My Authors
Read all threads
Demit Manten.

@bacahorror | #bacahorror

Pict : Pinterest
Asti melangkah gontai di setapak tanah yang terletak di ujung desa dengan sepucuk surat ditangannya. Batinnya menggerutu berkali-kali, akibat kabar yang baru saja ia dapat, bahwa Damar, kekasihnya lagi-lagi bulan ini belum bisa pulang kampung.
Damar memang sudah 3 tahun bekerja di sebuah perusahaan tambang di Kalimantan. Biasanya Damar selalu pulang setiap 3 bulan sekali. Namun, sudah 6 bulan terakhir Damar tidak bisa mengambil cuti karena perusahaannya sedang mendapatkan proyek besar-besaran.
Asti sudah menjalin kasih dengan Damar selama 7 tahun, mereka berpacaran sejak mereka masih duduk di bangku SMP. Karena kuatnya cinta mereka, mereka pun mampu bertahan hingga saat itu, bahkan meskipun 3 tahun terakhir harus menjalani hubungan jarak jauh.
Tak berapa lama, Asti pun sampai dirumahnya yang masih bergaya joglo khas Jawa Tengah. Asti memang cucu mantan kepala desa, keluarganya cukup berada dan terpandang. Sedangkan Damar merupakan anak tunggal dari seorang pedagang sukses di desa Asti.
Hubungan keduanya memang sudah saling direstui oleh kedua belah pihak keluarga besar. Hanya saja mereka masih menunggu waktu yang tepat untuk menikahkan Asti dan Damar, karena keluarga Asti masih menganut kepercayaan weton dan hitungan jawa.
Malam harinya, Asti berniat untuk tidur, dia menutup rapat gorden kain yang ada di jendela kayu kamarnya. Jendela tersebut menghadap langsung ke arah kebun samping kiri rumah yang hanya ditumbuhi pohon pisang.
Asti berusaha memejamkan matanya, namun fikirannya terus-menerus membayangkan Damar. Sebenarnya, sudah beberapa minggu terakhir Asti merasa gelisah dan takut. Kepercayaannya kepada Damar seakan mulai goyah. Ada yang berbeda dari Damar akhir-akhir ini.
Biasanya Damar selalu mengirimi Asti surat setiap seminggu sekali, namun sudah dua bulan terakhir Damar hanya mengirim dua pucuk surat saja. Dan anehnya, tulisan Damar seolah berubah. Huruf-hurufnya, Asti hafal, itu bukan tulisan Damar. Lebih layak tulisan seorang perempuan.
Karena hurufnya rapi dan kalimatnya tersusun dengan baik. Hal tersebut benar-benar mengganggu pikiran Asti. Asti takut Damar sebenarnya berselingkuh disana, namun lagi-lagi itu hanyalah dugaan Asti yang sama sekali tak mampu ia buktikan.
Keesokan harinya, Asti membantu orangtuanya menyapu halaman rumahnya yang luas. Di halaman tersebut masih ditumbuhi banyak pepohonan besar yang asri dan teduh, ada pohon sawo, rambutan, dan pohon mangga. Jika masa berbuah tiba, biasanya anak-anak desa berkumpul di
halaman rumahnya untuk beramai-ramai memetik buahnya.

