Acep Saepudin Profile picture
Aug 25, 2020 88 tweets 15 min read Read on X
- KOTA MISTERI DI LINGKUP HUTAN -
Cerita ini akan mengetengahkan perjalanan Johan dan kawan-kawan di tengah kota terpencil. Selamat membaca.

Pict. source : Google
@ceritaht #ceritahorortwitter @bagihorror @WdhHoror17 #bagihoror #wdhhoror #ceritamisteri @IDN_Horor Image
Cerita ini merupakan kelanjutan yang seharusnya dari cerita berjudul "Paninggaran". Cerita akan berfokus pada Johan dan Lidya yang setelah berhasil menghindari kejaran makhluk-makhluk penunggu Taman Ramayana, berhasil mencapai kota yang dinamakan Warung Kiara.
Cerita dimulai sebelum Johan dan Lidya diganggu sosok negatif di kota tersebut yang bernama Salasatri.

Johan saat itu menghentikan laju mobilnya saat tiba di depan sebuah bangunan tua terbengkalai berbentuk seperti pendopo.
“Aku tidak tahu alasanmu berhenti di sini, mas Johan. Apa kamu yakin biang keladinya ada di bangunan itu?” ujar Lidya seraya menoleh ke arah Johan.

“Aku tidak punya alasan yang tepat kenapa aku berhenti di sini. Hanya saja aku merasa kita tidak usah terlalu jauh memasuki kota.
Kita tidak tahu apa yang ada di dalam sana, Lidya,” tukas Johan sembari melihat ke arah kaca spion tengah.

Rina dan ibunya masih tidak sadarkan diri di bangku tengah. Mereka berdua dalam posisi duduk setengah telentang. Keduanya menjadi korban dari keganasan makhluk halus yang
konon berasal dari Paninggaran (bukan Paninggaran di Pekalongan melainkan lawan dari Paninggalan).

Johan dan Lidya yakin jika makhluk-makhluk halus itu membawa jiwa Rina dan ibunya ke alam gaib yang kemungkinan besar portalnya ada di kota misteri ini.
“Om Hamid juga kemungkinan berada di kota ini. Sebab aku sempat membaca surat undangan yang beralamat di kota ini. Aku tidak tahu jika om Hamid memiliki jawatan orang sini. Menurutmu, kota ini pada siang hari apakah normal seperti layaknya kota?” kata Lidya sembari meregangkan
telapak tangannya.

Johan menggelengkan kepalanya. Ia kemudian membuka pintu mobil dan keluar. Selanjutnya ia menatap ke arah bangunan pendopo yang sekelilingnya tampak begitu gelap karena tiadanya penerangan.

Ia kemudian mencabut keris yang sebelumnya ia gunakan untuk melawan
para makhluk halus yang mengeroyoknya di rumah Rina.

Mengenai keris tersebut, ia pernah mendengar bahwa senjata tersebut pernah digunakan seseorang untuk mengalahkan begawan bernama Ki Rawuk.

Seseorang tersebut konon menghilang setelah berhasil mengalahkan Ki Rawuk.
Lebih detailnya ia tidak mengetahui siapa nama orang tersebut. Yang jelas orang yang mengalahkan Ki Rawuk tersebut adalah seorang perempuan.

Keris tersebut tampak bergetar saat Johan mengarahkannya ke bangunan pendopo.

Ngek, ngek, ngek, ngeeekk

Mendadak terdengar suara alunan
rebab menggema di sekeliling bangunan pendopo diiringi suara gending mengalun.

Samar-samar Johan dapat melihat para penari ronggeng di pendopo sedang berlenggak-lenggok mengikuti irama musik tradisional itu. Kesemuanya berwajah cantik nan menawan dengan tubuh dibalut pakaian
penari bernuansa serba merah dengan selendang merahnya.

“Tidak terlihat Rina dan ibunya di antara mereka. Juga baik penari maupun penonton semuanya adalah perempuan, jadi om Hamid tidak ada di sana,” ujar Lidya yang baru saja muncul di samping Johan.

“Lalu ke mana lagi kita
akan mencari?” tanya Johan seraya melanjutkan, “Mungkin rumah jawatan ayahnya Rina berada di dalam kota. Sayangnya kita tidak memiliki petunjuk detail. Apa kamu sempat melihat detail alamat di surat undangan itu?”

“Aku cuma ingatnya lokasinya adalah di Warung Kiara. Soal lebih
detailnya lagi aku tidak ingat,” tukas Lidya seraya mengerutkan kening pertanda sedang berusaha mengingat.

