Ketika Panglima TNI tiba2 membuat pernyataan “jangan ganggu persatuan bangsa” dengan seluruh pimpinan pasukan elite dibelakangnya, itu ibarat peringatan pada Sisupala: penghinaanmu sdh hampir melampaui batas !
****
SISUPALA si tukang HINA
— A thread from Itihasa Mahabharata —
Dari itihasa Mahabharata, tersebutlah kisah di Kerajaan Chedi. Rajanya berbama Damagosa didampingi permaisuri Srutasrawa. Keluarga ini masih terikat kekerabatan dgn Vasudewa Krisna. Damagosa dan Srutasrawa memiliki seorang putra bernama Sisupala, yg lahir dgn 3 mata dan 4 lengan.
Karena keanehan itu, orangtuanya berniat utk membuangnya, namun sabda langit mencegah mereka karena Sisupala ditakdirkan hidup sampai dewasa. Sabda tersebut mengatakan bahwa tubuh Sisupala dapat menjadi normal jika dipangku oleh seseorang yg istimewa, yaitu seorang titisan Wisnu.
Sabda langit itu jg meramalkan kematian Sisupala akan terjadi di tangan orang yg sama yg menghilangkan mata ketiga dan 2 lengannya.
Ketika Vasudewa Krisna dan keluarganya menjenguk Srutasrawa, ia memangku Sisupala. Seketika itu mata dan lengan tambahan di tubuh Sisupala lenyap.
Mengetahui hal tersebut, orangtua Sisupala sadar bahwa kematian Sisupala juga berada di tangan Vasudewa Krisna. Karena itu mereka menyembah dan memohon agar Vasudewa Krisna mau berjanji mengampuni kesalahan yang diperbuat Sisupala apabila anak tersebut sudah dewasa.
Demi ketenangan kedua orang tua Sisupala, Vasudewa Krisna berjanji memaafkan Sisupala namun ia juga memberi ruang pagi perwujudan karma: apabila Sisupala menghinanya lebih dari 100 kali di hadapan orang banyak, maka Vasudewa Krisna dibebaskan dari janjinya utk memaafkan.
Berpuluh-puluh tahun kemudian, di balairung kehormatan kerajaan Indraprasta, dihadapan para raja undangan upacara Rajasuya, Yudistira mengangkat Vasudewa Krisna sebagai tamu kehormatan yang sesuai tradisi akan memakaikan mahkota Rajasuya di kepala Yudistira.
Sisupala yang hadir dan duduk di kursi undangan tiba2 berdiri lalu dengan penuh kebencian mencela keputusan Yudistira itu. Setelah menghina Yudistira, Sisupala mengejek Bima, memaki Arjuna dan mengutuki Nakula dan Sahadewa, lalu Sisupala juga merendahkan Drupadi.
Ucapan2 penuh hinaan itu justru semakin memanaskan hatinya sendiri, dan ia semakin tdk dapat mengendalikan diri. Pandangan matanya ditujukan pd Vasudewa Krisna, dan dgn penuh amarah ia kemudian melontarkan hinaan pd Vasudewa Krisna, sambil menghitung berapa hinaan yg ia ucapkan.
Ia sudah mendengar ramalan bahwa kematiannya akan terjadi di tangan Vasudewa Krisna setelah penghinaannya yang ke 100 kali.
Maka karmapun menemukan jalannya. Mabuk oleh ucapannya sendiri, Sisupala tak lagi pandai berhitung. Ia lupa entah berapa hinaan yang sudah ia ucapkan.
Ditambah tepuk tangan dari beberapa raja yg menyemangatinya, hatinya kini semakin panas ibarat api disiram minyak. Setiap hinaan yg ia ucapkan membuat hatinya smakin panas dan dipenuhi kebencian. Ia terus memaki. Ia menghina kerajaan Indraprasta yg mengundangnya dgn penuh hormat.
Ia menghina Yudistira yang memperlakukannya selayaknya tamu undangan. Ia menghina lambang2 kerajaan Indraprasta. Ia menghina Pandawa. Ia menghina Permaisuri Drupadi. Dan ia juga terus melontarkan hinaan kepada Vasudewa Krisna.
Maka, akhirnya, Chakra Sudarshanpun menyala di tangan Vasudewa Krisna. Sinarnya menyilaukan mata bagaikan sejuta matahari. Para tamu undangan memejamkan mata, tidak kuat menahan silau. Ketika mereka membuka mata, kepala Sisupala sudah terpisah dari badannya.
Sisupalapun mati ditangan Vasudewa Krisna sebagaimana sabda langit di hari kelahirannya. Vasudewa Krisna dgn penuh wibawa maju ke panggung dan menjelaskan kpd undangan.
Bahwa sbg sesama bangsa Ksatria, Sisupala tahu hinaannya adalah pernyataan perang. Bahwa pertarungan telah dilakukan secara adil, dan bahwa Chakra Sudharsan telah mencegah Sisupala dari dosa2 lain yang pasti akan terus dibuatnya bila ia hidup. Kematiannya adalah pembebasannya.
****
Sahabat, mari belajar dari Sisupala. Sisupala secara fisik telah mati, tp sifat2 spt itu bisa muncul kapan saja. Kita kadang melihat ada orang yang begitu banyak melontarkan hinaan. Kata2nya keras, penuh amarah. Tak ada hal baik yang terlontar dari mulutnya selain hinaan.
Seakan ia tak punya hal baik untuk diucapkan. Seolah olah stok di hatinya hanya diisi kebencian. Dan, sebagaimana Sisupala, akan selalu ada orang2 yang bertepuk tangan menyemangatinya.
