Umar melanjutkan langkahnya menuju Darul Arqam.
“Sudah jelas, Muhammad-lah yang menyebabkan semua kesengsaraan ini! Aku harus membunuhnya agar Mekah kembali damai dan tenang. Mengenai Hamzah, aku akan bertarung dengannya.
Aku yang mati atau Hamzah yang mati, itu tidak terlalu membuatku risau."
Tiba-tiba, lamunannya buyar ketika Nu'aim bin Abdullah menegurnya, “Hendak kemana, wahai putra Khattab?"
“Aku akan menemui Muhammad! Dia yang menukar agama nenek moyang kita. Dia yang memecah belah masyarakat Quraisy. Dia memiliki banyak angan-angan bodoh. Dia yang mencaci tuhan-tuhan kita. Untuk semua kesalahannya itu, aku akan menebas lehernya!"
“Demi Allah, engkau telah tertipu oleh dirimu sendiri, wahai Umar! Apakah tindakanmu membunuh Muhammad akan dibiarkan saja oleh Bani Abdi Manaf? Tidakkah lebih baik engkau pulang dan mengurusi keluarga mu sendiri?"
Umar berhenti melangkah dan bertanya tajam: “Keluarga ku yang mana?"
“Saudara sepupumu sendiri, Sa'id bin Zaid bin Ammar dan istrinya yang tak lain adalah adik perempuanmu, Fathimah binti Khattab. Mereka telah mengikuti ajaran Muhammad, urusi saja mereka dulu!"
Umar segera membalikkan badan dan melangkah cepat menuju ke rumah adiknya.
“Kalau itu benar, aku akan bertindak pada Sa'id bin Zaid seperti yang pernah dilakukan oleh ayahku yang garang.
Al Khattab, kepada ayah Sa'id, Zaid bin Ammar! Berani-beraninya dia memeluk Islam, sedangkan dia tahu aku membenci agama itu!"
Dengan keras, Umar bin Khattab menggedor pintu rumah Sa'id bin Zaid dan Fatimah. Suaranya berdentum-dentum keras mengejutkan siapa saja yang ada di dalam rumah. Sudah bisa diduga, kali ini akan jatuh lagi korban dalam penganiayaan yang menimpa kaum Muslimin.
Amuk Umar bin Khattab
Di dalam rumah, Sa'id dan Fathimah binti Khattab sedang mengikuti ayat Al Qur'an yang dibacakan oleh Khabbab bin Al Arat. Begitu pintu berguncang diketuk Umar, Sa'id dan Fathimah segera menyembunyikan Khabbab.
Fathimah segera menyembunyikan lembaran-lembaran yang tadi mereka baca di bawah pahanya.
Sa'id membuka pintu dan Umar bergegas masuk.
“Suara apa yang baru kudengar itu?" bentak Umar.
“Tidak.... kami tidak mendengar suara apa pun tadi "
Seketika amarah Umar bin Khattab meledak, “Kudengar kalian telah mengikuti ajaran Muhammad!"
Belum sepatah kata pun keluar dari mulut kedua suami istri itu, pedang Umar sudah terayun dan gagangnya mengenai Sa'id hingga ia jatuh terjerembab di lantai dan luka.
Melihat suaminya berdarah, Fathimah bangkit berusaha melerai, tetapi tangan Umar cepat sekali menampar wajahnya.
Fathimah jatuh di samping suaminya dengan darah mengucur dari wajahnya.
Meski garang, Umar terkenal lembut dan penyayang kepada keluarganya sendiri.
Melihat darah Fathimah, Umar tertegun.
“Fathimah berdarah," pikirnya, “Mengapa aku bisa sampai begitu? Aku menyayangi adikku itu sepenuh hati, bahkan lebih mirip rasa sayang antara ayah kepada putrinya!"
Fathimah yang lembut dan biasanya selalu patuh kepada Umar, kali ini mengangkat wajah, menentang langsung paras kakaknya itu.
“Baiklah,"seru Fathimah
“lakukanlah apa saja yang engkau kehendaki!"
