Saya sedang dalam tahap penulisan cerita ini. Sebuah kisah nyata yang dialami keluarga saya sendiri. Mohon doa semoga tidak banyak hambatan dalam penyelesaian.
@BacahorrorCom @bacahorror @bagihorror @threadhorror_id @IDN_Horor
#bacahorror #threadhorror
Aku, Danum (Ada dicerita “Tumbal Hutan Arai”) adalah anak ketiga dari 5 bersaudara, 2 kakak kembarku meninggal pada saat dilahirkan.
Dan hari ini, adalah hari dimana adik bungsuku Uci dilahirkan sekaligus hari yang menjadi awal mula kepedihan hidup kami sebagai anak yatim tanpa ibu.
Karena ibuku meninggal pada saat melahirkan adik bungsuku.
Nek Atoy adalah dukun beranak yang tersohor pada masanya.
“sabar ya, ini aku siapkan sampan untuk jemput nenek. Kau tahan dulu ya. Tunggulah barang satu jam.” Jawab apak.
“Aok Pak, nanti aku jaga umak.” Jawabku yang pada saat itu berusia 8 tahun.
Ntah sial apa, sampan yang dibawa apak karam menabrak batu.
“Mau petanda apa ni ya, kok tiba-tiba sial gini.” Ujar apak dalam hati.
Ntah akan ada kejadian tak diinginkan, ataupun duka cita namun apak berusaha menepis prasangka buruknya malam itu.
Sampai akhirnya apak melihat cahaya senter yang menyorot dari arah hilir sungai.
“oiiii...kituuk (kesini) oiiiii.. tolong aku..” Teriak apak berulang.
Ialah Paman Simon yang terus berkayuh mendekati sampan apak.
“Makasih banyak bah mon, nanti aku kasi beras pulut.” Ucap apak kemudian.
Apak dan Paman Simon dengan susah payah menarik dan menepikan sampan. Menambatkannya disebuah batang pohon pinggir sungai.
Ia mengedarkan pandangan ke pepohonan yang ada di sepanjang tepian aliran sungai.
Mata yang berterbangan hinggap dari dahan pohon ke pohon lain.
“Iya, biar lah mon. Pura-pura ndak liat jak.” Jawab apak sekenanya.
Apak yang juga melihat keberadaan ‘mereka’ hanya berusaha untuk mengabaikan meski hati merasa tidak tenang. *****
“Gimana su, kita ni bekayoh pakai kayu, lagipula kita ngelawan arus. Sabar bah su, berdoa jak istri nuan kuat nunggu.” Jawab Paman Simon menenangkan apak yang terlihat gusar.
Dalam diamnya, apak memikirkan si hantu tikar yang meskipun sudah berusaha diabaikan namun tetap saja terlintas di kepala.
______________________________________________________________
“Mana apak ikau ya num, dah mau 3 jam.. ndak kuat umak ni.” Ujar umak sambil menyeka air mata yang sesekali meleleh.
Mungkin menahan sakitnya kontraksi menjelang kehamilan.
Cairan berbau anyir itu menetes di sela-sela papan rumah kami.
Rumah kami adalah rumah betang dengan lantai dan dinding papan.
“ggrrkk..grrkk..”
“makk.. ih apa tuu makk. Ngapa binatang itu jilatin darah..” tanyaku bertubi-tubi dengan rasa ngeri dan jijik sambil berlindung dibalik kain umak.
Lanting merupakan rumah rakit tradisional yang dibangun dengan pondasi kayu dan konstruksi mengapung.
Seperti ada yang berbeda dengan suara yang keluar dari mulut umak hari ini.
“Mak, ngapa bah? Aku ndak mau ke lanting, aku kan jaga umak.” Jawabku pelan
Kulihat sudah bertambah jumlahnya menjadi 3 ekor.
Sedemikian lahap dan menjijikkan binatang-binatang aneh itu menjilati darah dan lendir yang keluar menderas.
Dengan terpaksa aku berlari menuju lanting berharap apak segera datang.
Hingga kulihat samar-samar ada sampan dengan ukuran sedang menuju kearah lanting tempat aku berjongkok menanti.
Benar, apak datang.
“Pak, mana sampan? Kok lain sampannya?.” Tanyaku pada apak.
Kulihat ia bersama 2 orang lain, yaitu Paman Simon dan Nek Atoy.
“Umak suruh aku nunggu apak disini biar kalau dah datang langsung naik. Tadi tu umak dah bedarah.” Jawabku menjelaskan
Aku bingung, tak tau menau apa yang dikatakan olehnya.
“ooo aaii, kasih mantau.. (Aduhai.. kasian liatnya) Mati dah istri kau...” Kata nek atoy sambil menggendong seorang bayi perempuan.
“Nek ngapa bisa nek?.” Apak terisak menangis bersimpuh di sebelah umak yang telentang dilantai.
“Ngapa umak aku nek??.” Tanyaku sambil menangis deras
“Tembunik (ari-ari) adek kau sangkut didalam ndak bisa keluar. Umak kau ndak kuat sakit.” kata Nek Atoy.
“Pertanda gimana ? ada apa emangnya tadi?” Tanya Nek Atoy pada apak.