Mendadak terasa angin berhembus menerpa tubuh mereka berdua. Sekelebat bayangan berkelebat di belakang mereka berdua.

Johan dan Lidya pun menoleh kemudian mengedarkan
pandangannya. Kelebatan bayangan itu semakin sering saja muncul seolah ingin menunjukkan keberadaannya kepada dua orang asing itu.

“Kuntilanakkah itu?” ucap Johan saat melihat sosok yang berseliweran itu. “Tapi kok dia tidak mengikik, ya? Apa cuma halusinasi mataku saja?”
“Aku juga melihatnya. Itu hanya ulah orang iseng. Dia kirim bayangan berwujud kuntilanak untuk menakuti kita dan dia keliru menilai kita,” tukas Lidya sambil mengalihkan pandangan ke bangunan pendopo.

Lidya terhenyak saat melihat sosok-sosok yang menari itu berubah penampilan
menjadi mengerikan. Beberapa di antaranya bahkan tdk berkepala. Ada juga yg wajahnya tinggal separuh. Ada yg tubuhnya tercerai-berai dgn organ dalam berhamburan.

“Mereka melihat ke arah kita, mbak. Kita harus mundur dan pergi dari sini,” ucap Johan seraya menarik tangan Lidya.
Suasana mencekam begitu terasa. Sosok-sosok mengerikan tersebut seraya terus menari berjalan ke arah Johan dan Lidya. Langkah mereka semakin cepat ketika Johan dan Lidya berlari ke arah mobil.
Johan dan Lidya segera memasuki mobil. Johan pun segera memacu kendaraannya, meninggalkan lokasi pendopo tersebut.

Mobil yang dikendarai Johan pun melaju melewati jalan kota hingga semakin jauh masuk ke dalam kota. Saat itu yang terpikir oleh Johan adalah menghindar sejauh yang
ia bisa demi menghindari kejaran makhluk-makhluk tersebut.

Mobil yang dikendarai Johan kemudian berhenti tepat di depan sebuah bangunan hotel dengan beberapa orang sekuriti sedang berjaga. Hal itu membuat Johan dan Lidya bernafas lega.

Akhirnya mereka berdua menemukan orang
di tengah kota yang mereka takutkan tidak berpenghuni.

Johan selanjutnya keluar dari mobil dan disambut dua orang sekuriti hotel tersebut. Wajah keduanya tampak memancarkan kepenasaranan.

“Selamat malam, mas. Ada yang bisa dibantu?” ujar salah seorang sekuriti.
Johan menatap sejenak ke arah dua orang sekuriti tersebut.

“Pak, saya mau tanya, apakah bapak tahu ada pesta pernikahan di kota ini belum lama ini? Setidaknya pada hari ini, pak,” tanya Johan sambil menatap ke arah dua sekuriti itu.

Dua orang sekuriti hotel itu tampak
kebingungan. Mereka merasa heran dengan pertanyaan yang dilontarkan Johan.

“Kenapa anda menanyakan itu? Kami tidak tahu menahu apakah ada pesta pernikahan pada hari ini,” tukas salah seorang sekuriti.

Sekuriti satu lagi menepuk pundak rekannya. “Tunggu dulu. Warga yang rumahnya
dekat kontrakanku tadi siang baru saja mengadakan pesta pernikahan. Dia orang tajir, San. Pestanya gede-gedean,” katanya membuat temannya menoleh kemudian menatap bingung.

“Apakah masnya bisa membantu kami menunjukkan tempatnya?” tanya Johan sambil menatap bergantian ke arah dua
orang sekuriti itu.

Sekuriti yang barusan berbicara itu tampak tercenung seperti sedang bimbang. “Saya sih bisa mengantar kalian. Tapi, saya tidak bisa meninggalkan tugas. Tapi bukan itu masalahnya, sih. Ada masalah lain yang cukup runyam,” tukasnya sambil menatap ke arah
temannya.

“Masalah runyam?” tanya rekannya.

“Tidak perlu menjelaskan, mas. Saya tahu apa yang sudah masnya alami sewaktu di pesta pernikahan itu,” ujar Lidya tiba-tiba. “Mas Johan, kita sudah menemukan tempatnya. Tinggal kita menuju ke sana. Mas sekuriti, kalian berdua
sebaiknya ikut kami. Bukan untuk menunjukkan jalan, melainkan demi keselamatan kalian berdua,” tambahnya membuat dua sekuriti itu terkejut.