Fathimah sudah siap menghadapi berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Ia siap disiksa oleh kakaknya sendiri yang dari kecil begitu menyayanginya, ia bahkan siap untuk mati. Kedua tangannya terentang, seolah siap menerima tikaman pedang Umar ke dadanya.
Al Qur'an bukan Mantra Syair
Suatu malam, Umar bin Khattab diam-diam mendengar Rasulullah ﷺ membaca Al Qur'an pada malam hari, Umar terpesona. Namun, ia berkata dalam hati: “Ah, ini pasti ucapan seorang penyair" Bisik hati Umar.
Saat itu Rasulullah ﷺ membaca surah Al Haqqah ayat 41
“Dan Al Quran itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya."
Kembali, Umar bin Khattab diam-diam datang ke rumah Rasulullah pada tengah malam dan mendengar Rasulullah membaca Al Qur'an. Umar berkata dalam hati: “Kalau ini bukan ucapan tukang tenung, ini pasti ucapan Muhammad, bukan Firman Tuhan."
Namun, sesegera itu juga, Rasulullah membaca Surah Al Haqqah ayat 43:
تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Ia (Al Qur'an) adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan seluruh alam."
Umar kembali kerumah
Akan tetapi, Umar tidak bisa melawan rasa sayang kepada adiknya. Amarahnya padam seperti api terguyur hujan. Ia duduk, diam dalam penyesalan. Ditatapnya wajah adiknya dalam-dalam, disesalinya luka akibat tamparannya tadi.
“Perlihatkan lembaran lembaran tadi yang kalian baca agar aku tahu apa yang Muhammad bawa," pinta Umar.
Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang baik)
Umar terus membaca sebagian besar lembaran lembaran tadi, lalu berhenti. Tangannya terkulai. Matanya sayu.
Dikembalikannya lembaran lembaran tadi ke tangan Fatimah. Dengan rasa heran dan penuh harap, Fatimah memerhatikan wajah kakaknya.
Kemudian di dengarnya Umar mendesah. “Alangkah bagus dan agung kata-kata ini."
Seolah mendadak matahari yang terang benderang muncul dari balik awan. Khattab bin Al Arat segera keluar dari persembunyiannya.
Kemarin kudengar Rasulullah berdoa, "Ya Allah! kuatkanlah Islam dari dua Umar, Abu Jahal bin 'Amr bin Hisyam atau Umar bin Khattab!"
Mendengar itu, Umar segera bangkit dan bergegas menuju Darul Arqam. Namun, tangannya masih menghunus pedang dan wajahnya seperti singa padang pasir yang siap bertarung.
Keislaman Umar bin Khattab
Berdentum-dentum pintu Darul Arqam diketuk Umar. Sebelum membuka pintu, seorang sahabat mengintip keluar dan terkejut, seperti baru mengalami mimpi buruk.
“Pengetuk pintu adalah Umar bin Khattab!" desisnya panik kepada Rasulullah dan orang-orang di dalam, "Dia datang dengan pedang terhunus!"
Hamzah bin Abdul Muthalib berdiri dan berkata tenang. “Biarkan saja dia masuk. Jika dia datang dengan maksud baik, kita sambut dengan baik.
Namun, jika dia datang dengan maksud jahat, kita bunuh saja dia dengan pedangnya"
Setelah berkata begitu, tangan Hamzah bergerak meraba gagang pedangnya. Suasana tambah mencekam ketika pintu dibuka. Namun Umar tidak juga masuk, ia tetap berdiri dengan sikap garang di depan pintu
Melihat itu, Rasulullah pun berdiri dan berjalan cepat menghampiri Umar. Dengan kecepatan yang bahkan tidak terduga oleh Umar sendiri, tangan Rasulullah yang mulia bergerak dan mencengkeram leher baju Umar dengan kuat.
Dengan suara tegas yang tidak bisa dibantah, Rasulullah berkata:
“Wahai Umar! Dengan maksud apa engkau datang? Demi Allah, aku tidak akan melihat engkau berhenti dengan sikap dan tindakanmu terhadap kami hingga Allah menurunkan bencana untukmu"
Kerongkongan Umar tersekat karena begitu terkejut. Kesombongannya runtuh, bahkan rasa takut menguasai dirinya. Dengan suara lirih ia berkata : “Wahai Rasulullah..”
