Urban story yang bercerita tentang terkutuknya bersiul di malam hari.
•
•
@bacahorror | #bacahorror
Cerita kali ini agak berbeda dari cerita biasanya ya. Karena cerita ini akan mengandung banyak unsur kekerasan dan misteri didalamnya.
Akan banyak istilah-istilah yang mungkin kurang nyaman untuk dibaca dan dibayangkan.
Bantu like dan retweet sebanyak-banyaknya 🙏
_____________________
Tahun 1966.
Rimba Seta adalah putra dari pasangan muda yang kaya raya. Dirinya hidup berkecukupan sejak lahir. Ayahnya, Pak Kerta merupakan pewaris tunggal dari seorang saudagar sembako kala itu. Sedangkan Ibunya, Bu Sanum merupakan
Rimba Seta sudah terbiasa hidup glamour dari kecil. Segala kebutuhannya selalu terpenuhi, orangtuanya sangat menyayanginya.
Rimba kecil sering bertindak semena-mena terhadap teman sepermainannya. Dia sering dengan sengaja mengejek, menghina, bahkan tak segan menyakiti temannya.
Sehari-hari Rimba di asuh oleh para pengasuhnya yang berjumlah 7 orang.
Sedangkan pengasuh laki-laki bertugas menjadi boddyguard Rimba kemanapun ia pergi.
Maka dari itu Rimba tumbuh menjadi anak yang sedikit arogan.
**
__________________
Tahun 1967.
Tepat saat Rimba berumur 7 tahun, Rimba di ajak oleh orangtuanya berlibur ke luar kota. Mereka pergi ke sebuah perbukitan nan asri untuk sekedar melepas penat.
Seisi rumah diajaknya, termasuk semua pengasuh Rimba.
Di depan villa yang mereka tinggali, ada sebuah taman bermain
Selama ada villa, Rimba sering menghabiskan waktunya untuk bermain di taman tersebut.
Rimba bermain sejak pukul 14.00 - 14.45 sore.
Kemudian setelah itu Rimba pun kembali ke villanya.
"Ayah, ayah tau tidak? Kalau iblis itu punya dua sayap? Tapi aku tidak tau kenapa iblis tidak pernah mau menunjukkan wajahnya.."
Ayahnya kebingungan, mengapa Rimba tiba-tiba menanyakan hal semacam itu. Bahkan ayahnya sama sekali tidak pernah mengajarkan kepada Rimba bahwa ada makhluk lain yang juga tinggal di bumi, bernama iblis.
"Ibu, kemarin aku diberi tau oleh mereka, bahwa Ibu mungkin tidak akan punya anak lagi. Apa itu benar Bu?"
"Mereka siapa?" Ibunya bertanya balik.
"Umm..mereka yang punya dua tanduk di kepalanya." jawab Rimba.
Namun, orangtuanya mengabaikan begitu saja, mereka berfikir, mungkin Rimba hanya sedang mengada-ada dan berhalusinasi.
Akhirnya, mereka pun pulang, kembali ke desanya.
Orangtuanya terheran-heran, di usianya yang masih 7 tahun, Rimba mampu bersiul senyaring itu, bahkan terkadang memiliki nada.
"Rimba, Rimba jangan suka bersiul lagi ya..nggak baik, nanti ada sesuatu yang datang menghampiri kamu.." ucap Bi Inuk sembari memandikan Rimba sore itu.
Lama-kelamaan, bersiul menjadi kebiasaan Rimba yang sangat sulit dihilangkan. Sudah berkali-kali dinasehati, namun Rimba selalu
Sejak Rimba suka bersiul, Rimba tidak pernah lagi keluar dari rumahnya untuk bermain dengan teman-temannya.
Sudah berbulan-bulan keadaan ini terus terjadi. Orangtuanya mulai merasa khawatir dengan perlakuan aneh Rimba.
Namun, orangtuanya menepis jauh-jauh kabar tersebut, dan tidak mempercayainya sama sekali.
Namun, setelah pengasuh tersebut melaporkan kepada orangtua Rimba, lebam-lebam tadi telah menghilang
Bahkan Pak Kerta pernah mencoba untuk dia sendiri yang membangunkan Rimba di pagi hari,
Tetapi para pengasuh terus menerus melihat kejanggalan pada diri Rimba.
Salah satu pengasuh bahkan bersumpah bahwa ia pernah mendengar Rimba bersiul di kamarnya pada tengah malam menjelang pagi sekitar pukul 02.00.
Pengasuhnya yang khawatir pun mencoba membuka pintu Rimba,
Ia bergidik ngeri dan memilih kembali ke kamarnya.
