My Authors
Read all threads
Mbok Mardiyah.


@bacahorror | #bacahorror


Perempuan dan kecantikannya, selalu ada harga yang harus dibayar mahal.
Setor poster dulu.

Start nulis nanti malam, stay tune! 🤗
"Buk, teng njawi sampun jawah.." (Buk, diluar sudah hujan..) ucap Yu Parti mengejutkan Mbok Mardiyah yang sedang berdiam diri di pendopo pribadinya.

Mbok Mardiyah bergegas melangkah keluar dengan membawa ember hitam berukuran sedang.
Ia menyincing jariknya agar memudahkan berjalan.

Mbok Mardiyah menuju talang air untuk menampung air hujan. Ia mendongakkan wajahnya menatap langit yang gelap disertai derasnya hujan, senyuman tersulam di bibir kecilnya.
Mbok Mardiyah begitu populer di kalangan pemuda dan hampir seluruh laki-laki di desa Pekuncen, baik yang beristri maupun yang duda.

Bukan tanpa alasan. Meskipun Mbok Mardiyah adalah seorang janda, namun usianya masih 24 tahun. Ia menjanda akibat kegagalan pernikahan mudanya,
dengan suami pertamanya. Untunglah, Mbok Mardiyah belum dikaruniai seorang anak, hal itu yang membuat para lelaki kian jatuh hati kepadanya.

Tubuhnya yang tinggi semampai, badannya berisi sempurna, kulitnya kuning langsat, dengan lesung pipit yang menawan dan sangat manis.
Sehari-hari Mbok Mardiyah selalu mengenakan kemben dan jarik. Tak lupa selendang tipis yang ia selempangkan untung menutupi dada dan kedua pundaknya.

Rambutnya disanggul rapi dan indah.
Semenjak menjanda, Mbok Mardiyah hidup sendiri di rumah warisan orangtuanya. Ia hanya ditemani oleh abdi setianya, Yu Parti.

Orangtua Mbok Mardiyah adalah semi bangsawan, tak heran jika rumah mereka besar dan mewah di zaman itu. Tanah miliknya pun ribuan hektar.
Terlebih Mbok Mardiyah adalah anak tunggal.

Semua orang selalu terpana akan kecantikan dan hartanya.

Tak terkecuali, Ridwan. Seorang pemuda berusia 23 tahun. Ia merupakan anak kepala desa. Karir Ridwan pun terbilang cukup cemerlang, ia bekerja di sebuah kantor pos.
Meskipun orangtuanya sering mencarikan jodoh yang tak kalah cantik dengan Mbok Mardiyah, namun Ridwan justru sangat tergila-gila dengan Mbok Mardiyah.

Dia berkali-kali meminta orangtuanya untun melamar Mbok Mardiyah untuknya. Namun orangtuanya selalu menolak keras.
"Le..le..kowe ki bujang gagah. Akeh sing gelem karo awakmu. Wong wedok lak yo akeh? Ngopo kudu karo rondo?" (Nak..kamu itu bujang ganteng. Banyak yang mau sama kamu. Perempuan kan banyak? Kenapa harus sama janda?) bantah Pak Mingan, ayah Ridwan, sekaligus kepala desa Pekuncen.
Namun, Ridwan kian hari kian memberontak. Ia tak segan melawan kedua orangtuanya untuk bisa mendapatkan keinginannya.

Akhirnya Pak Mingan menyerah dengan sikap Ridwan yang semakin semena-mena. Ia menuruti kemauan Ridwan untuk melamar Mbok Mardiyah.
Dan Mbok Mardiyah menerima lamaran Ridwan. Tak lama setelah itu mereka pun menikah.

Namun, dengan Mbok Mardiyah sudah menikah dengan Ridwan, sama sekali tidak menyurutkan para lelaki untuk menggoda Mbok Mardiyah.
Ridwan seringkali cemburu. Akhirnya ia melarang Mbok Mardiyah keluar rumah sendirian tanpa dirinya.

Mbok Mardiyah pun menuruti kemauan Ridwan. Ia sebenarnya istri yang taat dan penurut. Itu membuat Ridwan semakin menyayanginya.
Satu tahun pernikahan, mereka belum juga dikaruniai seorang anak.

Hingga muncul gosip warga, bahwa mungkin Mbok Mardiyah mandul (tidak bisa punya anak), karena di pernikahan pertamanya pun tak kunjung punya anak, padahal sudah berjalan 6 tahun.
Namun gosip tersebut ditepis jauh-jauh oleh Ridwan, yang tidak terima dengan dugaan-dugaan warga terhadap istrinya.

