penghuni lembah. Rosa hanya berpura-pura mendengarkan, tapi konsentarsi dan pandangannya tertuju pada evaluasi proker.

Ayub yang tahu Roni dan Rosa sedang berbisik bercerita, ia hanya membiarkan saja,
begitu juga dengan sikap Anggota KKN yang lain. Sebelumnya Ayub sendiri yang sudah menegur berulang kali, tapi tak pernah dihiraukan. Ayub sendiri sudah jengah dengan sikap Roni yang bebal dan tak bisa diatur.

Akhirnya cerita Roni dengan membisik pun selesai,
sebab ia sudah merasa tak diperhatikan lagi oleh rosa. Kemudian Roni berganti haluan, kini dia terdiam memandang teman-temannya yang membahas proker Indah dan Rosa.

Pembahasan evaluasi dengan berbagai kekurangan dikegiatan sebelumnya sudah selesai ditutupi,
Kini berganti untuk sharing sesama anggota. Tapi disesi tanya jawab dalam pembahasan evaluasi terhenti secara tiba tiba, “ Duuuuaarrrrrrr “ Suara dentuman yang keras dari arah dapur.

Seketika semua penduduk posko yang berada di ruang tamu terdiam,
sunyi, senyap, hening dan tak ada satupun yang bergerak. Pikiran Ayub dan teman - temannya mulai mengarah pada penampakan sebelumnya, mereka yang tengah duduk melingkar bersepuluh saling pandang curiga.
Semua mencoba menebak apa yg akan terjadi, tapi mereka masih berpikir sejenak sebelum berucap.
Roni yang selalu menggunjing mereka, dengan sikap percaya dirinya di tingkat dewa langsung menyampaikan tebakan...

“Jangan - jangan itu makhluk yg kemarin Yub!!” Celetuk lirih Roni.
Setelah Roni selesai berbicara belum ada yang menjawab, kabut lembah yang masuk ke posko mulai menebar bau yang tidak sedap kembali, bau anyir dan busuk pohon hutan mulai menyeruak ketiap sudut ruang tamu.
Mereka yang berada diruang tamu hanya menjepit hidup dengan telunjuk dan jempolnya tanpa ada kata – kata lagi.

Hening malam itu memang tercipta oleh sesuatu, dan secara tiba - tiba.

“Duaaarrrrr!!!” Suara ledakan kembali menggelegar,
kali ini suara itu berada tepat di atas mereka.

“Klotak..klotak..klootak..“ Genting yang jatuh berserakan kemeja ruang tamu.

“Astagfirulllah, ya Allah.” Ucap mereka semua yang berada diruang tamu, dengan spontan dan cepat.
Saat itu juga semua yang berada di ruang tamu berjingkat kecil, berdiri dan mundur untuk menghindari pecahan - pecahan genteng yang jatuh. Mereka semua bergerak menyibak kursi sambil menggeser tubuhnya ke bergerak mundur kebelakang.
Rumah yg tidak berplafond itu membuat pecahan genteng terus terjun bebas mengenai meja dan sebagian mengenai kepala mereka. Untungnya malam itu tidak ada yg terluka dari kejadian ini.

Baru saja mereka berdiri, lampu putih petromax dari ruang tengah cahayanya berubah jadi aneh.
Cahayanya berubah meredup dan berganti sangat terang dengan cepat, mirip seperti lampu disko. Dan selanjutnya
“Duaaarrr...”Ledakan dari ruang tengah.

Astagfirullah, Ucap Ayub dengan teman-temannya dengan cepat. Seketika itu juga lampu petromax yg berada di ruang tengah mati.
Kali ini cahaya tinggal di ruang tamu, teras rumah dan dapur. Ledakan sekeras itu dan bertubi - tubipun tidak membuat warga dusun berdatangan. Mungkin jarak antar rumah jauh sehingga mereka tidak mendengar atau memang adat didusun seperti itu juga tidak ada yang tahu.
Kali ini lampu diruang tamu tiba-tiba mulai bergerak goyah, dan cahaya semakin redup hingga lampu minyak tanah yang tertutup kaca stom tiba-tiba mati, didalam rumah menjadi gelap dan mencekam. Tidak ada yang bicara satupun malam itu, untuk menangkan jiwa mereka,
perlahan semua anggota KKN kembali duduk. Baru saja pantat mereka bersentuhan dengan kursi, tiba - tiba mereka semua dikagetkan dengan tingkah Roni. Sosok Roni yang tadinya duduk disamping Rosa meloncat dengan cepat serta mengeluarkan suara “Heeakkkh!!!!!”
Teriak Roni dengan keras tapi pendek.

Setelah meloncat dari kursi, Roni berlari dengan keadaan aneh, dia berlari seperti hewan mamalia berkaki empat. Dengan kedua kaki dan kedua tangannya berlari cepat persis seperti hewan buas,
malam itu Roni yang sudah menjadi aneh berlari menuju ke dapur. Keganjilan ini membuat Ayub, Bahdim dan Joko ikut mengejar Roni kedapur. Semua yang diruang tamu mulai ketakutan, khawatir akan keadaan Roni.
Ketika mereka bertiga sampai di pintu dapur,
cahaya dapur untungnya masih ada satu lampu tempel yang hidup. Jadi malam itu mereka bertiga melihat Roni dengan samar sedang merangkak didinding dapur yang terbuat dari papan kayu. Roni yang berjalan pelan didinding seperti cicak,
waktu Roni sedang merayap mulutnya Roni juga meneteskan darah segar. Roni sendiri yang sudah tidak sadar, berjalan merayap cepat kesegala arah, ia juga melompat dari sisi dinding dapur ke dinding dapur yang lain.
malam itu menjadi sangat beda, karena keadaan semakin menakutkan dan mencekam. “Geeerrrrrrhgghh” Lama kelamaan mulutnyapun menggeram dengan suara yang sudah berbeda. Wajahnya Roni kini memucat, kedua bola matanya malam itu juga ikut menghitam legam.
Bahdim yang melihat tingkah Roni langsung memanjatkan do'a dengan cepat ,sambil tangannya menengadah keatas. Selepas do’anya sudah selesai bahdim meniupkan do’a itu kedalam kedua telapak tangannya. Dirasa sudah mantap dan yakin ia mengangkat dua telapak tangan,
dan melemparkan kearah Roni sambil berteriak "Mati koen iblis" (Mati kau Iblis). Tapi yang terjadi kala itu tidak sesuai harapan, Malam itu tubuh Bahdim terpental jauh hingga terbentur pintu dapur dengan cukup keras. “Brakkkk” tubuh Bahdim tergeletak dilantai,
seketika itu juga mulut Bahdim memuntahkan darah bercampur beberapa kelopak bunga.

Bahdim yg masih sadar, bergerak tertatih sambil terlentang kebelakang. Ia ingin segera bersandar dipintu dapur. Sambil bergerak, dia merintih kesakitan dengan satu tangannya memegangi dadanya.
Melihat hal itu Joko langsung berlari membantu Bahdim memapahnya untuk duduk bersandar dengan benar.

Sukses akan kesaktiannya mengalahkan Bahdim, sosok yang bersemayam ditubuh Roni pun tertawa. “Ha...ha...ha...ha”. Mulut Roni berbicara dengan suara yang besar dan berat
“Koen gak bakal iso ngalahno aku, maringene tak pangan kabeh koen seng ndek kene. Ha...ha...ha...ha” (Kamu tidak bisa mengalahkan aku, setelah ini aku makan semua kalian yg disini).

Ayub yang berdiri sendirian menatap sosok tubuh Roni yang tertawa dengan nyali yang terkikis.
Kini Ayub dengan cepat membaca do'a dan melakukan gerakan yang mirip seperti yang dilakukan oleh Bahdim, selesai berdo’a Ayub menghempaskan kedua tangannya dengan mengayun cepat kepada tubuh Roni yang merayap didinding. Seketika itu pula tubuh Ayub pun terpental,
ia jatuh tersungkur dan mengeluarkan darah segar bercampur kelopak bunga.

Kali ini tubuh Roni yang merayap di dinding ikut terpental dan langsung jatuh kelantai. Hening, sepi. didapur tiada lagi ada suara,
Tinggal Joko sendirian yang duduk disamping Bahdim sedang tertegun, mematung dan takut melihat hal yang aneh didepan mata kepalanya.

Keadaan berganti, "Aaaaaa" Suara teriakan dan jeritan anggota KKN yang berada diruang tamu dengan sangat keras.
“Hiii...hiii...hiii”, tawa nenek yang datang tiba-tiba. Rosa dan teman-temannya melihat sosok nenek nenek yang duduk di balok kayu sebagai bantalan kuda-kuda rumah. Nenek itu duduk diatas balok kayu ruang tamu dengan kaki yang memakai terompah sambil terayun pelan.
Nenek ini menatap mereka yang diruang tamu sambil memegang sebuah tongkat, dia berwajah keriput pucat memutih dengan kulit sebagian wajahnya terkelupas membusuk. Sosok yang tiba - tiba tertawa ini memperlihatkan gigi hitamnya yang tak utuh lagi,
dan rambutnya yang putih acak-acakan memanjang sampai kakinya.

Sekian detik setelah sosok nenek - nenek itu tertawa diatas kuda-kuda, nenek itu tiba-tiba menghilang, dan saat itu juga tawa nenek – nenek ini berganti kepada tubuh Rosa.
“Hiii...hiii...hiii” Rosa yang tiba-tiba tertawa disamping teman-temanya membuat seluruh anggota KKN yang berada diruang tamu menjauh berlari keluar rumah karena ketakutan.
Sambil berjalan mundur keluar rumah dan berusaha melindungi yang lain Ryan berkata “Allah tuhan Yesus bantu kami”. “Aaaahhhhh” Teriak Agustin, Rerey, Indah dan Pipit. Sambil mereka berlari keluar posko.

Kelima anggota KKN yang tersisa kini sudah berada dihalaman rumah.
Semua berteriak - teriak, berjingkrak - jingkrak ketakutan mendengarkan tawa Rosa yang menyeramkan, Sedang Rosa yang berada didalam ruang tamu sendirian tetap tertawa terkekeh tiada henti.

Malam hari halaman posko yang mereka tempati semakin lama semakin ramai riuh.
Sementara disamping kanan kiri yg lebat akan pepohonan, dan hewan nokturnal bernyanyi bersahutan dengan keras menghadang jerit ketakutan mereka.

Joko yg sendirian didapur merawat ketiga temannya merasa semakin takut. "Gerrrr...gerrr" erangan dari balik dapur terus berbunyi.
"Bleg..bleg...bleg" Derap langkah ribuan kaki juga terdengar mendekat kearah dapur. Joko yang tengah merawat Ayub berhenti sejenak, ia mendengar dengan seksama suara itu. Joko sendiri sudah bersiap siap jika ada sosok dari dunia lain datang tiba - tiba,
ia bersiap untuk berlari meninggalkan teman-temannya.

***

Mendengar suara di posko semakin gaduh tak berkesudahan, pak Jatmiko yang baru mendengar keributan dimalam hari, beliau keluar rumah bersama bu Ratmi. Mereka bedua berjalan terburu-buru hingga setengah berlari,
tak lama mereka berdua sampai diposko dan menghampiri anggota KKN yang tengah berdiri ditengah halaman.

“Loh, onok opo iki, kok rame – rame nag njobo?” (Loh, ada apa ini, kok rame – rame diluar ). Tanya Bu Ratmi yang kaget melihat kelima anggota KKN yg ketakutan histeris.
“Buk, Rosa kesurupan...huu...huu...huuu”(Buk, Rosa kesurupan, huuu...huuu...huuu). Jawab Indah dengan menangis dan mengusap air matanya.

“Wes nduk, sabar disek”(Sudah nak, sabar dulu) sambung bu Ratmi yang mencoba menenangkan mereka dengan mulai memeluk tubuh Indah.
Baru mendengar aduan dari Indah, psikis bu Ratmi ikut panik seketika itu juga. Apalagi Rerey, Agustin dan Pipit menangis semakin histeris dan saling berpelukan. Bu Ratmi yang sudah kuatir akan keselamatan peserta KKN, langsung menoleh dan berbicara agak keras kepada suaminya.
"Pak susulen abah, cepetan! Iso - iso ketarik kabeh bocah - bocah iki?" (Pak jemput abah, cepat! Bisa – bisa tertarik semua anak – anak ini!). Pinta bu Ratmi

"Iyo buk" (Iya buk). Jawab pak Jatmiko dengan cepat

Tak lama kemudian abah datang bersama pak Jatmiko,
sosok abah dengan memakai pakaian serba putih dan udeng batik dan paling berwibawa didusun datang dengan berlari kecil. Mereka berdua dengan cepat tiba dihalaman posko dan langsung berhenti di antara lima peserta KKN, abah sempat berdiri sebentar melihat tangis mereka.
Setelah tangis mereka semakin mereda, abah mencoba bertanya kepada mereka.

“Enek opo iki?” (Ada apa ini). Tanya Abah

“Niku bah Rosa kesurupan, kalean Roni” (Itu bah Rosa kesurupan sama Roni) Jawab Indah sambil menahan isak tangisnya dalam pelukan bu Ratmi.
“Piye keadaane sak iki” (Bagaimana keadaanya sekarang). Tanya abah yang penasaran

“Kirangan bah, kulo kalian sedanten rencang- rencang niki nggih wedi. Niki mawon Mboten wantun melbet griyonipun” (tidak tahu bah, saya sama semua teman-teman ini juga takut.
Ini saja tidak berani masuk rumahnya). Tandas Agustin yg masih ketakutan

"Ayo...ayo...ayo, melbu kabeh. Di delok bareng-bareng." (Ayo...ayo...ayo, masuk semua. Dilihat sama – sama ) Pinta abah yang kasihan dengan penghuni posko ini.
Abah berjalan cepat didepan diikuti Pak Jatmiko. Baru rombongan peserta KKN dan bu Ratmi berjalan pelan dibelakangnya. Abah yang paling depan, langsung membuka satu sisi daun pintu yang tertutup, waktu beliau sampai diruang tamu abah langsung berhenti.
Abah melihat Rosa terlebih dahulu, kondisi Rosa diruang tamu sedang duduk berjongkok dengan kepala menunduk. Mulut Rosa mengeluarkan darah bercampur bunga yg terus menerus, hingga bau amis menyebar keseluruh sudut rumah.

Melihat hal yang mengerikan ini,
seketika itu juga Abah yang sudah geram langsung bertanya kepada sosok yang berada didalam tubuh Rosa.

"Sopo koen?" (Siapa kamu). Tanya abah dengan betakan yang cukup keras.

“Ggerrrr” Sosok yang bersemayam ditubuh Rosa hanya menggeram, dan mulai tertawa kecil
“Hiii...hiii...hiii”, lalu Sosok didalam tubuh Rosa terdiam kembali, tapi kepalanya berlenggak lenggok ke kanan dan kekiri. Lama ia terdiam, hingga tak ada jawaban lagi yang terdengar dari sosok didalam tubuh Rosa.
Abah yang sudah jengkel langsung mengangkat tangan kanannya, seolah - olah beliau menarik sosok lain ditubuh Rosa dari jarak sekitar satu meter. Bersamaan tangan abah yang bergerak menarik keatas sosok ditubuh Rosa, Abah berbicara dengan keras "Waras" (sembuh).
Selesai suara keras abah terucap, sosok yang tercabut berupa bayangan hitam dari Rosa pun keluar, sosok hitam itu dengan cepat lenyap berbaur dengan kabut lembah yang dingin. Sedang darah dari yang keluar mulut Rosa pun berhenti mengalir.
Wajah Rosa seketika mulai berangsur - angsur segar kembali. Perlahan kesadarannya juga ikut pulih, tapi tubuh Rosa yg sudah lemas langsung terjungkal hingga jatuh kelantai seketika.

Joko yang sendirian merawat teman - temannya didapur mendengar suara abah didepan,
Dengan spontan Joko yg sudah panik berteriak, "Bah tolong kesini" Abah yang mendengar suara permintaan tolong dari dapur bergegas berjalan menuju kedapur. Sebagian yg diruang tamu mengikuti abah, sebagian penduduk posko merawat Rosa diruang tamu.
Waktu abah sampai didapur, Abah mendekati Bahdim terlebih dahulu karena letaknya dekat dengan pintu, sedangkan Joko hanya memegangi kepala Bahdim. Abah melakukan hal yang sama dengan Rosa. Cukup dengan satu kali ayunan tangan kanan, abah mulai beraksi.
dengan jarak kurang dari satu meter, abah kembali menarik sesuatu yg berasal dari tubuh Bahdim keatas dan berteriak “Waras” (Sembuh). Hal ini dilakukan kembali untuk mengobati Ayub dan Roni juga, sewaktu masih didapur.

Malam yg mencekam mulai berangsur-angsur kembali normal,
semua yang terkena serangan, dan yg habis muntah darah ditidurkan berjajar diruang tengah. Kondisi mereka semua mulai sudah tapi masih lemah, dan masih banyak darah yang berserakan dibaju dan tubuhnya. Mereka yang sudah terlentang didoakan oleh abah,
dengan lirih Abah membacakan do’anya sampai disekelilingnya tidak ada yg mendengar.

Selesai berdo’a, Abah memandangi mereka dengan seksama, memperhatikan satu persatu mahasiswa yg barusan diobati. Semua yg terlentang diruang tengah memandang abah penuh rasa terima kasih,
melihat mereka mulai pulih Abah memberi petuah kepada mereka.

“Sak tekone awakmu kabeh nang kene, enek opo gak salah sijine koncomu seng cerito penghuni seng ndek kene” (Semenjak kedatangan kalian semua disini, ada apa tidak salah satu dari temanmu yang cerita penghuni disini)
Tanya abah penasaran. “Wonten bah” (ada Bah) Jawab Joko dan Indah.

“Sopo” (siapa). Tanya abah dengan penasaran

“Roni niki bah, seng sering cerito demit – demit ten mriki” (Roni ini bah, yang sering cerita hantu – hantu disini). Jawab Indah dengan kesal.
“Heemmm pantesan. Iki asline ngene ngger, demit seng manggon nek lembah, alas, karo gunung kene iku gak seneng nek disebut utowo nek diceritakno. Dadi mene maneh seng ngati-ngati, ojok sampek dibaleni maneh. Iki gae pelajaran sampean-sampean wong anyar seng manggon nang kene"
(Heeemmm pantesan, ini aslinya begini nak, mahluk – mahluk yang bertempat dilembah, hutan sama gunung sini itu tidak suka kalau disebut atau diceritakan. Jadi besok lagi yang hati – hati, jangan sampai diulangi lagi.) Pesan abah dengan serius
"Wes iku pesenku tolong dijogo, nek onok opo-opo maneh ojok sungkan kondo nang abah. Sakjane lak wes dikandani karo pak Jatmiko to, ndek kene nggone isek wingit mas, mbak?” (Sudah itu pesanku tolong dijaga, kalau ada papa lagi jangan sungkan beritahu kepada abah.
Sebenarnya kan sudah diberitahu sama pak Jatmiko kan, disini tempatnya masih angker mbak, mas). Pesan abah lagi

“Nggih bah leres, ngapuntene ingkang katah, matur nuwun” (Iya bah benar, maafkan yang banyak, terima kasih). Sahut Indah yang merasa ikut bersalah.
“Aku tak muleh disek Jat, ramuten bocah-bocah kui disek”. Ucap Abah sambil berlalu keluar dari posko dan kembali pulang kerumahnya. (Aku pulang dulu Jat, rawatlah anak – anak itu dulu). Pinta abah kepada pak Jatmiko sambil beliau berlalu pergi.
“Injih bah” (Iya bah) Jawab singkat pak Jatmiko.

Petuah dari Abah pun malam itu langsung dicerna bulat – bulat oleh semua anggota KKN 113, kini tatapan kesal semua penghuni posko tertuju pada Roni. Semua berharap setelah kejadian ini,
Roni tidak bercerita tentang sosok - sosok penghuni dunia lain dilembah ini.

Pak Jatmiko dan bu Ratmi masih diposko, berdiri sejenak memandangi kondisi mereka berempat. Tak tega melihat mereka berempat yang bersimbah darah,
Bu Ratmi bergegas membantu mereka untuk membersihkan darah dari tubuh dan baju keempat mahasiswa ini. Sedang pak Jatmiko melanjutkan berbicara kepada semua peserta KKN.

“Mas, mbak aku jaluk tolong kedadian iki ojok dikandakno wong dusun kene,
ben gak nggarai penduduk dusun resah” (Mas, mbak, aku minta tolong kejadian ini jangan diceritakan orang dusun sini, biar tidak membuat penduduk dusun resah). Pinta pak Jatmiko

“Enggih pak” (Iya pak). Jawab Indah, Agustin dan Joko
“Untung sampean kabeh gak sampek kesaut ki Bawono, ambi Nyai Rusminah.Yo iku sosok seng sampean temoni karo seng melbu nang awak’e mas roni karo mbak Rosa, nek demit loro iku ngamuk nemen sampean iso-iso digowo neng alame kabeh.”(Untung anda semua tidak sampai terbawa ki Bawono,
sama Nyai Rusminah. Ya itu yang anda temui sama yang masuk ke tubuh mas Roni sama mbak Rosa, kalau hantu dua itu marah anda bisa–bisa dibawa ke alamnya semua). Jelas Pak Jatmiko

Degggg...Indah, Joko, Rian, Pipit, Rerey dan Agustin yang baru mendengar informasi terbaru ini.
“Maringene seng ati-ati, dijogo ucape lan tindak tanduk’e, sampean kabeh iling – iling pesenku iki. Soale penduduk neng alas karo gunung pimpinane Ki Bawono iku luweh nyengit. Untung sampean ijek ketulung abah, nek gak enek abah aku dewe gak iso ngomong maneh mas, mbak”
(Habis ini yang hati – hati, dijaga ucapan dan tingkah lakunya, anda semua ingat–ingat pesanku ini. Soalnya penduduk di hutan sama gunung pimpinannya ki Bawono itu lebih ganas. Untung anda masih tertolong abah, kalau tidak ada abah aku sendiri tidak bisa bicara lagi mas, mbak).
“Nggeh pak Jat, ngapuntene seng katah kulo kalian rencang rencang” (Iya pak Jat, maaf yang banyak saya sama teman- teman) Ucap Joko

“Yo wes tak tinggal disek, sak iki wes aman. Sampean kabeh iso istirahat” (Ya sudah tak tinggal dulu,
Sekarang sudah aman. Anda semua bisa istirahat).

Malam yang mencekam itu meninggalkan kesedihan, meski keempat korban terselamatkan. Bu Ratmi dan Pak
Jatmiko selepas merawat keempat anak – anak penghuni posko kembali pulang,
Joko dan Rian tidur diruang tengah, menemani ketiga temannya. Sedang Rosa pindah tidur dikamar. Joko dan Ryan bergantian istirahat sambil berjaga, sebab mereka masih kuatir dan takut akan sosok2 yang biasa disebut ki Bawono dan nyai Rusminah kembali mengahampiri mereka kembali.
Dua hari penduduk posko tidak ada yang keluar, semua fokus untuk merawat keempat teman mereka. Besoknya barulah mereka semua kembali membantu dikebun.

Siang hari Roni, Ayub, Pak Hudan dan Ustad Ali istirahat bersama setelah dari pagi sibuk dikebun sawi,
mereka berempat berkumpul di ujung kebun pak Huda. Anehnya kebun pak huda dan ustad Ali sendiri tak ada potongan batok kelapa yang berisi boneka dan kemenyan yang terbakar. Roni dan ayub sendiri tak berani menanyakan hal itu sebab sungkan akan mengusik adat mereka.
Di bawah pohon yang teduh, ditengah obrolongan ringan Roni tak sengaja menceritakan apa yang dialami oleh teman-temannya dan dirinya dua hari yang lalu diposko. Mendengar cerita yang menakutkan ini, pak Huda dan Ustad Ali hanya diam mendengarkan.
Selesai Roni bercerita semua, ustad Ali memandang kepada Ayub.