**
Keluarga besar Asti memang masih menganut kepercayaan kejawen. Meskipun mereka beragama Islam, mereka pun melaksanakan shalat, puasa, dan ibadah lainnya. Namun, mereka tidak meninggalkan adat-istiadat yang berlaku di tanah kelahiran mereka.
Setiap malam jumat kliwon, mbah Pujo, mbah kakung Asti, selalu menyiapkan sesajen berupa bunga-bungaan air putih, kopi, teh tawar, kemenyan, dan pisang rebus. Katanya, itu untuk menghormati arwah-arwah nenek moyang keluarga mereka.
Mbah Pujo sendiri memiliki beragam jenis keris, dari yang berukuran besar sampai yang paling kecil yang ukurannya hanya sebesar jempol tangan orang dewasa. Setiap datang bulan purnama, mbah Pujo selalu mencuci keris-keris miliknya, yang telah ada turun-temurun.
Dan bukan hal yang mengejutkan lagi, jika di rumah Asti yang masih bergaya joglo asli, belum dipugar sama sekali, pasti banyak sosok penunggunya. Kata mbah Pujo, sebelum rumah mereka dibangun, ada beberapa kendil-kendil kecil yang di tanam di dalam pondasi rumah.
Kendil-kendil tersebut berisi jin-jin yang telah terikat janji dengan sesepuh keluarga Asti, dan jin-jin tersebut yang akan selalu menjaga serta menunggui rumah tersebut sampai kapanpun, selama bangunan rumah masih asli dan belum di renovasi.
Di dalam rumah Asti juga terdapat satu kamar khusus yang tidak pernah dibuka. Selalu terkunci, namun pada malam-malam tertentu Asti sering mendengar gaduh dari dalam kamar tersebut. Karena rumah tersebut masih menggunakan kayu dan tripleks, ada satu bagian pagar yang bolong,
Asti pernah satu kali mengintip lewat lubang tersebut, dan yang dia lihat hanyalah merah darah. Asti tidak paham apa yang sebenarnya ada di dalam kamar tersebut. Menurut mbah Pujo kamar tersebut adalah bekas kamar mbah buyut Asti, namun mengapa ketika Asti mengintip ke dalamnya,
yang ia lihat hanya warna merah.
Sudah jelas, latar belakang keluarga Asti dengan kekentalan adatnya dan keberagaman kleniknya. Asti juga terbiasa melihat mbah Pujo memandikan jenglot-jenglot peliharaannya. Salah satunya adalah boneka kecil laki-laki yang memiliki rambut panjang,
tanpa busana sehelai benangpun. Asti menyaksikan sendiri bahwa ekspresi boneka tersebut selalu berubah-ubah, terkadang ia nampak tersenyum, namun tidak jarang ia nampak muram bahkan ekspresi marah dan kesal. Maka, bukan hal luar biasa lagi bagi Asti mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan mereka yang tak terlihat.

**
Kembali di cerita Asti dan Damar. Pada suatu sore, datanglah sepucuk surat yang diantar oleh tukang pos langganan Asti. Di amplop tertulis "Teruntuk Asti", hati Asti berbunga mengetahui kekasihnya mengiriminya surat.
Tak sabar Asti membuka surat tersebut dengan tergesa. Namun, ekspresi Asti berubah drastis bahkan sejak ia membaca kalimat pertama dalam surat tersebut.

"Asti. Aku meminta kelapangan hatimu untuk memaafkan aku. Aku menghamili seorang perempuan, anak rekan kerjaku."
Seketika hati Asti bagaikan disambar petir. Perasaannya hancur berkeping. Tangis tak lagi mampu ia bendung. Orangtuanya yang mengetahui hal tersebut hanya mampu menenangkan dan menghibur Asti.

Sedangkan mbah Pujo, marah besar atas perlakuan Damar yang tidak memiliki etika dan
sopan santun. Berkali-kali mbah Pujo naik pitam dan hendak menyambangi kediaman orangtua Damar dengan tujuan mengajak berkelahi.

Namun, orangtua Damar tidak bisa disalahkan atas terjadinya petaka tersebut. Karena orangtua Damar pun hanya orang desa yang jarang-jarang juga bisa
berkabar melalui surat dengan anak semata wayangnya itu. Meskipun berulang kali orangtua Damar meminta pengampunan sedalam-dalamnya kepada keluarga Asti, namun mbah Pujo sepertinya menyimpan dendam kesumat kepada keluarga Damar.
Terlebih sebulan kemudian, Damar pulang dengan membawa perempuan asing yang perutnya telah terlihat membuncit.

Hati Asti tersayat menyaksikan Damar pulang, namun dengan menggandeng perempuan lain.
Asti merasa perjuangannya 7 tahun sabar menanti bersanding dengan kekasih impiannya, sirna begitu saja, tanpa terasa.

Minggu depan, Damar akan melangsungkan akad nikah dengan perempuan yang tengah hamil 5 bulan, yang Asti ketahui bernama Rukmi.
Zaman dahulu, masih mudah menikahkan dua mempelai meskipun mempelai perempuan tengah mengandung. Dan bagi orang-orang sukses di desa akan merasa malu jika mereka menikahkan anaknya tanpa membuat acara pesta pernikahan. Apalagi orangtua Damar memang pedagang sukses,
dan Damar sendiri juga pekerja tambang yang mapan, akhirnya mereka mengadakan pesta pernikahan besar-besaran 3 hari 3 malam.