Semua org di Darul Arqam tercengang, mrk lebih tercengang lagi mendengar Umar bin Khattab, sang Singa Quraisy, melanjutkan kata-katanya
“Aku datang kepadamu untuk beriman kepada Allah dan Utusan-Nya"
Rasulullah melepaskan cengkeramannya & berkata penuh rasa syukur “Subhanallah”
Takbir Hamzah membahana. Pada bulan Dzulhijjah tahun keenam kenabian itu, Umar bin Khattab, Sahabat berperang dan teman minumnya, menjadi saudara seiman. Hati mereka terikat dalam tali yang tidak bisa putus lagi sampai ke akhirat.
Dengan kegembiraan yang tiada tara, Rasulullah mengusap dada Umar agar sahabat barunya itu tetap dalam keimanan.
Berdakwah Terang-Terangan
Keesokan harinya, Umar mengingat-ingat siapa yang paling keras memusuhi Rasulullah. Jawabannya pun langsung ditemukan, "Abu Jahal!" Tanpa membuang waktu, Umar pergi mengetuk pintu rumah Abu Jahal. Abu Jahal keluar dan menyambut Umar
“Selamat datang, wahai kemenakanku! Kabar apakah gerangan yang engkau bawa?"
“Aku datang untuk memberitahukan kepadamu bahwa aku telah memercayai ajaran-ajaran Muhammad!"
Wajah Abu Jahal pucat. Sambil membanting pintu, ia berseru lantang
“Mudah-mudahan tuhan mengutukmu. Alangkah buruknya kabar yang engkau bawa!"
Tidak berhenti sampai disitu, di sepanjang jalan, Umar memberi tahu setiap orang bahwa ia telah memeluk Islam.
Setelah itu, Umar pergi ke Ka'bah dan mengumumkan keislamannya. Rasa takut bercampur benci semakin membengkak di hati orang-orang Quraisy yang masih kafir.
Setelah masuk Islam, Umar bertanya:
“Wahai Rasulullah, bukankah kita berada di atas kebenaran mati maupun hidup?"
Ketika Rasulullah membenarkannya dengan tegas, Umar meminta agar Rasulullah dan kaum Muslimin keluar secara terang-terangan. Rasulullah menyetujui hal itu. Beliau dan umatnya pun keluar ke jalan-jalan Kota Mekah dalam dua barisan menuju Masjidil Haram.
Barisan sebelah kanan Rasulullah dipimpin oleh Hamzah dan barisan di sebelah kiri dipimpin oleh Umar bin Khattab.
Sejak itulah Umar digelari Al Faruq (sang pembela kebenaran dan kebathilan)
Islam Mengajarkan Kebaikan
Islam kemudian menjadi bahan diskusi hangat di Kota Mekah
Mereka yang penasaran terus bertanya kepada temannya yang Muslim. Sementara itu, mereka yang benci tidak henti-hentinya menjelekkan agama ini.
“Apa yang diajarkan agama baru ini? Katakan kepadaku, Sobat. Biar aku paham mengapa kamu begitu mudah meninggalkan agama nenek moyang kita," kata seseorang kepada sahabatnya.
“Engkau tahu bahwa hidupku sangat sulit," jawab teman Muslimnya,
“setiap kali kulihat orang-orang kaya mengendarai kuda-kuda istimewa, mengenakan pakaian mewah, dan memasuki rumah megah, aku jadi bertanya, untuk apa sebenarnya Tuhan menciptakan aku ini? Aku tidak bisa menikmati hidup kecuali bekerja keras untuk makan sehari-hari.
Aku tidak tahu setelah aku mati akan ke mana aku pergi. Sungguh sulit rasanya menjadi orang yang berharga dan mulia."
Sang muslim menoleh dan melihat wajah temannya itu tampak bersungguh-sungguh.
