Tempat baru, suasana baru, seharusnya menyenangkan. Tapi kita harus sadar kalau semua tempat pasti punya sejarah di belakang, termasuk tempat kost.
Seorang teman akan bercerita kisah seram yang dia alami di tempat kost Senopati, Jakarta.
Simak di sini, di Briistory.
***
Jakarta, kota metropolitan yang sama sekali belum pernah aku kunjungi, kota besar dengan tingkat keruwetan di level tinggi. Tapi apa mau dikata, garis hidup menuntun aku untuk tinggal dan mencari nafkah di Ibu Kota negara ini.
Aku Ovie, perempuan 28 tahun asal Jambi. Sudah empat tahun lebih jadi penduduk Ibu kota, sejak lulus kuliah dulu. Mau gak mau, aku jadi terbiasa dengan ritme hidup dan suasana Jakarta.
Mungkin sama dengan banyak orang lain yang juga berstatus sebagai pendatang, waktu awal tinggal di Jakarta, aku harus melewati masa adaptasi yang sangat berat.
Suasana lingkungan, orang-orangnya, ritme hidup, semua sangat berbeda dengan yang aku rasakan dan alami sejak kecil di kampung halaman.
Semuanya berbeda jauh, termasuk masalah tempat tinggal.
Kalau di Jambi, sejak lahir sampai kuliah aku tinggal di rumah orang tua bersama anggota keluarga lainnya. Di Jakarta aku harus kost, sendirian tinggal di tempat baru, lingkungan baru.
Ngomong-ngomong tentang kost, selama ini aku sudah merasakan tiga tempat berbeda, berpindah dengan segala pertimbangan dan penyebabnya.
Kenapa aku bisa sampai tiga kali pindah kost?
Pindah dari kost pertama, karena awalnya aku memang buru-buru untuk segera dapat tempat tinggal, jadi ya aku agak semberang memilih tempat kost, dengan pikiran “Ya sudahlah, yang penting ada tempat tinggal dulu.
Dan hasilnya, aku gak betah dengan lingkungannya, terlalu bebas menurutku.
Gak lama, hanya tiga bulan akhirnya aku memutuskan untuk cari kost baru.
Tempat kost kedua, tempatnya enak, homie banget, letaknya di tengah kota, tapi hanya sekitar enam bulan saja aku tinggal di tempat ini.
Kok cuma enam bulan? Karena gak tahan dengan ketakutan konstan yang aku alami.
Sampai akhirnya aku menemukan tempat kost ketiga, di daerah Gandaria, sampai sekarang aku masih tinggal di tempat ini.
Nah, malam ini aku akan cerita tentang pengalaman yang aku alami ketika tinggal di tempat kost yang kedua, tempat kost yang sangat nyaman.
Seperti yang ku bilang tadi, hanya sekitar enam bulan aku tinggal di sini. Sebentar? Gak, itu cukup lama bila melihat perjalanannya, sampai aku memutuskan untuk pindah, karena gak tahan dengan kejadian-kejadian seram yang makin lama makin sering terjadi.
Begini ceritanya..
***
Seperti yang sudah sedikit aku bahas tadi, kost pertama memang aku pilih karena terpaksa, saat itu harus sudah punya tempat tinggal, jadi ya sedapatnya saja.
Dan benar, di situ itu aku sama sekali gak betah, sudah lokasinya jauh dari tempat kerja, agak kumuh, pokoknya banyaklah hal yang akhirnya memaksaku untuk mencari kost baru dan pindah secepatnya.
Ya sudah, dengan bantuan dari OB kantor, aku akhirnya menemukan kost yang menurutku cukup nyaman, sangat nyaman malah.
Dari beberapa tempat kost sebelumnya yang sudah aku survey, rumah kost inilah yang paling nyaman, ditambah letaknya relatif dekat dengan kantor.
Perusahaan tempatku bekerja berkantor di salah satu gedung di kawasan SCBD, sementara tempat kost yang aku taksir ini letaknya di Senopati, benar-benar dekat, kalau mau rela untuk sedikit berkeringat maka aku bisa saja berjalan kaki pulang pergi kantor.
Cukup sekali berkunjung dengan tujuan survey untuk melihat keadaannya, aku langsung memutuskan untuk segera pindah ke tempat baru ini.
Hingga pada satu hari sabtu di bulan Mei 2016, aku pindah ke tempat yang baru, tempat kost keduaku di Jakarta.