Bukan keluarga Damar tidak memikirkan perasaan Asti dan keluarga besarnya, namun hal tersebut memang adat yang perlu untuk di patuhi.
Asti terlewat depresi harus menanggung sakitnya pilu di hati. Ia bahkan sempat bertanya kepada mbah Pujo bagaimana caranya, Damar bisa kembali ke pelukannya.

Asti rela melakukan apa saja demi mantan kekasihnya itu. Namun mbah Pujo tentu menolak keras pertanyaan Asti.
Ia tak rela cucu kesayangannya harus tunduk pada satu laki-laki yang sudah begitu jahat merusak kepercayaan Asti dan keluarga besarnya.

Hingga..
Pada suatu malam, ketika seluruh penghuni rumah telah terlelap, Asti perlahan mengendap-endap mencoba masuk ke dalam kamar kosong di dalam rumahnya. Ia begitu penasaran dengan isi di dalamnya, namun dalam hatinya ia sangat ingin mencari pertolongan melalui jalur klenik.
Namun sekeras tenaga Asti mencoba membuka pintu kamar tersebut, pintu itu tidak goyah sedikitpun. Lagi-lagi Asti mengintip dari lubang kecil di pagar kamar itu, dan yang ia lihat kala itu ada sebuah dipan kayu berdebu dengan bantal berwarna putih yang telah usang.
Namun, di atas dipan tersebut duduk seorang wanita berjubah putih, dengan rambut lurus panjang selantai. Asti tidak dapat melihat wajahnya, karena wanita itu duduk membelakangi Asti.

Jantung Asti terpacu kencang, ada rasa takut dan penasaran yang sama-sama memuncak.
Sampai tiba-tiba..gelap.

Ketika Asti membuka matanya, yang ada dalam penglihatannya adalah kedua orangtuanya yang sedang menangis sesenggukan, mbah Pujo yang tengah merapal sesuatu, pandangan Asti begitu kabur, lebih terlihat seperti lukisan cat minyak.
Asti sadar betul akan dirinya, namun seolah dia kehilangan kendali penuh atas dirinya sendiri. Asti meracau tak karuan.

"Pujo! Hahaha! Aku wis tau kanda nang awakmu! Tekan titi wancine, kedadeyan sing biyen kok lakokno neng awakku bakal menangi karma neng putumu!"
(Pujo! Hahaha! Aku sudah pernah bilang ke kamu! Sampai masanya tiba, kejadian yang dulu kamu lakukan ke aku akan menemui karma ke cucumu!) Asti menggeram dengan suara perempuan paruh baya yang terdengar sangat berat.
"Nek koen ora metu saka putuku, tak sumpah koen bakal saklawase tak kurung neng jero kamar iku!"
(Kalau kamu tidak keluar dari cucuku, tak sumpah kamu bakal selamanya tak kurung di dalam kamar itu!) bentak mbah Pujo yang semakin tersulut emosi.
Asti begitu ingin berbicara, apa yang sebenarnya terjadi, namun tubuh Asti terasa begitu lemas dan lunglai.

Bahkan pita suara Asti seakan terputus. Ia terus-menerus meracau tak jelas, namun itu bukan suara Asti.

Tubuh Asti telah dikuasai oleh Demit Manten.
Seorang perempuan yang dahulu kala merupakan kekasih gelap mbah Pujo. Namun cinta mereka akhirnya kandas karena mbah Pujo memutuskan menikah dengan kekasihnya yang asli, yang akhirnya menjadi mbah putri Asti, yang saat itu sudah meninggal dunia satu tahun lalu.
Perempuan tersebut terus menerus menuntut balas dendam atas perlakuan buruk mbah Pujo kepadanya, pasalnya mbah Pujo telah berjanji akan menjadikannya istri kedua namun ia justru ingkar.

Terpaksa perempuan itu menggunakan segala macam cara untuk menaklukan hati mbah Pujo,
namun tidak pernah berhasil karena mbah Pujo juga masih memiliki ajian yang cukup kuat.