“Mas sampean kuat, terusno perjuangane sampean” (Mas anda kuat, teruskan perjuanganya anda). Kata ustad Ali memandang Ayub dengan serius.

“Maksute pripun pak?” (Maksudnya bagaimana pak). Tanya Ayub yang penasaran
Ustad Ali hanya diam, tidak menjawab apapun. Dia hanya menarik nafas dalam – dalam, dan mengehembuskan kembali, seakan beban berat dan udara penuh misteri mengganjal rongga parunya.

“Biasane mas, nek onok penduduk kene seng mari kesurupan terus muntah getih campur kembang.
Itungan jam wes mati mas” (Biasanya mas, kalau ada penduduk sini yang habis kesurupan terus muntah darah percampur bunga. Hitungan jam sudah mati mas). Sahut Pak Huda, yang tertunduk selepas memberikan jawaban itu.

“Kok saget pak?
terus kulo wingi tiang sekawan nggih mantun muntah getih sedanten wonten kembange nggihan”. (Kok bisa pak, terus saya kemarin empat orang ya habis muntah darah semua ada bunganya juga). Timpal Ayub

“Yo wes pokok’e kuatno dungo sampean kabeh,
iku ngunu wes ket biyen adate nang dusun kene mas. Nek penduduk alas karo gunung gak seneng karo warga dusun kene biasane kejadiane ngunu. Tetep dijogo ucapane karo tindak tanduk’e sampean kabeh nek isek nang kene” (Ya sudah, pokoknya dikuatkan do’a anda semua,
itu dari dulu adatnya didusun sini mas. Jika penduduk hutan sama gunung tidak suka sama warga dusun sini biasanya kejadiannya begitu. Tetap dijaga ucapaannya sama tingkah lakunya anda semua jika masih disini). Jelas pak Huda dengan sedih.

“Nggih pak” (ya pak) sahut Ayub
Keterangan yg disampaikan oleh pak Huda dan ustad Ali membuat Ayub dan Roni merasa janggal dan aneh. Mengapa sampai sebegitunya adat didusun, dan zaman yg tergolong sudah maju ini. Sampai–sampai penduduk alam lain sangat berkuasa dilembah ini.

Istirahat siang pun usai,
mereka melanjutkan kegiatan dikebun hingga sore hari. Selesai berkebun mereka pulang bersama–sama dengan warga lain dikebun. Pemandangan yg mereka lihat diwaktu pulang, sebagian warga didepan rumah berdiri menghadap kebarat sambil bergumam.
Sampai diposko mereka langsung mandi dan istirahat sejenak. Para gadis sedang sibuk memasak, tapi bahan makanan sore itu adalah yang terakhir. Melihat konidisi ini Indah dan Agustin melapor kepada ayub yang tengah istirahat di ruang tamu.
Ayub selepas menerima aduan mereka, ia dan Bahdim bergegas ke rumah pak Jatmiko untuk mencari info tentang pasar terdekat dari dusun itu. Pak Jatmiko sendiri menginformasikan bahwa pasar terdekat dari dusun matahari ditempuh sekitar dua jam.
Saran oleh beliau jika pergi kepasar sebaiknya di jam dua belas malam, karena dijam lima pagi dini hari, pasar kecil itu sudah tutup. Seusai info dimengerti mereka kembali sekalian pinjam motor pak Jatmiko untuk kepasar malam hari.

Urusan selesai, mereka kembali ke posko.
Malam hari selepas Ishoma, kelompok Ayub menjalankan evaluasi kembali. Malam itu diantara mereka banyak yg sudah tidak betah untuk tinggal dan KKN didusun ini, khususnya Rosa, Indah, Pipit & Rerey.

Mereka trauma akan hal buruk yg sudah terjadi, apalagi jika KKN ini diteruskan.
Tapi permintaan itu ditolak keras, khususnya Roni, Ayub dan Agustin.
Roni merasa keberatan jika harus membatalkan KKN ini, disamping dia sudah bersusah payah kerja keras demi bisa ikut KKN ini, Roni sendiri ialah anak yatim piatu dan berjuang mati-matian untuk bisa kuliah.
Untuk Ayub dan Agustin menentang dengan alasan mereka ikut KKN disemester pendek ini untuk mempercepat mereka lulus. Begitu juga dengan Bahdim, Rian dan Joko.

Apapun masalahnya dilapangan harus dihadapi bersama-sama, tidak boleh cepat menyerah.
Toh, selama ini mereka juga tetap dibantu oleh pak Jatmiko dan Abah yang baik hati.

Jadi permintaan mereka yang ingin pulang dari lokasi KKN malam itu mayoritas tidak disetujui. Indah dan teman-teman yang mengajukan untuk segera pulang pun pupus.
Evaluasi pun selesai, mereka yang kecewa bergegas pergi untuk tidur dikamar.

Menjelang jam 12 malam, Ayub dan Joko pergi berangkat kepasar untuk pertama kali, yg lain sudah terbuai mimpi.

Pagi hari hingga jam 9, ayub dan joko kembali tanpa membawa apapun.
Semua penduduk posko jengkel mengetahui hal ini, Ayub dan Joko beralasan malam itu mereka bertemu dengan abah setelah melewati sungai. tapi jalan yg mereka susuri sesui petunjuk abah malam itu buntu, dan kembali ke posko sampai siang.
Hal ini langsung dilaporkan ke abah dirumahnya, tapi abah sendiri menyangkal. Abah dan istrinya tadi malam berada dirumah tidak keluar kemanapun, Ayub disini diberitahu bahwa sosok hantu yg menyerupai warga (jin mariaban) itu sering dijumpai dan sering menyesatkan warga.
Mereka disuruh banyak do'a sewaktu keluar malam dan menjaga ucapan. Mendengar keterangan ini Ayub dan Joko kaget, mereka pun kembali keposko. hari itu terpaksa mereka minta makan sama bu Ratmi, dan malamnya barulah Ayub dan Joko pergi ke pasar tanpa halangan.
Pagi hari setelah sampai dari pasar, mereka menurunkan barang bawaan dan mulai memasak seperti biasa.

Malam menjelang tanpa gangguan, evalusi rutin kali ini untuk persiapan proker Rosa, usulanya sesuai diawal datang Rosa dan Indah ingin mengadakan pengobatan gratis.
Rencana yg sudah disetujui mengendakan rosa dan indah besok harus koordinasi dengan abah, dan teman-temanya selaku tenaga medis.

Esok hari Indah dan rosa meminta ijin kepada abah, selain untuk melakukan proker dirumah abah.
Mereka berdua meminta abah untuk mengundang warga dusun esok hari untuk pengobatan gratis. Abah sendiri yg mendukung proker mereka, langsung menuruti permintaan mereka.

Selepas itu Indah dan Rosa pergi keluar dusun untuk menghubungi teman tenaga medisnya.
Teman2 Rosa waktu dihubungi merespon baik, setelah memberikan alamat lengkap dr saluran telepon mereka berdua kembali ke dusun.

Esok harinya acara yg sebenarnya sdh lama direncanakan dimulai.

Hari pertama diproker Rosa, kegiatan pemerikasaan kepada para penduduk dimulai
Siang hari keempat teman rosa yang sebagai tenaga medis selesai mengidentifikasi kesehatan penduduk dusun. Hasilnya warga dusun sebagian besar banyak yang sehat, faktor alam dan kebiasaan mereka kegiatan dikebun membuat mereka jarang sakit.
Hanya sebagian kecil dari penduduk yg sakit, terutama warga lansia. Hari pertama berjalan dengan lancar dan tergolong sukses.

Keesokan harinya adalah acara pembagian obat, di tempat yang sama seperti kemarin yaitu dirumah abah. Semua Kelompok KKN 113 ikut membantu proker Rosa.
Hari kedua ini ialah sesi pembagian obat kepada penduduk dusun, masih pagi semua kursi ditata rapi untuk warga yang antri mendapatkan obat.

Tak begitu lama warga yg kemarin mendapat kupon pun datang, acara pembagian obat berlangsung cukup ramai hari itu.
Di tengah kesibukan teman-teman KKN 113 dan tenaga medis membagikan obat. Rosa dan Indah pergi ke posko untuk mengambil uang dengan mengendarai sepeda motor.

Mereka naik motor dengan keadaan tergesa-gesa, Indah dan Rosa berharap harus bisa cepat sampai ke rumah abah kembali.
Sebab acara mau selesai. Mereka berdua melakukan hal itu karena ingin memberikan kekurangan uang kepada temannya dalam pengadaan obat kemarin.

Namun disaat indah dan Rosa dalam perjalanan kembali menuju rumah abah, di saat mereka melewati sebuah jembatan kayu.
Mereka melihat ustadz Ali yang biasa mereka temui di masjid berada di ujung jembatan.

Ustad Ali terlihat membuang takir ke sungai (sebuah wadah yang terbuat dari daun pisang, berbentuk sigi empat, biasanya di gunakan untuk wadah sesajen) di ujung jembatan.
Setelah membuang takir kesungai, ustadz Ali berjalan dengan terburu buru meninggalkan jembatan.

Saat itu juga dijembatan yang teduh agak redup, karena tertutup lebatnya pohon liar dan bambu. Indah merasa banyak kelebatan-kelebatan hitam setipis kabut,
sosok-sosok seperti asap hitam seperti berkerumun memutar mengelilingi jembatan. Jembatan yang tadinya sejukpun menjadi agak sedikit panas. Sosok-sosok berupa asap hitam bergerak cepat memutar dijembatan, berebut sesuatu dari takir yg hanyut di sungai.
Indah yg sedang membonceng Rosa melajukan kendaraannya dengan cepat, dengan keadaan terburu buru ia tak memperdulikan apa yg dilakukan ustad Ali. Saat Indah mau selesai melewati jembatan, tiba2 roda bagian depan rosa menabrak sesuatu benda yg besar tapi tak terlihat.
“Bruaaakkkkk!!!”

Indah memegang kendali motor akhirnya goyah, dan motor yang sudah tdk bisa dikendalikan terpelanting keras dan roboh.

“Astaghfirullahhh.!!!” Ucap Indah sambil beranjak berdiri
dengan cepat.
Indah saat itu pikirannya hanya terkonsentrasi untuk cepat kembali kerumah abah, dengan cepat ia kembali mengambil motor yang sudah roboh dan menjalankannya kembali, dalam kondisi panik dan sangat terburu - buru.
Setelah Indah berjalan sekitar 100 meter, ia tersadar bahwa jok belakangnya ringan. Saat ia menoleh temannya, Rosa sudah tidak ada di belakangnya.
Indah pun memutar balik motornya, ia kembali menyusuri jalan hingga sampai terlihat jembatan.
Dari jaraknya yg semakin dekat Indah melihat temannya, Rosa sudah tergeletak di atas jembatan sendirian. Pikiran Rosa semakin kalut, apa yang sebenarnya terjadi sama Rosa. Indah turun dari motor dengan buru-buru, langsung menghampiri Rosa.
“Rooosss...Ros...Ros...Ros!!!???” Ucap Indah sambil menggoyang – goyangkan tubuhnya.

“Bangun Ros... Bangun Ros... Bangun Ros?” Kata Indah terus memanggil sahabat karibnya.

“Kamu gak papa kan?” Rosa tetap terdiam, tetap tergeletak dan tidak merespon apapun,
atas goyangan serta panggilan yang di lakukan Indah berkali kali. Keadaan ini semakin membuat Indah menjadi bingung dan panik, tangannya mau mengangkat Rosa kemotor pun sudah tak mungkin, sebab ia tak kuat menggendongnya.

Sekian lama usaha Indah sia – sia,
kini Indah menggapai motornya kembali untuk pergi menuju rumah Abah meminta bantuan. Sampai dirumah abah, dengan wajah yang panik dan sedih Indah meminta bantuan kepada teman-temannya yang berada di rumah Abah.

“Hei tulungono aku, Rosa tibo neng jembatan.
Aku gak iso ngangkat bocae” (hai, tolongi aku, Rosa jatuh di jembatan. Aku tidak bisa mengangkat anaknya). Teriak Indah dengan keras kepada teman–temanya yg berkerumun dihalaman rumah abah.

Semua yang tengah melakukan prosesi pembagian obat buyar seketika mendengar berita ini.
Suasana panik, dan gerakan cepat semua orang yg berada dirumah Abah berhamburan ikut Indah untuk menjemput Rosa di jembatan.

Sampai dijembatan, semua yg datang melihat Rosa tetap tergeletak sendirian, Rosa sendiri tidak terluka sedikitpun, mulai kulit lecet, berdarah,
tergores pun tak terlihat sama sekali. Warga dusun yang sudah berkumpul dijembatan, beramai-ramai mengangat & membawa Rosa menuju rumah abah.

Sampai dirumah abah, tubuh rosa diletakkan diruang tamunya. Abah yg merasa iba spontan beliau langsung memeriksa kembali kondisi Rosa,
mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Semua utuh tak ada yang hilang, darahnya pun tak ada yg keluar. Terakhir abah memeriksa denyut nadi,nafas dihidung & detak jantung. Tapi kenyataan berkata lain, siang itu Rosa dinyatakan abah sudah tidak ada.
Teman-teman Rosa yang merupakan tenaga medis masih tak percaya, mereka memeriksa kembali dengan stetoskop dan skilnya. Hasil pemerikasaan teman-temannya pun sama dengan abah, kini Rosa telah tiada. Dengan perasaan sedih dan hancur keempat temannya mulai mengalirkan air matanya,
teman karib yang baru saja bercanda ria sejak pagi dengan mereka kini sudah tiada.

Indah yang sudah panik,kalut mulai meneteskan air matanya, serta tangisnya mulai pecah dan menjadi histeris didalam rumah abah “huuuu...huuu...huuu”
Abah siang itu terlihat sangat gelisah, wajahnya memerah darah. Abah sendiri curiga akan sesuatu yang janggal dalam kematian Rosa. Berdasar berbagai kecurigaan itu isi kepala abah mulai menelisik, beliau bertanya pada Indah di dalam keramaian rumahnya.
“Mbak mau nang jembatan enek uwong tak gak, onok seng aneh opo gak?”(mbak tadi dijembatan ada orang apa tidak? Ada yang aneh apa tidak)Tanya abah dengan nada kesal.

Indah masih asyik dengan tangis histerisnya, air matanya yg sudah beranak pinak dipipinya menahan sebuah jawaban,
Sekian lama Indah terisak dalam pelukan Agustin, abah pun membiarkannya sejenak, dan tidak terlalu memaksa untuk bertanya kembali. Sampai akhirnya Indah menjawab sambil terisak menahan tangis, mulutnya yang bergetar akhirnya menyampaikan sesuatu.
“Wau ten jembatan wonten pak ustad Ali, bah!” (Tadi di jembatan ada pak ustad, bah) jawab kelu Indah

“Lapo ngger Ali nang kono?” (Ngapain nak Ali disana?) Tanya Abah kembali

”Kirangan bah, tiange wau ketingalane mantun mbuak barang ten lepen ”(Tidak tahu bah,
orangnya tadi kelihatannya habis membuang barang disungai). Jawab Indah dengan nada terisak tangis.

“Iki pasti kelakuane Ali” (Ini pasti kelakuannya Ali). Gumam Abah sambil menggenggam amarah dan berjalan kehalaman rumahnya.

Abah yang sudah geram langsung bicara kepada warga
dusun yang sudah berkumpul dihalaman rumahnya.

“Bapak-bapak, ibu-ibu iki kabeh pasti kelakuane Ali. Ustad bujuk’an, jajal sak iki golek’i Ali tukang tipu iku. Nek dekne ngaku seng ngelakoni kesalahan engko ayok diurus kanggo adate kene”
(Bapak-bapak, ibu-ibu ini semua pasti kelakuan Ali. Ustad penipu itu, coba sekarang cari si Ali penipu itu. Kalau dia yang melakukan kesalahan nanti kita akan proses secara hukum adat sini”) Maklumat abah kepada seluruh penduduk dusun matahari
"Bener bah, setuju” Jawab Pak Jatmiko dan warga dusun, dengan suara semakin riuh

“Dasar Ali, wes sering konangan nyolong. Sak iki malah gawe resah warga” (Dasar ali, sudah sering ketahuan nyuri. Sekarang mau bikin resah warga) Celetuk salah satu warga dusun.
Emosi warga sore itu sudah meluap, hampir seluruh warga dusun yang berada dirumah abah pergi menuju rumah ustad Ali dengan membawa kebecian yang mendalam.

Singkat cerita, semua orang awalnya berada dirumah abah kini tiba didepan rumahnya ustad Ali,
tanpa komando mereka langsung berteriak-teriak keras bersahutan memanggilnya.

“Hei penipu metuo” (Hai penipu keluarlah). Kata warga dusun yang berkerumun didepan rumah ustad Ali

“Ustad penipu cepet ndang metu!!!” (Ustad penipu cepat lekas keluar)
“Nek gak metu, tak obong omahmu iki” (kalau tidak keluar, tak bakar rumahmu ini) Teriak warga

Tak lama kemudian warga yang geram dan ramai didepan rumahnya, melihat ustad Ali berjalan dari dalam rumah.
Tanpa ada pertanyaan dan penjelasan lagi, warga dengan spontan langsung merangsek masuk kerumah ustad Ali. Kali ini warga dusun yang sudah emosi bertanya dengan kasar dan membentak keras.

“Koen lapo mau nang jembatan, hah ?” (Kamu kenapa tadi ke jembatan, hah). Bentak warga
Ustad Ali hanya diam dengan bibir terkunci rapat dan sedikit menundukkan pandangannya kebawah.

“Jawab Ali maling???delok’en, enek bocah KKN mati neng jembatan?” (Jawab Ali maing??? Lihatlah, ada anak KKN meninggal dijembatan). Ucap kasar dan keras warga yang emosi
“Koen apakno bocah kui? ngelakoni ilmu opo raimu. Jawab?” (kamu apakan anak itu, melakukan ilmu apa mukamu. Jawab)"

"Wes bolak - balik konangan nyolong klambi tonggo-tonggo ijek gawe resek nang kene" (sudah berulang kali ketahuan mencuri baju tetangga masih buat resek disini)
Lagi-lagi ustad Ali hanya diam membisu, sedang bentakan dan ancaman bertubi – tubi mulai menjamah hati nuraninya. Disaat Mau menjawab "Mau aku...". (tadi aku...)
Warga yang sudah kesal dengan cepat melayangkan bogem mentah beramai-ramai kepada ustad Ali,
tanpa ada yang tahu siapa yang memulai duluan pengeroyokan tersebut.

Sekian lama ustad Ali dihajar, mereka berhenti kembali sejenak untuk bertanya “ Jawab bajingan?“Koen lapo mau nang jembatan. Jawab iblis penipu?” (Kamu ngapain tadi di jembatan. Jawab iblis, penipu?)
Ustad Ali sudah yang tergeletak diruang tamu hanya diam meringis menahan sakit. Luka lebam dan darahpun mulai merembes dimuka,tubuh dan kaki ustad Ali. Jawaban yang diharapkan penduduk pun tidak didapat, warga dusun kini mulai bertambah marah.
Kali ini seluruh warga dengan beringas kembali mengoyak tubuh ustad Ali yang sudah tak berdaya, sampai ia mau pingsan. Ditengah tengah pengeroyokan yang brutal itu, Ayub yang tadinya melihat mematung, semakin lama ia tak tega dengan yang dialami ustad Ali.
Sebab Ayub sendiri merasa sudah dekat dengan beliau, karena mereka sering bertemu dimasjid dan kebun. Kini ia mendekat dan menghentikan pengereyokan itu bersama Joko. Mereka berdua menenangkan warga dusun, toh barang bukti juga tidak ada.
Indah sendiri yang melihat ustad Ali pun tak melakukan apa-apa terhadap mereka. Percuma juga jika dilaporkan kepada pihak berwajib sebab data postmorfem pun tak akan terpenuhi. Jadi percuma saja mengahajar sesorang tanpa ada bukti dan alasan yang jelas,
malah bisa2 warga dusun sendiri yang dilaporkan sama ustad Ali.

Sehabis ustad Ali babak belur, warga dusun kembali kerumah abah dan sebagian pulang dengan entengnya. Mereka pulang dengan kesal tanpa jawaban tapi jiwa mereka puas sehabis melampiaskan kekesalan mereka selama ini.
Malam yang kelam, sekian lama anggota KKN 113 berkumpul dirumah abah, tubuh rosa yang sudah tak bernyawa akhirnya dibawa keposko. Keempat temannya yang sebagai tenaga medis kembali kekota dan menghubungi keluarga Rosa.
Sedang Ayub dan Joko pergi ke bukit untuk memberi kabar kepada pak Rahmad. Mendengar kabar kemtian Rosa, pak Rahmad terhenyak kaget, waktu masih disambungan telepon beliau sendiri memutuskan untuk ta’ziyah, pak Rahmad berencana esok hari langsung menuju rumah Rosa saja,
sekalian beliau ikut memakamkan mahasiswi binaannya. Selepas pemberitahuan itu, Ayub dan Joko segera kembali ke posko, ditengah perjalanan menuju posko diposko, mereka bertemu pak Huda.

Malam Itu juga pak Huda yg sdh akrab dengan Ayub ikut pergi keposkonya.
Beliau bermaksud juga untuk mengucapkan belasungkawa atas rekannya satu kelompok.

Sampai diposko, mayat Rosa ditaruh ruang tamu ditutup kain jarik. Sebagian warga sudah datang untuk mengaji didepanya, begitu juga seluruh penduduk posko 113.
Ayub yg duduk diteras mulai membuka pembicaraan dengan pak Huda, karena sdh akrab. Pak Huda akhirnya mulai bicara serius.

"Mas, dua tahun lalu juga ada kejadian seperti ini di jembatan itu, persis kejadiannya kayak mbak Rosa" Terang pak Huda lirih
"Maksudnya gimana pak?" Sahut Ayub yang tak terlalu penasaran sebab masih dirundung kesedihan

"Dua Tahun lalu ada mahasiswa KKN didusun ini, terus salah satu anak yang KKN itu meninggal dijembatan itu. Sama kejadiannya, anaknya juga kecelakaan". Jelas pak Huda
"Sudahlah pak, mungkin ini takdir Rosa. Kita khusnudzon saja, biar Rosa tenang disana" Jawab Ayub dengan pasrah

Iya sih mas, saya hanya memberitahu saja. Biasanya kalau begini “seng mbaurekso“ alas larangan jelas tidak suka kedatangan penduduk baru di dusun ini mas.
Apalagi menetap lama" Tandas pak Huda kembali

Ayub yang mendengarkan sambil melihat teman – temannya yang menangis, bersedih, hingga tidak begitu menghiraukan infromasi yang berbau mistis ini, Ayub hanya fokus memandangi Rosa yang terbujur kaku dengan sedih.
"Ya, yang penting lebih hati-hati saja mas didusun sini. Sebab pengalaman bapak sejak puluhan tahun disini, dusun ini masih sangat angker seperti dulu. Kalau bagi kami selaku penduduk dusun, sudah jadi makanan sehari - hari" Pesan pak Huda kembali
"Ya pak ,terima kasih informasinya" Jawab lirih Ayub.

Waktu semakin malam, pak Huda kondisi fisiknya yg sudah tua akhirnya pun undur diri, beliau sendiri yg sudah sering sakit – sakitan ingin segera istirahat, sebab beliau juga harus bersiap-siap paginya untuk pergi kekebun.
Pagi hari yang kelabu, kabut semakin menghitam mengelilingi posko 113. Kegiatan untuk sementara waktu berhenti total, mereka semua banyak termenung didalam posko sambil menunggu orang tua Rosa datang menjemput. Kabut mulai meleleh, sinar mentari pun datang.
Siang hari orang tua Rosa datang ke dusun Lembah Mahari, tempat lokasi KKN Rosa berada. Pasutri ini menjemput putri kesayangan dengan sedih, sebuah kejutan yang tak pernah mereka inginkan seumur hidup.