**
Lanjut besok ya.
Mohon maaf sekali, ada kendala malam ini 🙏
Keasyikan ovethinking sampai lupa kalau harus lanjutin nulis cerita 😁
Oke lanjut.
Akhirnya 4 bulan kemudian, ada kabar gembira dari Mbok Mardiyah, ia hamil anak pertamanya. Ridwan langsung memberi woro-woro kepada setiap orang yang ia temui di jalan, bahwa istrinya hamil.

Warga pun turut senang mendengar kabar baik tersebut.
Ridwan dan Mbok Mardiyah sering terlihat berjalan-jalan keliling desa di pagi dan sore hari. Keduanya nampak sangat bahagia.

9 bulan kemudian, Mbok Mardiyah melahirkan. Ridwan memanggil seorang dukun beranak.
Beberapa tetangga datang ingin menyaksikan anak Mbok Mardiyah. Ridwan pun mempersilakan dengan senang hati.

Mereka semua menunggu di ruang tamu, selama prosesi lahiran berlangsung.

30 menit kemudian, suara tangis bayi pun terdengar.
Gubrakkk!!! Tiba-tiba Mbah Jum, si dukun beranak keluar dari kamar Mbok Mardiyah dengan terburu-buru dan dengan wajah ketakutan.

Ia menunjuk dengan jari telunjuknya ke arah dalam kamar.

"Iku bayi setan!! Bayi ngono kui, ojo di jarno urip!! Bayi iku kudu mati!"
(Itu bayi setan!! Bayi seperti itu, jangan dibiarkan hidup!! Bayi itu harus mati!) ujar Mbah Jum gelagapan.

Ia kemudian bergegas keluar rumah, yang disusul oleh Ridwan sambil memanggil-manggil nama Mbah Jum.
"Mbah, baliko neng kene! Sampean kudu tanggungjawab, iki kabeh salahmu!" (Mbah, kembalilah kesini! Sampean harus tanggungjawab, ini semua salahmu!) umpat Ridwan masih mengejar Mbah Jum.

Warga yang menyaksikan hanya terdiam kaku, bingung dengan apa yang sedang terjadi.
Tak berselang lama, Ridwan kembali masuk, dan salah satu warga bernama Bu Rusti memberanikan diri untuk bertanya.

"Kenopo to mas Ridwan? Eneng opo?" (Kenapa si Mas Ridwan? Ada apa?)

Namun Ridwan tak menghiraukannya. Ia segera masuk ke kamar dengan wajah penuh amarah.
Bu Rusti dan warga lain mencoba mengikuti ke kamar.

Dan alangkah terkejutnya mereka, bahwa bayi yang dilahirkan Mbok Mardiyah dalam keadaan mengidap kelainan langka, jika menurut bahasa medis disebut Cyclopia.

Namun zaman itu belum ada istilah medis.
Jika ada yang belum tau apa itu Cyclopia.
Namun, tidak ada raut kesedihan di wajah Mbok Mardiyah mengetahui bayinya lahir dalam kondisi cacat.

Ridwan segera membubarkan warga dan mengusir dari rumah mereka.
Sekembalinya Ridwan ke kamar, terlihat Mbok Mardiyah tengah memakan bayinya sendiri hidup-hidup.

Ridwan yang melihat hal tersebut, tidak begitu kaget. Namun, ia tetap kesal dengan istrinya.

"Opo uripe awakdewe kudu ko ngene sakteruse? Tekan kapan?"
(Apa hidup kita harus seperti ini terus? Sampai kapan?) tanya Ridwan sembari duduk di tepian kasur dan menutup matanya dengan kedua tangannya.

Mbok Mardiyah tidak menggubris, ia tetap asyik menikmati santapannya malam itu, yaitu bayinya sendiri.
Saat itu tinggal tersisa bagian jari-jari kaki dan otak sang bayi.

"Sampean arep?" (Kamu mau?) tanya Mbok Mardiyah kepada suaminya sambil menjulurkan jari-jari kaki yang mungil dan otak bayi.

Mulutnya belepotan oleh darah, sampai ke giginya.
Ridwan hanya terdiam dan sayup-sayup terdengar suara isak tangisnya. Mbok Mardiyah yang menyadari hal tersebut, ikut duduk di samping suaminya.