“Apa maksudmu ‘demi keselamatan' kami?” tanya sekuriti pertama dengan bingung.

Lidya tidak langsung menjawab. Ia menunjuk ke arah mobil di
mana Rina dan ibunya masih tidak sadarkan diri.

“Kami ingin menemukan siapa biang keladi di balik penyerangan terhadap mereka berdua. Meski kalian tidak berkaitan langsung dengan kami, para penyerang akan tetap menyerang kalian,” tutur Lidya kemudian melirik ke arah siluet
seorang perempuan berbaju putih gombrong dengan rambut panjang menjuntai menutupi kepala hingga wajahnya.

Sosok tersebut tampak melangkah gontai di atas pelataran hotel di antara pot-pot bunga. Cahaya lampu yg temaram hanya sedikit dapat menerangi area di mana sosok itu berada.
Mobil yang dikemudikan Johan dan ditumpangi Lidya, Rina dan ibunya serta dua orang sekuriti yang dipaksa ikut, melaju meninggalkan hotel. Di saat sedang mengemudi itu, Johan merasakan mobilnya seperti sedang ditumpangi beban yang sangat berat. Seharusnya beban yang dibawanya
tidak seberat itu.

Akibatnya mobil melaju agak terseok-seok membuat seluruh penumpang keheranan.

“Mas Johan, setirnya berat, ya?” tanya Lidya yang duduk di samping Johan.

“Bukan hanya setirnya tapi semuanya,” jawab Johan dengan terengah-engah.
“Kok mobilnya seperti doyong ke belakang begini?” ucap salah seorang sekuriti berpelang nama Jamri.

Lidya menengok ke belakang kemudian terdiam dan mengembalikan pandangannya. Ia menghela nafas.

“Genderuwo. Dia menumpangi mobil tepat di atas belakang. Sangat berisiko jika aku
melawannya sekarang. Terus kemudikan mobilnya, mas. Kata mas Jamri, lokasinya dekat sini,” kata Lidya sambil melihat keluar.

“Bukannya kontrakanmu masih jauh, ri?” ujar sekuriti rekan Jamri.

Jamri hanya membisu. Ia tidak menyahut. Ia juga berusaha menghindari tatapan Lidya yg
tajam ke arahnya.

“Mas Jamri bukannya beberapa waktu lalu bilang kalau tempatnya tidak jauh dari hotel? Katakan kalau itu benar, mas!” kata Lidya dengan tegas sembari melihat ke arah Jamri.

“Maaf, mbak. Saya sudah berbohong. Saya tidak tahu harus bilang apa untuk mencegah
kalian ke sana. Sangat berisiko, mbak. Nyawa taruhannya. Saya tidak berani ke sana malam-malam begini,” tutur Jamri dengan raut wajah muram.

Lidya tercenung mendengar penuturan Jamri.

Ciiiiittt....

Mendadak Johan menginjak rem hingga mobil berhenti dengan kasar. Akibatnya para
penumpang terhempas di bangku masing-masing.

Semua mata kemudian tertuju pada jalur yang seharusnya dilewati mobil. Jalur tersebut ternyata buntu, terhalang tembok yang membentang seperti tembok keraton lengkap dengan ornamen-ornamen khasnya.

“Ini tidak mungkin! Bagaimana itu
bisa ada di sini?” pekik Lidya dengan panik.

“Aneh, kenapa bisa ada tembok jaman dahulu menghalangi jalan seperti ini?” ucap Johan ternganga.
“Memangnya si mbak tahu ini tembok pagar apa?” tanya rekan Jamri bernama Adlan itu.

“Paninggaran! Kita di depan Paninggaran!” ucap Lidya dengan nada cemas.
Tembok keraton tersebut membentang di depan mobil yang dikendarai Johan. Tidak terlihat jalur lain yg mungkin dapat dilewati. Jalur benar-benar buntu sekarang, bahkan untuk memutar balik sekalipun karena pinggir jalan semuanya adalah pepohonan besar yang merapat hingga ke jalan.
"Kita tidak bisa lanjut juga tidak bisa kembali. Apa kita harus keluar dan berjalan kaki saja?" ujar Johan dengan perasaan waswas.

"Tunggu dulu, mas Johan. Sangat berisiko jika kita keluar sekarang. Genderuwo di atas mobil bisa mencelakakan kita. Sekarang kita berada dalam
posisi rawan karena ini bukan dunia kita yang sebenarnya," tukas Lidya seraya mengeluarkan sebuah buku kecil yg ternyata adalah al-Qur'an. "Aku belum berketetapan hati untuk berhijab. Mohon ampuni aku, ya Allah," ucapnya hampir tidak terdengar oleh yang lain.