Sampai di posko, ibu Rosa tangisnya pecah seketika,
sedang ayahnya menahan sedih hingga matanya memerah menahan air mata. Tanpa banyak bicara dan cerita yang disampaikan teman-teman Rosa, siang itu jenazah almarhum Rosa digotong dengan dibantu beberapa warga termasuk pak Jatmiko,
Almarhum Rosa diantarkan sampai gunung sehabis sungai besar. Tempat mobil pribadi orang tua Rosa yang sudah terparkir dan beberapa kerabat Rosa sudah menunggunya disana.

Sepeninggal Rosa, posko 113 berduka. Esok haripun pak Rahmad mampir sebentar ke posko,
beliau ingin tahu kronologi dilapangan khususnya kematian Rosa. Ayub sebagai ketua kelompok menyampaikan kronologinya dengan terstruktur dan enak didengar. Mendengar penuturan Ayub, pak Rahmad sendiri berpendapat kematian Rosa "Wajar".
Selama dua hari posko 113 berkabung, suasana posko juga serasa semakin sepi. Keceriaan selama ini diisi oleh celoteh dan canda tawa dari Rosa yang periang telah sirna. Malam ketiga, setelah kematian rosa, ada sesuatu yang aneh. Saat mereka berkumpul diruang tamu tanpa Indah.
dikamar Anggota KKN putri terdengar sayup - sayup suara tangisan seperti sosok suara Rosa, bau parfum rosa yg biasa dia kenakan mulai memenuhi seluruh rumah.

Indah yg sendirian tiap hari sedih dikamar langsung berteriak histeris sambil menangis...aaahhhhh...huuu..huuu..huu,
semua berlari menuju kamar Indah, saat Indah berdiri sambil menangis ia juga mulai memuntahkan darah bercapur kelopak bunga.

Didalam kamarnya sosok suara Rosa langsung hilang seketika, memang sejak kematian Rosa, Indah merasa yg paling terpukul.
Hingga kesehatannya mulai terpuruk, sindrome dystychiphobia mulai saat itu menjangkiti hidupnya.

Ayub selaku yg paling bertanggung jawab, akhirnya memberikan minuman yg didoakan. Sukur alhamdulilah hal itu bisa sedikit menenangkannya.
Esok hari kegiatan dimulai kembali, Ayub dan Joko beserta anggota cewek diposko sambil mengerjakan persiapan proker pelatihan komputer.

Sedang Roni, Bahdim dan Rian kembali kekebun membantu warga. Hari itu suasa posko sudah berjalan
normal.
Seperti biasa, sore hari semua Anggota KKN yang perempuan mulai memasak. Sambil memasak mereka mulai melempar canda tawa untuk menghibur Indah, minimal untuk menghilangkan kekosongan dan syndrome yg menjangkitinya.

sore hari tapi cahaya serasa sudah malam,
mereka berempat masih sibuk memasak untuk makan malam. Disela - sela mereka memasak, ditemani dua lampu tempel yg remang–remang. Tiba–tiba ada yang mengetuk pintu dapur...tok..tok..tok...

Dengan membawa lampu tempel kecil, Pipit yang dekat dari pintu keluar membuka pintunya,
tapi saat pintu terbuka pipit tidak melihat ada seseorang diluar. Hanya pemandangan yang sudah gelap, dan siluet – siluet pepohonan hutan yang ada. Sejenak pipit memandangi diluar pintu tidak ada siapapun, akhirnya pintu kayu pun ditutup kembali oleh Pipit.
Tak seberapa lama Pipit yang baru saja menaruh lampu di meja dapur, ada yang mengetok pintu kembali...Tok..tokk...tok, semua mata tertuju kepada Pipit.

Ketiga orang temannya ingin Pipit yang membuka pintu, ia pun jalan kembali dan membuka pintu.
Waktu dibuka Pipit kembali tidak melihat ada orang atau apapun diluar sana, hanya suara jangkrik dan gareng yang semakin keras terdengar. Ia pun menutup pintu dengan perasaan jengkel, Pipit kembali berkumpul dengan teman – temannya unntuk melanjutkan memasak.
Baru saja Pipit duduk bersama teman-temanya, pintu sudah diketuk kembali. Diketukan yang ketiga semua penghuni dapur mulai kesal dan marah. Kali ini Agustin yang beranjak dari tempat duduknya dan membuka pintu. Waktu dibuka dengan cepat pintu dapur,
wajah Agustin dalam sekejab mematung sambil bergetar. Mata Agustin melihat sosok buto ireng yang biasanya dipanggil ki bawono oleh penduduk sedang berdiri tepat didepannya...

“Ha...ha...ha” (tawa sosok buto ireng yang berat dan pelan)
Semua yang didapur ikut menoleh melihat ke arah pintu, “Aaaaaaakkkhhh” Agustin yang berada didepan pintu langsung menejrit histeris dan membuang lampu tempelnya. Ia spontan berlari menuju halaman rumah. Melihat Agustin yang sudah lari sambil berteriak,
semua yang berada didapur yang hanya mendengar suara Bawono pun langsung ikut berlari dan berteriak mengikuti Agustin. Sampai mereka berkumpul dihalaman rumah sambil ketakutan.

Bersamaan dengan itu semua Bahdim, Rian dan Roni, sedang perjalanan pulang dari kebun.
Mereka tak sadar sedang asyik bercerita tentang horornya lembah ini. Mereka sebelumnya tidak tahu apa yang terjadi diposkonya, empunya cerita yiatu Roni semakin gayeng memberitahu Bahdim dan Rian tentang sosok–sosok penghuni hutan yang disebelah kebun.
Sedangkan Dipos depan, ada Ayub dan Joko sedang duduk-duduk mendengar jeritan ini langsung beranjak berdiri menuju halaman rumah. Tak berapa lama semua sudah berkumpul dihalaman, Agustin yang berlari pertama kali dari dapur memberi tahu pada Ayub.
“Yub?? Tolong aku yub, ini di dapur di datengin sama bawono...huuu...huuu...huuu” Kata Agustin sambil berpelukan dengan keempat temannya sambil mulai menangis.

“Astaghfirullah, buto itu lagi. Ya sudah semua di sini saja dulu” Kata Ayub
Lalu Ayub bersama Joko masuk ke dalam rumah, mereka mulai berdo’a bersama mulai dari ruang tamu hingga beberapa menit, setelah selesai berdo’a mereka pergi mengecek di dapur dan seisi rumah dan ternyata ki bawono sudah tidak ada.
Dirasa sudah aman Ayub memanggil teman-temannya yang berada di halaman. Ayub meminta mereka untuk melanjutkan memasak.

Semua mahasiswi menyetujui untuk masak kembali,tapi perasaan mereka masih takut, cemas dan was2.Akhirnya Ayub dan Joko menemani mereka memasak sampai selesai.
Sore menjelang malam. Masakan sudah matang dan sudah dihidangkan.

Roni, Bahdim dan Rian baru sampai dari kebun, mereka langsung mandi dan bersiap makan malam bersama diruang tengah. Mereka bertiga yg baru datang tidak sempat diberitahu akan hal yang baru saja terjadi di dapur.
Setelah semua sudah siap didepan makanan yg tersaji, Makan malam akhirnya dimulai. Mereka semua duduk melingkar mengitari makanan yang sudah di sajikan, dengan perut sudah keroncongan Roni, Rian dan Bahdim melahap makanan dengan ganasnya.
Di sela2 makan malam, Roni kembali membicarakan sosok Bawono, rasanya ia tak puas bercerita dari kebun sampai posko barusan. Menurut Roni sosok-sosok seperti Bawono sangatlah banyak di dusun ini. Mereka seperti balatentara alam lain dari penduduk hutan.
Apalagi menjelang malam, sosok hitam itu seperti bergerak mendatangi dusun ini. Sampai di tempat yang paling mengerikan menurut Roni, sosok Bawono ini terlihat banyak dan berjubel di jalan setapak masuk kehutan larangan yang di plakat “dilarang masuk”.
Baru saja selesai ia menceritakan sosok Bawono, suara barang – barang di dapur bejatuhan. “ klontang ..klontang...klontang...” semua penduduk posko yg makan terdiam seketika, mereka semua menghentikan makananya. Kini bau busuk daun dan pohon hutan mulai menyergap mereka semua.
Selang beberapa detik, diremang cahaya satu buah lampu tempel ditengah mereka suasana semakin janggal. Hingga secara tiba-tiba di belakang Roni, kabut hitam muncul perlahan dan memadat dengan cepat. Sampai terlihat dengan jelas wujud Buto sudah berdiri di belakang Roni.
Buto ireng yang berdiri di belakangnya menatap marah seluruh penduduk posko dan tertawa pelan. “Ha...ha...ha...ha lapo nyeluk aku le”, (Ha...ha...ha..., kenapa panggil aku nak) Ucap Buto Bawono dengan suara berat, dan berwarna hitam legam.
“Aaaaaa.....” spontan semua yang sedang makan, matanya terperanjat kaget dan berteriak histeris secara serentak.
Semua anggota kelompok Ayub seketika bangkit dan berlari tunggang-langgang berhamburan keluar rumah. Roni yang kaget akan suara berat dibelakangnya,
dan teman-temannya berlari ia merasa penasaran, dia akhirnya menoleh ke belakang dengan cepat. Di belakangnya ternyata kosong tidak ada apa apa. Tetapi ketika ia menoleh ke atas, sosok itu melambai lambaikan tangannya dengan kuku hitam yang runcing kewajah Roni.
Lidahnya yang kemerahan penuh lendir juga saat itu sudah menjulur kebawah sampai tanah, ujung lidahnya dengan aroma busuk dan bacin mulai bergerak menggulung keatas, sepertinya mau melumat tubuh roni bulat-bulat.

“Asssuuuuu...cooookkkk” kata Roni yang kaget.
Roni sendiri spontan langsung lari keluar terbirit-birit ketakutan.

Semua penghuni posko 113 berkumpul tak beraturan di halaman rumah. Mereka berkumpul sambil mengeluarkan nafas ketakutan. Meredam sejenak detak jantung yang berpacu liar,
saat itu juga mata-mata penuh kebencian mulai tertuju kepada Roni.

Dalam hati mereka, ini semua gara–gara Roni. Semuanya jadi hancur seketika akan acara makan malamnya. Disaat semua sudah ketakutan, semua Anggota KKN 113 mau minta bantuan abah dan pak Jatmiko pun tak enak,
sebab sudah melanggar petuah yang sudah disampaikan. Dengan segala keterbatasan dan sedikit keahlian mereka mempercayakan kepada Ayub, Bahdim dan Joko untuk mengatasi masalah ini. Lalu Mereka bertiga berjalan menuju teras posko untuk mengusir sosok bawono,
dengan perasaan yang masih was-was mereka berhenti didepan teras. Ayub dan Bahdim membaca do’a-do’a sejenak dengan suara agak keras, sedang Joko dibelakang mereka mengawasi sosok Bawono dari luar.

Selesai membacakan beberapa do’a mereka masuk kedalam rumah pelan - pelan,
ketiganya mengawasi celingak – celinguk dari sudut ruang tamu hingga ruang tengah. Setelah dipastikan joko sosok itu sudah tidak ada, mereka masuk kerumah mengecek tiap kamar hingga dapur. Syukur alhamdulilah sosok Bawono itu benar-benar sudah tidak ada diposko lagi.
Setelah mengusir Bawono, posko mereka dinyatakan netral kembali oleh ketiga mahasiswa ini. Ayub dengan percaya diri pun memanggil teman-teman mereka dari teras, semua yang berkumpul dihalaman yang mendengar panggilan Ayub segera berjalan menuju posko.
Mereka masuk dengan jalan bergerombol sambil melirik kanan kiri, perasaan mereka masih trauma akan kedatangan sosok Bawono yang tiba-tiba. Sampai diruang tengah piring, sendok, bakul serta makanan mereka sudah berantakan dan berserakan tidak karuan dilantai.
Malam itu disaat perut belum terasa kenyang, membuat seluruh kelompok Ayub semakin kesal dan marah terhadap Roni. Apalagi Indah sendiri yang habis ditinggal Rosa dan baru sedikit pulih, ia yang sudah sedih langsung meluapkan emosinya seketika itu kepada Roni.
“Kamu itu Ron, sudah di bilangi berkali-kali. Masih aja bandel” Kata Indah

“Dasar kurang ajar, bangsat kamu Ron...Anjing!!! Ucap Indah sambil menahan tangis kesalnya

“Bener bener bangsat kamu Ron” Sahut Joko.

“Kalau sudah seperti ini gimana ? bego!” Kata Agustin.
“Loh akukan cuman cerita?” Sanggah Roni, Sembari membersihkan makanan yang sudah berserakan dilantai.

“Iya, kan kapan hari sudah di bilangin Abah, cerita kamu mengundang mereka goblok!!” Kata Indah sembari melemparkan gelas kaca ke kepala roni karna sudah sangat jengkel.
“Taarrrr..”Gelas yang jatuh dan pecah dilantai. “Aduh sakit tau Ndah” Jawab Roni sambil memegangi kepalanya yg terkena lemparan Indah, kulit kepala Roni membekas memar kemerahan saat itu juga

Umpatan, cacian dan hinaan satu kelompok Ayub terus terhujam bersahutan.
Semua kata kasar, kotor dan kekecewaan dilemparkan secara bergantian kepada Roni, tapi Ayub diam saja mau melerai juga percuma sebab kemarahan seluruh anggota sudah dipuncak. Semakin lama omongan-omongan mereka semakin pedas hingga memanaskan telinga dan hati Roni.
Roni sendiri yg tetap merasa tidak bersalah sudah tak tahan dengan hinaan, cacian dan amuk teman-temannya.
Roni yang tersudut, darah kemarahan Roni mulai mendidih. Tensinya sudah naik ke ubun-ubun, spontan Roni langsung membentak teman - temannya.
“Dusun ini angker semua, banyak aura jahatnya, banyak setannya! Kalau enggak percaya ya sudah!!! Gak usah KKN - KKNan. Bubar...bubar..bubar semuanya, Si mbokne ancuk’an kabeh bocah-bocah iki” Umpat Roni dengan dadanya yang sudah sesak penuh amarah.
Saat itu juga Roni berjalan keluar meninggalkan posko, Entah kemana tujuannya saat itu tidak ada yang tau. Ia berjalan sendirian meninggalkan posko ditengah kegelapan malam, kini Roni mulai menyusuri jalanan tanah lembek dusun lembah matahari.
Anggota KKN Ayub tidak memperdulikan kepergian Roni malam itu. Hanya rasa kesal, marah dan emosi menjadi satu yg ada. Malam itu selesai membersihkan diruang tengah semuanya kembali kekamar masing masing untuk tidur, tentunya dengan perut yang masih lapar.
Ayub yang jarang tidur masih terjaga di ruang tamu sendirian, bagaimanapun ia sebagai ketua merasa bersalah karena tidak mecegah kepergian Roni. Hingga menjelang tengah malam, Roni pun tak kunjung kembali.

Sampai pagi menjelang Roni pun tak kunjung kembali.
Hingga seluruh anggota posko selepas mandi dan bersih2, sebagian anggota KKN sudah bersiap diruang tengah, mereka hanya duduk2 diam tak membahas apapun. Pagi hari yg dingin seperti pagi2 sebelumnya, kegiatan proker dipagi hari tetap akan berjalan sesuai prosedurnya.
Mereka tetap pergi ke kebun untuk membantu warga dusun. Setelah membantu setengah hari, sebagian peserta perempuan pulang diwaktu dhuhur. Sedang yg laki-laki pulang ke posko di sore hari, disaat perjalanan pulang mereka melihat beberapa warga didepan rumahnya sedang berdiri.
Mereka menghadap ke barat sambil bergumam. Hal ini sudah menjadi kebiasaan mereka, Ayub dan teman – temannya menjadikan pemandangan ini sebagai hal biasa, sebab kegiatan ini bagian dari kearifan lokal penduduk lembah Matahari.

Malam hari, evaluasi dimulai.
Mereka mulai mengutarakan uneg-unegnya. Semua merasa resah karena Roni belum juga kembali, maka malam itu pembahasan untuk pencarian dan melaporkan hilanganya Roni akan dilaksanakan esok hari.

Evaluasi diakhiri, malam berlanjut, mereka pun tidur.
Tapi Indah dan penghuni satu kamar mulai mendengar suara Rosa yang menangis disamping kamar tidurnya. Begitu juga dengan bau parfumnya. Sedangkan bau kayu serta daun busuk menemani kamar Peserta KKN laki-laki. Mereka yang tidur diposko berhimpitan dengan rasa takut dan siaga.
Entah kenapa semua teror ini terjadi tiada henti, kapan semua akan berakhir, apa yg sebenarnya terjadi diposko ini?

Pagi hari Ayub dan Bahdim buru2 memberitahukan hilangnya Roni kepada pak Jatmiko. Mendengar laporan ini, mereka semua seketika diajak pak Jatmiko keliling dusun.
Pak Jatmiko memimpin mereka untuk menanyakan kepada warganya dari satu rumah kerumah lain. Sampai bertemu salah satu orang warga yg rumahnya dekat dengan jalan masuk hutan larangan.

Menurut beliau, kemarin malam melihat sosok Roni sedang berbincang dengan ustad Ali,
mereka berdua terlihat sedikit adu mulut dan tarik menarik. Tapi ibu yg melihat ini tak begitu menghiraukan mereka setelahnya, beliau sekilas melihat lalu kembali masuk kedalam rumah.

Disaat Roni menghilang, tepatnya malam Jum'at kliwon. Malam yg dikeramatkan oleh warga dusun,
Menurut warga & pak Jatmiko biasanya anak buah Bawono turun dari hutan mencari korban. Makanya orang asli penduduk lembah kalau habis Isya', malam Jum’at kliwon tidak ada yg berani keluar rumah.

Kenyataan ini membuat mereka langsung pergi mengadu dan minta bantuan kepada abah.
Tak begitu lama mereka sampai dirumah abah, kronologi dan informasi tentang hilangnya Roni disampaikan pak Jatmiko dan Ayub kepada beliau.

Mendengar keganjilan ini, Abah sendiri meminta pak Jatmiko dan beberapa warga mencari ke rumah ustad Ali terlebih dahulu.
Tapi kenyataan yang didapat sewaktu dirumah ustad Ali, rumahnya terkunci rapat. Menurut tetangga terdekatnya juga, ustad Ali sudah tidak terlihat lagi dirumah sejak kematian Rosa.

Merasa hasilnya nihil, pak Jatmiko melanjutkan pencarian ke kebun hingga sore hari.
Tapi hasilnya pun sama, Roni masih tidak ditemukan.

Ayub dkk, kembali keposko dengan sedih. Malam hari kini mereka makin menjadi-jadi, sebab tangis pilu Rosa selalu terdengar dikamarnya. yg jelas penghuni kamar berteriak ketakutan waktu kelebatan sosok Rosa berjalan dikamarnya.
Satu minggu berjalan, hilangnya Roni tetap menjadi misteri. Tapi pencarian yang diwakili oleh Bahdim dan Rian terus berjalan tiap hari, sedang malam hari sosok tangis Rosa terus tiada henti.

Hingga diakhir minggu ketiga, sore hari saat mereka berkumpul untuk makan.
Mereka semua berkumpul melingkar diruang tengah, tapi wajah murung menghiasi penduduk posko 113 hingga wajah mereka terlihat muram tak ada harapan.

“Dimana ya Roni” Tanya Indah kepada semua temannya yang ada bersamanya. Indah sendiri merasa sangat bersalah,
karna waktu itu ia sempat melemparkan gelas ke kepala Roni .

“Iya nih kemana ya kira-kira anak itu, aku dan Rian sudah seminggu lebih mencari belum ketemu juga?” Tandas Bahdim.

Beberapa menit mereka duduk saling melamun,
Pipit dan Agustin akhirnya tersadar bahwa nasinya masih ditanak dan belum dilihat.

“Astagfirlloh Pit nasinya” Celetuk Agustin

“Oh iya, melamun gara-gara kepikiran Roni nih” gumam Pipit mulai berdiri

Agustin dan Pipit pergi kebelakang untuk mengecek nasi yang ditanak mereka.
Sesampainya di dapur nasi yang ditanak airnya sudah habis untungnya dandang mereka tidak bolong. Agustin dengan sedih pun menyiapkan nasi dan membawanya keruang tengah, lalu Pipit membawa sayur yang sudah matang.

Setelah semua masakan sudah siap di ruang tengah,
dengan wajah murung Anggota KKN 113 mulai mengambil nasi dan lauk bergantian.

Satu persatu delapan orang ini mulai makan dengan tatapan kosong, tatapan penuh penyesalan dan keputusasaan. Ditengah acara sarapan disore hari suasana yang hening dibuyarkan oleh suara Indah.
Mulut Indah yang tadinya mengunyah pelan, tiba – tiba merasakan sesuatu yang aneh dalam mulutnya, Indah yg sedang menguyah memperlambat gesekan giginya dan berhenti seketika. Kepala Indah menunduk melihat isi didalam piringnya,
dan ternyata dipiringnya terlihat sudah banyak belatung bergerak keluar dari nasi yang terpendam. Belatung itu semakin banyak menyeruak disela sela nasi serta lauk.

Selesai melihat pemandangan didepannya Indah mengeluarkan isi dalam mulutnya,
nasi, lauk belatung yang masih kasar dikeluarkan ditangan kanannya. Waktu Indah melihat, matanya terbelalak tak percaya.

"Huek...hueekkkk...hueekkk...Pyaaarrrr”suara muntahan Indah, serta piringnya yang terjatuh kelantai....”hiii belatung” Teriak Indah dengan terperanjat,
ia berdiri dan berlari menuju kamar mandi. Dalam perjalanan ke kamar mandi, Indah terus memuntahkan semua isi dalam perutnya.

Beberapa detik Indah dikamar mandi membersihkan mulutnya, seluruh teman-temannya mengalami hal yang sama. Mereka semua mengikuti Indah kebelakang,
memuntahkan semua isi dalam perutnya. Lama mereka dikamar mandi bergantian untuk membersihkan mulutnya.

Dirasa mereka sudah bersih, semua kembali keruang tengah. Kali ini, semua tatapan sinis tertuju pada Pipit dan Agustin selaku kokinya sore itu.
“Tadi kalian masaknya pakai beras apasih, kok bisa kayak gini” Tanya Ayub yang kesal

“Ya pakek beras yang dibelakang Yub, itu juga beras kamu yang bawa” Jawab pipit

“Astaghfirulloh, apalagi ini” Kata Ayub dengan lirih

Sore hari, terpaksa Ayub dkk pergi kerumah bu Ratmi.
Mereka semua mengadukan apa yg baru terjadi diposkonya, dengan sedikit malu mereka meminta makan malam pada bu Ratmi, setelah mendapat makan malam dirumah pak Jatmiko, masalah sore hari selesai.

Tapi kejadian dipagi hari kembali datang menghampiri, baru saja masakan matang.
Belatung-belatung sudah bermunculan, entah datang dari mana? merasa kesal dengan semua ini Ayub dan Joko melihat beras didapur.

Ketika karung dibuka, beras yg didalam juga sudah banyak belatungnya. "Aneh!" gumam Ayub dan Joko. Hari itu juga Ayub dkk pergi kerumah pak Jatmiko,
mereka semua mengajukan untuk pindah posko. Sebab Ayub dkk sudah tidak betah untuk tinggal disana lagi.

Pak Jatmiko dengan sigap, menuruti permintaan mereka. Besok paginya Kelompok KKN 113 pindah ke posko baru, tepatnya disebelah masjid.

Rumah yg dipakai untuk posko kali ini,
kondisinya lebih bagus, dindingnya lebih rapat dan sebelumya rumah ini masih sering ditempati oleh pemiliknya. Untuk tata letak didalamnya sama persis dengan rumah sebelumnya, bedanya hanya kamar mandi yg disediakan dibelakang cuma dua kamar saja dan tetap satu sumur didepannya.
Awal bulan kedua, selepas pindah posko. Proker Ayub. dimulai, ketua kelompok 113 mengadakan pelatihan komputer untuk seluruh perangkat desa. Proker Ayub sendiri dilaksanakan dikantor balai desa bersama Joko, sedangkan Bahdim dan Rian tetap mencari Roni.
Sebagian lagi diposko, yg perempuan konsentrasi untuk menyusun laporan proker satu kelompok.