Mari berdoa, semoga orang2 seperti itu segera sadar, sebelum "Chakra Sudarshan" menunaikan tugasnya. Karena karma tak pernah salah mencari jalannya. “Ngono yo ngono, ning yo ojo ngono”
Aum a no bhadrah krtawo yantu wicwatah.
Semoga pikiran baik datang dari segala penjuru 🙏
🌷
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Akhir2 ini kita sering mendengar orang berdoa keras2. Baik di acara2 keagamaan, acara politik, maupun di medsos. Doanyapun beragam. Ada yg spt curhat, mengemis, ngerayu bahkan ada yg sumpah serapah.
Bgmn Hindu memandang doa dan usaha?
— A thread story from Itihasa Mahabharata —
Dalam itihasa Mahabharata dikisahkan, di akhir Bharatayudha ketika semua senapati senior Korawa sudah tewas, Sangkuni masih berupaya mencuri kemenangan. Ia mendorong adiknya, Gandari, Ibu para Korawa, untuk menemui dan minta petunjuk Bhagavan Vyasa.
Dari sang bhagavan, Gandari memperoleh petunjuk bahwa "tapa" (pengekangan diri dengan menutup kedua matanya sejak pernikahannya dengan Dhirastra yang buta) yang dilakukannya secara kuat dan konsisten selama bertahun2 bisa dikonversi menjadi kekuatan maha dahsyat.
18 November 1946.
Malam hari
Penyerbuan tangsi polisi Netherlands Indies Civil Admnistration (NICA) --pemerintahan sipil Hindia Belanda-- di Kota Tabanan. Para pemuda gerilyawan berhasil merampas senjata dan mesiu.
19 Nov 1946.
Pagi hari
Para pemuda gerilyawan berkumpul di Banjar Ole, Desa Marga, Tabanan. Di sinilah, Letkol I Gusti Ngurah Rai menyusun kembali induk pasukan Resimen Soenda Ketjil. Ada kekuatan sekitar 70 orang, plus para pemuda desa yg pernah menerima latihan ketentaraan.
19 Nov 1946.
Pukul 16.00
Pertunjukan kesenian Janger yg didatangkan dari Banjar Tunjuk. Penduduk dan para pemuda gerilyawan menikmati pertunjukan yg disertai demonstrasi permainan pencak silat.
Pukul 18.00
Semua anggota pasukan dan para perwira berkumpul di tempat Ngurah Rai.
1. Karna sang Putera Kunti
Karena pergulatan hidup, Karna memperoleh anugerah sebuah senjata yang maha dahsyat: siapapun yang dituju oleh senjata itu, dipastikan tewas. Tapi senjata itu hanya dipakai satu kali.
Krisna sbg “pengendali” perang Bharatayudha kemudian mengorbankan Kacha utk dijadikan sasaran senjata pamungkas itu. Kacha yg kesaktiannya mampu melumat seluruh Kurawa, tewas seketika. Tapi Arjuna — kepada siapa senjata itu rencananya diperuntukkan — selamat. Karnapun dikalahkan.
2. Bhisma Dewabratha
Bhisma adalah kakek sekaligus mahaguru bagi Pandawa dan Kurawa. Ia berguru pada Parasurama, hingga kedigjayaan mereka sebanding. Tak akan ada pahlawan baik dari pihak Pandawa maupun Kurawa yang mampu mengalahkannya.
Pertanyaan ini sering sekali diajukan oleh penganut agama lain kepada penganut Hindu, sementara di internal Hindu justru jarang dibahas.
— a thread —
Proses pengajaran agama Hindu mirip seperti air, ia mengalir saja sembari memberi hidup dan kesuburan pada semua yang dilaluinya.
Menghafal Weda memang tidak menjadi budaya dalam agama Hindu.
Sebagai agama tua yang tidak terseret perdebatan kitab palsu atau asli, penganut Hindu tidak merasa perlu membuktikan bahwa kitabnya asli dan tidak berubah sedikitpun, dengan mengajukan bukti banyaknya penghafal Weda.
Hari ke 13 Bharatayudha, ketika Abimanyu mjd ujung tombak pasukan Pandawa utk menghancurkan formasi Cakrawyuha yg diterapkan Mahaguru Drona, tiba2 Jayadratha, raja kerajaan Sindhu yg memihak Kurawa, datang dgn ribuan pasukannya dan memotong jalur bantuan Pandawa.
Jadilah Abimanyu bertempur sendiri ditengah kepungan formasi dahsyat yang ia sendiri belum tuntas mempelajarinya. Jayadratha ikut mengeroyoknya secara pengecut, yang bertentangan dengan adab pertempuran para ksatria, yang seharusnya dilakukan satu lawan satu. Abimanyupun gugur.
Arjuna yg sedih bercampur bangga mendengar kisah kematian putranya mengucap sumpah “besok sebelum matahari terbenam, leher Jayadratha harus putus. Bila aku gagal melaksanakan sumpah ini, biarlah aku mati dgn masuk ke api pembakaran. Besok, aku atau Jayadratha yang akan dibakar”.
Cradha 1: Percaya adanya Brahman (Tuhan). Ini terdengar tdk istimewa. Hampir semua agama percaya dan menjadikan Tuhan sbg issue sentral. Tp ada yg berbeda dlm Hindu, yaitu:
a. Tuhan bersifat imanen dan transenden sekaligus. Ia didalam dan sejaligus diluar semua ciptaan.
b. Ia Nirgunam dan Sagunam sekaligus. Nirgunam ia illahi, achintya, tak bersifat tak berbentuk tak terpikirkan. Manusia tdk bisa menjangkau memikirkan atau mengatakan apapun. Sagunam ia fungsional. Pencipa=brahma, pemelihara=wisnu, pelebur=siwa, ilmu=saraswati, api=agni, dll.