"Kamu punya wudhu,
mbak? Aah, tentu tidak. Tadi mana sempat kamu berwudhu," kata Johan menjawab pertanyaannya sendiri.

"Mbaknya lulusan pesantren, bukan?" tanya Adlan tiba-tiba.

Lidya menoleh ke arah Adlan kemudian menggerenyitkan kening. "Kenapa memangnya, mas?" ucapnya dengan heran.
"Jika mbak adalah lulusan pesantren, seharusnya mbak tahu dalam memegang al-Qur'an harus memiliki wudhu terlebih dahulu," kata Adlan sembari menatap ke arah Lidya.

Johan yang merasakan kehadiran bibit-bibit perdebatan, langsung menengahi, "Kita sedang berada dalam masalah yang
mungkin akan berlanjut menjadi lebih besar. Apa kita tidak sebaiknya melakukan apa yang seharusnya bisa kita lakukan saat ini?"

"Tidak ada yg bisa kita lakukan. Kita sudah tiba di tempat yang kumaksud. Kontrakanku seharusnya di depan sana setelah barisan pepohonan ini. Di sana
ada komplek perumahan elit dan di belakangnya ada barisan kontrakan yg sangat kontras. Di kontrakan itulah aku tinggal. Namun komplek perumahan itu tidak terlihat karena terhalang tembok keraton ini," kata Jamri memaparkan sembari melihat ke depan.

"Lalu kita harus bagaimana?"
tanya Johan.

"Menunggu sampai pagi. Kota ini hanya normal di siang hari. Ketika maghrib lewat, keadaan kota sudah menjadi seperti di dunia lain. Sangat mencekam seperti kota yang dikuasai pasukan hantu," tutur Jamri.

"Menunggu sampai pagi bukan hal yg mudah bagi kita. Gangguan
pasti akan muncul. Tidak hanya genderuwo, tapi juga yang lainnya," kata Adlan yg tampaknya teralihkan oleh pembicaraan Jamri dan Johan.

Brug, brug, brug,

Mendadak terdengar suara gedoran dari luar mobil sebelah kiri. Saat semuanya melihat ke arah sumber suara, tampaklah banyak
sekali penampakkan horor sedang memukuli jendela mobil.
Segerombolan penampakan campuran antara seperti manusia berwujud rusak maupun makhluk mistis mirip hewan. Kesemuanya itu memukuli kaca jendela, berusaha memecahkannya agar dapat menyerbu Johan dan kawan-kawan.
"Mereka hanya menimbulkan suara, tidak akan sampai merusak jendela. Akan menjadi masalah jika salah satu dedengkot Paninggaran muncul. Kalian tahu Dewi Lajer, bukan? Itu bukan artis, melainkan sosok demit yang sakti, yg biasa bepergian ke mana pun dia mau," ujar Lidya yg kini
tidak lagi menggenggam al-Qur'annya.

Mendadak mobil berguncang keras di saat gedoran para demit itu semakin menjadi. Kesemuanya pun panik karenanya. Ditambah lagi Lidya mengalami hal tidak terduga.

Gadis tersebut tubuhnya kejang-kejang dengan pandangnya mendelik ke atas.
Hanya bangku yang menopang tubuhnya saat ia telentang.

"Mbak Lidya, sadarlah! Kamu kenapa, sih? Apa demit itu merasukimu?" Johan dengan panik memegangi kedua tangan Lidya.

Adlan dan Jamri pun tidak kalah panik. Mereka tidak tahu harus melakukan apa untuk menolong Lidya yang
sedang dalam proses kerasukan.

"Aing datang! Aing neangan Rina!" teriak Lidya dengan suara yg sama sekali asing di telinga Johan maupun kedua sekuriti yg bersamanya.

"Rina? Oh, tidak!" Johan menengok ke belakang tepat ke arah tubuh Rina dan ibunya berada.

Tubuh Rina terlihat
melayang hingga kepalanya menyentuh langit-langit mobil. Jamri dan Adlan yg berada di dekatnya menjadi panik karenanya. Mereka berdua berteriak-teriak ketakutan.

Jika berada di luar, mungkin tubuh Rina sudah melayang entah ke mana. Namun karena di dalam mobil, tubuh Rina hanya
melayang sebatas ke langit-langit mobil.