Proker Ayup berjalan kurang lebih selama 3 hari, dan berjalan lancar sesuai rencana.

Esok harinya, pak Rahmad datang mengunjungi mereka. Disaat beliau menanyakan anggotanya kurang,
Ayub beralibi, bahwa Roni sedang berada dikebun sawi. untungnya pak Rahmad mempercayai penjelasan dan alasan Ayub.

Mereka sendiri pada dasarnya sengaja tak melaporkan kejadian Roni, sebab dari pihak pak Jatmiko dan abah meminta kepada Ayub dkk untuk mencarinya terlebih dahulu.
Sore hari pak Rahmad pulang, beliau puas dengan hasil yang sudah disampaikan Ayub dkk.

Di jam lima sore, Indah yang sudah tak tahan dengan tangisan dan penampakan tiap hari, akhirnya Indah pergi kejembatan dengan mengajak Pipit. Ia ingin mencari jawaban,
apa sebenarnya yg mau disampaikan almarhum Rosa?

Sampai dilokasi, mereka berdua berdiri diujung jembatan. rasa takut bercampur sedih sementara mereka tepis, lama mereka berdiri sambil menatap sekeliling jembatan dan sungai.

Hari semakin gelap, dingin dan kabut mulai menebal.
Bau parfum Rosa mulai tercium, sosok bayangan Rosa yang memakai baju merah mulai terlihat. Tangisnya samar-samar juga terdengar. Sosok sobat karibnya kini berdiri diujung jembatan berlawanan arah, semakin terlihat jelas dengan wajah pucat, dan kepala sedikit tertunduk.
Indah yg berdiri menatap dari ujung jembatan yg satunya mulai ikut menangis sambil melangkah mundur pelan karena nyalinya sudah menciut, tak sesuai perkiraan sebelumnya.

"Ros, sebenarnya apa yg kamu mau? memang semua ini salahku?
Aku minta maaf Ros...Aku minta maaf Ros...hu...hu..huuu" ucap Indah sambil menangis, dan tetap dipeluk erat oleh Pipit yg berjalan mundur pelan

"Pulang ndah, pergi dari sini!!!" jawab sosok Rosa yg menangis lirih,
sambil tangannya bergerak menyuruh Indah pergi dari dusun lembah Matahari.

"Maksudmu apa Ros...maumu apa?" tanya Indah kembali

"Pergilah dari sini!!!" jawab Rosa dengan tangannya tetap menunjuk keluar dari dusun ini.

Sekian detik wujud Rosa mulai menipis,
dan samar-samar sosok temannya mulai menghilang bersatu dengan kabut lembah yang menebal. Indah melihat tanda dari temannya membuat tangisnya semakin menjadi-jadi, hingga ia tak sadar sudah bersimpuh diujung jembatan. Perasaan takut dan merinding hilang bersama hilangnya Rosa.
Tak berapa lama, Indah dipapah oleh Pipit untuk kembali ke Posko. Perjalanan pulang ke posko, dihinggapi dengan ribuan pertanyaan akan pesan dari Rosa. Sampai diposko Indah langsung meminta ijin untuk pulang, tapi lagi-lagi Agustin dan Ayub tidak menyetujui keinginan mereka.
Sebagian besar penduduk posko tetap dengan keyakinannya, bahwa sebelum KKN selesai semua anggota tidak ada yg boleh pulang dulu.

Malam hari, mereka mulai membahas proker Rian. malam itu mereka sepakat untuk memulai proker Rian tiga hari lagi, sambil persiapan.
Seiring berjalannya waktu, setelah mendapat ijin, koordinasi serta dukungan dari abah dan pak Jatmiko selesai. Proker Rian dimulai.

Sore hari selepas warga dari kebun, mereka dan Rian pertama kali melakukan membersihkan rumput – rumput yang berada di pinggir sungai,
warga dusun sore itu sekitar sebelas orang yang ikut terjun membantu Rian. Selesai rumput dipinggir sungai bersih, mereka melanjutkan membersihkan jalan, mencangkul dan menimbun supaya jalannya rata, ada juga yang membersihkan lokasi untuk penempatan baliho.
Hari semakin sore udara berubah menjadi lebih dingin, sinar matahari mulai tertutup awan dan kabut. Rian kala itu mengerjakan proker dengan semangat membara sambil membayangkan arum jeram yang sudah jalan seperti di desanya.
Hal yang akan ditiru oleh Rian untuk kemajuan di dusun lembah matahari.

Dikeramaian warga yang bekerja dipinggir sungai, Agustin dan Indah mengantar konsumsi ke lokasi. Mereka membawakan Teh hangat, Kopi dan air mineral.
Untuk makanan yg dibawakan Indah dan Agustin hari itu mulai pisang goreng, ubi goreng & beberapa bungkus roti.

Ditengah kesibukan Rian, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 16.30 hari semakin sore, Rian yg berada dilokasi di panggil abah untuk melanjutkan kerjaannya besok.
Mengingat sebentar lagi malam sudah menyambut. Begitu juga bagi warga yang sudah bekerja dari pagi di kebun sudah merasa lelah akan aktifitas yang sudah dijalani seharian penuh.

Dengan perintah abah yang berwibawa, Rian bergegas di pinggir sungai membereskan tempat minum,
piring, teko dan nampan yang sebelumnya di bawakan Agustin. Seluruh warga juga sudah mengakhiri perkerjaanya, mereka semua sudah berada di atas tanggul sungai. Mereka yang habis membantu Rian kini mulai berganti baju dan pulang.

Rian yang masih asik menata barang,
tak sadar ia kini sendirian di pinggir sungai. Abah yang rumahnya di sebrang sungai juga sudah kembali ke rumahnya. Dari kejauhan suara kencang terdengar dari tengah tengah sungai.

"Byaaarrrrr... Byaaarrrrr...Byaaarrrrr!!!!!! "suara hempasan air dari tengah sungai
Mendengar suara keras yg berasal dari tengah sungai , membuat Rian seketika kaget. Ryan dengan cepat membereskan barang - barangnya.

“Tuhan Bapak? Tolong saya” Ucap do’a Rian dengan lirih, sehabis berdo’a tiba tiba seluruh tubuhnya ikut gemetar.
Setelah semua sudah beres, tanpa berani melihat sumber suara di tengah sungai, ia langsung berjalan cepat pulang. Di tengah perjalanan Rian melintasi jalanan menuju hutan larangan, saat melintas tepat didepan jalan. Rian mencium bau seperti pepohonan lapuk yang membusuk.
Hidung Rian yang tertusuk bau tak sedap ini akhirnya pun menutup dengan jarinya, rasa penasaran akan bau ini membuat Rian menoleh kepintu masuk hutan, dia melihat pepohonan dikanan kiri jalan menuju hutan larangan bergerak dengan sendirinya,
padahal sore itu tidak ada angin yang berhembus sedikitpun.

“Ngiiiiiingggg” suara seperti gelombang frekuensi yang menerobos pada gendang telinga Rian, tapi kali ini dia tetap berjalan sambil menahan tonjokan suara itu.
“Riyaaaaaan!!!!!!” Suara serak dan berat terdengar keras, suara itu terus menerus memanggil namanya.

Rian yang mendengar suara itu sontak melompat dan kaget,

“Tuhan yesus, tuhan bapa tolong sayaa!!!” do’a Rian sambil mempercepat jalannya.
“Ha...ha...ha...ha...ha...ha, hati-hati kamu anak muda!!!” Suara itu kembali muncul dari dalam hutan larangan.

“Setan Bangsaaaatttttt!!!” Jawab Rian, spontan ia langsung mencampakkan barang bawaannya. Rian yang sudah ketakutan berlari cepat menuju posko.
Sekitar 15 menitan berlari, sampailah akhirnya Rian di posko.

Kelompok KKN 113 sore itu sebagian berkumpul di ruang tengah, sebagian lagi mereka berada diruang tamu, kebetulan juga pintu depan rumah masih terbuka. Sehingga mereka semua bisa melihat keluar,
mereka semua sore itu kaget melihat tingkah Rian yang berlari kencang masuk kedalam rumah. Rian langsung duduk disebelah Ayub dengan nafas ngos-ngosan, serta jantung dan tubuhnya gemetaran.

“Rian? Kamu kenapa?” Tanya Agustin yang sedang duduk di ruang tamu.
“Minum dulu yan” sambung Indah

Lalu rian mengatur nafasnya, Agustin yang penasaran mengambilkan air mineral untuk Rian.

Setelah meminumnya, sejenak Rian menangkan nafas dan jantungnya. Selepas semua organ ditubuhnya stabil,
Rianpun mulai menceritakan kejadian yang baru saja ia alami kepada teman temannya. Belum selesai Rian bercerita, ada suara warga yg memanggil-manggil dari depan rumah. “Mas rian... Mas rian... Mas riyaan?”. “Ya pak” sahut Rian dari dalam rumah,
dengan cepat bersama bahdim keluar rumah. Sampai teras rumah ada dua orang warga dusun, mereka sedang memegangi sebuah motor.

“Kok motornya di tinggal mas? Tadi saya di bilangin abah, suruh anter sepeda motornya kemari”. Kata salah satu warga dusun lembah matahari.
“He...he, iya pak saya lupa” Jawab Rian sambil menyembunyikan sesuatu yang baru ia alami.

“Oalah kalau begitu saya pamit dulu”

“Iya pak. Terima kasih”

Dua orang warga itupun balik kerumah mereka dengan menggunakan sepedah motor yang di bawa salah satu warga yang lain.
Setelah warga itu pergi dari posko, Rianpun kembali melanjutkan ceritanya diruang tengah. Selesai ia cerita Rian pun di suruh istirahat oleh teman temannya.

Malam itu tidak ada evaluasi. Karena posisi Rian masih kurang sehat, sementara Ayub dan Joko masih sakit,
Keesokan harinya pukul 05.00 Bahdim sudah menimba air memenuhi bak kamar mandi. Ia merasa kasihan dengan teman - temannya yang sakit.

Selesai melaksanakan tugas laki-laki seorang diri, Bahdim yang sudah kasihan sama teman-temannya memutuskan pergi ke rumah abah sendirian.
“kulonuwun...” (permisi)

“Ehh mas Bahdim? Ada apa mas, mari masuk” Jawab abah dengan senyum manis dan mengajak masuk Bahdim.

“Ada apa mas Bahdim, pagi pagi sudah kesini?”

“Gini bah, saya ada perlu sedikit. Saya diposko tidak tega melihat Ayub, Rian dan Joko yang sedang sakit,
tolong diobatin bah agar cepat sehat mereka.”

“Walah iya..ya..ya, sebentar tunggu disini dulu “

Lalu abahpun masuk ke kamar, beberapa menit kemudian, abah Kembali ke ruang tengah dengan membawa sebotol air mineral.

“Ini mas, kamu berikan pada mas Joko, Rian dan Ayub,
suruh minum semua teman-temanmu itu ya. Ketika mau habis nanti di isi air lagi, mudah-mudahan teman-temanmu cepet lekas sembuh”. Kata abah Kanigoro

“Terimakasih banyak bah, kalau begitu saya langsung pamit bah” Ucap Bahdim.

“Nggeh mas monggo” (Ya mas, silahkan)
Sesampainya di posko, Bahdim langsung memberikan air itu kepada ketiga temannya yang sakit. Seketika itu Joko yang tadinya cuma tidur kini sudah bisa bangun, begitu juga dengan Ayub. Saat itu juga ayub juga sudah bisa berjalan, namun mereka berdua masih terlihat lemas.
Sedang untuk Rian langsung sehat, rasa meriang pusing pun hilang seketika. “Alhamdulillah” gumam lirih Bahdim yang bahagia selepas ditolong oleh abah. Bahdim masih memperhatikan ketiga temannya yang mulai sehat, dia memperhatikan ketiganya dengan seksama diruang tengah.
Pagi hari digunakan untuk istirahat untuk memulihkan kondisi mereka, baru siang hari Bahdim dan Rian pergi kegunung untuk telpon pesan alat arung jeram.

Disana mereka juga mencoba menghubungi adik Roni, satu-satunya saudara yang dimiliki. Bahdim sendiri ingin mengecek Roni,
tapi jawaban adiknya mengatakan bahwa kakaknya pamit KKN sampai saat itu Roni juga belum pernah pulang sama sekali.

Bahdim juga menghubungi semua teman-teman Roni dikampus satu jurusan dan semua teman kerjanya, tapi semua hasilnya masih nihil.
Pemesanan alat dan konfirmasi ke adik Roni sudah selesai, mereka berdua kembali menuju posko.

Sampai diposko, sejenak mereka istirahat, selepas acara makan siang Bahdim dan Rian kembali ke sungai untuk melanjutkan prokernya. Hari itu, terbilang lancar tanpa ada gangguan.
Dua hari berselang Ayub dan Joko ikut ke sungai untuk membantu Rian, sebab kondisi mereka berdua sudah sehat.

Beberapa mereka jam membantu, Ayub dan Joko diajak jalan Rian dan Bahdim untuk melihat pos kedua, yg letaknya dibawah. Ditengah perjalanan, tepat disebrang sungai.
Ada seseorang yang mencurigakan, orang itu memakai baju kusam berwarna putih, dan juga membawa tongkat dan memakai topi caping, mereka satu rombongan yg penasaran mulai mendekat mendatangi orang itu.

“Ustadz Ali?” teriak Ayub

“Ehhh mas Ayub” sambungnya
“Anda bener ustadz Ali kan? lama gak kelihatan kemana saja pak “ tanya Ayub yang penasaran dan ingin menanyakan banyak hal kepada sang ustad.

“Iya mas, emmmm” Jawab singkat ustad Ali, dan bibirnya serasa berat untuk memberikan jawaban.
“Roni kemana pak, kata warga Roni terakhir ketemu bapak sedang berbincang bincang dengan bapak di depan hutan larangan?” tanya Rian.

“Eeeemmm, anu mas, eemmh...” Ucap ustad Ali sambil kebingungan akan pertanyaan dari mereka
“Roni kemana ustadz?” Bentak Bahdim, karena curiga dengan ustadz Ali.

“Ustadz menculik Roni yaa?” Tuduh Bahdim.

“Tidak mas, tidak...tidak!!! saya tidak tau Roni di mana sekarang mas. Saya tidak menculik Roni, maaf mas, maaf saya tidak bisa lama-lama di sini...”Jawab ustad Ali
Lalu ustadz Ali mengambil Jorannya, ia mundur selangkah demi selangkah dan berlari ketakutan ke jalan setapak menuju hutan dengan satu kaki yg pincang.

“Eh ustadz tunggu” Teriak Ayub, sambil mau mengejar ustadz Ali.

Baru dapat beberapa langkah tangan Bahdim menghentikannya.
“Sudah sudah Yub jangan di kejar, biarkan saja, nanti biar saya laporkan abah, biar ustad sialan itu di urus abah dan warga.” pinta Bahdim

Ayubpun diam, ia mengikuti saran teman dekatnya. Hal itu dilakukan Bahdim, mengingat Ayub sendiri juga baru sembuh.
Sampai dipos kedua mereka mengecek lokasi sebentar, baru setelah itu mereka kembali ke post satu.

Hari semakin sore mereka lanjut untuk pulang ke posko, ditengah perjalanan melewati beberapa warga yg berdiri dihadapan rumahnya. Terdengar lirih mereka bergumam,
“Ingsun muji sanghyang sarano pangayoman”, Mereka yang mendengar gumaman lirih itu tidak begitu memperhatikan.

Mereka semua menganggap ini bagian dari tradisi dan kearifan masyarakat lokal. Tetapi mereka disaat berjalan pulang membawa sejuta tanda tanya akan sikap ustad Ali.
Mereka berempat yg baru sampai bergegas mandi bergantian, baru makan malam bersama. Sedang evaluasi proker malam itu pun berjalan seperti biasa, mereka masih fokus diproker Rian dan pencarian Roni.

Malam selepas evaluasi, cuaca pun berubah menjadi sangat dingin,
Sebab hujan membasahi bumi Lembah Matahari. Hewan nokturnal malam makin ramai bermain orkestranya, bau busuk kayu hutan mulai menyusup kedalam posko yg baru. Ditengah mereka baru tidur terlelap tiba-tiba ada suara seperti petir menyambar bubungan genting.
”Duaaaaarr...kratak..kratak..kratakk!!!!! suara petir yang keras menyambar dengan kencang, “Aaaaa...aaaaa” jeritan keras dari kamar peserta perempuan yg seketika bangun karena kaget.

Saat itu juga Ayub dan Joko yang tidur diruang tengah langsung memuntahkan darah kembali.
“Huek...huek...hueeekkk”

Semua penduduk posko langsung keluar mencari asal suara dan serpihan genting, mereka takut kejadian serupa terulang kembali seperti diposko pertama. Sambil membawa lampu tempel mereka berjalan keluar, waktu membuka pintu kamar,
semua mendapati Ayub dan Joko sudah muntah darah bercampur kelopak bunga kembali.

“Astagaaa Ayub!!! Joko!!! tuhannn yesus tolong kami… Teriak Rian diruang tengah.

Dengan cekatan Bahdim langsung mencari kain dan membersihkan darah Ayub dan Joko. “Ini pasti ustadz Ali!!!
Ayub dan Joko jadi seperti ini!!!” Gumam Bahdim sambil merawat Joko dan Ayub.

Agustin dkk, yg belum tahu kejadian tadi siang, seketika diberitahu oleh Bahdim dan Rian. Setelah bersih, Ayub dan Joko dipindah ke kamar agar lebih hangat.
Sampai dikamar, mereka berdua lemas tak berdaya. Mengetahui kondisinya semakin parah, Bahdim langsung memberi minuman yg didoa'kan abah beberapa hari lalu.

Pagi hari kondisi Ayub mulai membaik, meski masih lemas tapi ia tetap bergumam tidak jelas. untuk Joko jg sudah membaik.
Siang hari Rian tetap melakukan prokernya dibantu Bahdim, sampai disungai mereka mendapati volume air sudah naik, karena hujan tadi malam yg deras.

Sejenak Rian dan Bahdim memandangi air sungai sambil melamun, mereka yg terdiam dikagetkan kedatangan warga yg mulai berdatangan.
Bahdim langsung mengajak sebagian warga untuk memasang banner diujung jalan. Sedang Rian dipinggir sungai menata batu bersama sebagian warga. Proker disungai membuat mereka tak terasa hari sudah beranjak sore, warga dusun yang membantu Rian pamit pulang terlebih dahulu.
Tapi sebagian warga dan Bahdim masih duduk2 diujung jalan, kini Rian sendirian di tepi sungai sedang merapikan peralatan dan bersiap-siap pulang. Tiba-tiba ia dikagetkan oleh bau–bauan menghampirinya.

Sore yang mulai dingin, bau amis darah tercium kuat di hidungnya,
ia yg penasaran langsung menoleh kekanan dan kekiri dengan cepat. Beberapa menit pandangan Rian tak menemukan apapun. Hanya sepi, dingin dan suara hantaman air deras sungai didepannya.

Ketika ia kembali memberaskan barang, tiba-tiba ada suara lirih yang memanggilnya
“Riaaannnnnn!!! Mati kamuuu!!!” Suara itu muncul entah dari mana, Rian yang kembali berdiri tegak menoleh kesamping kanan dan kiri, dan ia tetap tak melihat apapaun. Kini rian yang sendirian semakin takut, apalagi cahaya disore hari semakin meredup.
Tumbuh-tumbuhan dan pepohonan yg lebat disore hari membuat dia yang sendirian dipinggir sungai mulai semakin takut. Rian kini bersiap naik ketanggul sungai dan mulai berdo’a.

“Oh Roh Kudus bantu saya!” Doa lirih Rian sambil tangannya mengetuk dadanya hingga membentuk salib.
Baru saja Rian menapaki jalan untuk naik, tiba-tiba kaki kanan Rian terpeleset seperti ada yang menarik hingga seluruh tubuhnya masuk kedalam sungai,

“Byurrrr....”

“Aaaa...tolong...tolong...” teriak suara Rian yang keras meminta pertolongan,
sambil kedua tangannya mencari pegangan agar tak terseret arus deras dan ia merasa ada sesuatu yang mengigit kedua kakinya.

Mendengar suara dari dasar sungai, warga yg berkumpul diujung jalan berlari berhamburan menuju sungai.
Sampai ditanggul sungai, mereka melihat Rian tenggelam tertarik arus sungai dengan sesekali kepalanya naik mengambil udara untuk bernafas. Melihat kejadian yang mengerikan ini, seluruh warga yang tersisa langsung menghampiri Rian dipnggir sungai beramai – ramai.
Para warga ini, bermaksud menarik Rian dari bibir sungai, begitu juga dengan Bahdim ikut berlari mengejar tubuh Rian terseret arus sungai yang deras. Tapi ada satu warga yang sangat berani, bapak ini biasa diapnggil pak Cipto. Beliau langsung menceburkan diri kesungai,
dengan cepat ia berenang dan menggapai tangan Rian. Ketika tangan Rian sudah dipegang, dan tubuh lemasnya bisa dikondisikan pak Cipto, beliau segera membawa Rian ke pinggir sungai

Penyelematan sore hari itupun selesai, Rian yg sudah berada dipinggir sungai akhirnya dibawa naik.
Namun kondisinya Rian sore itu tubuhnya sangat lemas, anehnya kedua betisnya terdapat bekas gigitan. Dari bekas lubang gigitan itupun mengeluarkan darah segar.

Dalam kondisi terlentang tak berdaya ditanggul sungai, mulutnya Rian seketika ikut memuntahkan darah.
Bahdim dan warga melihat ini langsung membawa Rian kerumah Abah, mereka membopong Rian bersama-sama. Tapi sewaktu dirumah abah, beliau sedang keluar.

Jadi sore hari itu Rian langsung dibawa keposko, dan diberi minuman dari abah dan obat seadanya.
Malam hari, Semua anggota KKN 113 semakin kepikiran dan juga galau melihat kondisi Rian. Mereka semua takut kejadian terulang kembali seperti Rosa dan Roni, Indah saat itupun sudah berulang kali mendesak untuk pulang tapi masih dicegah oleh Agustin dan teman-teman yang lain.
Indah sendiri, melihat kondisi ini membuat ingatan traumanya kembali, dia makin stres jika teringat peristiwa yg menimpa Rosa.

Keesokan harinya, masih pagi buta abah datang ke posko KKN dengan tergesa-gesa. Abah datang sendiran sehabis mendapat informasi Rian terkena musibah.
Sampai di posko, beliau dengan penuh kasih sayang mengobati Rian, singkat cerita setelah ritual abah selesai mengobati beliau kembali berdiri. Masih diruang tengah abah berdiri memandangi Rian yang sudah membaik kondisinya, ditengah kesunyian pagi hari abah berucap.
“Mas mulai sekarang proker arung jeramnya tolong dihentikan” pinta abah lirih

Rian hanya mengangguk, sedang Ayub dan Bahdim yang berada disampingnya melotot tak percaya apa yang barusan diucapkan abah. Sebab proker Rian ini sudah banyak menghabiskan dana.
Ayub yang tak terima akan keputusan abah secara sepihak, ia pun protes.

“Kenapa bah?”

“Karena tadi malam, pak Cipto yg habis menolong mas Rian disungai telah meninggal dunia.