Aku yang sedih, takut, juga ngeri langsung berujar
Nek atoy kemudian menyerahkan adikku kepelukan apak.
Sedangkan paman simon keluar rumah memberi kabar pada sanak saudara dan tetangga kampung untuk membantu proses pembersihan dan pemakaman umak.
Menurut adat dan kepercayaan di kampung, orang yang “mati jelek” (seperti meninggal karena santet/teluh, meninggal saat melahirkan, dsb) harus dimandikan dan dikeramas rambutnya dengan getah paku/pakis dan rebung.
Tetua kampung menutup mata umak dengan koin perak. Aku yang tidak pernah melihatnya pun merasa ingin tau lalu bertanya pada apak,
“Iya, memang tradisi kita kayak gitu. Kalau dalam seminggu koin jatuh dari matanya berarti umak kau tau kalau dia udah meninggal. Kalau koin masih utuh di matanya, nanti bangkit.”
Orang-orang yang memandikan dan mengangkat petinya pun dilempar abu.
Abu yang dilempar itu bertujuan untuk mengusir energi jahat atau setidaknya meminimalisir karena umak mati dalam keadaan seperti itu.
“Pak, Umak dah ndak ada. Siapa yang urus aku, Ita sama uci nanti?” tanyaku pada apak siang itu.
Selama menunggu Bik Nur, Uci kuberi asupan air tajin (air rebusan beras) setiap hari sebagai pengganti asi.
Tepat 14 hari kematian umak, setelah sehari semalam kami berada di air akhirnya sampailah ke Kota.
“iya bu..” Jawabku singkat
#bacahorror #threadhorror @bacahorror @threadhorror_id
Namun belum sempat bapak melanjutkan omongan, samar-samar dari dalam terdengar suara derit ayunan yang di goyangkan perlahan
#threadhorror #bacahorror #horror
Hari pertama kami di rumah ibu, aku memperhatikan setiap sudut rumah. Penuh dengan ornamen tua, lukisan foto keluarga, dan guci serta gong antik yang kata ibu peninggalan nenek buyutnya dahulu.
Pada lukisan keluarga, aku melihat foto ibu, almarhum umak, bibi dan pamanku yang lain.
Ntah kenapa masih saja setiap magrib hingga larut malam uci menjerit-jerit keras. Kukira uci buang air besar atau ngompol. Atau mungkin juga sakit.
“Pak, tumben uci diam ya..” Ucapnya
“Iya kan bu, Syukurlah.. mudah-mudahan dia ndak rewel lagi..” Jawab bapak
Pikir mereka uci tengah berinteraksi dengan teman ari-arinya
Dan selama uci tidak menangis, maka tidak apa-apa hingga merekapun mengabaikan hal tersebut.
Maka begadang pulalah ibu saban malam demi menenangkan uci.
Aku mendengar suara seseorang mengayun anak angkatku di kamar. Pertama kali kudengar suara itu, aku mengira bahwa danum lah yang melakukannya. Dewasa sekali, di usia 8 tahun ia sudah mampu memomong adiknya yang masih merah itu.
Lalu siapa? Siapa yang mengayun uci? Siapa yang bersenandung? Istriku tak pernah bernyanyi lagu demikian dan akupun tak mengenal suaranya.
"Nur.. nur.. oo nur.."
"Apa pak??" Jawab istriku
"Nur ayok ikut" ujarku sembari menarik tangannya
"Ngapa pak??" Tanyanya lagi
"Coba dengar, ada yg nyanyi.." bisikku tanpa membuka kamar kami.
Istriku mendekatkan telinganya ke daun pintu
"aku dah tiap hari dengarnya.. bukankah itu danum yang punya kerja??" Istriku balik bertanya.
"Liat tu danum sama ita disana. Lagipula siapa yang berani masuk ke kamar kita??" Ucapku
Aku melihat ibu, bapak dan ita tengah berdiri didepan pintu kamar. Penasaran, akupun menyusul ita yang memang lebih dahulu menghampiri ibu bapak.
“Bu, ngapa kok di depan pintu??” Tanyaku pelan
Sialan, Akupun langsung panik. Kulihat ibu mendekati pintu kamar, aku membuntutinya.
Kulihat ita terus saja tersenyum menatap “umak”.
Bapak, yang sedari tadi diam tak bersuara kemudian bergegas pergi.
Selang beberapa waktu kemudian Bapak kembali naik becak bersama dengan Haji Syam.
“Walaikumsalam pak Haji, ayo masuk pak. Tolong anak saya..” Ucap ibu kemudian mengajak Haji Syam mendekati kamar.
Hanyalah Uci yang masih berada didalam ayunan yang bergoyang pelan.
“Pak Haji, Kok Bisa ada adekku tadi didalam?” Tanya Ibu
“Lalu kayak mana pak sekarang??” Tanya Bapak melanjutkan
“Anak-anakku ndak apa-apakah pak?.” Tanya Ibuku tergesa
“Belum Pak, masih ikut agama umaknya. Kristen.” Jawab Ibu
Haji syam juga hampir setiap malam mengunjungi rumah kami untuk memastikan kami baik-baik saja hingga hari ke 40 kematian umak.
Mohon maaf untuk segala kekurangan,
#bacahorror #threadhorror @BacahorrorCom @bacahorror @IDN_Horor