Pemilik kekuatan gaib tampaknya menyadari itu. Ia memaksa membawa Rina keluar dari mobil dengan membentur-benturkannya pada langit-langit mobil. Hal tersebut membuat semuanya semakin panik saja.

"Rina!" teriak Johan sambil tetap
memegangi Lidya yang mengamuk terus-menerus.

Mendadak terdengar suara ledakan di luar mobil. Ledakan tersebut diiringi percikan kembang api serta asap putih.

Kembang api tersebut membuat tempat tersebut menjadi terang-benderang. Makhluk-makhluk berpenampilan mengerikan
tersebut berlarian ketika melihat cahaya. Mereka semua berlari menjauh dari mobil yang terkena sorot cahaya dari kembang api itu.

Sesosok perempuan berkebaya hijau terlihat muncul dari balik terangnya cahaya kembang api. Sosok tersebut tampak mengibas-ngibaskan selendangnya.
Ia menghampiri mobil di mana Johan bersama yang lain melihatnya dengan penuh penasaran dan juga ketakutan.

Semakin dekat sosok ke arah mobil, Johan pun terkejut sekaligus merasa lega ketika mengetahui siapa sosok tersebut.

"Mbak Ayu?"
Johan langsung mengenali siapa sosok perempuan berkebaya serba hijau tersebut. Ia lantas meraih knop pintu, berniat untuk keluar dari mobil.

Namun mendadak Jamri mencegahnya.

"Apa yang kau lihat bisa saja bukan seperti yg kau duga, mas Johan. Jangan gegabah, kamu harus ingat
kita sedang berada di mana," ucap Jamri membuat Johan menggernyitkan kening kemudian menghentikan aksinya.

"Aku mengenalinya. Lagipula lihatlah para demit itu berlari ketakutan. Dia telah mengusir mereka." Johan tidak setuju dengan pemikiran Jamri.

"Aku merasakan hawa panas yg
aneh. Datangnya dari perempuan itu," ucap Adlan sembari melihat ke arah sosok Rahayu yang sedang berjalan gontai ke arah mobil.

Johan pun setuju dengan perkataan Adlan. Ia merasakan hawa panas aneh yang datang dari sosok Rahayu. Padahal seingatnya waktu pertama bertemu dengan
perempuan itu, ia tidak merasakan hawa panas aneh seperti itu.

Johan, Jamri, dan Adlan melihat dengan waspada ke arah sosok Rahayu. Semakin dekat semakin jelas terlihat sosoknya juga semakin panas hawa yang terasa.

"Sial! Panas sekali. Bisa-bisa kita gosong di sini." Jamri
tampak berkeringat begitupun dengan Johan dan Adlan.

Sementara mereka tidak mengalihkan perhatian kepada Lidya yg kini tidak sadarkan diri juga kepada Rina dan ibunya yg kini dalam posisi normal di bangku belakang.

"Aku tidak kuat. Aku ingin membuka pintu," kata Johan seraya
bernafas megap-megap sembari mengelap keringat yang bercucuran.

"Apapun yang terjadi, jangan lakukan! Atau kita semua akan dibawanya ke Paninggaran. Aku pikir itu yang akan dia lakukan." Jamri berucap sembari megap-megap seperti Johan.

"Mungkin kita tidak seharusnya kemari.
Seharusnya kita menunggu di hotel sampai pagi," ucap Adlan terengah-engah.

Hawa panas semakin menguat saja, membuat ketiga orang yg masih tersadar itu merasa tersiksa. Mereka merasa seperti sedang berada di dalam kuali yang dijerang di atas bara api.

"Kita akan terbakar, mas.
Kita akan mati!" pekik Johan panik bukan kepalang.

"Meski kita tidak di sini, kita tetap akan mati cepat ataupun lambat," tukas Jamri berusaha bertahan dari panasnya hawa yg semakin menguat seiring mendekatnya sosok Rahayu ke arah mobil.

Mendadak Lidya terbangun dalam kondisi
rambutnya berantakkan hingga menutupi wajahnya.

Otomatis ia terlihat menyeramkan seperti kuntilanak yang sedang melakukan aksi terornya. Hal itu membuat Johan dan yang lain kaget. Johan bahkan mundur hingga mepet ke pintu.

"Mbak Lidya? Mbak sudah sadarkah?" ucap Johan sembari
mengelap keringat.

Lidya tampak celingukan sejenak kemudian menyingkap rambut yang menutupi wajahnya. Alih-alih wajah Lidya yang tampak, justru yang muncul adalah seraut wajah seram dipenuhi luka borok penuh belatung.