Kost ini berbentuk rumah besar, rumah yang letaknya di tengah-tengah perumahan yang besar juga, bisa dibilang perumahan orang kaya.
Akan tetapi, untuk wilayah kota besar, perumahan ini cukup sepi, jalan kompleknya cukup lebar dengan pohon rindang di kanan kiri. Jarang sekali terlihat penghuninya berinteraksi di luar rumah, paling hanya mobil mewah keluar masuk garasi dari setiap rumahnya, selebihnya sepi.
Rumah kost yang akan aku tempati juga begitu, rumah besar dengan halaman cukup luas, garasinya cukup untuk empat mobil. Nah, di belakangnya ternyata memiliki delapan kamar yang sengaja dibangun untuk disewakan sebagai tempat kost.
Semua kamar kost letaknya di lantai atas bagian belakang. Jadi kalau dilihat dari depan, rumah ini gak terlihat kalau di dalamnya ada tempat kost.
Pemiliknya adalah seorang Ibu yang sudah berumur sekitar 60 tahun, ke depannya aku akan memanggil beliau dengan panggilan Ibu Dewi.
Ibu Dewi tinggal di rumah itu dengan anak laki-lakinya. Bersama mereka ada dua asisten yang membantu mengerjakan kegiatan rutin harian, satu asisten juga membantu mencuci dan setrika dari para penghuni kost.
“Dari delapan kamar hanya terisi lima, tiga masih kosong. Dan kayaknya dua kamar penghuninya jarang pulang, katanya sering tugas luar kota. Biasanya juga, kalau akhir pekan seperti ini, semua penghuni kost pada mudik ke kota asal. Jadi nanti kamu mungkin akan sendirian”
Begitu kata Bu Dewi ketika kami bercakap-sakap di teras rumah ketika aku baru saja sampai. Kebetulan, saat itu masih sedikit barang bawaan dari tempat kost sebelumnya, hanya pakaian dan beberapa perlengkapan.
“Semoga kamu betah ya, silakan kalau mau istirahat.” Begitu kata Bu Dewi menutup percakapan.
Cukup panjang lebar percakapan kami sore itu, banyak informasi baru yang aku dapat setelahnya.
Kesimpulannya, rumah kost ini memberikan beberapa fasilitas bagi penyewanya, seperti air minum dan dapat menggunakan dapur dan segala perlengkapannya, dapur berada di lantai bawah.
Selasai berbincang, aku lalu menuju kamarku.
Pertama-tama, aku harus masuk melalui garasi, di ujung belakang garasi ada tangga besi yang bentuknya melingkar, jadi aku harus berputar dua atau tiga kali menaikinya untuk sampai ke atas. Ketika sudah sampai di atas, barulah terlihat kalau rumah ini punya banyak kamar kost.
Kamar ada delapan, paling depan dekat tangga ada tiga kamar mandi untuk penghuni. Lalu setelah itu akan melewati dua kamar yang berhadapan, setelahnya ada ruang besar berisi sofa, meja, kursi kayu, TV, galon air minum,
sepertinya ini adalah ruang tamu atau ruang tempat bersantai yang bisa digunakan bersama-sama.
Di samping ruang santai ini ada lorong panjang yang kanan kirinya ada enam kamar, kamarku letaknya di paling ujung sebelah kiri.
Nyaman, rumah ini sangat nyaman, hari itu sempat berpikir kalau aku mungkin akan lama tinggal di tempat ini, tapi ternyata..
***
Gak memakan waktu lama bagiku untuk membereskan barang-barang, ya memang masih sedikit yang aku punya.
Kamarku berukuran cukup besar, di dalamnya sudah tersedia lemari, tempat tidur, dan juga ber-AC. Gak perlu punya TV, karena di ruang tengah tadi sudah disediakan TV.
Kekurangannya cuma satu, jarak ke kamar mandi cukup jauh, akan jadi PR buatku apa bila harus buang air di tengah malam. Tapi ya sudahlah gak apa.
Selesai beberes, aku merebahkan tubuh di atas tempat tidur sambil melamun. Sampai akhirnya lelah memaksaku terlelap, padahal hari masih sore.
Cukup lama aku tertidur, sampai akhirnya terbangun kaget karena sadar kalau ternyata sudah hampir jam sembilan malam.
Mengucek-ngucek mata sebentar, kemudian aku memutuskan untuk mandi, badan terasa lengket karena aktifitas seharian.