"Innailahi...wa inailahi rajiu'n" sahut lirih penduduk posko
"Malam hari sebelum meninggal, pak Cipto juga sempat muntah darah bercampur bunga terlebih dahulu. Ini abah juga habis memakamkan pak Cipto bersama warga”

Semua yang mendengar berita dari abah hanya tertunduk lesu, apalagi Ayub merasa sangat tak enak sampai menanyakan hal ini.
“Saya mohon mas, untuk proker arung jeram disungai tolong benar-benar dihentikan hari ini juga. Jika tidak para penghuni sungai akan meminta korban kembali. Sejatinya mereka yang bersemayam di sungai itu tidak suka tempatnya di usik”

“Ya bah” Jawab Ayub dkk bersahutan lirih
Kejadian hari itu membuat semangat kelompok Ayub memudar. Jiwa muda mereka semua kendur, kekecewaan akan kegagalan proker Rian begitu dalam. Niat yang baik untuk mensejahterakan penduduk, tiba-tiba harus dihentikan dengan sepihak oleh penduduk sungai yg terusik.
Hari demi hari tetap berjalan, kini tugas untuk mencari Roni dibebankan kepada Bahdim seorang diri. Bahdim sendiri selama ketiga temannya sakit, ia sendiri yg mengurus keperluan satu kelompok.

Bahdim sering pulang malam saat menerima beban ini,
ia fokus bersama warga mencari Roni setiap hari.Mulai dari kebun & hutan tiap hari disusuri. Mereka semua makin kepikiran sebab waktu KKN tinggal dua minggu.

Untuk anggota KKN perempuan fokus merawat Ayub, Rian & Joko. Mereka juga disibukkan menyusun laporan proker kelompok,
dan individu. Begitu juga laporan proker Roni ikut dikerjakan Agustinn dkk.

Waktu berjalan kondisi Ayub dan Joko semakin membaik, meski masih 95%. Pertengahan bulan ini, persediaan makanan mereka habis. Ayub dan Joko yg selama ini kebagian belanja kepasar akhirnya berangkat.
Jam 24.00 mereka mulai keluar dari posko, diawali dengan do'a. Hal ini dilakukan krn sering kali mereka disesatkan Jin mariaban hutan. Ayub yang duduk di belakang terus berkomat-kamit memanjatkan doa biar selamat sampai tujuan.
Dalam perjalanan yg ngebut, mereka berdua tak banyak bicara, hanya angin dingin, gelapnya hutan dan ramainya hewan nokturnal yang berisik berhembus disamping kanan kiri mereka.

Pada pukul 02.00 tibalah dipasar kecil langganan. Pasar kecil menyerupai sebuah pendopo kuno,
dengan belasan orang yg berdagang.

Sampai dipasar, Ayub mengeluarkan hp dan mencari colokan listrik, ia dengan tergesa – gesa mengecas semua hp milik semua penduduk diposko.

Demi mempercepat waktu, mereka berdua langsung berpencar mencari barang2 yang diperlukan,
Ayub yg sudah selesai berbelanja langsung kembali untuk menyalakan hp miliknya sendiri dan teman-temannya.

Beras, bawang, cabai, sudah di beli dan dirapikan jadi satu oleh Joko. Sedangkan Ayub yg sudah beres akan tugasnya mulai memasukkan semua hp kedalam tasnya.
Pukul 2.45 kebutuhan sudah terbeli semuanya. Barang2 sudah dinaikkan ke rengkek kanan kiri motor, ditata sedemikian rupa agar nyaman dan aman diperjalanan.

Dengan barang bawaan penuh mereka kembali melaju pulang dengan pelan-pelan. Ketika perjalanan masuk gunung pertama,
HP Ayub yg berada disaku celananya bergetar.

“Dreeeettt...dreeettt...dreet..”

Merasa ada getaran panjang dari hpnya, Ayub langsung menepuk punggung Joko dengan cepat, “Jok...Jok, berhenti sebentar, ada yang nelfon” pinta Ayub.

“Ohhh...oke...oke...Yub” jawab Joko.
Jokopun mengurangi kecepatan dan melipir kekiri mencari tempat untuk berhenti. Setelah dapat tempat yang agak landai, Joko berhenti dipinggir jalan hutan yang sepi,gelap dan dingin.

Menjelang dini hari, suara binatang2 liar terdengar jelas, keras dan serasa sangat dekat,
dari mulai burung hantu, serta kelelawar terlihat banyak berterbangan dikanan kiri jalan.

Rembulan juga terlihat agak terang, jadi siluet hewan2 penghuni hutan berterbangan terlihat agak jelas. Saat Ayub melihat hpnya, terlihat nama Roni yang sedang memanggil.
“Ehh Jok, ini Roni yang telpon?” Kata Ayub dengan kaget dan tak percaya apa yang dilihatnya.

“Beneran Yub, cepet angkat telponnya” sambung Joko

Ayub dengan cepat mengangkat HP yang sudah dalam genggamannya, dan menempelkan ketelinganya.
“Hallo assalamu’alaikum Ron?” salam Ayub

“Yub? Maaf yah, bulan kemarin aku kabur dari posko, Dan gak kasih kabar lama” sambung Roni dari balik telepon

“Loalah Roni!!!? Kamu kok seperti anak kecil sih. Aku sama kawan-kawan semua kuatir tau!!!”
“Sekarang kamu di mana? ini proker kita sudah selesai semua. Tinggal nyusun laporan saja diposko. Semua teman-teman tiap hari nyari'in kamu Ron” Jawab Ayub.

Joko yang berdiri menunggangi motor mendengar percakapan mereka menjadi penasaran dan bertanya kepada Ayub.
“Eh Yubb Roni kenapa?” tanya Joko

“Roni kabur Jok, gara-gara marah sama kita kita” bisik Ayub pada Joko

“Waduh, sekarang di mana dia Yub?” tanya Joko.

Ayub yang belum sempat menanyakan keberadaan Roni, dengan segera menanyakan keberadaanya lewat HPnya.
“Sekarang kamu di mana Ron?” tanya Ayub

“Aku sekarang dimakam Yub, makam keramat sebelum masuk dusun” jawab Roni

“Lah ngapain kamu di situ, kenapa gak langsung ke posko?” tanya Ayub

“Iya Yub, aku tadi ke posko tapi tidak ada orang, kelihatannya anak-anak sudah tidur semua.
Mau pergi ke rumah pak Jatmiko juga masih malam, sungkan juga mau bangunin orangnya. Kamu sekarang di mana Yub?” tanya Roni kembali

“Oalah...Iya memang sekarang sudah pindah poskonya Ron, kamu sih pakai acara kabur segala. Aku di jalan gunung mau masuk kedusun"
"Ya sudah, kamu skrg masih dimakam keramat?”

“Ya, Aku masih makam keramat Yub, nanti kalau sudah sampai didepan tanya saja di pos depan makam. Aku di dalam soalnya, sungkan kalau kelihatan warga” jawab Roni

“Oke, tunggu disitu Ron” tandas Ayub

Telpon pun dimatikan oleh Roni.
Ayub pun juga demikian, dan langsung kembali mengantongi hpnya kedalam saku celana.

“Gimana yub?” Tanya Joko.

“Dia sekarang di makam keramat dekat jalan masuk dusun Jok” jawab Ayub

“Lagi ngapain dia disana? Aneh!” sahut Joko
“Gak tau Jok! Katanya sungkan kalau kelihatan warga dan gak enak bangunin pak Jatmiko, sudah yuk kita samperin saja Roni sekarang” ajak Ayub

Tanpa menunggu lama, Joko dan Ayubpun langsung memacu kendaraanya kembali, mereka berdua menuju ke makam keramat.
Ditengah perjalanan, Joko menyimpan rasa marah, kesal pada Roni, karena ulah Roni yang kabur sehingga membuat semua orang didusun cemas.

“Awas kamu Ron, kalau ketemu habis ini. Pasti aku hajar kau di tempat” gumam Joko lirih.

Mereka tetap berkendara dengan kecepatan sedang,
untuk berhati-hati sebab barang bawaan mereka berat dan penuh.

Sampai dilokasi, mereka berhenti dipinggir jalan dan memarkirkan kendaraannya secara asal. Ayub dan Joko berjalan memasuki jalan setapak berbatu menuju makam berjarak sekitar 30 M.
Sampailah mereka didepan pagar berbatu makam setinggi satu meter, dan mereka seketika berhenti.

Malam itu ada sebuah pos kecil didepan pagar batu, disitu juga ada 3 orang laki-laki seperti penduduk dusun. Mereka sedang duduk - duduk sambil ngobrol.
Dengan perasaan bahagia Ayub menghampiri dan menyapa mereka.

“Assalamu’alaikum pak?” sapa Ayub

“Eh mas KKN, wonten nopo mas? Saking pundi niki wau?” (Eh mas KKN, ada apa mas? Habis dari mana ini tadi?)
tanya salah seorang yang sedang duduk di pos
“Enggeh pak, saking peken pak. Niku pak, ten lebet wonten Roni nopo?” (Iya pak, dari pasar pak. Itu pak, di dalam ada Roni apa?) tanya Joko

“Oooh enggeh mas, melbet mawon. Wau bade kulo teraken ten poskone sampean seng anyar tapi larene mboten purun. Sungkan terose!”
(Oooh iya mas, masuk saja. Tadi mau saya antarkan ke posko anda yang baru tapi anaknya tidak mau. Sungkan katanya). Jelas mereka

“Walah...Enggeh-enggeh pak” (Walah iya...Iya pak) jawab Ayub

Joko yang sebelumnya dibelakang Ayub sudah tak sabar,
dengan langkah cepat ia mendahului Ayub untuk masuk ke makam terlebih dahulu. Joko sendiri dengan sifat yang tak sabaran, sudah sangat geram pada sosok Roni.

“Eh Jok kamu kenapa, santai sedikit jalannya napa” pinta Ayub

“Aku sudah jengkel sama Roni, Yub!
dia sudah membuat kita semua susah dan cemas selama ini. Mau langsung tak hajar dia, Heemmm” geram Joko sambil mengepalkan tangannya.

“Iya Jok, tapi jangan emosi dulu” jawab Ayub sambil mempercepat jalannya untuk menyusul Joko.
Sesampainya mereka berdua di dalam pemakaman, ada satu obor menerangi pemakaman tua tersebut, satu buah obor ini berada ditiang salah satu makam. Hingga nampak samar-samar ribuan akar akar kecil yang menjulur kebawah. Bulu kuduk Ayub seketika melihat pohon itupun merinding.
Semua dedaunan dan benda sekitar tak ada yang bergerak, tekanan udara menjadi lebih dingin dari luar area makam.

“Ada yang tidak beres ini” gumam Ayub sambil berjalan dibelakang Joko

“Roonn!!! Roniii!!! Dimana kamu?” Teriak Joko.
“Ehhh Jok? Sabar...Istighfar” Kata Ayub didekat Joko sambil menepuk pundaknya.

Joko yang di tepuk pundaknya oleh Ayub seketika kaget, spontan mulut Joko langsung beristighfar. “Astagfirullah”

“Ehh Jok, kamu tau gak? hpnya Roni tadi kan aku charge di pasar,
dan sekarang Hpnya aku taruh tas?” Celetuk Ayub yang mulai bingung

“Eh iya Yub. Lalu yang telpon tadi siapa?” Sambung Joko mulai sadar dan jadi ikut bingung

Sadar akan semua keganjilan ini. Ayub perlahan menoleh keluar, ternyata di depan pintu makam sudah tidak ada posnya.
Bahkan ketiga orang penduduk yang berada di dalam pos juga hilang.

“Jookkk? Posnya gak ada! Baunya disini juga semakin amis Jok” kata Ayub yang mulai ketakutan

Lalu Jokopun ikut menoleh keluar memastikan apa yang telah diucapkan Ayub.
Joko melihat sendiri di depan pintu pemakaman memang benar, pos dan ketiga orang tadi sudah tidak ada ditempat.

“Astaghfirullah...Iya Yub, posnya sudah nggak ada, baunya kok tambah amis disini! Terus yang tadi kita ajak ngomong dan mempersilahkan kita masuk siapa ?” kata Joko
Selepas pertanyaan Joko terlempar kepada Ayub, sejenak Ayub masih diam dan berpikir terlebih dahulu belum bisa menjawab. Suasana yang sunyi senyap dan dingin kini buyar.

“Huaaa...haa...haa” Tiba-tiba muncul suara tawa yang berat dari dalam teritori makam,
tapi mereka tidak tahu dimana sumbernya, suara yang menggelegar terus–terusan tanpa ada jeda.

Mereka sejenak terdiam, mata mereka terus mencari sumber suara. Hingga Ayub dan Joko menoleh dan memandangi dengan seksama dari bawah sampai atas pohon beringin sangat besar dan tua.
"Deg...deg...deg" Jantung mereka makin berdegup kencang, tubuh mereka mulai gemetaran.

Hingga keringat, mulai tumbu disekujur kulit.

Tampaklah sosok makhluk dengan memakai tudung kepala hitam dan jubah hitam, sosok ini menggeser tubuhnya pelan dari balik pohon.
Hingga terlihat jelas didepan mereka, sosok bertudung hitam ini melayang-layang menatap mereka, dengan satu matanya keluar hingga turun kepipi, namun masih menempel karena ada urat yang masih tersambung dengan matanya. Wajahnya putih pucat,
dengan seluruh kelopak mata satunya yg hitam, tetapi sebagian wajahnya bermunculan otot berurat warna biru.

Makhluk tersebut terlihat sangat besar, tinggi & lebarnya separuh dari pohon beringin.Ia tidak mempunyai kaki, hanya kelebatan kain jubah dibawahnya yang melambai-lambai.
Sedang kedua tangannya runcing menghitam membusuk tanpa ada dua telapak tangan.

“Mati koeeennnn!”(Mati kamu) kata sosok pria berwujud bertudung hitam dan berjubah hitam besar.

Mendengar teriakan itu, sekujur tubuh Joko semakin gemetar hebat. Begitu juga dengan Ayub.
Kedua gigi mereka gemeretak saling beradu menahan takut, badan mereka berdua juga terhenti tercekat, tertegun, mematung melihat sosok ini. Tapi mulut Joko mencoba untuk berbicara dengan nyali yang sudah habis.

“Heeeeee iblis sialan, apa maumu dari kami?” bentak Joko
“Huahaha, mangan koen kabeh ndek kene" (Huahahah, makan kalian semua disini) Jawab setan tersebut dengan suara menggelegar keras.

“Alam kita berbeda, kami bukan makananmu” bentak Joko yang makin berani

“Menenge koen" (Diam kamu)!!!” bentak sosok iblis didepan mereka
Joko sendiri yang membantah pun tiba tubuhnya terangkat perlahan “ Loh...loh...kenapa ini, Yub tolong...tolong...tolong!!!” saat itu juga tubuh Joko sudah terangkat kini tertarik perlahan kearah sosok iblis itu, saat sudah mendekat tubuh Joko langsung dilemparkan kembali.
Hingga membentur batu nisan.”Bruukk” Saat itu juga Joko jatuh dan menabarak batu nisan kuno, dalam posisi tubuhnya yang tergeletak mulutnya kini mengalirkan darah bercampur kelopak bunga.

Melihat kejadian ini Ayub berlari ketempat Joko yg tersungkur, sambil memegangi kepalanya.
“Astagfirullahhh...Joko!!! ucap Ayub, spontan kaget melihat kondisi temannya.

“Hei setannn!! Apa maumuuuu?” bentak Ayub, dengan berjongkok dan menoleh memandangi sosok iblis itu sendirian...

Dengan rasa percaya diri yg menipis Ayub,
kini ia bangkit memberanikan diri dan mendekati sosok itu.

Saat wajah mereka berhadapan agak jauh, Ayub pun mulai berdo'a, berkomat-kamit dengan kencang, kegiatannya didasari dengan perasaan penuh emosi dan benci.

Namun ketika mantra yg dirapal baru setengah jalan,
Tubuh Ayub mulai terangkat terlentang perlahan, hingga sampai jarak satu meter dari tanah. Saat itu juga Ayub yang panik meronta-ronta dan menghentikan merapal mantranya, seketika tubuhnya berjarak satu meter dari tanah, tubuh Ayub langsung terpental dengan cepat. “Bruuukkk”
Sampai tubuhnya berbenturan dengan pagar batu dimakam keramat. Malam itu juga Ayub memuntahkan darah segarnya bercampur kelopak bunga, rembesan darah segar kini membasahi hingga jaketnya.

“Huahuaha, anak buahku isok kok lawan. Tapi koen gak bakal iso ngelawan aku, Huaaahaha”
(Anak buahku bisa kamu lawan. Tapi kamu tak akan mampu melawanku Ayub, Huaahaha!!!”

Joko yang terkapar lemah disamping makam, dia merangkak berusaha mendekati Ayub yang terus muntah darah. Tapi tubuh Ayub yang sudah tak berdaya kini terangkat lagi,
perlahan tubuh Ayub naik melayang menuju sosok pria berjubah itu. Sadar tubuhnya sedang ditarik sosok berjubah hitam, dengan sisa tenaganya Ayub meronta-ronta meraih benda disekitarnya untuk bertahan agar tidak tertarik.

Melihat temannya tertarik,
Joko dengan kondisi tubuh yang lemas menggapai kaki Ayub dan manariknya dengan sekuat tenaga. Hingga kaki Joko pun ikut terseret, kini Joko pun hanya beteriak "Allau Akbar" berulang - ulang dan keras.

Sambil berteriak menyebutNya dengan suara keras,
Joko yang sudah memegangi kedua kaki Ayub menariknya kembali dengan sekuat tenaga. Hingga ditengah2 teriakannya menyebut asma Allah, mereka bedua kembali terlempar kembali sampai mengenai pagar berbatu.

"Bruukkk"

Joko yg masih mempunyai tenaga meski sudah berdarah-darah,
bergegas dengan merangkak menuju tempat Ayub yang sudah terkapar. Tanpa tawar menawar lagi Joko langsung menyeret Ayub keluar dari makam. Ayub yang sudah diseret Joko sampai pinggir motor berhenti sebentar.

“Yub,sadar...sadar, tangi”
(Yub sadar...sadar,bangun) Pinta Joko dengan cepat
Mata Ayub mulai sedikit terbuka, tapi tubuhnya sudah sangat lemas.

“Iso ngadek” (bisa bangun) tanya Joko

“Iyo Jok, jek iso aku” Jawab Ayub dengan suara lemah dan lirih

Dengan sisa - sisa tenaga,
Joko membantu Ayub untuk berdiri dengan cepat, dan mendudukkannya dijok belakang. Begitu dengan Joko langsung naik motor dan membawa sepeda motornya pulang keposko.

Waktu diatas motor Ayub mulai batuk hingga muntah darah kembali, tapi tangannya tetap memegangi barang belanjaan.
Joko saat itu juga mengendarai motor tidak stabil, Ayub terus komat kamit tidak jelas. Sedang pandangan dan tenaga Joko juga mulai habis hingga jalan motornya meliuk-liuk sempoyongan. Joko tetap bertahan sebab posko sudah dekat. Hingga sampailah mereka di halaman posko.
Sampai di depan halaman posko, Joko dan Ayub sudah tidak tahan dengan kondisi fisiknya, belum sampai Joko memarkirkan motornya, “grubyak” motor dan mereka roboh dan seketika mereka juga tak sadarkan diri. Kaki dan tubuh mereka sebagian tertindih oleh motor,
dan sebagian barang bawaan, tapi mereka sudah tak merasakannya lagi.

Kondisi mereka di pagi buta, dengan pakaian dan tubuhnya berlumuran darah bercampur tanah. Motornya pun tergeletak dan bungkusan barang belanjaan sudah jatuh ikut berserakan memuntahkan isinya.
Mendengar suara yang cukup keras dan aneh didepan posko. Agustin yang sudah bangun terlebih dahulu, keluar dan melihat dari bilik pintu apa yang terjadi dihalaman posko, setelah memastikan bahwa dihalaman itu adalah kedua temannya, Agustin dengan cepat membuka pintu.
“Astagaaa Jokooo, Ayuuubbb!!! Ya allah” teriak Agustin histeris sambil meneteskan air matanya.

Dia pun berlari mendekat dan duduk bersimpuh disamping Joko serta Ayub, teriakan Agustin dipagi buta mulai terus menerus menggeras.
Mendengar teriakan dan tangisan Agustin berulang-ulang dari halaman, penduduk posko 113 langsung bangun karena kaget, dan mereka semua keluar dari kamarnya menuju halaman rumah.

“Teman-teman, ayo bantu Joko dan Ayub!Teriak Agustin sambil menggoyang-goyangkan tubuh keduanya.
Semua penghuni posko berlarian mendekat sambil memandangi Joko dan Ayub, dengan wajah panik dan kaget mereka semua langsung membopong Ayub dan Joko, kedalam posko. Sementara Bahdim dengan sigap langsung pamit kerekan-rekannya untuk menjemput abah.
Melihat Joko dan Ayub pingsan diruang tengah, Indah kembali meneteskan air mata, begitu juga Rerei, Pipit serta Agustin. Rian yang masih belum pulih, tidur disamping mereka Ayub.

“Apalagi ini ya allah!” Seru Indah dalam tangisnya.

“Rosa sudah tiada, Roni hilang entah kemana.
Masa Ayub dan Jokopun akan meninggalkan kita semua!” Huuu...huuu, hiks hiks, Ucap Indah sambil menangis.

“Sudah..sudah...Ndaah, jangan bicara ngawur. Kita tunggu saja abah, Pipit tolong ambilkan kain dan air, untuk membersihkan darah mereka” pinta Agustin

“Iya Tin”
Ketika Pipit baru membuka pintu dapur, kelebatan bayangan hitam tiba-tiba menabrak piring yang berada di rak dapur. “Pyar..pyar..pyar” piringpun berjatuhan dan pecah. "Deg" Pipit berhenti sejenak mengamati apa yang selanjutnya terjadi, “Astaghfirullah...kok aneh ya” Gumam pipit.
Pipit melanjutkan berjalan pelan2 menuju dapur, sambil tengok kanan kiri. Setelah kain dan air ia dapat, Pipit langsung lari kecil kembali keruang tengah dan memberikannya kepada Agustin.

Tubuh Ayub dan Joko dibersihkan seketika, tak lama kemudian Bahdim dan abah tiba.
Abah dengan tergesa-gesa masuk kedalam rumah, ia mendapati Ayub dan Joko masih pingsan. Spontan abah berbicara dengan sedikit marah

“Ono opo maneh iki nduk?” (ada apa lagi ini nak) Tanya abah dengan sedih dan kaget.

“Niki bah Ayub kale Joko mantun blonjo ujug-ujug pingsan,
kale muntah getih ten latar”(Ini bah Ayub sama Joko habis belanja tiba2 pingsan dan muntah darah dihalaman) Jawab Agustin sambil mengelap air matanya

“Lo..lo...lo, saknone cah, kok iso yo sampek koyok ngene?” (Lo..lo..lo kasihan nak, kok bisa ya sampai seperti ini?” gerutu abah
“Obati temen-temen saya bah” pinta Bahdim yang sudah berdiri dibelakang abah.

“Iyo...iyo...le, sabar disek yo” (Iyo...iyo...le, sabar dulu ya). Jawab abah sambil memikirkan cara untuk mengobati mereka berdua.

Abah Kanigoro langsung duduk bersimpuh disebelah Joko,
kedua tangannya menengadah keatas, mulutnya komat kamit memanjatkan do’a. Ritual abah dilakukan dengan waktu yang cukup lama, kira-kira sekitar satu jam lamanya beliau berdo’a dengan suara yang lirih. Selesai berdo’a beliau menempelkan tangannya sebelah kanan,
telapak tangan itu di letakkan di kening Joko sambil melanjutkan berkomat kamit.

“Waraaaasssss!!!!!” Teriak abah sembari tangannya menarik sesuatu ke arah kaki Joko.

Selesai teriakan dari abah Joko langsung batuk-batuk kecil, dan matanya mulai membuka perlahan.
Hingga terlihat Joko benar-benar tersadar dari pingsannya. Namun Joko masih diam dengan tatapan kosong, dan wajah pucat serta tubuhnya sangat lemas.

Kini abah berganti mendekati Ayub, seperti halnya Joko. Tangan abah di letakkan di keningnya Ayubb,
tapi kali ini wajah abah mulai memerah dan keringatnya mulai bercucuran. Lalu abah berteriak kembali.
“Waras!!!”