Semuanya pun berteriak ketakutan. Bahkan sempat terbersit
pikiran untuk keluar dari mobil dan melarikan diri. Namun itu tidak mereka lakukan karena ada dua orang yang tidak sadarkan diri yang harus mereka jaga.

Ketika mereka sedang menjerit-jerit ketakutan, terdengar suara kokok ayam diiringi cahaya kekuningan dari ufuk timur.
Fajar pun tiba.

Ketika fajar tiba, hawa panas semakin berkurang. Penampakkan hantu Lidya pun menghilang. Lalu sosok Rahayu mendadak memudar untuk selanjutnya menghilang.
Namun sebelum sosok Rahayu menghilang, terlebih dahulu ia berubah wujud menjadi sesosok nenek-nenek
berkebaya oranye.

"Dewi Lajer?" gumam Johan saat mengetahui siapa sosok itu sebenarnya. "Entah kenapa sosok itu sangat mirip dengan almarhumah nenekku? Apa hubungannya dengan almarhumah nenek?" lanjutnya.

Saat sang mentari semakin menampakkan diri, tembok keraton perlahan
menghilang, menampakkan jalan menuju ke sebuah gerbang komplek perumahan.

"Kita bisa lanjut sekarang," ucap Lidya yang tanpa disadari ternyata sudah sadarkan diri.

"Hei, kemana saja, kau! Dasar lemah!" berondong Jamri yang merasa kesal karena Lidya baru sadar.
"Lah, aku kan tidak ke mana-mana. Maaf aku ketiduran," tukas Lidya dengan nada bingung.

"Kamu bukan ketiduran, mbak. Kamu kerasukkan bahkan kami hampir memukulmu!" kata Johan sambil menatap gusar ke arah Lidya.

"Apa? Itu tidak mungkin!" Lidya berucap lirih.
Ia kemudian terperangah saat melihat wajah Johan, Jamri, dan Adlan tampak memerah dengan keringat yang masih mengucur.

"Kalian kenapa? Kalau marah tidak sampai begitunya juga, kali!" umpatnya.

"Kita diserang. Dewi Lajer pelakunya. Kita hampir mati terpanggang di dalam sini.
Untung saja mobil tidak meledak," kata Jamri.

Lidya semakin terperangah mendengar penuturan Jamri.

"Dewi Lajer? Itu tidak mengherankan, karena kita sempat menyeberangi perbatasan menuju dunia mereka," ucapnya.

"Mas Johan, kita sekarang bisa lanjut. Kita hanya tinggal
memasuki jalan komplek perumahan. Nanti kita akan menemukan salah satu rumah besar. Karena baru mengadakan pesta, maka tendanya masih ada. Itu akan memudahkan kita menemukannya," ujar Jamri.

Johan mengangguk kemudian menyalakan mesin. Ia selanjutnya mengendarai mobilnya hingga
memasuki komplek perumahan.

Komplek perumahan tampak sepi, mungkin para penghuninya belum ada yang keluar rumah. Hingga seratus meter kemudian, mereka menemukan sebuah rumah besar bercat putih dengan tenda biru di halamannya. Mereka pun tiba di tujuan.
"Pintu gerbang tampaknya terkunci." Johan melirik ke arah pintu gerbang rumah yang berada di sebelah kanan jalan itu.

Mendadak terdengar suara seseorang berteriak dari balik pintu gerbang tersebut.

"Bukakan pintu! Tolong!"

"Ada orang berteriak dari dalam sana," ucap Johan
seraya membuka pintu mobil.

Lidya pun turut membuka pintu kemudian keluar dari mobil. Sementara Jamri dan Adlan saling pandang kemudian menoleh ke belakang di mana Rina dan ibunya terbangun dari komanya.

"Lho, kita ada di mana, bu?" ucap Rina dengan nada terkejut. "Kok kita
ada di dalam mobil?"

Sementara Johan dan Lidya telah berada di depan pintu gerbang, dan dapat melihat seseorang di balik pintu gerbang melalui celah pola pintu tersebut.

"Om Hamid?" pekik Lidya saat mengenali siapa orang yang berteriak meminta tolong itu.

"Lidya?
Tolong keluarkan saya dari sini. Saya terjebak di sini. Mereka meninggalkan saya begitu saja," ucap Pak Hamid dengan wajah memelas dan tampak pucat.