“Namun kemudian, Islam datang dan mengajarkan bahwa kemuliaan bukan terletak pada tumpukan emas dan perak kita, akan tetapi pada sebanyak apa kebaikan yang telah kita buat.
Islam tdk melarang perdagangan & org menjadi kaya, tetapi Islam mengajarkan bahwa nilai cinta kasih,persaudaraan, tolong-menolong, dan kebersamaan berada jauh diatas nilai setumpuk harta. Tahukah engkau setelah datangnya Islam, aku merasa menjadi yg lebih berarti dari sebelumnya”
Sang teman mengangguk-angguk.
“Lebih dari itu," lanjut si Muslim,
“Islam mengenalkan aku kepada siapa sebenarnya Pencipta alam yang patut disembah: bukan berhala yang tidak bisa apa-apa, melainkan Allah.
Melalui Rasulullah, Allah menurunkan perkataan Nya buat kita.
Coba dengarkan beberapa ayat berikut ini. Engkau akan tahu bahwa tidak seorang penyair pun yang mampu menandingi keindahan bahasanya apalagi kebenaran isinya."
Kemudian, beberapa ayat Al Qur'an mengalun dari mulut si Muslim dan langsung menembus hati temannya yang kini kian larut dan kian dekat pada kebenaran.
Kesaksian Musuh
Bahkan para musuh Rasulullah pun tidak dapat mengingkari kejujuran Rasulullah.
Tirmidzi meriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib bahwa Abu Jahal pernah berkata kepada Rasulullah,
“Sesungguhnya kami tidak mendustakanmu, tapi kami mendustakan apa yang engkau bawa."
Utusan Quraisy
Apa yg terjadi dengan Muslim yg berhijrah ke Habasyah.
“Kita tidak bisa membiarkan mereka berlindung di Habasyah!" Seru seseorang pembesar Quraisy.
“Dengan perlindungan yang diberikan Raja Najasyi, aku khawatir mereka akan bertambah kuat dan membahayakan kita!"
“Kirim utusan kepada Najasyi!" Sambut pembesar yang lain,
“bujuk dia, katakan apa saja agar dia memulangkan para pengikut Muhammad itu!"
Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi'ah diutus menemui Raja Habasyah, Najasyi. Tiba di Habasyah, mereka mempersembahkan hadiah-hadiah berharga untuk raja dan para pembesarnya.
“Paduka Raja," kata mereka, “kaum Muslim yang datang ke negeri Paduka ini adalah budak budak kami yang tidak punya malu. Mereka meninggalkan agama bangsanya dan tidak pula menganut agama Paduka.
Mereka membawa agama yg mereka ciptakan sendiri yg tidak kami kenal dan tdk juga Paduka kenal. Kami diutus kepada Paduka oleh pemimpin-pemimpin masyarakat mereka, oleh orangtua mereka, paman mereka, dan keluarga mereka sendiri, agar Paduka sudi mengembalikan org2 itu kepada kami.
Kami lebih mengetahui betapa orang-orang itu mencemarkan dan memaki maki tuhan tuhan kami.
Sebenarnya, kedua utusan tersebut telah menyogok para pembesar istana untuk membantu meyakinkan raja. Namun, Najasyi adalah raja yang bijaksana.
Dia sama sekali tidak terpengaruh hadiah-hadiah yang dibawa kedua utusan Quraisyi. Dia tidak mau mengusir kaum Muslimin kembali sebelum ia mendengar sendiri apa alasan mereka pergi meninggalkan Mekah.
“Bawa para pengungsi itu ke hadapanku!" perintah Najasyi
Seluruh kaum Muslimin menghadap, Raja bertanya: Agama apa ini sampai membuat Tuan2 meninggalkan masyarakat Tuan sendiri, tetapi tdk juga menganut agamaku atau agama lain?"