Yg ada perempuan itu justru menderita sampai di ajalnya, dan katanya arwahnya di kurung di dalam kamar kosong di rumah Asti.
Asti tersadar dari kesurupannya. Ia muntah berkali-kali. Dirinya masih terbayang jelas lekuk tubuh perempuan yang ada di dalam kamar kosong, membuatnya pusing dan mual.

Mbah Pujo memberinya segelas air putih sebagai penawar.
Kejadian itu tak lantas membuat Asti kapok. Ia justru kian penasaran mengenai perempuan tersebut. Ia bahkan berfikiran bahwa perempuan itu bisa menolong dirinya. Setidaknya mengobati luka hatinya.
"Nduk, awakmu ojok pisan-pisan maneh nyedak-nyedaki kamar iku yo. Ojok sampek awakmu iso ndelok raine wedokan iku, nek ora awakmu iso nyesel seumur hidupmu.."
(Nak, kamu jangan sekali-kali dekati kamar itu ya. Jangan sampai kamu bisa melihat wajah perempuan itu, kalau tidak
kamu bisa menyesal seumur hidupmu..) ucap mbah Pujo mengejutkan Asti yang tengah termenung di balai rumahnya.
Asti hanya membisu. Rasa penasarannya kian memuncak, mengalahkan segala rasa takutnya.
Malam harinya, ia berlari di tengah-tengah kebun pisang, ia tak tahu jalan keluar. Ia tersesat. Ia menengok ke kanan dan kiri. Keringat di dahinya mengucur deras. Ia berteriak meminta tolong namun tidak ada satupun manusia disana.
Sampai ia mendengar suara cekikan dari arah yang entah Asti pun tak paham. Suara itu seakan terus-menerus mengejar Asti kemanapun Asti berlari.

"Nduk..awakku reti opo kekarepanmu.."
(Nak..saya tahu apa keinginanmu..)

"Sopo kon?"
(Siapa kamu?) teriak Asti.
Lagi-lagi tertawa.
"Awakmu gelem ta, Damar menderita? Aku iso ngewangi awakmu ben iso gawe wonge sengsara mergo wes nglarani atimu.."
(Kamu mau Damar menderita? Aku bisa bantu kamu biar bisa bikin dia sengsara karena sudah menyakiti hatimu..) suaranya begitu parau dan berat.
Sekelibat Asti merasa ada sesuatu yang melintas cepat di belakangnya. Sosok itu seakan memutari tubuh Asti, melayang-layang. Tidak salah lagi, dia adalah perempuan yang ada di kamar kosong.

Sampai..
Asti merasakan ada yang menepuk pundaknya, dengan tangan yang begitu dingin.
Dan..Asti terlonjak dari tidurnya.
Ia baru saja bermimpi tentang perempuan tadi. Tubuhnya dibasahi keringat. Ia menengok jam dinding menunjukkan pukul setengah 1 dini hari. Ia beranjak ke kamar mandi, berniat untuk membasuh wajahnya.
Karena kamar mandi terletak di ujung belakang bagian rumah, maka mau tidak mau Asti harus melewati kamar kosong. Sekembalinya ia dari membasuh wajah, ia terhenti sejenak di depan pintu kamar kosong. Ia memasang telinga, terdengar suara gaduh dari dalam kamar tersebut.
Batinnya bergejolak, ia sangat ingin mengintip ke dalamnya. Dan ya. Lagi-lagi Asti tak mampu menahan rasa ingin tahunya. Ia mendekatkan satu matanya ke lubang di pagar kamar tersebut. Saat itu ia melihat perempuan itu sedang duduk di dipan usang, menyisir rambutnya yang
begitu panjang. Namun anehnya, kakinya ia pukul-pukulkan ke lantai, dari sanalah suara gaduh itu muncul.