"Awakdewe wis gawe perjanjian ning awal biyen, Mas. Nek kahananku ko ngene. Aku wis ora bisa ucul seko kahanan iki. Jaremu arep nompo
aku opo enenge. Saiki kok awakmu koyo nyesel wes rabi karo aku?" (Kita sudah buat perjanjian di awal, Mas. Kalau keadaanku seperti ini. Aku sudah tidak bisa lepas dari keadaan ini. Katamu mau nerima aku apa adanya. Sekarang kok kamu kaya menyesal sudah nikah sama aku?)
ucap Mbok Mardiyah lesu. Sementara jari-jari mungil dan otak bayinya masih ia genggam.

"Tapi tekan kapan nduk? Aku yo pengen koyo wongtuo liyo. Sing iso nduweni anak. Aku pengin momong anak.." (Tapi sampai kapan nduk? Aku pun ingin seperti orangtua lain. Yang bisa punya anak.
Aku pengin mengasuh anak..) suara Ridwan kian parau.

Mbok Mardiyah hanya terdiam. Ia kemudian pergi meninggalkan Ridwan seorang diri. Mbok Mardiyah menuju ke ruangan belakang rumahnya.

Ruangan tersebut berisi beberapa toples yang di dalamnya berisi air dan otak-otak kecil.
Ia kemudian memasukan otak bayinya tadi ke toples yang masih kosong.

Kemudian ia menuju dapur dan mengambil pisau.

Dirumah mereka memang hanya ada mereka berdua, karena sejak menikah dengan Ridwan. Mbok Mardiyah tidak lagi memperkerjakan Yu Parti.
Mbok Mardiyah berjalan menuju kamar dan mendapati Ridwan sudah terbaring di atas kasur. Ia lalu berlari dan menusuk dada Ridwan belasan kali, sampai akhirnya Ridwan pun mati dengan luka tusukan yang begitu mengenaskan.

Mbok Mardiyah kemudian tertawa puas menyaksikan dirinya
telah membunuh suaminya.

Ia kemudian menyeret tubuh Ridwan, dibawanya ke ruangan belakang, dan dia potong-potong tubuh Ridwan menjadi 12 bagian.

Kemudian ia memasak bagian paha dan lengan Ridwan, lalu ia makan. Semuanya ia lakukan tanpa merasa bersalah dan menyesal.
"Iki, Mas. Iki akibate nek sampean kakehan omong lan kakehan protes! Hahahaha.." (Ini Mas. Ini akibatnya kalau kamu kebanyakan bicara dan kebanyakan protes! Hahahaha..) Mbok Mardiyah bicara dengan nada tinggi disertai tawa yang tak kalah keras.

Sedangkan daging Ridwan sudah
selesai ia lahap.

**

Keesokan harinya, Mbok Mardiyah memberi pengumuman kepada warga bahwa semalam suaminya pergi begitu saja dengan membawa bayi yang baru saja ia lahirkan.

Katanya, Ridwan malu dengan kondisi bayinya yang cacat. Dia ingin pergi jauh mengasingkan diri,
bersama sang bayi agar si bayi tidak mendapatkan cemoohan dari orang-orang.

Cerita tersebut ia karang untuk menghilangkan jejak kejahatannya. Namun, yang aneh, ceritanya hampir mirip dengan kegagalan rumah tangganya yang pertama.
Kala itu Mbok Mardiyah pun mengumumkan kepada warga bahwa suaminya (yang pertama) pergi meninggalkan dia, karena mereka sempat bertengkar hal sepele. Dan sampai 1 tahun tidak pernah kembali hingga sekarang.

Warga mulai mencurigai Mbok Mardiyah yang bersikap aneh.
Bahkan sejak Ridwan menghilang, ia sering terlihat mengayuh sepedanya tengah malam sendirian, entah menuju kemana saat itu. Namun, arahnya selalu menuju jalan Watu Gudig.

Jadi, di desa Pekuncen ada sebuah situs Watu Gudig, disana hanya berisi sebuah lahan yang tidak terlalu luas
dengan 3 batu raksasa. Dan batu-batu tersebut memiliki banyak benjolan-benjolan abstrak menyerupai Gudig (Gatal-gatal) pada manusia.

Batu tersebut memang dikeramatkan oleh warga desa Pekuncen, mengingat banyaknya kejadian aneh yang terjadi disana.
Hal tersebut berlangsung cukup lama sampai berbulan-bulan. Sampai akhirnya salah seorang warga berinisiatif untuk mengikuti Mbok Mardiyah.

Dan benar saja, ia menuju situs Watu Gudig. Disana ia melepaskan selendang penutup dada dan pundaknya.
Yang tersisa hanyalah jarik dan kemben. Ia juga mengurai rambutnya. Kemudian ia mulai bersimpuh di depan salah satu batu yang terbesar.

