**
Sudah jelas, latar belakang keluarga Asti dengan kekentalan adatnya dan keberagaman kleniknya. Asti juga terbiasa melihat mbah Pujo memandikan jenglot-jenglot peliharaannya. Salah satunya adalah boneka kecil laki-laki yang memiliki rambut panjang,
**
"Asti. Aku meminta kelapangan hatimu untuk memaafkan aku. Aku menghamili seorang perempuan, anak rekan kerjaku."
Sedangkan mbah Pujo, marah besar atas perlakuan Damar yang tidak memiliki etika dan
Namun, orangtua Damar tidak bisa disalahkan atas terjadinya petaka tersebut. Karena orangtua Damar pun hanya orang desa yang jarang-jarang juga bisa
Hati Asti tersayat menyaksikan Damar pulang, namun dengan menggandeng perempuan lain.
Minggu depan, Damar akan melangsungkan akad nikah dengan perempuan yang tengah hamil 5 bulan, yang Asti ketahui bernama Rukmi.
Bukan keluarga Damar tidak memikirkan perasaan Asti dan keluarga besarnya, namun hal tersebut memang adat yang perlu untuk di patuhi.
Asti rela melakukan apa saja demi mantan kekasihnya itu. Namun mbah Pujo tentu menolak keras pertanyaan Asti.
Hingga..
Jantung Asti terpacu kencang, ada rasa takut dan penasaran yang sama-sama memuncak.
Ketika Asti membuka matanya, yang ada dalam penglihatannya adalah kedua orangtuanya yang sedang menangis sesenggukan, mbah Pujo yang tengah merapal sesuatu, pandangan Asti begitu kabur, lebih terlihat seperti lukisan cat minyak.
"Pujo! Hahaha! Aku wis tau kanda nang awakmu! Tekan titi wancine, kedadeyan sing biyen kok lakokno neng awakku bakal menangi karma neng putumu!"
(Kalau kamu tidak keluar dari cucuku, tak sumpah kamu bakal selamanya tak kurung di dalam kamar itu!) bentak mbah Pujo yang semakin tersulut emosi.
Bahkan pita suara Asti seakan terputus. Ia terus-menerus meracau tak jelas, namun itu bukan suara Asti.
Tubuh Asti telah dikuasai oleh Demit Manten.
Terpaksa perempuan itu menggunakan segala macam cara untuk menaklukan hati mbah Pujo,
Yg ada perempuan itu justru menderita sampai di ajalnya, dan katanya arwahnya di kurung di dalam kamar kosong di rumah Asti.
Mbah Pujo memberinya segelas air putih sebagai penawar.
(Nak, kamu jangan sekali-kali dekati kamar itu ya. Jangan sampai kamu bisa melihat wajah perempuan itu, kalau tidak
Asti hanya membisu. Rasa penasarannya kian memuncak, mengalahkan segala rasa takutnya.
"Nduk..awakku reti opo kekarepanmu.."
(Nak..saya tahu apa keinginanmu..)
"Sopo kon?"
(Siapa kamu?) teriak Asti.
"Awakmu gelem ta, Damar menderita? Aku iso ngewangi awakmu ben iso gawe wonge sengsara mergo wes nglarani atimu.."
(Kamu mau Damar menderita? Aku bisa bantu kamu biar bisa bikin dia sengsara karena sudah menyakiti hatimu..) suaranya begitu parau dan berat.
Sampai..
Asti merasakan ada yang menepuk pundaknya, dengan tangan yang begitu dingin.
Ia baru saja bermimpi tentang perempuan tadi. Tubuhnya dibasahi keringat. Ia menengok jam dinding menunjukkan pukul setengah 1 dini hari. Ia beranjak ke kamar mandi, berniat untuk membasuh wajahnya.
Asti masih belum juga bisa melihat wajahnya, karena perempuan itu menutupi wajahnya dengan rambutnya.
Kemudian, perlahan ia menyibak rambutnya dengan kedua tangannya, yang Asti baru sadari kala itu, kuku jarinya begitu panjang dan runcing.
Orangtuanya kaget dengan kedatangan Asti yang ketakutan dan ngos-ngosan.
(Kamu tuh kenapa nak? Kok lari-larian terus juga kenapa tiba-tiba kesini?) tanya Ibu Asti yang terkejut.