Tidak sampai disitu, pada suatu malam, Rimba pernah kedapatan sedang berjalan menuju gerbang depan rumahnya, sendirian. Salah satu boddyguard yang melihatnya segera mencegat Rimba.
"Malam ini mereka tidak mau datang, katanya sedang ada kenduri (pesta) di lapangan dekat persimpangan ujung jalan sana, jadi aku memutuskan untuk kesana saja menghampiri mereka.." jawab Rimba.
Ia lalu berinisiatif langsung menggendong Rimba dan membawanya ke kamar.
Perawakannya tinggi besar, rambut cepak menggunakan topi dan setelan jas warna hitam, serta mengenakan sepatu fantofel hitam.
Ketika ditanya oleh pengasuh siapa dia dan bermaksud apa, laki-laki tersebut hanya terdiam, namun ia menyodorkan sebuah kotak kecil, lalu bergegas pergi.
Tidak ada nama pengirim di kotak tersebut. Setelah dibuka, di dalamnya terdapat beberapa tulang belulang yang sepertinya itu tulang binatang, dan selembar surat.
"Saya tertawa mendengar kabar yang merebak di masyarakat bahwa anakmu, mulai bertingkah seperti orang tidak waras. Bahkan banyak yang menganggap anakmu itu dirasuki iblis. Sebenarnya semua yang terjadi dengan anakmu, adalah pekerjaanku.
Pak Kerta tidak mengerti sama sekali apa yang tengah pengirim surat coba bicarakan melalui tulisannya.
Tetapi satu yang ia pahami, anaknya berada dalam bahaya.
Masyarakat heboh dan mulai berlomba-lomba mencari laki-laki yang dimaksud. Hampir semua warga beralih dari pekerjaan utamanya, demi mencari pelaku.
Bagi seorang Pak Kerta imbalan segitu besarnya sangatlah kecil, karena kekayaan Pak Kerta jangan ditanya lagi, tidak akan habis 7 turunan pun.
Bahkan Rimba tidak diperbolehkan keluar kamar. Namun, karena orangtuanya memperlakukan seperti itu, Rimba justru semakin memberontak.
Para pengasuh mulai mengeluh atas perlakuan Rimba kepada mereka. Bahkan pernah suatu siang, tak segan Rimba menendang wajah pengasuh, sampai mata pengasuhnya bengkak.
Karena Rimba yang asli, adalah seorang anak yang periang dan selalu baik kepada para pengasuhnya, meskipun dia pun beberapa kali menyakiti teman-temannya, namun tidak sampai tahap yang parah.
Mereka malah tetap sibuk mengurus bisnis dan dagangannya.
Katanya, laki-laki tersebut sedang bersembunyi di hutan yang tak begitu jauh dari
"Bagaimana kamu tau, bajingan itu ada disana?" tanya Pak Kerta.
"Karena tadi malam, ketika saya sedang berjalan di pinggir desa dekat sungai, saya melihat laki-laki yang berjalan mengendap setengah berlari, dia memakai setelan jas lengkap dan topi.
Setelah 3 bulan diadakan sayembara, belum ada satupun warga yang datang dengan betul-betul membawa laki-laki yang
Sedangkan keadaan Rimba sudah semakin memburuk, dirinya terus-menerus memuntahkan cairan berwarna kuning agak kehijauan dan terkadang ada banyak belatung di muntahannya.
**
______________________________
Kabar baik tak kunjung terdengar, bahkan sayembara yang diadakan orangtua Rimba sudah seperti angin lalu. Para warga telah menghentikan proses pencarian dan mulai melanjutkan pekerjaan utama mereka masing-masing.
Berat badan Rimba turun drastis dalam kurun waktu 4 bulan terakhir.
Bahkan Bu Sanum sempat memerintah Bi Inuk untuk memberi Rimba obat tidur agar Rimba bisa tidur, tetapi Bi Inuk menolak keras karena menganggap tidak semestinya Rimba diperlakukan seperti itu.
Sedangkan kedua pengasuh tidur di lantai kamar Rimba dekat ranjang, sedangkan dua pengasuh lain tetap di kamarnya masing-masing karena mereka
Salah satu pengasuh yang tidur di kamar Rimba adalah Bi Inuk. Bi Inuk bisa dibilang adalah pengasuh yang paling dekat dengan Rimba, bahkan Rimba sudah dianggap seperti anak sendiri olehnya.
Tetapi, jika tengah malam datang, Rimba sering berdiri di atas ranjangnya
Tak jarang juga, Rimba bertingkah seolah dia sedang mengobrol dengan seseorang, padahal tidak ada siapapun disana.
Bi Inuk dan satu pengasuh lainnya hanya bisa terdiam ketakutan tidak berani menyapa Rimba.