Asti masih belum juga bisa melihat wajahnya, karena perempuan itu menutupi wajahnya dengan rambutnya.
Sampai tiba-tiba perempuan tadi berhenti menyisir. Ia letakkan sisirnya di dipan dengan pelan.
Kemudian, perlahan ia menyibak rambutnya dengan kedua tangannya, yang Asti baru sadari kala itu, kuku jarinya begitu panjang dan runcing.
Perempuan itu sudah pasti menyadari kehadiran Asti. Disana Asti melihat wajah perempuan yang begitu cantik dan anggun. Matanya agak sipit, bibirnya mungil, hidungnya mancung. Perempuan itu tersenyum ke arah Asti.
Namun sepersekian detik kemudian, wajah perempuan itu berubah menjadi sangat mengerikan, mulutnya melebar, dengan gigi yang runcing seperti gigi ikan piranha, wajahnya dipenuhi borok dan darah. Dan yang paling Asti tidak bisa lupa adalah matanya.
Matanya berwarna merah darah. Yang berarti yang pernah dia lihat pertama kali saat ia mengintip dari lubang tersebut, adalah mata Asti dan mata perempuan itu saling bertatap sangat sangat dekat. Hanya terhalang tripleks tipis.
Asti berlari ketakutan ke kamar orangtuanya yang terletak agak jauh dari kamar kosong tersebut.

Orangtuanya kaget dengan kedatangan Asti yang ketakutan dan ngos-ngosan.
"Koe ki ngopo to nduk? Kok playon tur yo ngopo lho ujug2 mrene..?"
(Kamu tuh kenapa nak? Kok lari-larian terus juga kenapa tiba-tiba kesini?) tanya Ibu Asti yang terkejut.

Asti pun menceritakan hal yang baru saja ia alami. Orangtuanya kian kaget, mereka buru-buru membawa Asti
ke kamar mbah Pujo.

Kebetulan sekali mbah Pujo belum tertidur, ia masih mendendangkan lagu jawa di kamarnya.

"Mbah, gawat mbah! Putumu iki lho! Ngeyelan tenan. Putumu wes ndelok rupane wedokan iku!"
(Mbah, gawat mbah! Cucumu ini lho! Ngeyelan banget. Cucumu sudah melihat wajah perempuan itu!) ucap ayah Asti dengan nada kesal.

Raut wajah Mbah Pujo mendadak berubah kesal dan marah. Ia mendekatkan dirinya ke Asti. Namun mbah Pujo hanya terdiam, tidak berkata apapun.
"Tulong dicepakke kembang 7 werna. Karo banyu kelapa, cepet!"
(Tolong disiapkan bunga 7 rupa. Sama air kelapa, cepat!) bentak mbah Pujo kepada orangtua Asti.

Mbah Pujo masih terlihat kesal, sedangkan Asti hanya terdiam menunduk, merasa bersalah karena telah melanggar larangan
mbahnya.

Tak berselang lama, Asti merasakan tubuhnya menjadi sangat berat. Kuku-kuku jari tangannya tiba-tiba menghitam. Kulit di wajahnya melepuh secara perlahan. Dan ia tidak mampu menahan bibirnya untuk tetap rapat. Ia terus menerus membuka mulutnya dan air liurnya menetes.
Asti lagi-lagi kehilangan kendali atas dirinya. Dan saat itu yang Asti lihat adalah perempuan itu sedang berada di gendongannya. Menempel pada punggungnya, Asti tak mampu melakukan apa-apa. Ia hanya berteriak memohon pertolongan mbah Pujo.
Mbah Pujo tidak terkejut dengan apa yang terjadi pada Asti, seolah dia tahu hal tersebut memang akan terjadi.

Asti benar-benar ingin muntah, karena bau yang sangat menyengat dari borok di wajah perempuan itu. Asti berlarian kesana kemari berharap perempuan itu terlepas dari
punggungnya.

Orangtua Asti datang dengan membawa ember besar berisi air kelapa dan bunga 7 rupa. Itupun air kelapanya belum penuh satu ember, karena mereka harus memetik dari pohonnya kemudian membukanya satu per satu. Beruntung kala itu keluarga Asti memiliki banyak pembantu,
sehingga mempercepat persiapan itu.

Mbah Pujo memegangi lengan Asti, telapak tangannya ia tempelkan di wajah Asti. Bibirnya tak henti merapal sesuatu. Asti meronta-ronta karena tangan mbah Pujo terasa begitu panas di wajah Asti.
Lalu samar terdengar suara perempuan paruh baya,

"Bocah iki saiki dadi duwekku, bocah iki sing bakal nggantekke aku neng kurungan kamar kae. Aku wes bebas Pujo!! Hahahahaha"
(Anak ini sekarang jadi milikku, anak ini yang bakal menggantikan aku di kurungan kamar itu.
Aku sudah bebas Pujo! Hahahaha)

Mbah Pujo diam saja, ia tetap fokus merapal sesuatu.