Asti pun menceritakan hal yang baru saja ia alami. Orangtuanya kian kaget, mereka buru-buru membawa Asti
Kebetulan sekali mbah Pujo belum tertidur, ia masih mendendangkan lagu jawa di kamarnya.
"Mbah, gawat mbah! Putumu iki lho! Ngeyelan tenan. Putumu wes ndelok rupane wedokan iku!"
Raut wajah Mbah Pujo mendadak berubah kesal dan marah. Ia mendekatkan dirinya ke Asti. Namun mbah Pujo hanya terdiam, tidak berkata apapun.
(Tolong disiapkan bunga 7 rupa. Sama air kelapa, cepat!) bentak mbah Pujo kepada orangtua Asti.
Mbah Pujo masih terlihat kesal, sedangkan Asti hanya terdiam menunduk, merasa bersalah karena telah melanggar larangan
Tak berselang lama, Asti merasakan tubuhnya menjadi sangat berat. Kuku-kuku jari tangannya tiba-tiba menghitam. Kulit di wajahnya melepuh secara perlahan. Dan ia tidak mampu menahan bibirnya untuk tetap rapat. Ia terus menerus membuka mulutnya dan air liurnya menetes.
Asti benar-benar ingin muntah, karena bau yang sangat menyengat dari borok di wajah perempuan itu. Asti berlarian kesana kemari berharap perempuan itu terlepas dari
Orangtua Asti datang dengan membawa ember besar berisi air kelapa dan bunga 7 rupa. Itupun air kelapanya belum penuh satu ember, karena mereka harus memetik dari pohonnya kemudian membukanya satu per satu. Beruntung kala itu keluarga Asti memiliki banyak pembantu,
Mbah Pujo memegangi lengan Asti, telapak tangannya ia tempelkan di wajah Asti. Bibirnya tak henti merapal sesuatu. Asti meronta-ronta karena tangan mbah Pujo terasa begitu panas di wajah Asti.
"Bocah iki saiki dadi duwekku, bocah iki sing bakal nggantekke aku neng kurungan kamar kae. Aku wes bebas Pujo!! Hahahahaha"
(Anak ini sekarang jadi milikku, anak ini yang bakal menggantikan aku di kurungan kamar itu.
Mbah Pujo diam saja, ia tetap fokus merapal sesuatu.
"Awakmu raiso ingkar janji Pujo! Sesuai karo sumpahmu, aku bakal tetep neng kurunganmu nganti ono uwong sing ndelok rupaku!"
(Kamu tidak bisa ingkar janji Pujo! Sesuai dengan sumpahmu,
"Nanging aku ora ngomong neng awakmu kecuali keluargaku, anak keturunanku!"
(Tetapi aku tidak bilang ke kamu kecuali keluargaku, anak keturunanku!) jawab mbah Pujo tenang.
Sampai akhirnya mbah Pujo terpental jauh, dan perempuan itu pun menghilang. Asti pingsan. Mbah Pujo memerintahkan untuk segera
Tubuh dan wajah Asti berangsur pulih seperti sedia kala. Malam itu, Asti selamat dari kutukan yang dibuat sendiri oleh mbahnya. Tanpa sadar bahwa mbah Pujo sendiri juga yang telah melanggar kutukan yang ia buat.
Keesokan harinya, matahari sudah cukup tinggi, namun sangat tumben mbah Pujo belum keluar dari kamarnya, padahal biasanya ia sudah berjalan-jalan di halaman rumah sejak pagi. Karena penasaran, ayah Asti pun berinisiatif untuk membangunkan mbah Pujo.
Keluarga Asti begitu terpukul atas kepergian mbah Pujo yang begitu tragis.
Kematian mbah Pujo yang tak wajar membuat gosip tak sedap di seluruh penjuru desa. Keluarga Asti hanya berusaha tuli atas semua kabar yang beredar.
Namun, pada malam-malam tertentu Asti sering mendengar suara batuk dan suara tangisan yang sangat mirip
Sedangkan ayahnya melanjutkan tradisi mbah Pujo untuk membuat sajen di setiap malam jumat kliwon. Ayah Asti pula yang selalu mencuci keris-keris dan jenglot peninggalan mbah Pujo.
_selesai_