Entah apa yang dia lakukan, namun dia berdiam diri dengan posisi itu dengan cukup lama.
Lalu, beberapa saat kemudian, sayup-sayup angin yang sangat-sangat dingin menerpa tempat itu. Disertai dengan suara petir yang menggelegar, hujan deras pun turun.

Dan saat itulah Mbok Mardiyah tertawa-tawa kegirangan sambil menengadahkan wajahnya ke langit.
Ia juga melompat-lompat seperti anak kecil.

Warga yang melihat hal tersebut merasa ngeri dengan pemandangan itu. Ia bergegas pulang, sebelum Mbok Mardiyah menyadari keberadaannya.
Berita pun menyebar cepat, warga menjuluki Mbok Mardiyah telah gila. Karena ditinggal berturut-turut oleh kedua suaminya tanpa alasan yang pasti.

Namun, yang namanya laki-laki, masih banyak yang memanfaatkan kesempatan itu untuk menggoda Mbok Mardiyah.
Pada suatu malam, Mbok Mardiyah lewat di depan pos ronda. Disana ada 4 orang laki-laki yang kebetulan sedang berjaga. Otomatis kesempatan tersebut digunakan sebaik-baiknya oleh keempat laki-laki mata keranjang tersebut.

"Mbok Mardiyah!! Kok sampean ayu tenan to Mbok?!"
(Mbok Mardiyah!! Kok sampean cantik banget Mbok?!) goda seorang pemuda bernama Parno.

Ketiga laki-laki yang lain juga turut menggodanya.

Mbok Mardiyah hanya diam, tidak melawan atau menepis tangan-tangan yang menyentuh tubuhnya secara kurang-ajar.
Tetapi, tiba-tiba tanpa disangka, Mbok Mardiyah menusukkan pisau di dada Parno. Seketika Parno jatuh tersungkur di tanah. Dan ketiga teman rondanya langsung lari terbirit-birit. Meninggalkan Parno begitu saja.
Mbok Mardiyah segera menyeret tubuh Parno yang sekarat, belum mati.

Ia memang sengaja tidak langsung membunuh Parno, karena...

Ia berencana untuk memperkosa Parno, agar dirinya bisa hamil. Mbok Mardiyah membawa Parno menuju sebuah kebun yang jauh dari pemukiman warga.
Disana ia mulai melucuti seluruh pakaian Parno, dan memperkosanya dengan kejam.

Setelah semua selesai, Mbok Mardiyah menghabisi Parno dengan menusuk puluhan kali dada dan perut Parno, sampai organ hati dan ususnya keluar.
Keesokan harinya, mayat Parno ditemukan oleh warga.

Warga marah besar karena mereka sudah mengetahui tabiat Mbok Mardiyah yang sesungguhnya, berdasar cerita ketiga teman ronda Parno.

Warga berbondong mendatangi rumah Mbok Mardiyah, namun nihil.
Mbok Mardiyah sudah lebih dulu kabur.

Ternyata tanpa diketahui oleh siapapun, Mbok Mardiyah sudah membangun sebuah rumah sederhana di tengah hutan. Rumah tersebut memang telah di persiapkan untuk pelariannya, kalau kalau dia ketahuan oleh warga.
Semenjak pembunuhan Parno, Mbok Mardiyah sama sekali tidak pernah terlihat lagi.

Karena, ia sedang mengandung bayi, di rumah pelariannya. Dia pun kembali memperkerjakan Yu Parti, abdi yang paling setia melayaninya.

Yu Partilah yang mencari seluruh kebutuhan Mbok Mardiyah.
Mbok Mardiyah memiliki warisan yang sangat banyak. Tak heran, meskipun dirinya tidak bekerja, hartanya tidak akan habis, meskipun terus menerus ia gunakan.

9 bulan kemudian, Mbok Mardiyah pun melahirkan. Dengan dibantu oleh Yu Parti, Mbok Mardiyah lagi-lagi melahirkan
bayi dengan kelainan langka, Cyclopia.

Dan seperti biasa, Mbok Mardiyah kembali memakan daging bayinya hidup-hidup. Dan disisakannya otak dari bayi tersebut.
Dan setiap malam bulan purnama, Mbok Mardiyah pasti memakan otak-otak bayi yang ternyata itu semua adalah bayinya sendiri alias anak yang dikandungnya selama 9 bulan lamanya.

Dan ketika turun hujan, di saat itulah Mbok Mardiyah harus menampung airnya, serta menengadahkan
wajahnya ke langit agar dirinya selalu awet muda dan kecantikannya tak akan pernah sirna.