"Awakmu raiso ingkar janji Pujo! Sesuai karo sumpahmu, aku bakal tetep neng kurunganmu nganti ono uwong sing ndelok rupaku!"
(Kamu tidak bisa ingkar janji Pujo! Sesuai dengan sumpahmu,
aku bakal tetap di kurunganmu sampai ada orang yang melihat rupaku!)

"Nanging aku ora ngomong neng awakmu kecuali keluargaku, anak keturunanku!"
(Tetapi aku tidak bilang ke kamu kecuali keluargaku, anak keturunanku!) jawab mbah Pujo tenang.
Perempuan itu mengamuk, ia hendak mencabik-cabik wajah Asti menggunakan kukunya yg panjang. Namun mbah Pujo berusaha menahannya sekuat tenaga.

Sampai akhirnya mbah Pujo terpental jauh, dan perempuan itu pun menghilang. Asti pingsan. Mbah Pujo memerintahkan untuk segera
memandikan Asti menggunakan air kelapa dan bunga 7 rupa.

Tubuh dan wajah Asti berangsur pulih seperti sedia kala. Malam itu, Asti selamat dari kutukan yang dibuat sendiri oleh mbahnya. Tanpa sadar bahwa mbah Pujo sendiri juga yang telah melanggar kutukan yang ia buat.
Ia terpaksa melakukan hal tersebut demi menyelamatkan cucunya. Pada dasarnya, mbah Pujo harus mengikuti takdir yang telah ia buat sendiri. Seharusnya Asti telah mendapat hukuman atas kecerobohannya. Ia hanya menuruti hawa nafsunya sendiri, tanpa memikirkan dampak yang akan ia
terima.

Keesokan harinya, matahari sudah cukup tinggi, namun sangat tumben mbah Pujo belum keluar dari kamarnya, padahal biasanya ia sudah berjalan-jalan di halaman rumah sejak pagi. Karena penasaran, ayah Asti pun berinisiatif untuk membangunkan mbah Pujo.
Tetapi mbah Pujo ditemukan dalam keadaan tewas mengenaskan di ranjang kamarnya. Terdapat banyak luka cabikan di wajahnya, seperti di cabik oleh binatang buas semacam singa atau macan.

Keluarga Asti begitu terpukul atas kepergian mbah Pujo yang begitu tragis.
Asti baru mengetahui asal muasal perempuan itu dari orangtuanya. Ia baru mengetahui bahwa arwah perempuan itu berhasil mbah Pujo kunci di dalam salah satu kerisnya. Dan keris-keris tersebut tersusun rapi di dalam kamar kosong itu.
Mbah Pujo mampu mengunci arwah seseorang karena perempuan itu pun meninggal dalam kondisi yg tidak wajar, ia terkenal bumerang atas tindakannya sendiri menyalahgunakan ilmu hitam untuk memperdaya mbah Pujo. Sampai akhirnya terjadilah sebuah kutukan yg mbah Pujo buat.
Bahwa perempuan itu akan selamanya terkurung di dalam keris itu sampai ada orang lain yang berhasil melihat wajahnya. Hal itu dikarenakan wajahnya yg begitu buruk rupa. Jika ada yg melihat wajahnya maka orang tersebut akan mati dan menggantikan arwah perempuan itu didalam
kurungan mbah Pujo.

Kematian mbah Pujo yang tak wajar membuat gosip tak sedap di seluruh penjuru desa. Keluarga Asti hanya berusaha tuli atas semua kabar yang beredar.

Namun, pada malam-malam tertentu Asti sering mendengar suara batuk dan suara tangisan yang sangat mirip
dengan suara mbah Pujo dari dalam kamar kosong itu.

Sedangkan ayahnya melanjutkan tradisi mbah Pujo untuk membuat sajen di setiap malam jumat kliwon. Ayah Asti pula yang selalu mencuci keris-keris dan jenglot peninggalan mbah Pujo.

_selesai_
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Keep Current with Sekala Niskala

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!