Seketika, Ayub langsung batuk2 sambil muntah darah lagi. Namun Ayub yg sudah sadar, tatapannya kosong, seperti msh kehilangan ingatan, tapi mulutnya tetap bergumam.
Bahdim & Agustin dengan sigap, mereka berdua membersihkan darah yang menetes dari mulut Ayub dan Joko.

Abah kini kembali berdiri seperti kecapek’an sehabis menolong Ayub dan Bahdim. Dengan tatapan iba beliau memadang Ayub dan Joko.

“Bah? Kenapa dengan Ayub dan Joko bah?”
Tanya Indah sambil terus meneteskan air mata.

“Ini mbak, kelihatannya mas Ayub sama mas Joko mau diambil penghuni makam keramat. Sebab kelihatannya ada yang pernah tidak sopan dari kelompok kalian sama pemakaman itu" jelas abah

“Roniii...!!! Iya Roni bah???
Masak gara2 Roni dulu pernah menduduki batu nisan di makam keramat itu bah?” sahut Agustin

“Loh pernah sampai seperti itu mbak" tanya abah

“Iya bah" jawab Indah

“Itu bisa jadi perkara mbak, biasanya penghuni makam keramat menaruh dendam sama kalian semua. Khususnya mas Roni,
sama teman2nya yang pernah ikut bersikap tidak sopan dimakam keramat” Jelas abah

“Terus bagaimana ini bah, soalnya semua waktu itu semua teman2 satu kelompok ini ikut kemakam sama Roni" Tanya Agustin yg mulai semakin khawatir

“Sudah sekarang teman kalian ini diurus dulu,
dan suruh istirahat. Nanti kalau urusan sama penghuni makam keramat biar abah selesaikan dengan warga." tandas abah

“Tapi rumah ini tak pagari dulu ya mbak, mas! biar tidak ada hantu yang ganggu dan datangi kalian lagi" jelas abah kembali
Abah meminta Bahdim untuk menemani beliau memagari rumah. Sekian lama abah komat kamit sambil berjalan menabur garam kesekeliling rumah. Selesai memagari, abahpun pamit pulang dan di antar oleh Bahdim.

Hari itu menjadi hari yg tragis, menjadikan penduduk posko sering dirumah.
Hari terus berjalan, semakin lama waktu KKN semakin menipis dan mau habis. Roni masih belum ditemukan, kepanikan dan keresahan penduduk posko 113 semakin menjadi-jadi.

Saat itu semua penduduk posko hanya mengandalkan Bahdim untuk pencarian Roni.
Kondisi Rian dan Joko masih tidak memungkinkan untuk ikut pencarian. Ayub sendiri baru pulih, tpi belum 100 %, jadi belum bisa ikut pencarian Roni.

Hingga waktu kurang dari lima hari KKN berakhir, Sore hari sekitar jam 16.00, penduduk posko 113 seperti biasa dalam keadaan resah
Tiba-tiba posko dihebohkan dengan rombongan pendaki gunung dan tiga orang warga yang datang. Keenam pendaki laki-laki sedang menandu seorang pria dengan berjalan tergesa-gesa menuju posko. Dibelakang mereka ada tiga warga tetap mengikuti mereka dari belakang.
Sampai didepan posko yg ada bannernya “Posko KKN 113” mereka berhenti, dan menurunkan tandunya.

“Mas...Mbak...Mas...Mbaaakkk” teriak mereka
Mendengar suara riuh bersahutan,semua penghuninya keluar bersama-sama, mereka semua melihat enam pendaki gunung dan tiga warga memandangi
isi tandu tersebut. Ayub yg pertama kali mendekat disusul Agustin dkk.

“Loh itu Roni!!!...Ron..Ron) kata Ayub dengan kaget
dan tiada jawaban dari Roni, dia hanya memandangi teman-temanya dengan tatapan sayu

“Mas tolong langsung bawa masuk kedalam saja” pinta Ayub.
Seketika itu juga, Roni ditandu kembali dan dibawa masuk bersama-sama, ia langsung ditidurkan diruang tengah.

Keadaan Roni sore itu sangat memprihatinkan. Tubuh Roni sangat kurus, bibir pucat dan pecah-pecah hingga sedikit darahnya juga keluar.
Pakaiannya yg ia kenakan sama seperti waktu terakhir ia pergi dari posko. Tapi pakaiannya sore itu lusuh, kumal dan sangat bau. Rambut acak-acakan seperti orang gila. Untungnya dia masih setengah sadar dan bisa sedikit berbicara.
Semua penghuni posko tidak bertanya kepada Roni, Ayub dan kawan-kawan mengucapkan terima kasih kepada para pendaki yang menemukan Roni. Agustin sendiri sudah penasaran, ia langsung bertanya pada salah satu pendaki tersebut.

“Mas ketemu temanku itu tadi dimana?"
“Diatas gunung mbak"

“Kok bisa disana?"

“Ya tidak tahu mbak, pokoknya tadi siang pas mau balik turun. Tiba – tiba ada masnya dipinggir tendaku"

“Kok bisa mas, padahal sudah sebulan lebih kami mencari tapi tidak ketemu! tidak mas tanyai dari mana teman saya ini?"
“Lah aku sendiri gak ngerti mbak, tidak sempat bertanya juga, lihat kondisinnya pertama ketemu tadi sudah kasihan mbak. Tidak tega aku, anaknya cuma minta diantar ke tempat KKN didusun.

“Oh begitu mas, ya sudah terima kasih"

“Iya mbak sama-sama"
Agustin, Pipit, dan Rerey mengantarkan para pendaki sampai kehalaman depan. Sedang Ayub langsung kebelakang mengambil air, ia mengucapkan do’a – doa dan tiupkan keair itu. Baru setelah itu, ia memberikan airnya untuk diminumkan kepada Roni.

Selesai Roni minum air,
tatapannya yang tadinya kosong mulai terisi kembali. Sore hari dengan cuaca yg dingin, Roni langsung dimandikan Ayub. Habis mandi, Ayub langsung menggantikan pakaian Roni.

Baru setelah itu, Roni dibaringkan kembali diruang tengah, dalam kondisi yang sudah baik,
ia juga langsung diberi makan oleh Agustin.

Roni yg sudah terbaring dengan nyaman belum bisa tidur. Waktu ditunggui Ayub, kepala Roni sedikit terangkat untuk memberitahu sesuatu dan mulutnya berbisik lirih kepada Ayub.

"Yub, malam ini aku antar pulang" pinta Roni
"Loh kamu kan baru datang, tubuhmu juga masih sakit gini ron, mending istirahat dulu saja" jelas Ayub

"Sudah pokoknya aku minta antar pulang malam ini juga. Dari pada aku mati disini, tapi aku minta tolong jangan bilang siapa2. Cukup kamu saja yg tahu sama anak posko ini."
"Sebenarnya ada apa Ron? kamu kena apa? dari mana saja kamu selama ini? tanya Ayub penasaran

"Aku tidak bisa cerita sekarang Yub, kalau ingin aku hidup habis ini pokoknya antar aku pulang" paksa Roni dengan serius

Ya...ya sudahlah, sekarang tidurlah dulu,
nanti malam tak antar pulang" sambung Ayub

Sore menjelang malam, suasana posko 113 semakin tidak kondusif. Sekitar jam 7 malam, rumah yang ditempati peserta KKN mulai aneh, Krettt..kreeettt...bunyi-bunyi kayu tiang penyangga rumah mulai berderit, seakan - akan rumah mau roboh.
Serta bau-bau anyir, busuk, amis mulai melanda kembali seisi rumah. Roni yang baru pulang semakin gelisah, panik, sampai keringat dingin dikepalanya mulai bercucuran.

Ditangan kirinya pun Roni mulai terasa ada yang tersayat hingga tiba2 keluar darah.
Semakin lama keadaan diposko semakin menjadi-jadi, membuat Roni semakin ketakutan. Merasakan semua itu, Roni kembali memanggil Ayub yang berada diruang tamu.

“Yub tolong kesini sebentar?" pinta Roni

“Ya Ron, ada apa lagi?” jawab Ayub mulai beranjak berdiri dan mendekati Roni
“Yub rumah ini tambah aneh, kamu terasa apa tidak?

“Iya Ron aku juga merasa, terus maumu gimana?

“Sekarang saja, cepat antar aku pulang"

“Kamu tidak apa2 Ron? tubuhmu masih lemas gini lo!"

"Sudahlah daripada aku mati lama-lama disini, cepetan Yub" Paksa Roni dengan panik
Dengan permintaan Roni yang sangat memaksa dan merengek berulang kali, akhirnya Ayub pun luluh, malam itu sekitar jam tujuh lebih malam Ayub pun bersiap pergi mengantar Roni pulang.

Posisi saat itu Ayub bingung untuk mengantar Roni dengan kondisinya yg sedemikian rumit,
Bahdim sendiri anggota yang paling sehat dan memungkinkan mengantar Roni belum juga kembali.

Singkat cerita Ayub bersiasat dengan akalnya, disaat membonceng Roni dan di bantu teman-teman satu posko. Tubuh Roni diikat seutas kain dengan tubuh Ayub,
sampai ikatan itu membuat keduanya benar-benar membuat menyesakkan dada Ayub. Dengan kondisi sedemikian rupa, cara mereka untuk perjalanan pulang, Roni sendiri tetap tak menghiraukan kondisinya, yang ada dalam pikirannya hanya “pulang”.
Setelah menata posisi mereka dengan sedemikian rupa diatas motor, Ayub dijam delapan malam mulai keluar dari posko dengan mengendarai motor

Mulai keluar posko Ayub tak henti-hentinya berkomat kamit membaca mantra, perjalanan panjang dimulai dengan menyusuri jalan dusun yg sepi,
dingin dan gelap. Mereka melewati makam keramat dan sungai dengan aman. Tapi sewaktu diatas gunung pertama tepatnya di jalan yang menurun ada hal yang aneh. Tiba – tiba ada pohon yang sangat besar roboh didepan mereka, "Bruaakkk" seketika Ayub menghentikan motornya.
Ayub yang sedari tadi komat kamit kini berhenti sejenak untuk mengamati pohon itu didepannya, Ayub sendiri merasa janggal malam itu dengan pohonnya.

Kini Ayub yang sudah berhenti didepan pohon roboh, mulai membaca do’a yg ia bisa, sambil memandangi pohon yang menghalanginya.
Lama-kelamaan pohon itu berubah menjadi ular yang sangat besar, dan tadinya ular itu hanya diam, kini bergerak pelan masuk kedalam hutan.

Ayub kembali melajukan motornya menyusuri jalan menurun di hutan, tapi kini yang terlihat disamping kanan kirinya berganti dengan Bawono.
Semua bawono kini berjajar memanjang di kanan kiri jalan. Bau busuk daun dan pohon, serta anyir darah mulai menyelimuti jalanan ditengah hutan. Mengetahui sosok-sosok itu berjajar "Deg...deg...deg" detak jantung mereka terpacu lebih cepat, dan keringatnya mulai keluar.
”Mati iki nek modele ngene Ron” (Mati ini kalau modelnya kayak gini Ron). Gumam Ayub yang mulai ketakutan.

“Iyo Yub, butone podo teko kabeh iki. Terus piye iki Yub” (Iya Yub, butonya pada datang semua ini. Terus bagaimana ini Yub)
“Embuh Ron, dungo’o wae sak isomu” (gak tahu ron, berdo’a saja)

“Iyo Yub” (Iya Yub)

Sambil komat kamit mereka memacu kendaraan dengan cepat, baru saja menggeber motor, ”Braakkk” motor Ayub menabrak sesuatu. Selesai benturan keras, motor Ayub berjalan nyelonong tak terkendali,
hingga kesamping jalan, sampai mereka berdua terperosok masuk ke dalam jurang. Motor mereka tersangkut disebuah pohon, sedang Ayub dan Roni bergelantungan disebuah akar pohon yang besar.

Sadar akan kondisinya yang sudah genting, “Tolong...tolong...tolong” teriak Ayub mengeras
, terus menerus tiada henti. Seketika itu juga bau anyir darah begitu cepar menusuk hidung mereka, begitu juga udara yang semakin dingin membuat nyali dan harapan hidup mereka semakin tipis. “Bleggg..bleggg..blegg” Derap langkah Bawono yang khas mulai mendekati mereka,
Hingga suara tawanya“Ha...ha..ha”semakin mendekat. Dan ada suara “Koen gak bakal selamet, mati koen” (Kamu tidak bakal selamat, mati kamu). Terlihat Sesosok buto ireng dengan tubuh menjulang kelangit berjalan mendekat, tangannya bergerak pelan mau menggapai tubuh Ayub dan Roni.
Tiba – tiba sosok tangan buto ireng itu menghilang, bersama para pengikutnya yg lain. Sampai disekitar mereka suara, dan baunya menghilang semua.

Kini berganti ada sebuah tangan sosok manusia yang mengulurkan tangannya kepada Ayub, dia manarik tubuh Ayub dan Roni,
ia menyeret keduanya hingga ke tanah lapang.

Begitu juga dengan motornya, orang itu menariknya dari jurang dan menyalakannya. Setelah nyalapun motor itu diberikan kepada Ayub. Sosok itu mengenakan topi caping dengan wajah yang ditutupi, ia juga tidak berbicara sepatah katapun.
Jadi Ayub dan Roni sendiri tidak tahu siapa yang membantunya malam2 begini ditengah hutan.

Tak berpikir lama, mereka yang sudah dibantu hingga bisa naik motor berdua mulai bersiap melanjutkan perjalanan. Sosok itu hanya menunjuk sebuah arah jalan keluar dari hutan ini.
Ayub hanya bisa berdo’a, dan memacu motornya kembali dengan pelan, sebab kondisinya sehabis jatuh kejurang membuat tubuhnya sakit semua. Kini Ayub membawa Roni juga tak memungkinkan lagi kalau dipakai untuk ngebut.

“Ya allah paringi kulo selamet” (Ya allah beri saya selamat)
ucap Ayub ditengah – tengah perjalanan.

Mereka berdua terus menyusuri jalan yang menurun digunung mencekam itu, hingga mereka sampai digunung kedua. Ayub kembali menghentikan motor kembali, karena jalan itu tebelah menjadi tiga,
padahal seingatnya jalan ini adalah satu-satunya dan tak ada cabang jalan lain. kali ini Ayub kembali melantunkan do’anya cukup lama. Hingga beberapa jam, sampai akhirnya jalan yg didepannya perlahan kembali menjadi satu.

Dirasa sudah aman Ayub kembali melanjutkan perjalanan.
Hingga sampai benar-benar keluar dari dusun tersebut.

Tak terasa mereka akhirnya bisa sampai dikantor kecamatan,mereka sampai sekitar jam 5 pagi. Perjalanan yang sebenarnya dekat menjadi jauh dikarenakan gangguan yang luar biasa menimpa mereka.

Pagi menjelang,
sejenak mereka bersih2 dan istirahat sebentar disamping kantor kecamatan. Baru setelah dua jam, mereka pergi ke terminal kecil yg sudah mulai ramai, tak lupa Ayub menitipkan motor terlebih dahulu diterminal. Barulah dari sini Ayub kembali membopong Roni,
membawanya kedalam bus dan mengantarkannya pulang.

Setelah malamnya Roni pulang di antar Ayub, kondisi posko mulai normal kembali. Deritan rumah kayu dan bau anyir darah mulai menghilang secara perlahan. Semua anggota KKN 113 juga semakin tenang,
tapi untuk Indah sendiri masih sering termenung sendirian dikamar, ia masih tidak terima kehilangan sahabat karibnya.

Pagi hari, Abah mendatangi posko Ayub, setelah tadi malam mendapat kabar dari warga dusun bahwa Roni telah ditemukan.
Beliau datang bersama pak Jatmiko dengan terburu- buru. Sampai dihalaman rumah melihat Agustin dan Pipit yang lagi menyapu abah menyapa mereka.

Abah langsung menanyakan kondisi Roni, dan ingin menjenguk Roni kerumahnya. Agustin meceritakan sedikit kondisi Roni semalam,
& Agustin dkk tidak ada yg tahu rumah Roni.

Abah merasa bersalah atas keterlambatannya menjenguk Roni sampai tidak sempat bertemu dengannya, pak Jatmiko pun demikian.

Agustin dkk sendiri merasa sudah dibantu hampir dua bulan, tidak mempermasalahkan hal ini.
Malah Anggota KKN 113 inilah yg merasa banyak hutang budi kepada Abah dan pak Jatmiko.

Hari terus berjalan, sampai hari minus dua sebelum penjemputan. Pagi hari Ayub baru tiba diposko, dan memberitahukan kepada seluruh anggotanya bahwa pak Rahmad besok jadi menjemput mereka.
Pagi hingga sore hari, setelah seharian selesai berkemas, Ayub berjalan sendiri memutari poskonya sambil memercikkan air yang dibawanya dari rumah. Ia berjalan sambil komat kamit dibantu Joko.

Malam hari, udara dingin dan kabut tebal tetap menyelimuti dusun Matahari.
Malam itu evaluasi terakhir tidak ada keganjilan lagi yang menimpa mereka, malam terakhir diisi dengan sedikit senyum dan kelegaan hati penduduknya.

Setelah persiapan sudah matang untuk acara besok, mereka semua langsung kembali kekamar masing – masing dan tidur.
Baru dapat satu jam mereka tidur, Ayub mulai mendengar suara. Tok..tok..tok, Suara ketukan dari pintu depan. Ayub pun diam saja, hingga ketukan itu berlanjut di pintu belakang.

Ayub tetap diam mendengarkan suara itu,
tapi lama kelamaan suara ketukan dari depan dan belakang rumah terus bersahutan. Begitu juga bau amis mulai melanda disetiap sudut rumah. Hingga Jokopun yang tidur disamping Ayub terbangun dan melirik kepada Ayub.

“Suara apa Yub” tanya Joko
“Orang ngetuk pintu? iya, aku tahu Jok ini bukan orang, jadi kamu diam saja. Gak usah dihiraukan, lebih baik kita tidur saja dimalam terakhir ini”

“Iya Yub”

Malam itu terlewati tanpa ada serangan–serangan lagi dari penduduk tak kasat mata lembah dan gunung matahari.
Menjelang pagi, sayup-sayup suara adzan terdengar, meski tanpa pengeras suara. Suara itu terdengar ditelinga Ayub meski lirih. Ayub sendiri bangun dan sholat subuh berjama'ah dimasjid sendirian, tapi dalam barisan shaf ia sudah tidak menemukan ustad Ali lagi.
Sepulang dari masjid ia mendapati semua penduduk posko sudah bangun, mereka mulai mandi bergantian dan berkemas.

Pagi yang ditunggu oleh peserta KKN 113, setelah sarapan mereka merapikan peralatan dan barang bawaan mereka semua. Sambil menunggu pak Rahmad menjemput,
mereka semua berkumpul diruang tamu dengan senyum berharap semua kegiatan dilembah ini cepat berakhir.
Jam 08.00 pak Rahmad datang dengan pak Jatmiko menuju posko. Senyum bahagia terpancar dari rona wajahnya. Beliau duduk sejenak diruang tamu bersama pak Jatmiko.
“Gimana kabarnya semua?” tanya pak Rahmad

“Alhamdulilah baik pak” Jawab Bahdim

“Sehat? semua sudah siap?” tanya pak Rahmad kembali

“Sehat, iya pak” jawab mereka bersama

Seketika pak Rahmad memandangi Anggota kelompok 113 sejenak,
dengan pandangan cepat, pak Rahmad menghitung jumlah mahasiswa binaannya.

“Loh kok cuma delapan, satunya mana?” tanya pak Rahmad

“Iya pak, kemarin lusa Roni pulang duluan soalnya sakit” jawab singkat Ayub

“Oooh, ya....ya, ya sudah kalau begitu.
Ayok kita berangkat sekarang” ajak pak Rahmad
“Mari pak” sahut angggota KKN 113 saling bersahutan.

Tanpa basa – basi mereka langsung pergi menuju kerumah pak Jatmiko sejenak, mereka dengan cepat melakukan seremonial acara perpisahan.
Terutama sama bu Ratmi yg selama ini baik hati kepada mereka, dan mereka semua juga sudah menganggap bu Ratmi sebagai ibu sendiri. Setelah acara selesai tak lupa pihak kampus yang diwakili oleh pak Rahmad memberikan kenang-kenangan kepada pak Jatmiko sebagai ucapan terima kasih.
Barulah selepas acara singkat dirumah pak Jatmiko, mereka berjalan menuju rumah Abah. Sesampainya dirumah sesepuh dusun yang bersahaja, mereka semua disambut oleh Abah dengan senyum bahagia dan segala kebaikannya.

Semua anggota KKN 113 merasa berterimakasih juga,
atas bantuan yang selama ini diberikan oleh abah Kanigoro. Kalau tidak ada beliau, mereka sudah tak tahu nasib mereka akan berakhir seperti apa di dusun Lembah Matahari. Disini tak lupa pak Rahmad juga memberikan bungkusan sebagai tanda terima kasih kepada beliau.
Hal ini disambut baik oleh beliau, dan abah yang baik hati tak segan untuk ditempati kembali dusunnya untuk KKN. Diakhir pembicaraan itu abah berpesan.

"kalau ada waktu, silahkan main kesini lagi pak, mas,mbak"

"Ya bah, tenang saja. Kami pasti kembali kesini kok" Jawab Bahdim
"Saya terima kasih banyak, sekarang saya pamit pulang dulu" pamit pak Rahmad

"Oh ya pak, hati – hati ya, saya tunggu bener lo"

Barulah mereka pamit undur diri dari dusun Lembah Matahari ini.
Akhir bulan Agustus menjadi hari yg bahagia dalam hidup Ayub dan anggota KKN 113, karena bisa lepas dari cengkraman dan teror penduduk dunia lain Lembah Matahari.

Kini mereka benar2 meninggalkan dusun dengan adat, menatap Matahari di pagi dan sore hari, bagi sebagian warganya.
Meninggalkan bau aroma kemenyan merah yang terbakar disebagian rumah penduduk, dengan "Benggolo" berukir mataharinya.

Dan tak akan mendengar salah satu gumaman mereka “Hyang ARGOSURYO abi hang arso krantosan” dipagi hari dan sore hari.
Keluar dari rumah abah, mereka diantarkan oleh beberapa warga dusun. Mereka dibonceng dengan wajah ceria hingga sebrang sungai.

Disanalah Elf mereka sudah stanby, setelah semua barang masuk serta seluruh anggota Ayub, baru mereka mulai meninggalkan dusun Lembah Matahari.
Pengakuan dari mereka yg masih hidup, mengungkap sisi gelap mereka.

"ARGOSURYO"

@bacahorror #bacahoror #argosuryo
Baik, saya akan mulai up pelan-pelan di malam Jum'at yg berkah ini. Dithread "Argosuryo" ini mohon jaga emosi, dan kami tidak ada niatan apapun kepada pihak manapun. Kami hanya ingin berbagi pengalaman, tidak lebih.
Roda Elf terus berjalan menyusuri jalanan ditengah hutan pegunungan, beberapa jam kemudian mereka sampai di Kantor Kecamatan.

Rombongan kelompok KKN binaan pak Rahmad sejenak mengikuti acara pelepasan dari pihak kecamatan dan desa, kepada pihak kampus.
Sekian jam mereka ikuti acara simbolis tersebut. Siang menjelang sore, acara dikecamatan selesai. Para peserta KKN berhamburan menuju terminal dekat kecamatan, sebagian dari mereka dijemput oleh keluarga.

Begitu juga dengan kelompok Ayub, mereka semua pergi ke terminal.
Semua anggotanya naik bis sesuai jurusan kota kelahiran, sampai ditujuan mereka menikmati rasa lelah selama tiga hari dirumah masing-masing.