**

Sejak kelahiran bayi yang terakhir, Mbok Mardiyah dibuat bingung memikirkan bagaimana ia mendapat mangsa laki-laki lagi untuk bisa menghamili dirinya.
Karena syarat agar ia tetap awet muda adalah dia harus mengkonsumsi daging bayi dan otak dari darah dagingnya sendiri. Tidak bisa bayi orang lain.

Dan laki-laki yang menghamili pun harus memenuhi kriteria yang ditentukan, yaitu memiliki rambut ikal, memiliki tahi lalat di wajah,
serta lahir di hari pasaran jawa Kliwon.

Dan Mbok Mardiyah sudah paham betul mana orang-orang yang lahir di hari Kliwon, bahkan tanpa ia harus bertanya.

Makanya tidak sembarang laki-laki bisa menghamilinya.
Mbok Mardiyah tidak mungkin kembali ke desa Pekuncen. Karena namanya sudah dicap buruk disana.

Akhirnya dia menyuruh Yu Parti untuk mencarikan laki-laki dari desa sebelah.

**
Pergilah, Yu Parti ke desa sebelah. Disana ia membuat semacam sayembara yang di peruntukkan pemuda gagah untuk bisa menikahi Mbok Mardiyah yang sangat cantik dan kaya raya.

Ramai pemuda berbondong-bondong mendatangi rumah Mbok Mardiyah yang ada di tengah hutan.
Lagian, siapa juga yang tidak tertarik dengan iming-iming tersebut.

Mbok Mardiyah mulai menseleksi satu-persatu pemuda yang datang. Dan dia menemukan setidaknya enam pemuda yang sesuai dengan kriteria yang ia cari.
Keenam pemuda tadi di kumpulkan oleh Mbok Mardiyah.

"Sampean-sampean semua, adalah enam dari sekian banyak pemuda yang datang di hari ini. Kalian yang menurutku masuk di kriteria calon pasanganku. Sekarang kalian aku beri tantangan, untuk bisa mencarikan aku air hujan,
yang rasanya lezat dan asin. Bawalah kesini seminggu kemudian.."

Keenam pemuda tadi pun bubar. Namun liciknya Mbok Mardiyah, ia menahan satu pemuda yang paling belakang dan membisikinya sesuatu.

"Awakmu ngko bengi iso teko nang kamarku jam 2 bengi.."
(Kamu nanti malam bisa datang ke kamarku jam 2 malam..) rayu Mbok Mardiyah dengan jurus centilnya yang menggoda.

Pemuda itu pun sangat bersemangat.

Tepat jam 2 malam, pemuda tadi mengetuk jendela kamar Mbok Mardiyah.
Mbok Mardiyah pun mempersilakan ia masuk. Dan mereka mulai melakukan hubungan terlarang.

Menjelang subuh, pemuda tersebut pamit hendak pulang. Namun, ketika ia sedang merapikan bajunya, Mbok Mardiyah menusuknya dari belakang.
Pemuda tadi langsung terkapar dengan darah yang mengalir deras di lantai kamar Mbok Mardiyah. Ia pun mati seketika itu juga.

Seperti korban-korban sebelumnya, Mbok Mardiyah memotong-motong tubuh pemuda tadi menjadi beberapa bagian, dan sebagian dagingnya ia makan.
Seminggu kemudian, kelima pemuda yang tersisa datang ke rumah Mbok Mardiyah dengan membawakannya air hujan.

Mbok Mardiyah mencicipi satu-persatu air hujan dalam ember mereka.

Dan ternyata, tak ada satupun air hujan yang menurutnya lezat dan asin sesuai permintaannya.
Mbok Mardiyah tiba-tiba saja murka. Dia mengambil pisau di dapur dan langsung menusuk-nusuk kelima pemuda tadi.

Namun, salah satu pemuda yang bernama Kusto, berhasil merebut pisau dari genggaman Mbok Mardiyah. Dan langsung kembali menusuk Mbok Mardiyah.
Terjadi pertengkaran berdarah disana. Yu Parti yang mendengar keributan pun turut serta membantu Mbok Mardiyah.

Bahkan, Yu Parti menggunakan gergaji mesin yang akhirnya menewaskan keempat pemuda dengan begitu ganas.

Sementara Kusto berhasil lari, dengan menahan luka tusukan,
di perutnya.

Yu Parti melihat Mbok Mardiyah terkapar dengan leher yang hampir putus, namun ia belum mati.

"Wektuku wis teko Yu..aku kudu lungo..tak jaluk ning awakmu, kabeh omah, lemah, bondoku kok simpen kanggo awakmu lan anak putumu.." (Waktuku sudah datang Yu..
aku harus pergi..aku minta ke kamu, semua rumah, tanah, hartaku kamu simpan untuk dirimu dan anak cucumu..) ucap Mbok Mardiyah di akhir hayatnya.