Bersambung Senin, insya Allah🙏🏿
Sallu ala Nabi🌹
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Pesan Habib Ali Al-Jufri Tentang Boikot Dan Penghinaan Atas Nabi
Kairo, 12 Rabiul Awwal 1442/29 Oktober 2020
Boikot Sejati, Saya akan memberi tahu Anda apa yang perlu kami boikot. Kita perlu memboikot karakter buruk, pornografi, tren fesyen, ideologi palsu,
penghormatan terhadap apapun selain Sang Pencipta dan ketidakpedulian yang kita derita. Ada hati dan jiwa yang haus akan cahaya Nabi Muhammad saw, tapi kita gagal menyebarkannya. Siapa pun dapat berteriak dan berteriak dan membuat suara - "mereka memukul kita, mari kita balas!"
Siapapun bisa melakukan ini tapi bisakah kamu tetap teguh di jalan Muhammad? Mampukah Anda menyalurkan cinta dan kesetiaan itu kepada Nabi ﷺ untuk mengimplementasikan ajarannya di rumah Anda?
Waktu terus berjalan. Kegigihan dakwah Rasulullah ﷺ mulai berbuah, sedikit demi sedikit, para pemeluk Islam mulai bertambah. Rumah Rasulullah yang kecil itu mulai terasa sempit.
“Ya Rasulullah, alangkah baiknya jika kita memindahkan tempat pertemuan ke rumahku” usul Arqam “Rumahku cukup luas untuk menampung jumlah kita yg sudah puluhan orang. Lagi pula, letaknya ada di puncak bukit. Orang-orang jahat tidak mudah mencapai tempat itu untuk mengganggu kita”
Rasulullah pun setuju Oleh krn itu, pertemuan setiap malam pun pindah ke rumah Arqam. Sebagian pemeluk Islam waktu itu adalah orang-orang lemah: para budak, buruh, org miskin, perempuan-perempuan fakir, serta org tertindas. Sisanya adalah golongan org terpelajar dan pedagang kaya
Bersungguh-sungguh atau hanya sekedar mengejek, orang-orang Quraisy sering meminta mukjizat kepada Rasulullah.
“Kalau Tuhanmu bisa menurunkan mukjizat, kami pasti akan beriman kepadamu!" demikian seru salah seorang dari mereka kepada Rasulullah.
“Muhammad! Kalau engkau benar benar Rasulullah, mintalah Tuhan agar menyulap Bukit Shafa dan Marwa menjadi bukit-bukit emas!" seru yang lain.
“Ya, itu benar! Tetapi kalau Tuhanmu tidak sanggup membuat bukit emas, cobalah turunkan ayat-ayat Allah itu dalam sebuah kitab yang diturunkan langsung dari langit! Itu pun sudah akan membuat kami beriman!"
Thoriqoh kami adalah thoriqoh Sayyidina Ali bin Abu Thalib karamallahu wajhah yaitu thoriqoh yang di saat berkuasa tidak menjajah dan tidak merasa berkuasa.
Thoriqoh kami adalah thoriqoh Sayyidina Hasan ra., yaitu thoriqoh yang mengalah untuk kebaikan umat Islam
Thoriqoh kami adalah thoriqoh Sayyidina Husain ra., yaitu thoriqoh yang berani melawan kemungkaran hinggga tetes darah penghabisan
Thoriqoh kami adalah thoriqoh Sayyidina Ali Zainal Abidin ra., yaitu thoriqoh yang pemaaf dan tak pendendam kepada orang yang telah membunuh keluarganya di depan mata beliau sendiri
Muhammad telah mendapat karunia Allah dengan pernikahan ini. Dari seorang pemuda tidak kaya, Allah telah mengangkatnya menjadi laki-laki berkedudukan tinggi dengan harta yang mencukupi.
Seluruh penduduk Mekah memandang pernikahan ini dengan gembira dan penuh rasa hormat. Semua undangan yang hadir berharap bahwa dari pasangan yang sangat ideal ini kelak lahir keturunan yang akan mengharumkan nama Quraisy.
Para sesepuh dari kedua keluarga tahu bahwa Khadijah akan mendukung suaminya dengan kasih sayang dan harta berlimpah. Sebaliknya, mereka juga berharap bahwa Muhammad yang bijak dan cerdas akan membimbing istrinya menuju kebahagiaan hidup.