Rimba pun pernah merangkak dari ranjangnya dan menghampiri Bi Inuk yang tertidur di pojokan kamar.
Padahal jarak ranjang ke posisi Bi Inuk ada sekitar 2 meter, atau bisa dibilang tubuh Rimba memanjang.
Ketika menghampiri Bi Inuk yang sudah menangis di pojokan, wajah Rimba terlihat sangat sangat menyeramkan. Matanya berubah menjadi hitam semua, dan giginya berubah runcing serta kulitnya sangat pucat.
"Bi Inuk ayo singsot bareng-bareng aku!!! Hahahahaha!!!" teriak Rimba dengan suara yang serak dan sedikit berat, seperti bukan semestinya suara anak kecil.
Ya maklum, rumah Rimba saat itu sangat besar dengan banyak ruangan di dalamnya.
Saat itu sudah pukul 01.30 malam, mereka tidak berani membangunkan Pak Kerta karena pasti Pak Kerta akan murka jika diganggu waktu istirahatnya.
Mereka kembali melanjutkan tidurnya sampai pagi menjelang.
Semua pengasuh mulai mengerjakan tugasnya masing-masing, boddyguard juga mulai ke halaman depan dan gerbang untuk melaksanakan kebiasaannya di pagi hari.
Namun, siapa yang menyangka bahwa ternyata, pagi itu adalah pagi terakhir Rimba terlihat hidup.
**
_______________
Para pengasuh segera memberitahu orangtua Rimba bahwa anaknya menghilang. Saat itu Pak Kerta dan Bu Sanum masih terlelap tidur di kamarnya.
Mereka pun terkejut atas kabar dari para pengasuh. Namun, anehnya mereka hanya menyuruh
Para pengasuh pun membuat pengumuman kepada seluruh warga desa agar membantu pencarian Rimba.
Mereka pun berbondong-bondong secara sukarela untuk mencari Rimba.
Padahal para pengasuh dan warga desa sedang panik mencari keberadaan Rimba.
Bi Inuk pun inisiatif bertanya.
"Ahh, tidak apa Bi. Kalian kan pasti lelah mencari Rimba, jadi kami saja yang beberes rumah. Bagaimana apa Rimba sudah ditemukan?" jawab Pak Kerta.
"Sudah. Tidak perlu. Kita tunggu saja dia pulang dengan sendirinya. Kalian kerjakan tugas kalian
"Tapi Nyonya.."
"Sudah tidak perlu membantah!! Kerjakan saja tugas kalian!!" tiba-tiba Pak Kerta membentak dengan suara tinggi.
Mau tak mau para pengasuh pun hanya menuruti saja kemauan majikan mereka.
Bi Inuk pun mengambil potongan kain tersebut dan menunjukkan kepada pengasuh lain.
Mereka pun kembali panik, tetapi di sisi lain mereka pun takut dimarahi oleh Pak Kerta. Akhirnya mereka mendiamkan penemuan tersebut untuk sementara waktu.
Awalnya, ia tidak mendapati sesuatu yang aneh. Namun semakin ia masuk, semakin ia mencium bau anyir darah.
Kebetulan di gudang bawah tanah tersebut memang digunakan sebagai tempat menyimpan peralatan kebun dan juga menyimpan jerami kering yang biasa Pak Kerta gunakan untuk
(Jerami dibakar bisa mengusir nyamuk)
Boddyguard tadi perlahan mendekat ke arah tumpukan jerami, dan di salah satu sudut, ia melihat bercak darah.
Dia pun mulai membuka tumpukan jerami tersebut, dan
Rimba ditemukan dengan kondisi yang sangat-sangat mengenaskan. Dimana lehernya telah di gorok cukup dalam sehingga kepalanya hampir saja terlepas,
Kedua matanya telah tercongkel dan hilang entah kemana. Telinga kanannya putus, jari-jari kakinya menghilang, beberapa organ dalam perutnya keluar, dan yang paling mengerikan adalah
Bahkan saat ditemukan mulut Rimba menganga dengan lidah yang telah terpotong.
Boddyguard benar-benar kaget bukan main, dia berkali-kali hendak muntah akibat ngerinya kondisi Rimba saat itu.
Para pengasuh sangat sangat terkejut, Pak Kerta dan Bu Sanum pun memerintahkan agar mayat Rimba segera dikuburkan.
Berita menyebar cepat, para warga berdatangan untuk melayat.
Para warga sangat prihatin dengan apa yang menimpa Rimba. Mereka juga merasa kasihan kepada Pak Kerta dan Bu Sanum
Setelah Rimba dimakamkan, banyak kejanggalan yang dirasakan oleh para boddyguard dan pengasuh.