Tak berselang lama, ia menghembuskan nafas terakhir.

**
Sementara Kusto telah sampai di desa Pekuncen. Disana ia diberi pertolongan warga dan menceritakan apa yang telah terjadi pada dirinya dan kelima pemuda lain.

"Wong wedok bajingan. Jebul sing awakdewe goleki selama iki ndelik neng alas kono..saiki awakdewe kudu mrono ngge
musnahake wong wedok iku!!" (Perempuan bajingan. Ternyata yang selama ini kita cari bersembunyi di hutan sana..sekarang kita harus kesana untuk memusnahkan perempuan itu!!) teriak salah satu warga yang terlihat sangat murka.
Akhirnya beberapa warga desa Pekuncen beramai-ramai mendatangi kediaman Mbok Mardiyah.

Namun sayangnya, ia hanya menemukan kelima jasad pemuda yang sudah terbunuh dengan ganas.

Tanpa pikir panjang, warga membakar rumah Mbok Mardiyah sampai habis tak tersisa.
Warga mencari Mbok Mardiyah di sekitaran rumahnya. Namun, tidak ditemukan juga.

Karena tanpa mereka sadar, jasad Mbok Mardiyah telah dibawa Yu Parti menuju rumah Mbok Mardiyah yang ada di desa Pekuncen.

**
Di rumah Mbok Mardiyah, Yu Parti membaringkan Mbok Mardiyah di pendopo pribadinya.

Karena cinta dan abdinya yang setia, Yu Parti merasa sangat bersedih dan kehilangan Mbok Mardiyah.

Akhirnya dia mencari berbagai macam cara agar bisa kembali menghidupkan Mbok Mardiyah.
Yu Parti teringat, bahwa Mbok Mardiyah yang sejatinya menganut ajaran sekte keabadian, memiliki banyak sekali buku-buku mantra sesat.

Ia bergegas menuju ruang kamar Mbok Mardiyah dan mencari buku yang sekiranya bisa digunakan untuk menghidupkan Mbok Mardiyah.
Namun, nyatanya usaha Yu Parti sia-sia. Ia justru terbunuh begitu saja oleh sesuatu hal yang sangat mengerikan, berwujud dedemit yang sangat besar berwarna hitam dengan rambut panjang menjulur ke lantai, mata merah darah, dan taring yang tajam.
Makhluk tersebut menyerang Yu Parti yang sedang mengorek-orek koleksi buku-buku mantra sesat milik Mbok Mardiyah.

Yu Parti mati dalam kondisi yang mengenaskan, dengan tubuh yang tak lagi berbentuk, karena makhluk tadi mencabik-cabik tubuh Yu Parti.
Setelah kejadian tersebut, tak satupun warga yang mengetahui hal tersebut.

Bahkan mereka sama sekali tidak mencari Mbok Mardiyah ke rumah aslinya yaitu yang ada di desa Pekuncen.

Mereka berfikiran bahwa Mbok Mardiyah telah lari lebih jauh lagi untuk menghindari amukan masa.

**
Dua tahun semenjak kejadian tersebut, tak ada hal yang aneh terjadi di desa Pekuncen. Namun, tak satupun warga berani melewati kawasan rumah Mbok Mardiyah.

Karena katanya, pernah beberapa kali orang lewat sekitaran rumah Mbok Mardiyah, mereka melihat ada sosok perempuan
yang sangat mirip dengan Mbok Mardiyah, namun ia bertingkah aneh.

Seorang tukang bakso yang pada suatu malam melewati area rumahnya mengaku dipanggil-panggil oleh suara perempuan yang hendak membeli baksonya.
Perempuan tersebut keluar dengan setengah berlari dari rumah Mbok Mardiyah. Tukang bakso itu kebingungan, karena setau dia, rumah Mbok Mardiyah telah lama kosong.

Namun, gelagat perempuan tadi tidak janggal pada awalnya. Sampai setelah sebungkus bakso selesai,
si tukang bakso pun menyerahkan kepada perempuan tadi.

Perempuan tadi tiba-tiba menyeringai sembari lehernya perlahan-lahan sobek dengan sendirinya, sehingga darah bercucuran dari sana membasahi baju dan lengan perempuan itu.
Cerita lain juga datang dari seorang pemuda, yang suatu malam melewati area rumah Mbok Mardiyah dengan menaiki sepeda onthelnya.