Johan sebisa mungkin berusaha membuka pintu gerbang. Lidya pun turut membantu. Namun karena terkunci, pintu tersebut
rasanya sulit untuk dibuka.

"Pintunya terkunci! Apa yang harus kita lakukan?" ucap Johan kesal.

"Aku akan mendobraknya," ucap Jamri yang muncul bersama Adlan dan dua orang yang membuat Johan dan Lidya kaget.

"Rina? Ibu? Kalian sudah siuman?" ucap Johan terperangah.
Lidya pun sama terkejut karena kedua orang yang tidak sadarkan diri sejak dari rumah hingga Warung Kiara, kini telah sadarkan diri.

"Makhluk-makhluk itu menyerang ibu dan Rina. Setelah itu ibu tidak ingat apa-apa lagi," tukas ibunya Rina.

"Mereka sangat banyak. Wujud mereka
seperti binatang buas namun berbentuk aneh," kata Rina membenarkan perkataan ibunya.

"Saya tahu, kok. Saya sempat menghadapi mereka sebelum mbak Lidya datang," tukas Johan.

Beberapa saat kemudian Jamri dan Adlan dibantu Johan berhasil mendobrak pintu besar itu menggunakan
peralatan seadanya. Mulai dengan dongkrak hingga didorong menggunakan mobil.

Pak Hamid pun berhasil keluar dari pekarangan rumah besar yang penghuninya entah ke mana. Ia pun memeluk istri dan putrinya dengan perasaan haru tidak terkira.

"Ayah menyesal memenuhi undangan itu.
Ternyata teman ayah yang punya rumah ini bukan orang waras. Dia adalah adiknya walikota Warung Kiara. Ayah tidak tahu nama walikota itu, namun ayah pernah mendengar cerita bahwa ia juga bukan orang yang waras," tutur Pak Hamid.
"Maksud bapak, kota ini dipimpin orang gila begitu?" tanya Jamri heran. "Saya juga tidak pernah tahu mengenai walikota kota ini. Padahal saya sudah lama tinggal di sini," tambahnya.

"Bisa dibilang begitu. Sekarang sebaiknya kita pulang. Jangan sampai kita kemalaman. Saya
terkurung di rumah ini karena kemalaman," tukas Pak Hamid.

Setelah itu, semua orang pun memasuki mobil dan meninggalkan komplek perumahan yang sepi itu.
Sementara Jamri dan Adlan memutuskan untuk ikut bersama rombongan. Mereka tidak berniat kembali bekerja di Warung Kiara. Mereka ingin mengadu nasib di tempat yang lebih baik.

--Sekian--

Terima kasih bagi para pembaca yg setia mengikuti cerita dari saya. Semoga terhibur

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Acep Saepudin

Acep Saepudin Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @acep_saep88

Jun 12, 2022
Menulis lagi dgn harapan tulisan ini tidak stuck lagi......

--Petilasan Begawan Sakti di Tengah Hutan --

Sebuah cerita untuk hiburan semata. Semoga berkesan di hati para pembaca...

@P_C_HORROR @HorrorBaca @ceritaht @IDN_Horor #ceritahorror #ceritaseram #ceritaaneh #absurd Image
@P_C_HORROR @HorrorBaca @ceritaht @IDN_Horor Malam itu di tengah suatu hutan yg lebat, seorang laki-laki setengah baya tengah duduk menghadap ke arah suatu api unggun yg beberapa saat yg lalu ia nyalakan.

Laki-laki itu adalah Pak Tasrin, seorang musafir yg hendak pergi ke kampung di mana putrinya tinggal.
@P_C_HORROR @HorrorBaca @ceritaht @IDN_Horor Ia telah melakukan perjalanan yg sangat jauh dari kampung halamannya. Ia telah melewati beberapa tempat baik itu yg berpenduduk maupun berupa wilayah kosong seperti hutan yg saat ini tengah disinggahinya.

Ia kemalaman di tengah hutan tersebut, dan merasa tidak mungkin untuk
Read 192 tweets
Aug 21, 2021
-- Rahasia Terpendam Reruntuhan di Tengah Hutan --

Suatu reruntuhan rumah mewah yg berdiri di tengah hutan yg lebat dan kelam.
@ceritaht @IDN_Horor @bagihorror @Penikmathorror @WdhHoror17 @HorrorBaca @FaktaSejarah Image
Pada pagi itu di suatu kota kecil. Di salah satu sudut jalan tampak seorang laki-laki yg adalah Arhan sedang mengendarai sepeda motornya jenis bebek manual. Ia sepertinya hendak menuju suatu tempat yg merupakan di mana para kenalannya sedang berkumpul.