Ada tanda tanya besar mengenai apa penyebab kematian Rimba, dan jika dia dibunuh, lalu siapa pelakunya?
**
Dibunuh atau Di Ambil?
• Last •
______________________________________
Meskipun jasad Rimba Seta telah dikuburkan, namun tidak turut hilang pula desas-desus mengenai kematian Rimba Seta yang terbilang tidak wajar.
Pak Kerta dan Bu Sanum memilih bungkam atas kabar yang sedang beredar di masyarakat.
Sampai pada akhirnya, setahun kemudian.
1968.
Beberapa orang dari kepolisian mendatangi kediaman Pak Kerta, kabarnya Pak Kerta terkena tuduhan penjualan senjata api ilegal.
Warga berduyun datang ke halaman rumah Pak Kerta untuk menyaksikan penggledahan tersebut.
Sebenarnya warga pun penasaran, bagaimana kondisi keluarga Pak Kerta saat itu, setelah hamlir setahun tidak
Namun anehnya, kekayaan mereka seakan tiada habis-habisnya.
Dan ternyata terjawab sudah bahwa setahun terakhir ini Pak Kerta memulai bisnis baru yaitu jual beli senjata api.
Pak Kerta dan para pengasuh, yang saat itu telah beralih tugas menjadi agen bawahannya Pak Kerta pun langsung ditangkap,
Tetapi, yang mengejutkan baru diketahui saat itu juga ternyata Bu Sanum telah menderita sakit jiwa sejak 6 bulan terakhir. Namun parahnya Pak Kerta sama sekali tidak pernah membawa Bu Sanum pergi berobat,
Bahkan kebiasaannya di malam hari adalah menari-nari di balkon lantai dua rumah mereka, sendirian.
Warga pun miris melihat keadaan Bu Sanum saat itu. Akhirnya polisi membawa Bu Sanum ke Rumah Sakit Jiwa.
Setelah penjelasan kasus jual beli senjata api dianggap tuntas, tiba-tiba polisi menanyakan perihal kematian anaknya setahun lalu yang tidak wajar.
Pak Kerta menceritakan bahwa pagi itu, sekitar pukul 04.30, ia mendengar suara teriakan Rimba.
Pak Kerta sempat terheran, kemana perginya semua pengasuh yang lain
Pak Kerta pun menghampiri Bi Inuk sambil mencegah perbuatannya, namun Bi Inuk terlanjur membabi buta, sampai akhirnya Rimba terkulai lemas, nyawanya tak tertolong.
Ketika Bi Inuk menyadari perbuatannya, ia pun memohon kepada Pak Kerta agar mengampuninya,
Akhirnya, pagi itu Bi Inuk dibantu oleh Pak Kerta menyembunyikan mayat Rimba di gudang bawah
Dengan syarat, Bi Inuk harus siap memuaskan syahwat Pak Kerta kapanpun ia mau. Bi Inuk pun setuju.
Setelah pengakuan dari Pak Kerta, tiba-tiba Bi Inuk menyanggah semua perkataan Pak Kerta, menurutnya itu semua adalah bohong.
Alasannya karena mereka telah banyak menanggung malu akibat perlakuan aneh anaknya. Tokonya semakin hari semakin sepi, karena orang-orang mulai berfikir bahwa ada yang tidak
Akhirnya disepakatilah bahwa Rimba harus mati dibunuh, karena jika dipertahankan pun hanya kemungkinan kecil Rimba dapat sembuh seperti semula.
Pagi itu, saat Rimba tengah terlelap tidur, Bi Inuk dan beberapa pengasuh bergegas membawa Rimba ke dapur.
Ditaruhnya mayat Rimba di gudang bawah tanah. Dan semua itu dilakukan berdasar persekongkolan dengan orangtua Rimba sendiri.
Namun sebulan berikutnya, siulan-siulan tersebut malah semakin menjadi-jadi.
Dan Bu Sanum, berkali-kali didatangi langsung oleh arwah anaknya dengan rupa yang sangat menyeramlan, hal itulah yang
Dengan kondisi Bu Sanum yang sudah tak waras lagi, Pak Kerta pun melampiaskan syahwatnya kepada Bi Inuk. Mereka seakan bebas tanpa Bu Sanum yang mengganggu, hal itulah yang menjadi penyebab Pak Kerta sama sekali tidak membawa Bu Sanum
Polisi benar-benar tidak habis pikir kepada keluarga ini. Karena mereka baru pernah menemui orangtua setega dan segila itu membunuh anaknya sendiri dengan cara sesadis itu.
***
Tamat.
_