Tepat di depan pintu gerbang rumah Mbok Mardiyah yang sudah berkarat. Pemuda tadi merasa boncengannya sangat berat, sampai-sampai
ia kesulitan mengayuh. Dia berkali-kali menengok ke belakang namun boncengannya kosong.

Kejadian tersebut berakhir dengan ban belakang sepeda pemuda tadi bocor tanpa sebab, yang menyebabkan ia mau tidak mau harus menuntun sepedanya.
Saat menuntun inilah, ia mengaku mendengar suara-suara tertawa cekikikan yang menggema, yang entah berasal dari mana.

Pemuda tadi juga melihat ada seorang perempuan mengenakan kemben, dengan rambut berkonde di pelataran rumah Mbok Mardiyah.
Perempuan tersebut berparas sangat ayu, ia melambai-lambai kepada pemuda tadi seolah-olah mengajaknya untuk mampir.

Namun, ia tak menghiraukan perempuan itu. Ia hanya bolak-balik melafalkan doa-doa sebisanya.
Tetapi yang terjadi selanjutnya justru lebih mengerikan. Tiba-tiba saja perempuan tadi sudah berdiri di depan pemuda tadi.

Perempuan itu komat-kamit seperti melafalkan sebuah mantra yang entah apa artinya. Kemudian ia tertawa-tawa tidak karuan seperti orang gila.
Perempuan itu juga merangkak-rangkak di jalan tanah yang pemuda tadi lewati, sambil kuku-kukunya yang panjang menggaruk-garuk tanah tersebut.

Pemuda tadi pun lari terbirit-birit sampai ke rumahnya. Ia meninggalkan sepedanya di jalan tadi.
Ia menceritakan kejadian yang ia alami kepada keluarganya.

Bapaknya yang mulai penasaran, menceritakan kepada beberapa warga.

Keesokan harinya di siang hari, warga mendatangi rumah Mbok Mardiyah. Mereka mendobrak pintu gerbang rumah itu yang terkunci rapat.
Pelatarannya yang sudah ditumbuhi rumput liar setinggi dada, mereka tebas untuk memudahkan jalan.

Sampailah mereka di depan pintu utama rumah Mbok Mardiyah. Mereka mencoba membuka, namun terkunci. Lagi-lagi mereka harus mendobraknya.
Aneh. Rumah itu sudah dua tahun kosong, tetapi perabotan didalamnya masih sangat terawat, lantainya pun bersih. Seperti ada yang membersihkan setiap hari.

Saklar-saklar lampu pun masih berfungsi dengan baik. Bagaimanapun juga rumah itu bisa dikatakan rumah paling mewah di
desa Pekuncen, dimana di dalamnya terdapat barang-barang antik yang bernilai fantastis.

Di ruang tengah terdapat banyak sekali pajangan-pajangan kepala rusa dengan tanduk yang eksotis. Dan semuanya sangat terawat serta rapi.
Mereka menelisik ke beberapa kamar, sampai mereka meyakini sebuah kamar itu milik Mbok Mardiyah. Karena terdapat bingkai-bingkai foto potret Mbok Mardiyah.

Dan disana yang mengejutkan adalah mereka menemukan tulang-belulang manusia.
Yang mereka duga, itu adalah tulang belulang Mbok Mardiyah. Warga kemudian membereskan tulang tulang itu untuk dikuburkan dengan layak.

Mereka menulusuri setiap sudut ruangan rumah Mbok Mardiyah yang besar. Tidak ditemukan hal aneh apapun kecuali sebuah pendopo kecil,
yang ditemboknya tergambar jelas kepala rusa dengan tanduk yang panjang, dan ada lambang bintang di dahinya.

Ruangan tersebut pun terlihat sangat-sangat terawat. Bahkan ada sisa-sisa lilin yang sepertinya baru dinyalakan malam sebelumnya karena terlihat dari lelehan-lelehannya.
Tiba-tiba mereka mendengar suara-suara laki-laki yang sepertinya butuh pertolongan.

Mereka mencari sumber suara-suara tersebut, dan akhirnya mereka menemukan sebuah pintu kecil berukuran 100 cm x 100 cm berwarna merah.
Mereka masuk lewat pintu tersebut dengan menundukkan badan.

Dan disana terdapat ruangan kosong nan luas yang berisi puluhan laki-laki yang diikat kaki dan tangannya di sebuah kursi.

Mulutnya telah disobek sisi kanan dan kiri sampai mendekati ujung telinga, dan terdapat tali
yang menyumpal mulut-mulut mereka.

Betapa mengerikan dan menyedihkan suasana di dalam ruangan tersebut. Mereka mengeram-eram meminta pertolongan.