Sesampainya di tempat yg
dituju, ia menghentikan sepeda motornya kemudian melihat ke arah dua orang satpam yg sedang berjaga di posnya. Mereka tampak melihat ke arah Arhan kemudian salah seorang di antaranya berseru.

"Arhan, tumben kemari? Sepertinya ada proyek baru, nih," ujar salah seorang satpam
Read 165 tweets
Aug 13, 2021
-KEBAYA HIJAU DAN LUKISAN PINGGIR RAWA -

Sebuah cerita yg ditujukan sebagai sekuel dari Sang Pejalan Malam Versi 2. Cerita akn mengangkat seputar misteri gubuk yg berisi kebaya hijau dan lukisan misterius.
@ceritaht @horrornesia @WdhHoror17 @IDN_Horor @HororBaca @Penikmathorror Image
Samar-samar yg terlihat oleh bocah lelaki itu adalah sosok perempuan yg selama ini membesarkannya, diseret keluar dari dalam rumah. Orang-orang itu membawa perempuan tersebut entah ke mana.

"Jadi ibumu dibawa orang-orang itu dalam keadaan masih memakai kebaya hijau?" tanya
Pak RT yg beberapa jam setelah kejadian, datang menemui bocah lelaki yg kini tengah terbaring lemah di dalam rumah itu.

Bocah lelaki itu hanya mengangguk lemah seraya terisak.

"Siapa sebenarnya mereka? Untuk apa mereka menculik Bu Lastri?" gumam Pak RT.
Read 204 tweets
Aug 3, 2021
-- SANG PEJALAN MALAM V2--

Halo, selamat berjumpa kembali di thread dari Acep Saep. Kali ini saya membawakan cerita lama yg di remake. Semoga menghibur...

@ceritaht @IDN_Horor @WdhHoror17 @Penikmathorror @HororBaca #ceritahorror Image
Cerita ini pernah dibuat ketika pertama kali saya aktif membuat thread di twitter. Saya membuat cerita yg sama bukan karena cerita yg lama sukses melainkan karena saya merasa cerita tersebut kurang sreg dan juga terlalu absurd.
Makanya saya mencoba membuat reboot dari cerita tersebut. Penasaran dengan ceritanya? Ayo kita simak saja.
Read 181 tweets
Jul 11, 2021
-- DUSUN ANGKER BAGIAN II --

Sebuah cerita tentang para penduduk kota yg tersesat di sebuah dusun angker di pedalaman hutan. Selain tersesat, mereka juga harus berhadapan dg pendduk lokal yg tidak ramah...

@ceritaht @IDN_Horor @WdhHoror17 @HororBaca Image
Dalam keremangan saat itu, Pak Tohar diseret oleh beberapa orang pengepung dalam kondisi dari wajah hingga ujung kaki dipenuhi tetesan darah. Laki-laki itu terlihat tidak berdaya saat orang-orang semi telanjang tersebut membawanya melewati gerbang dari tumpukkan batu yg mengarah
masuk ke perkampungan itu.

Teman-temannya tidak kalah menderitanya dari dia. Mulai dari Arkim hingga Dani, dalam kondisi yg serupa dengannya. Apalagi Cayut yg kini dalam kondisi tidak sadarkan diri.

Laki-laki itu dalam kondisi koma setelah terluka oleh sebatang anak panah yg
Read 160 tweets
Jun 28, 2021
- DUSUN ANGKER -

Sebuah cerita tentang suatu dusun yg tertutup dari dunia luar. Dusun yg angkernya tidak hanya terkait hal-hal mistik saja melainkan juga terkait warganya yg tidak ramah pendatang...

@IDN_Horor @ceritaht @WdhHoror17 @FaktaSejarah #ceritahorror Image
Cerita yg saya tulis ini kemungkinan memiliki judul yg sepertinya sudah terlalu umum. Tapi saya pastikan isi cerita bukan hasil dari menyontek karya orang lain. Bahkan cerita ini asli hasil pemikiran saya sendiri berdasarkan pada pengamatan pada sekelompok masyarakat yg memang
tertutup dari dunia luar. Bahkan masyarakat ini selalu berusaha mati-matian agar tidak ada orang asing yg memasuki wilayahnya. Mereka tidak segan membunuh orang-orang asing yg berani memasuki wilayah di mana mereka bertempat tinggal serta bermata-pencaharian.
Read 199 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(