Hari ketiga setelah dirumah, Ayub membuat grup WA. Didalam grup ia menambahkan sembilan nomor, Tapi ponsel Roni sendiri masih ia bawa.
Awal mula Ayub didalam grup menanyakan kabar semua anggotanya sebagai kata pengantar, baru kemudian dia mengungkapkan maksud dari obrolan digrup. Keinginan Ayub sebenarnya mengajak semua teman-temanya satu kelompok untuk membesuk Roni.
Membaca pesan ajakan ini, mereka semua yg berada didalam grup tidak ada yang keberatan. Malah yg ada, rasa penasaran kepada Roni, sebab selama menghilang satu bulan lebih, belum ada yg tahu dia sebenarnya berada dimana? Bahkan Ayub sendiri yg mengantar Roni sampai rumahnya,
belum sempat diberitahu saat ia menghilang. Diakhir percakapan, mereka semua sepakat untuk menjenguk Roni seminggu kemudian. Tapi sebelum kerumah Roni, Ayub meminta semua anggotanya berkumpul dirumahnya terlebih dahulu, biar bisa berangkat kerumah Roni secara bersama-sama.
Waktu tak terasa terus berjalan seiring kesibukan pribadi masing-masing.

Tepat satu minggu, usai janji yg sudah disepakati di grup. Hari yang dijadwalkan telah tiba, satu persatu anggota KKN mulai berdatangan kerumah Ayub. Siang hari, ketujuh orang anggota KKN 113,
sudah berkumpul di rumah Ayub, beberapa jam kemudian temu kangen dan rindu sebagai teman sudah terobati, Ayub sebagai tuan rumah mengajak semua anggotanya makan siang terlebih dahulu.

Hidangan yang berbeda dari hidangan dilokasi KKN pun menjadi bahan candaan.
Tak begitu lama makan siang yang nikmat pun usai, kini mereka besiap berangkat ke rumah Roni, sebelumnya sejak pagi buta Ayub sudah menyiapkan dua mobil digarasinya.

Mobil – mobil yang sudah disiapkan dari pagi langsung diisi oleh ketujuh anggotanya.
Kini mereka memulai perjalanan yang terbagi menjadi dua rombongan. Perjalanan siang hari ditempuh cukup jauh, dengan menyusuri jalanan nasional, hingga jalanan dalam kota yang padat dan ramai. Sekitar dua jam perjalanan ditempuh akhirnya tibalah mereka ditujuan.
Rumah Roni yang berbeda kota dengan Ayub sudah dihadapan mereka. Tepampang didepan mereka sebuah rumah berpagar besi berdinding tembok, bangunan rumah yang nampak tua dengan warna cat putih yang sudah kusam memudar, dan bentuknya mirip rumah peninggalan jaman Belanda.
Ayub parkir terlebih dahulu dipinggir jalan. Ia keluar dari mobil duluan dan langsung menuju gerbang rumah Roni.

“ Assalamu'alikum, Ron...Ron...Roni?” salam Ayub

Sementara teman-temannya yg lain mengikuti Ayub dari belakang. Sekian menit keluarlah sosok yang pernah Ayub kenal,
beliau berjalan tertatih dengan kaki sebelah yg pincang. Ia berjalan pelan menuju gerbang dengan senyum.

“Kreekk!!!” Suara pintu yg di buka, setelah terbuka terlihat dengan jelas sosok pria dengan berpakaian putih, berkopyah putih serta bertumpu pada tongkat kayu ditangannya.
“Walaikumusalam”, jawab seorang pria dengan suara yang fasih dan suara itu sangat tidak asing didengar Ayub.

Ketika pintu terbuka beribu pertanyaan terlintas dibenak seluruh anggota KKN 113, spontan dua rombongan ini terkejut.

“Ya Allah!Ustad Ali? Ustad kok ada di sini?”
tanya Ayub yang terkaget-kaget, begitu juga dengan teman-temanya yg lain.

"Loh kok" gumam Rian

“Nanti saya jelaskan mas, monggo masuk dulu” ajak ustad Ali dengan ramah, mereka pun masuk mengikuti arahan ustad Ali.

Ruang tamu yang luas beralas tikar,
sudah dihamparkan keseluruh sudut ruang oleh ustad Ali. Minuman kemasan segera bergeser dan dihidangkan keseluruh tamu yg datang, sebelum ada pembicaraan.
Semua masuk dan duduk melingkar diruang tamu dengan ribuan pertanyaan. Diwaktu semua tamu sudah duduk dengan tenang,
dan terkondisikan, pertanyaan mulai dilemparkan.

“Roni dimana pak?” Tanya Joko

“Masih mandi mas” jawab ustad Ali

“Darimana bapak tahu rumahnya Roni? Apa maksudnya bapak dengan semua ini?” Tanya Joko agresif dengan sedikit membentak

“Bapak sudah membuat kami celaka,
berani – beraninya masih mengikuti Roni? Apa masih kurang korban yang mau bapak ambil?” Tuduh Bahdim

“Jangan berlagak sok alim disini pak?” Ancam Joko

“Sebentar mas, sampean semua tenang dulu. Sekarang saya ceritakan dari awal biar semuanya jelas,
dan tidak ada fitnah diantara kita?” Tutur ustad Ali dengan tenang

“Untuk masalah teman sampean yg meninggal, mbak Rosa. Sebenarnya siang itu saya membuang takir tsb bertujuan untuk menghidarkan mbak Rosa dari bahaya. Takir yg saya buang itu, sebelumnya ditaruh anak buah Abah.
Saya gak mau ada kejadian seperti dua tahun sebelumnya terulang, saya sendiri sudah tinggal cukup lama didusun Lembah Matahari. Jadi saya paham apa saja yang dilakukan oleh abah dan pengikutnya. Khususnya perlakuan terhadap mahasiswa–mahasiswa KKN,
mulai dari sebelum sampean – sampean ini datang kedusun.

“Jangan asal nuduh pak! Selama ini kita dibantu sama abah. Tidak cuma uang, tapi keselamatan kita juga. Bapak sendiri didusun sudah terkenal mencuri? Sekarang mau bilang apalagi pak?” Sela Bahdim dengan suara keras
“Iya pak jangan nuduh sembarangan abah ,pak Jatmiko dan warga dusun sudah sangat baik pada kita. Kita semua ditolong tanpa pamrih.” Tandas Joko

“Sudah...sudah, disini kita silaturahim. Kita niatnya kesini ingin mengetahui keadaan Roni sebenarnya,
sambil nunggu Roni biar penjelasan dari ustad Ali dilanjutkan” pinta Ayub

“Jadi gini mas! saya lanjutkan, dua tahun lalu juga ada mahasiswa yg KKN ke dusun kami juga. Salah satu dari mereka ada yg meninggal dijembatan, persis kejadiannya sama yang dialami mbak Rosa.
Mahasiswa yg meninggal dijembatan itu, sebelumnya juga ada takir yg sudah diletakkan diujung jembatan oleh abah. Dia meninggal karena kecelakaan dijembatan juga, sama dia juga tidak ada bekas luka apapun!!!”

"Saya berani bersumpah krn melihat dengan mata kepala sya sendiri,
saya tidak bohong mas, dua tahun lalu abah sendiri menaruh takir itu! Sebab waktu kejadian, saya sendiri sedang mancing disungai. Persisnya saya dibawah jembatan, jadi saya tahu betul apa yang dilakukan abah"

"Sekarang untuk kematian mbak Rosa!!!
takir itu terlebih dahulu ditaruh oleh abah di ujung jembatan, saya yg mengetahui hal ini berusaha dengan cepat mengambil dan membuangnya kesungai.

Saya tidak ingin kejadian dua tahun lalu terulang kembali, tapi apa daya setelah saya membuang takir, mbak Rosa tetap celaka.
Niat saya ingin menolong mbak Rosa, tapi setelah kematian mbak Rosa malah saya mendapatkan fitnah serta amukan sedemikian rupa dari abah dan para pengikutnya.

“BOHONG!!!, terus kenapa waktu dilokasi arung jeram kamu lari!!!” Bentak Bahdim

“Sudah Dim, kamu diam dulu.
Biar dilanjutkan ceritanya ustad Ali ”Sahut Ayub yg berusaha menenangkan emosi Bahdim disebelahnya.

Untuk pertemuan kita disungai yang akan dipakai arung jeram mas Rian, saya mohon maaf. Saya tidak bisa menjawab waktu itu. Sewaktu kalian datang,
saya sengaja lari sebab saya takut ketahuan dan tertangkap lagi sama warga pengikut abah. Saat itu juga sebenarnya, saya juga habis melarikan diri dari sekapan abah dihutan oleh para pengikutnya.

Sejujurnya saya disungai, ingin menolong mas Rian,
karena saya tahu abah sudah mengincar mas Rian sebenarnya.

Perlu kalian tahu, sebelum kalian semua tiba didusun Lembah Matahari, abah Kanigoro dan pak Jatmiko mendatangi saya kerumah. Mereka berdua mengatakan kpd saya bahwa ada anak–anak KKN yg akan datang dari kota datang.
Lalu saya diancam untuk tidak ikut campur urusan mereka, selama ada anak KKN di dusun. Jika saya menolak perintah mereka, saya akan dibunuh abah beserta pengikutnya.

“BOHONG!!! Abah itu baik banget pak sama saya dan kawan – kawan. Jangan keterlaluan kalau memfitnah abah”
bentak Indah yang sudah emosi

“Sudahlah Ndah, kamu sementara diam. Biarkan ustad Ali bercerita dulu sampai selesai” redam Ayub kembali

“Lanjutkan pak” pinta Ayub yang penasaran

Tapi cerita pengakuan dari ustad Ali terhenti, ketika Roni yg habis mandi dan berpakaian rapi,
telah berdiri didepan pintu ruang tamu. Ia tertegun melihat tamu yg datang sambil menghentikan tangannya sedang menyisir rambut. Roni mengetahui tamunya ini adalah teman-temannya KKN, rasa kaget, haru serta bahagia membuat dirinya tersenyum.
Tamu yang tak disangka-sangka olehnya kini sudah berkumpul diruang tamunya.

“Alhamdulillah teman-temanku”sambut Roni dengan muka terkejut dan bibir tersenyum

Tubuhnya Roni sore itu masih terlihat kurus namun sudah terlihat segar dan ceria kembali,
Roni langsung berjalan dan bersalaman kepada semua temannya. Lalu ia ikut duduk bersama-sama diruang tamunya yang sederhana.

“Kok kalian datang nggak bilang-bilang? kalau bilang kan aku bisa siap-siap” Ucap Roni

“Nggak usah repot – repot Ron,
kami disini ingin melihat keadaanmu dan ingin menanyakan sebenarnya apa yang terjadi waktu kamu hilang? Jujur kami penasaran! Kenapa kamu kok bisa hilang sampai ke atas gunung? kemana saja kamu selama ini?” kata Ayub penuh selidik

“Jadi begini teman-teman,
aku sebelumnya minta maaf. Karena sering menakuti-nakuti kalian waktu KKN, walau hanya sebatas bercanda. Aku merasa ketika masuk ke lokasi KKN, aku mulai merasakan banyak yg aneh. Sebab sebelum pergi KKN aku mimpi buruk tentang makhluk-makhluk akstral penghuni lembah itu”
“Loh kok sama, aku juga...aku juga....aku juga” sahut teman-teman KKN Roni bergantian, tapi tidak dengan Bahdim. Kenyataannya yang dialami, malah ia selalu mimpi indah tentang lokasi lembah Matahari.

“Ketika masuk kedesa, aku melihat banyak sosok makhluk yang mengerikan,
semua sosok itu terlihat sangat jelas di mataku & sama dengan mimpi sebelum aku berangkat KKN. Tapi niatku waktu itu bukan menakuti kalian semua. Namun aku hanya ingin mengingatkan teman2 semua agar lebih berhati-hati”

“Malam waktu aku pergi dari posko, ketika kalian marah,
Setelah aku berjalan keluar perasaanku ingin pulang saja bawaannya. Dengan perasaan kesal dan benci sama kalian semua, aku nekat berjalan sendirian menyusuri jalanan dusun tak tentu arah. Hingga aku sampai digang jalanan masuk ke hutan larangan,
memang malam itu aku sempat bertemu dengan ustad Ali.

Beliau yg tahu aku berjalan sendirian, langsung menyuruhku segera kembali keposko saat itu juga. Tapi aku yg sudah marah tak menghiraukan saran ustad Ali, sampai aku sempat sedikit cek cok dengan beliau. Mau gimana lagi,
aku kan tidak percaya,padahal kata ustad Ali malam itu adalah malam yg dikeramatkan warga.Tapi sebenarnya kata ustad Ali, malam Jum’at kliwon itu hajat abah untuk melakukan ritual persembahan

“Maksudmu gimana Ron?”Tanya Joko

“Lalu gimana ceritanya kamu bisa di atas gunung Ron,
apa ustad Ali yang membawamu?” Tanya Joko lagi, dengan wajah yg masih geram melihat ustad Ali.

“Tidak...tidak Jok, malah ustad Ali inilah yg ingin menolong kita semua.” Jelas Roni

“Jadi setelah aku mengabaikan nasehatnya, aku yang bebal dan keras kepala ini terus berjalan.
Sewaktu mau sampai di jalan masuk hutan larangan, aku melihat ada orang-orang yang memakai tudung dan berjubah merah berjalan masuk menuju hutan larangan, mereka bergerombol sambil membawa obor ditangannya. Rasa penasaranku waktu itu sangat tinggi,
bodohnya aku secara tak sadar mengikuti mereka, karena rasa penasaranku sudah tak terbendung lagi.

Sampai akhirnya aku tetap menguntit mereka, dan mulai masuk kejalan setapak menuju hutan larangan. Aku berjalan mengikuti dibelakang mereka secara sembunyi2,
dan sesekali menghilang dibalik semak semak jika dari salah satu mereka ada yang menoleh kebelakang.

Perjalanan mereka cukup jauh entah berapa jam aku mengikuti mereka dan melewati jalanan setapak yang licin itu. Hingga akhirnya terlihat semua obor yang mereka bawa,
ikut masuk bersama mereka kedalam sebuah gua.

Aku tetap mengikuti mereka krn semakin penasaran tentang apa yg akan dilakukan mereka, sampai pada akhirnya posisiku berjarak dua puluh meter dari mulut gua. Saat itu, aku bersembunyi dibalik pohon besar,
sambil memperhatikan apa yang mereka lakukan. Tapi sewaktu mengamati pintu gua, bau amis datang dari atas kepala dengan cepat hingga menusuk hidungku. Sedang tengkuk belakang kepalaku seperti ada yang menggerayangi dari atas pohon. Spontan aku merasa risih dan mulai merinding,
kepalaku mendongak keatas. “Haaaaahhhh” Dia yg sudah dekat dengan wajahku membuka mulut lebar2, sepertinya ia ingin memakanku saat itu juga.

Ternyata diatas pohon ada sosok manusia yg sangat besar memakai tudung hitam dan jubah hitam. Kepala sosok itu berhadapan dgn wajahku,
sangat dekat. Wajah sosok manusia itu berkulit hitam pekat dengan mata melotot memerah darah, sedang ototnya yang berwarna hijau menyembul dikulit wajahnya. Sedangkan darah kental kehitaman mengucur dari celah mata, hidung dan mulutnya.

Spontan dengan reflek tinggi,
aku berbalik arah dan berlari meninggalkan teritori gua dalam hutan. Tapi sosok manusia bertudung hitam itu terus mengejarku. Dia mengejarku dengan cara berpindah pindah dari pohon satu kepohon yg lain. Sosok ini seperti sedang melakukan teleportasi saat mengejarku,
sekian lama aku berlari semakin aku tak tahu jalan pulang.

Hingga berapa jauh dan berapa lama berlari aku sudah tak ingat lagi. Sekian lama aku berlari, tiba – tiba sosok yang mengejarku tadi sudah berdiri melayang diatas semak-semak,
sedang jubah dan tudungnya hitamnya mengeluarkan kabut hitam tipis. Kakinya tidak menyentuh dedaunan, hanya lambaian kain berkabut hitam tipis yg terlihat. Saat itu akupun berhenti, dan mulai mundur pelan – pelan mau balik arah dan lari. Tapi sosok itu,
seketika langsung membuka mulutnya lebar-lebar hingga mulutnya seperti sobek dan mengeluarkan kabut hitam dengan cepat.

“Huaaaaahhhh” suara dari sosok itu yang berteriak keras dihadapanku.

Entah apa yang terjadi dengan telingaku ? seketika itu juga ada suara,
“Ngiiiiiingggggg” hingga dengungan yang kencang menyambar kedua telingaku sampai kepalaku langsung pusing, badanku berkeringat dingin, lemas dan seketika itu aku jatuh tersungkur hingga tak sadarkan diri.

Saat aku tersadar, aku sudah duduk diatas semak-semak lereng gunung,
tubuhku sudah terikat tali tambang, begitu juga mulutkupun sudah disumpal oleh kain. Kepalaku yg sudah mulai berkurang pusingnya, lama2 aku sadar akan keberadaanku yang sudah tak berdaya.

Otakku perlahan mulai bekerja mengolah dan mengingat apa yang sebenarnya terjadi.
Hanya mataku pelan-pelan terbuka mulai mengamati dua orang yg sudah ada didepanku, ternyata mereka menunggu aku tersadar. Aku sendiri tak tahu siapa sebenarnya mereka, sebab awalanya aku juga tak mengenal wajah mereka malam itu. Tapi aku merasa tak asing dengan kedua orang ini,
ya mereka adalah warga dusun Lembah Matahari. Setelah mata ini benar-benar terbuka dan sadar, aku langsung diseret dan dipaksa untuk berjalan kaki mengikuti mereka. Waktu berjalan baru beberapa meter aku berontak ingin melepaskan ikatan dan seretan mereka,
“Buk...Buk...Plak...plak, cepet mlaku. Ojok manja” (cepat jalan! Jangan manja) bentak mereka, saat itu juga bogem mentah langsung mendarat dikepala dan tubuhku. Aku yg tak berdaya dengan tubuh sudah lemas terpaksa mengikuti seretan mereka untuk terus berjalan naik ketas gunung.
Sepanjang jalanpun aku harus sering menerima pukulan – pukulan keras dari mereka. Tahu sendiri kan pukulan dari pekerja kebun kerasnya kayak apa, satu pukulan saja bikin puyeng.

“Iya...ya terus?” sahut Joko

Aku sendiri tak sadar, darah dari wajahku ini sudah banyak mengalir,
tapi aku tetap berjalan dengan terpaksa. Perjalanan panjang malam itu sungguh melelahkan, aku sendiri sempat mau pingsan dengan medan jalanan yang berat seperti itu. Tapi sewaktu tubuhku mau roboh tendangan mereka lagi2 langsung menghujam ketubuhku.
Lama perjalanan sampailah aku bersama dua orang tadi sampai di sebuah jalanan menuju sebuah gua.

Dari jarak dua puluh meter dari mulut gua, sudah ada cahaya kekuningan obor menyambut dari dalam, di tengah mulut gua ada sosok yang sangat aku kenal.
Dia memakai tudung merah dan jubah merah. Aku terus berjalan dalam keadaan terikat hingga terlihat jelas sosok itu adalah Abah Kanigoro yang sedang menyambut kedatangannku. Waktu dimulut gua aku berhenti sejenak, goa itu bau anyir, bau amis dan busuk sangat kuat.
Bekas darah ayam banyak melukis dinding – dinding mulut gua secara tak beraturan, serta bangkai dan tulang hewan berserakan dimulut guanya.

Belum sempat bicara, aku yang sudah berdiri didepan Abah, ia langsung memukul perut dan kepalaku dengan cepat.
Bahkan dua orang yang mengikutiku tadi ikut memukulku berulang-ulang. Hingga aku muntah darah bercampur kelopak bunga. “Wes ndang melbu, gak usah ngelawan” (sudah cepat masuk, tidak usah melawan) ucap abah dengan tenang.

Aku dengan kondisi yang sudah tak berdaya,
akhirnya dibawa masuk kedalam gua, tubuhku didudukkan pada sebuah kursi kayu besar. Dibelakang kursi ada ukiran lambang matahari yang sangat besar, dan tulang belulang yang ditumpuk menggunung. Selepas aku sudah duduk, mereka berdua langsung mengikat kedua tanganku.
Dalam posisi terikat, mereka berdua memandangi aku sejenak, abah dari mulut gua berjalan kearahku dan ikut melihat kondisiku. Aku heran akan keberadaan sosok abah yang sudah ada digua ini, dengan rasa penasaran yg sdh tak terbendung aku memberanikan diri untuk bertanya.
“Abah kok bisa disini?”

“Hee...heee...heee..heee” jawab abah dengan tawa tipisnya yang sinis memandangku.

Tak lama kemudian, dari mulut gua banyak orang memasuki gua ini, yang lebih mengagetkan aku ialah sosok pak Jatmiko.
Dia langsung berjalan santai mendekat disamping Abah. Aku sendiri hanya diam tertunduk dengan rasa takut dan kecewa atas yang mereka perbuat terhadapaku. Abah berbalik arah dan berbicara kepada pak Jatmiko.

“Piye bah, wes beres?” (Gimana bah, sudah beres?) tanya pak Jatmiko
“Beres, ramuten koyok biasane. Iki bagianmu”( Beres, Rawatlah seperti biasanya. Ini bagianmu)

“Yo bah” (Ya bah) jawab pak Jatmiko

Seketika itu pak Jatmiko menggambil cawan berwarna kuning disebuah altar yang berada didepanku.
Cawan kuning itu disekelilingnya ada ukiran berbentuk matahari, dengan cepat pak Jatmiko menggambil air diparit kecil yang mengalir didalam gua. Lalu pak Jatmiko mendoakan air itu, setelah didoakan. Mulutku dipegangi dua orang tadi hingga menganga lebar. Aku sempat berontak,
tapi apa daya semakin aku berontak. “Ojok rewel, ombe’en blok” (Jangan bawel, minum bodoh) bentak pak Jatmiko, pukulan dan cacian kembali dilayangkan kekepala dan tubuhku.

Mereka memaksaku untuk membuka mulut, setelah berhasil mulutku dibuka.
Dengan cepat pak Jatmiko memasukkan air itu. Akupun terpaksa menelan air nya, mau memuntahkan juga takut. Selepas acara minun air selesai, kini aku disiram beberapa kali oleh pak Jatmiko dengan cawan yang tadi dibawanya.

Habis minum dan disiram air oleh pak Jatmiko,
ada yang aneh pada diriku, mataku seketika mulai menjadi kabur. Seperti ada kabut yang menyelimuti pandanganku, semua bentuk benda didepanku menjadi samar dan berkabut, termasuk semua orang – orang yang berada didalam gua. Setelah itu aku ditinggal sendirian didalam gua.
Di dalam gua, ada dua obor yang menemaniku siang dan malam, dan beberapa tengkorak manusia dipajang dibawah obornya. Serta sosok buto ireng bertanduk dengan jumlah sangat banyak, mereka berjajar disamping kanan kiriku untuk berjaga dan selalu siaga.
Tiga hari berikutnya, disaat kedatangan abah dan pak Jatmiko aku di paksa meminum kembali air iblis racikan abah. Pada waktu mereka datang, mereka membawa satu nampan nasi dengan lauk bunga melati, dan seekor ayam cemani.

Ritual mereka dimulai, setelah semua mantra dirapal.
Pak Jatmiko menggigit leher ayam cemani itu sampai mati, sedang darahnya yang mengucur langsung dimasukkan kedalam cawan. Darah itu dicampur dengan air dari parit kecil didalam gua.

Baru setelah itu, minuman yg sudah bercampur darah ayam kemudian didoakan pak Jatmiko,
sampai akhirnya aku dicekoki air iblis itu kembali. Hal semacam ini terus berlangsung selama aku disana, untuk makannya aku dijejeli nasi bercampur bunga melati. setelah mereka pergi aku harus makan dinampan seperti anjing ketika kelaparan, krn tanganku tetap terikat dikursi.
Satu ketika aku mendengar, rencana abah sewaktu bicara sama pak Jatmiko dimulut digua. Aku yang sudah disucikan akan dijadikan persembahan bulan depan, tepat malam satu suro (ditahun 2017 kira-kira sekitar tanggal 11 September).