Warga bergegas membuka satu-persatu ikatan tali di tangan-tangan mereka, yang ternyata tali tersebut terikat dengan sangat erat.
Kemudian, mereka dikejutkan dengan suara deritan pintu lain di ruangan tersebut. Disanalah mereka melihat sosok Mbok Mardiyah keluar dengan wajah yang sangat murka.

Namun, anehnya Mbok Mardiyah kian terlihat cantik dan muda. Wajahnya, kemolekan tubuhnya, seperti tak pernah
lekang oleh waktu.

Warga yang dibuat termenung sejenak, kemudian kembali tersadar ketika para laki-laki yang di ikat mulai meronta-ronta minta dilepaskan.

Namun, sayang Mbok Mardiyah telah membawa sebuah gergaji mesin di tangannya.
Ia membabi buta hendak menyerang satu persatu warga yang ada di sana.

Beberapa warga telah berhasil ia bunuh dan yang lain berhasil kabur melalui jendela.

**
Warga yang berhasil selamat, tanpa berpikir panjang segera mengumpulkan daun-daun pisang kering di sekitaran rumah Mbok Mardiyah, lalu mereka pun membakarnya.

Api melalap hebat hanya dalam waktu yang cepat, karena rumah Mbok Mardiyah ini memiliki halaman depan, belakang,
samping kanan dan kiri yang luas dan banyak pepohonan, jadi sangat memudahkan api menjalar.

"Kepie nasipe wong-wong lanang sing neng njero kono?" (Bagaimana nasipnya laki-laki yang ada di dalam sana?) tanya salah seorang warga yang menyadari bahwa masih ada belasan nyawa yang
mungkin masih hidup dan bisa di selamatkan.

Namun, warga lain justru tak acuh dan memilih mengakhiri semua. Tak berselang lama terdengar suara jeritan seorang perempuan dari dalam rumah.

Suara-suara laki-laki berteriak pun terdengar tak kalah kencang. Suasana disana sangat riuh
Lalu, Mbok Mardiyah yang tubuhnya dipenuhi api, mendadak menerobos keluar jendela mendekati kerumunan warga yang ada di halaman samping kiri rumahnya.

Mbok Mardiyah setengah berlari dengan menyeret kaki kanannya yang sudah hangus terlalap api.
Separuh wajahnya pun telah hancur dan tulang-tulangnya sedikit meleleh. Namun anehnya dia tetap belum mati.

Bahkan dirinya masih mampu membawa sebuah parang di tangan kanannya, ia berniat untuk menghabisi warga disana.
Namun, tiba-tiba hujan turun dengan begitu derasnya. Api di tubuh Mbok Mardiyah hilang dan tulang-tulangnya mendadak menyusut seperti air. Terjatuh di tanah begitu saja, menjadi tubuh yang tak berbentuk, yang tersisa hanya semacam genangan minyak.
Warga khawatir Mbok Mardiyah akan bangkit lagi.

Mereka melihat sebuah bayangan seperti asap hitam tebal keluar dari bekas tubuh Mbok Mardiyah. Asap itu memiliki mata merah darah dengan taring yang tajam, makhluk itu menyeringai ke arah warga, sebelum disusul tawa
mengejek.

Kemudian, sosok tadi berlalu dan lenyap begitu saja diguyur air hujan.

Setelah menunggu cukup lama, warga benar-benar memastikan bahwa Mbok Mardiyah telah benar-benar lenyap. Dan setelah mereka yakin, mereka berlanjut menuju puing-puing rumah Mbok Mardiyah.
Tepatnya di ruangan tempat penyekapan para laki-laki tak dikenal tadi.

Mereka telah hangus terbakar dengan tangan dan kaki yang masih terikat di kursi.

Beberapa warga yang telah terbunuh oleh Mbok Mardiyah pun bergelimpangan di lantai dengan tubuh yang hitam tak berbentuk.
Mereka pun berbondong mengeluarkan jasad korban satu per satu untuk dikuburkan dengan layak.

**
Sampai saat ini cerita tentang Mbok Mardiyah masih teringat jelas menjadi dongeng turun temurun, dari mulut ke mulut.

Biasanya digunakan para orangtua untuk menakut-nakuti anaknya agar tidak bandel. Kalau bandel nanti diculik Mbok Mardiyah.
Sedangkan rumah Mbok Mardiyah hanya tersisa puing-puingnya saja.

Warga memutuskan tanah warisan peninggalannya digunakan sebagai tanah wakaf bagi orang-orang miskin.

***

Sekian dan terimakasih.
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Keep Current with Sekala Niskala

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!