Menurut pembicaraan mereka,
acara ritual rutin mereka ialah membakar hidup-hidup aku di dalam gua ini, karena altar terbuat dari batu andesit didepanku sudah disiapkan. Begitu dengan kayu, kemenyan dan bunga melati akan ditabur kesekujur tubuhku disaat acara persembahan.
Mendengar rencana mereka aku semakin sedih, takut dan kalut. Setiap hari aku hanya bisa menangis sedih meratapi akhir nasibku yang tragis ini.

Didalam gua aku terus memikirkan kalian semua, aku yang sudah tahu jati diri mereka sangat kuatir sama kalian semua didusun.
Sebab sebagian penduduk itu bersekongkol mau membunuh kita semua. Setiap malam juga, aku selalu di hantui dan di teror oleh ingon-ingon abah dan pak Jatmiko yang berbau sangat amis. Mereka tiap malam ingin segera memakanku hidup-hidup tapi mereka terhalang sesuatu,
jika mereka sedikit mendekat kearahku ingon-ingon abah akan terpental dengan sendirinya. Itu semua karena perjanjian abah dengan para iblis yang menjaga digua, sebab waktu persembahan belum tiba pada waktunya. Jadi usaha mereka selama sebeluan lebih itupun sia - sia.
waktu itu aku yg sudah ketakutan rasanya ingin cepat mati saja, sampai aku kepikiran apakah aku bisa bertemu adikku kembali, karena adikku satu – satunya bergantung hidup padaku. Apalagi ayah ibukku sudah meninggal, saudara-saudara sepupuku juga jauh-jauh semua.
“Elsa!!! Belikan es ya dek, ke mbak Ni sebelah rumah” Teriak Roni dengan memanggil adik kesayangannya.

“Iya mas” jawab adiknya Roni yang berada di kamar.
Lalu Elsa keluar untuk membeli es.

“Kok bisa ya pak Jatmiko sama abah seperti itu, saya tidak habis fikir” celetuk Indah
“Anjing Jatmiko, abah ancoookkk!!! Piye diparani sak iki wae, nek ngene ceritane? Bangsat wong –wong iku“ (Anjing Jatmiko, abah ancokkk!!! Bagaimana didatangi sekarang saja, kalau begini ceritanya? Bangsat orang -orang itu! sahut Joko dengan emosi.

“Sabar-sabar Jok.
Aku juga gak terima, kita dua bulan sudah dibuat kayak gini, sampai Rosa juga meninggal mungkin juga karena ulah abah itu. Jok duduk dulu, sabar” kata Ayub.

“Iya mas, sabar. Yang penting kalian semua sudah selamat. Saya sarankan jangan kembali ke dusun itu mas,
sebab Abah itu orang sakti. Setiap orang masuk kedusun pasti akan kena sirepnya terlebih dahulu. Ya pada akhirnya mereka nurut sama abah, saya sarankan mas Joko sama yang lain melupakan semua kejadian didusun. Ini semua demi kebaikan kalian,
lebih baik lupakan semua kejadian didusun mas” tutur ustad Ali

"Bener Jok kata ustad Ali, mending kita biarkan saja. dari pada kita bunuh diri jika kita kembali kesana " terang Roni

"Tapi...?" sahut Joko

"Sudah Jok, ini semua demi kebaikan kita bersama" Jelas Ayub
“Tapi Jok, ada yang lebih tidak aku sangka lagi” kejut Roni,

“Kenapa Ron?” jawab Joko serius

“Ketika aku di gunung, aku kan di jejali nasi bercampur bunga melati, didalam rombongan itu ada seseorang yang aku kenal. Aku sangat tidak menyangka karena orang itu,
dia sangat dekat denganku, sangat dekat juga dengan kita. Dia malah tertawa puas ketika aku di jejali nasi bercampur bunga bunga melati! Itu dia di sebelahmu,
Bahdim!!!!! Asuuuuuuu koen diiiimmmmmm!! "Tego koen ambek aku, koncomu seperjuangan. Tego koen jancok!!!”
(Tega kamu sama aku, temanmu seperjuangan. Tega kamu jancok!!!) Bentak keras Roni, yang langsung berdiri, berlari dan meluncurkan kepalan tangannya untuk menghantam wajah Bahdim.

Mendengar pengakuan Roni barusan, semua yang berada diruang tamu ikut geram.
Joko sendiri yang berada di sebelah Bahdim spontan ikut menghantam wajahnya Bahdim, begitu juga dengan Rian.

“Buukk..bukkk..plak” semua pukulan dan tendangan menuju tubuh Bahdim bertubu-tubi membabi buta.

“Aduh...Aduh...Aduuuhhh,
ampun Jok, Yan saya khilaf” rintih Bahdim yang sudah tergeletak membungkuk dilantai.

Belum selesai Bahdim bicara, Rian kini berdiri dan menginjak perut Bahdim. Pada saat itupun Bahdim muntah karena pijakan keras Rian, keriuhan itu terus berjalan lama dan tak ada yang memisah.
Rasa sakit yang mereka derita selama dua bulan tak sebanding dengan rasa sakit yang di alami Bahdim sore itu. Namun ketika kondisi Bahdim semakin tak berdaya, di situ Ayub datang dan menghentikan amukan mereka.

“Sudah...sudah Jok, Yan, Ron...sudah” kata Ayub,
sambil memegangi & menghentikan ketiga teman-temannya yang menghajar secara berramai-ramai.

Setelah puas dengan amukannya, Mereka bertiga di tarik menjauh dari Bahdim. Sesudah mereka menjauh, Bahdim kini terkapar namun masih sadar, dan didudukkan serta disandarkan ke tembok,
lalu Bahdim di tanya oleh Ayub secara perlahan.

“Kamu kenapa Dim kok jadi seperti itu?” tanya Ayub heran.

Dengan tubuh sudah terkoyak, wajah lebam membiru. Bahdim mulai menjelaskan dengan mulut yang tertatih.

“Jadi sebelumya aku minta maaf sekali lagi teman-teman.
Aku ngaku salah. Semua berawal dari desa asalku, disana banyak teman-temanku yg kebal, selama ini aku di kucilkan teman-temanku jika pulang kerumah karena tidak kebal dan sakti. Nah setelah kejadian Roni kesurupan aku semakin dekat dengan pak Jatmiko dan abah,
dari kedekatan dan keakraban itu mereka mulai menawarkan banyak ilmu, termasuk ilmu kekebalan. Mendengar tawaran ini, aku sangat semangat sekali walau Roni mati nantinya.

“Bangsat kau Dim” bentak Joko

“Apalagi saat selesai acara ritual digua, yg berada diatas gunung.
Abah dan pak Jatmiko, sempat memamerkan kesaktiannya didepanku dan para pengikutnya. Abah yang digdaya menunjukkan ilmunya mulai dari berjalan diatas air dan berjalan diatas daun. Bahkan abah sendiri bisa pergi kemanapun saat itu juga dengan hitungan detik.
Terakhir Abah juga waktu itu menawarkan ilmu agar awet muda dan bisa hidup abadi."

Mendengar penjelasan yang belum usai, Joko langsung menendang Bahdim. “Konco asu koen...cok, matio lak wes” (Teman anjing kamu...cok, meninggalah sudah)

“Mati koennnnnnn!!!
Aku ra terimo suuu!!!” (Mati kamu!!! Aku gak terima njinggg) bentak Joko sambil menendang kembali Bahdim secara bertubi-tubi

“Uhukkk..uhukkk...aduhhh” batuk Bahdim

“Sudah Jok...sudah...cukup” ucap Ayub mencoba melerai dengan kata-katanya

“Aku khilaf Jok, teman - teman maaf,
maaf...maaf. Terakhir sering menghindar dari abah dan pak Jatmiko, sebab aku sendiri mau dibunuh sama mereka.

Terakhir waktu latihan ilmu kekebalan disebelah gua, kulitku masih bisa tergores dan mengeluarkan darah. Kata abah ilmunya tidak bisa masuk,
karena aku tidak ikut mereka untuk menyembah junjungannya yaitu “Argosuryo”.

“Gila kamu dim” celetuk Indah

“Maaf Ndah, sejatinya abah bersama sebagian warga dusun matahari memang menyembah matahari, mereka biasa menyebut sesembahannya dengan “Argosuryo”.
Kalian masih ingat kebiasaan sebagian dari mereka dipagi dan sore hari yang menatap matahari, serta kegiatan mereka yang suka membakar kemenyan merah didalam wadah benggolo kuning! itulah salah satu ibadah mereka.

Disaat aku dipaksa terus menerus untuk mengikuti ajaran mereka,
Terakhir didalam lubuk hatiku menolak, jika aku disuruh menyembah matahari, aku masih waras. Aku masih punya agama. Dan aku sendiri tidak mau jika keluar dari agamaku.

Dihari-hari terakhir nyawaku juga terancam, karena aku yang menolak ajaran abah juga.
Hal ini membuat aku juga menjadi incaran abah dan semua pengikutnya” jelas Bahdim

“Sampai segitunya kamu khianati kami Dim, padahal sebelumnya aku sempat naruh hati sama kamu. Sebab waktu terakhir kamu sangat peduli, perhatian bahkan mati-matian menolong kami.
Tapi kalau sekarang?” kini Agustin bangkit dari duduknya dan mendekati Bahdim ”Bangsat...plak..plak” tamparan keras Agustin ikut mendarat bebas kemuka Bahdim.

Semua yang berada diruang tamu Roni tercengang, untuk sementara mereka semua diam sejenak.
Semua masih berangan-angan, tak habis pikir sebegitunya kelakuan sebagain penduduk dusun matahari. Hingga temannya sendiri tega mengkhianati satu kelompok.
Lama mereka terdiam, hingga emosi mereka semua perlahan mereda, akhirnya mereka kembali duduk ketempat semula.
Roni yang sudah meluapkan emosinya kini kembali melanjutkan ceritanya.

“Jadi sewaktu aku sudah sangat lemah antara sadar dan tidak sadar, aku bersyahadat, sholawat dan terus berdzikir. Sampai aku pasrah jika mati saat itu juga.
Seketika aku berdo’a minta kepada sang ilahi ‘Ya allah kalau memang aku mau engkau ambil, maka cepatkanlah cabut nyawaku. Tapi kalau umurku engkau panjangkan cepatlah keluarkan aku dari sini. Selamatkan aku ya allah”. Setelah itu aku terus menerus berdzikir mengingatnya,
berharap semua ini cepat berakhir.

Lama kelamaan tangannku berontak berusaha membuka ikatan tali ini, sampai ikatan itu mulai kendur hingga benar-benar terlepas. Sadar akan diriku yang sudah bebas. Aku perlahan berjalan keluar dari gua dengan sempoyongan.
Sebab mataku juga masih seperti tertutup kabut. Baru berjalan sebentar kaluar dari gua aku melihat tanah lapang, dan disitu ternyata sudah ada banyak tenda. Nah disitulah aku bertemu sama para pendaki hingga minta kepada mereka untuk diantarkan kembali kedusun.
“Tau kan Yub maksudnya, kenapa malam itu juga aku ingin pulang?” tanya Roni

“Iya Ron, aku paham maksudmu?” sambung Ayub

“Wah kalau tidak pulang malam itu, aku mungkin benar-benar bisa dibunuh sama Bawono dan orang-orang penyembah Matahari” kata Roni
“Terus waktu perjalanan pulang, aku dan Ayub juga merasa banyak serangan dan gangguan dihutan. Semua peliharaan abah dan penyembah matahari datang semua menyerbu kami, ya Yub?” jelas Roni kembali

“Iya bener”sahut Ayub

“Tapi anehnya waktu aku sama Ayub jatuh kejurang,
tiba-tiba ada yang nolong? Mungkin ini sudah ditakdirkan karena semua tidak serta merta kebetulan juga” kata Roni

“Maaf mas Roni, waktu dihutan itu sebenarnya saya” sahut ustad Ali

“Loh...kok diam saja malam itu pak?” Kata Ayub

“Iya, saya gak ingin kalian berdua panik,
banyak tanya dan lama-lama dihutan. Setelah kalian jalan, saya berusaha menyingkirkan Bawono yang mau mengikuti kalian. Saya tahu mas Roni sama mas Ayub malam itu sudah mau dihabisi oleh semua penduduk hutan, tentunya semua penduduk hutan dan gunung itu adalah peliharaan abah.
Semua bawono malam itu, memang sedang mengincar kalian berdua. Nah dari situ saya diam-diam mulai mengikuti mas Roni sampai kerumah ini” jelas ustad Ali

“Saya sendiri mengikuti sampai kerumah mas Roni untuk membantu mengobatinya, saya tidak punya maksud apapun.
Sebab saya sendiri pernah merasakan disekap digua juga, untungnya bisa berhasil melarikan diri. Nah sewaktu dicekoki makanan dan minuman yang sebenarnya racun dan harus segera dinetralisir, jika tidak nyawa mas Roni juga terancam. Semua ini karena saya sudah pengalaman mas,
sekarang saya sendiri sudah keluar dari dusun itu, saya juga tak mau lagi kembali kesana. Lagian rumah dan kebun saya juga sudah saya jual semua” jelas ustad Ali

“Kenapa pak, apa yang sebenarnya terjadi pada bapak” tanya Ayub

“Cerita ini berawal dari lima tahun yang lalu,
waktu pertama kali saya beserta anak istri pindah ke dusun terpencil itu. Awal kepindahan bersama keluarga, saya membuat rumah didekat masjid. Saya bermaksud pindah kepedalaman itu untuk syiar agama sambil bertani. Tapi setelah tiga tahun berjalan,
suatu hari anak saya satu-satunya hilang, kehilangan buah hati satu-satunya yang masih belum genap tujuh tahun membuat saya sedih terutama istri saya. Sekian lama saya mencari tidak membuahkan hasil, hingga tahun keempat istri saya ikut hilang juga.
Waktu itu saya semakin sedih dan murung, tiap hari saya mencari istri dan anak saya yg hilang kemanapun, tapi tetap tidak membuahkan hasil.

Hingga suatu malam, saya yg sudah mulai putus asa mencoba satu amalan dari guru saya. Saya mulai melakukan ritual untuk mencari petunjuk,
dimana keberadaan anak dan istri saya, diakhir ritual itu saya bermimpi anak saya sudah meninggal.

Gambaran anak kesayangan saya didalam mimpi terlihat dibunuh sama abah, dia dibakar hidup-hidup disebuah meja batu dan dijadikan acara ritual persembahan.
Awalnya sya sendiri tdk percaya, karena abah sendiri waktu itu sangat baik kepada saya. Tapi jawaban dalam mimpi saya selama beberapa hari tetap, saya melihat anak saya dibakar hidup2 oleh abah.

Sedang untuk mencari jawaban istri saya yg hilang saya juga mencoba cara yg sama,
setelah ritual saya melihat dalam mimpi. Istri saya diambil paksa abah dari rumah dengan ilmunya, sampai istri saya yg berada didalam gua dengan keadaan sudah tak berdaya langsung diperkosa sama abah. Baru setelah itu istri saya dibakar hidup-hidup untuk dijadikan persembahan.
Berkali-kali saya mimpi pun begitu, gambaran istri saya terlihat dengan jelas diperkosa, dan digunakan abah bersama pengikutnya untuk acara ritual didalama gua.

Dengan petunjuk dari semua mimpi yang saya alami, saya sendiri juga tidak su’udzon kepada beliau.
Saya masih tidak yakin akan semua mimpi dan penerawangan itu, hingga suatu malam abah datang secara tiba-tiba kerumah saya. Padahal rumah saya sudah terkunci dengan rapat, tapi tiba-tiba ia datang dan sudah berada dikamar saya.

Saya masih ingat betul,
ucapan abah & Jatmiko saat sudah bediri didepan saya “Nek koen macem-macem nang kene, koen bakal tak pateni koyok anak bojomu. Gak usah nerawang-nerawang maneh! Aku iki eroh koen yo iso ngelakoni ilmu koyok ngunu yoan” (kalau kamu macam-macam disini,
kamu bakal aku bunuh seperti anak istrimu. Tidak usah nerawang-nerawang lagi! Aku ini tahu kamu bisa melakukan ilmu seperti itu juga). Mendengar ucapan langsung dari abah saya langsung lemas, benci dan takut sama dia. Dunia serasa hancur, saya merasa saat itu juga sudah kiamat.
Baru dari pengakuan abah itu saya percaya bahwa semua ini adalah ulah abah bersama Jatmiko.

Setelah dari kamar, abah berjalan keluar dan menghilang. Memang seperti aneh tapi itulah kenyataan abah dengan segala kesaktiannya.
Dari sinilah saya mulai mencari tahu apa saja yg dilakukan abah, Jatmiko dan semua pengikutnya selama ini didusun.

Saya ingin membantu penduduk yg bukan pengikutnya. Karena sebagian dari penduduk yg tdk mau ikut abah, pasti nasibnya akan sama dengan anak istri saya.
Perilaku mereka memang aneh, mereka menyembah matahari dipagi hari dan sore hari, sesembahan mereka juga biasa dipanggil “ARGOSURYO”. Nama itu selalu dipuja oleh abah bersama pengikutnya, tapi sejatinya dewa matahari kepercayaan abah itu ialah iblis gunung yang menyesatkan.
Semakin mereka memuja iblis-iblis ini semakin kuat bertambah kesaktian abah bersama pengikutnya. Disini hukum timbal balik berlaku bagi mereka dan abah. Tapi semua kesaktian dan ingon-ingon itu perlu pengorbanan!

“Apa pak yang dikorbankan? Seperti Rosa?” sahut Agustin
Benar mbak, mas! Salah satunya dengan model seperti itu beliau mengambil nyawa manusia tanpa menyentuh. Manusia yang tak bersalah akan dikirimi abah hingga muntah darah bercampur kelopak bunga melati. Itulah cara abah mengambil tumbalnya untuk kedigdayaannya!
Yg jelas abah, Jatmiko & seluruh pengikutnya membuat perjanjian dengan seluruh mahluk didaerah dusun Lembah Matahari. Selama ini dikabarkan didusun, kalau muntah darah bercampur kelopak bunga melati itu adalah perbuatan “Bawono”, tapi sejatinya semua itu adalah kelakuan abah.
Bawono, mariaban dan nyai rusminah semua itu adalah anak buah abah, semua penduduk hutan, gunung, sungai hingga pemakaman semua patuh jika diperintah abah.

Sedangkan sosok yang bertudung hitam dan berjubah hitam adalah rajanya, dialah sesungguhnya “ARGOSURYO”.
Dia yang selalu dipuja diatas gunung dengan minta sesembahan manusia yang dibakar hidup-hidup.

Saya sendiri yg kalah dengan semua kemampuan abah memutuskan mantab untuk pindah dari dusun. Saya sendiri heran sama mas Roni, sewaktu sampean mengadu dikebun bersama mas Ayub.
Kalian saat itu habis muntah darah bercampur bunga melati masih bisa hidup itu luar biasa. Saya tahu, ada sesuatu yang mas Ayub sembunyikan waktu didusun, sebab terlihat energi mas Ayub paling kuat untuk melindungi seluruh anggota kelompoknya.
“Iya pak, teman-teman semua. Sebelumnya saya minta maaf sewaktu didusun saya sering menyendiri karena saya sedang Muroja’ah (melancarkan hafalan al-qu’ran), sebab target saya sebelum lulus, saya harus benar-benar lancar untuk wisuda tanfidz dirumah” jelas Ayub
“Mungkin dari itu mas Ayub dan kelompok KKN ini bisa tertolong dari keganasan segala kiriman penyembah matahari pimpinan abah Kanigoro dan Jatmiko” terang ustad Ali

“Mungkin saja pak, saya juga tidak tahu. Waktu itu saya hanya bertawasul kepada seluruh anggota kelompok saya.
Setiap saya lakukan berharap kami semua bisa selamat, dan membacakan ayat-ayat suci tiap hari tiada henti sambil mengelilingi posko. Toh, meski usaha saya sampai begitu, saya sendiri sampai tiga kali juga muntah darah dilembah. Dan Rosa meninggal” timpal Ayub
“Disyukuri saja mas, yang penting sampean semua masih diberi selamat. Untuk mbak Rosa mungkin ini memang sudah jadi takdirnya, sampean semua tolong diikhlaskan kepergiannya biar dia tenang disisinya” tutur ustad Ali

“Saya juga mohon maaf semuanya teman-teman,
aku gak bisa menolong kalian secara maksimal waktu itu, hafalan dan do’a-do’a saya serasa hambar juga saat dilembah. Waktu kemarin dirumah, saya sempat tanya kepada kiai saya mengenai do’a yang saya panjatkan waktu didusun untuk mengobati kalian dan menangkal segala serangan,
mengapa tidak mujarab? Saya malah disalahkan, karena menurut beliau dihati saya masih ada rasa sombong dan riya’. Itulah sebabnya saya juga kalah melawan mereka waktu didusun” jelas Ayub

“Gak papa, sabar mas, namanya umur masih muda rasa sombong dan riya',
sangat mudah menempel dihati manusia tanpa disadari. Apalagi umur mas Ayub & teman-temanya ini masih muda, jadi utk menata hati juga susah, kebanyakan emosinya masih labil. Tapi saya yakin seiring berjalannya waktu usaha untuk membersihkan hati mas Ayub akan tercapai” sahut Ali
“Iya pak terima kasih sarannya” jawab Ayub

“Masya Allah Yub, terima kasih” ucap Indah dan teman-temannya yang lain.

“Aku gak nyangka Yub selama ini banyak kamu sembunyikan dari kami, kamu sudah berbuat banyak demi kami. Aku sendiri menggangap kamu itu orang yg sangat egois,
sombong dan cuek waktu dilembah. Terima kasih Yub” ujar Agustin

Pembicaraan sore itu ditutup, dua rombongan Ayub pamit kepada Roni. Mereka kembali kerumah Ayub, dan setelah itu mereka pulang kerumah masing-masing. Beberapa hari kemudian kegiatan kampus dimulai kembali,
tapi sejak saat itu Bahdim sudah tak terlihat lagi dikampus, sampai mereka semua lulus kuliah.

Entah kemana perginya Bahdim hingga saat ini, tidak ada yang tahu. Begitu juga dengan abah, desas – desus yang beredar dari penduduk desa.
Tersiar kabar bahwa semenjak dua bulan anak KKN 113 kembali ke kota. Diberitakan, beliau muntah darah bercampur kelopak bunga waktu dirumahnya, hingga beberapa jam kemudian beliau meninggal dunia.

Mendengar kabar itu, semua Anggota KKN 113 tidak ada yang datang kesana.
Mereka khawatir, semua berita itu adalah tipu muslihat dari abah atau pak Jatmiko.

Sejak saat itu juga mereka tidak ada yg mau kembali berkunjung atau sekedar bersilaturahim ke dusun Lembah Matahari, karena masih takut dan trauma akan semua kejadian yang pernah menimpa mereka.
Apalagi ketika mereka sudah tahu akan sejatinya sikap, perilaku abah, pak Jatmiko dan para pengikutnya.

Hingga kisah ini ditulis, pihak kampus atau kelompok KKN yang lain tidak ada yang diberitahu kejadian asli dilembah matahari. Maksud dan tujuan mereka untuk menjaga,
dan menghormati penduduk dusun lembah matahari, mereka semua sudah memaafkan apa yang sudah dilakukan abah berserta para pengikutnya terhadap mereka.

Ayub dkk berharap, tidak mau ada apapun terjadi setelah kisah ini di up, niat mereka hanya sekedar untuk saling mengingatkan.
Demi untuk berbagi pengalaman kepada para pembaca semua, Ayub dkk berharap agar yg mau KKN agar bisa lebih berhati-hati. Jika menemui penduduk dengan ciri dan kebiasaannya seperti kisah ini, bukan untuk menakut-nakuti tapi alangkah lebih baik untuk menghindarinya.

-TAMAT-
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Keep Current with 𝓫𝓪𝔂𝓾𝓾𝓾𝓫𝓲𝓻𝓾𝓾𝓾

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!