Membawa handuk dan perlengkapan mandi, aku lalu keluar kamar menuju kamar mandi. Tapi ketika sudah berada di ruang tamu, aku memutuskan untuk terlebih dahulu duduk di sofanya, berniat sebentar santai sambil menonton TV.
Sendirian aku di depan tv, dan aku yakin juga kalau sedang sendirian di lantai atas ini, karena sama sekali gak kelihatan penghuni kost lain, atau pun suara-suara kegiatan dari dalam kamar, sepi aja.
Tapi ternyata cukup lama aku berdiam sendirian di depan tv, sampai kira-kira jam setengah sepuluh aku masih asik menonton.
Nah ketika sedang asik sendiri inilah, aku mendengar sesuatu..
“Tak, tak, tak, tak..”
Aku mendengar suara langkah kaki bersepatu, menaiki tangga besi yang ada di ujung, sebelah kamar mandi.
“Ah, akhirnya ada penghuni kost yang datang.” Begitu pikirku dalam hati.
Tapi setelah aku tunggu, ternyata gak ada orang yang datang, lalu suara itu menghilang.
Penasaran, aku menoleh ke belakang, ke arah tangga. Benar, gak ada siapa-siapa, padahal aku sangat yakin kalau tadi mendengar suara langkah kaki naik tangga.
Ya sudahlah, mungkin ada yang mau naik tangga tapi gak jadi, positif aku berusaha berpikir.
Seketika itu juga aku memutuskan untuk mandi, lalu bangkit dari duduk menuju toilet.
Ada tiga kamar mandi, aku memilih yang paling pinggir dekat tangga.
Setelah selesai, ketika sedang berhanduk mengeringkan badan, tiba-tiba aku mendengar suara yang sama dengan yang aku dengar sebelumnya tadi.
“Tak, tak, tak, tak..”
Suara langkah kaki bersepatu itu terdengar lagi, sedang menaiki tangga.
Kali ini suaranya lebih jelas, karena aku sedang di pisisi sangat dekat dengan tangga. Aku yakin kalau itu suara orang sedang naik tangga.
Penasaran, lalu aku sedikit membuka pintu kamar mandi, mengintip ke luar.
Benar, sepersekian detik aku sempat melihat kalau ada seseorang yang melintas berjalan, lalu pandanganku terhalang dinding karena dia masuk lorong menuju ruang tamu. Sepertinya yang aku lihat barusan adalah perempuan, nampak jelas rambut panjangnya terurai dari belakang.
“Ah sukurlah, ada penghuni lain yang akhirnya datang.” Lagi-lagi aku merasa senang.
Setelah selesai, aku kembali ke kamar untuk berpakaian. Sementara itu, aku gak melihat lagi perempuan yang tadi naik, aku gak tahu dia masuk ke kamar yang mana. Sudah malam juga, lebih baik besok saja kalau aku berniat hendak berkenalan.
Sudah nyaris jam sebelas, gak terasa. Sebelum tidur, aku berniat untuk mengambil air minum di ruang tamu, persiapan kalau-kalau kehausan tengah malam nanti.
Kemudian, sekali lagi aku keluar kamar menuju ruang TV.
Ruang tv gak terlalu terang, lampunya redup, tapi cukup untuk melihat sekeliling dengan jelas. Aku lalu mengisi botol minuman dengan air putih dari galon.
Setelah selesai, aku melangkah lagi ke kamar.
Ketika sedang tepat berada di depan kamar yang letaknya persis di depan kamarku, selintas aku mendengar sesuatu.
Ada suara tawa perempuan dari kamar itu, suara tawa diselingi dengan gumaman gak jelas.
“Oh ternyata perempuan tadi kamarnya di sini.” Begitu pikirku.
Gak terlalu penasaran, lalu aku masuk ke kamar dan menutup pintu.
Di kamar, gak langsung tidur, karena sore tadi tidurku cukup lama jadinya rasa kantuk gak juga muncul, sampai tengah malam. Selama itu aku hanya bermain HP, scrolling menatap timeline medsos.
Sampai akhirnya, sekitar jam satu, ada kejadian aneh.
Ada yang menarik perhatian.
Awalnya, aku mendengar suara kalau sepertinya kamar yang persis di depanku pintunya terbuka. Sepertinya penghuninya hendak keluar.
Tapi, setelah pintu terbuka itu kedengaran apa-apa lagi, hening dan sepi.
Sampai akhirnya, aku mendengar ada suara perempuan sedang menangis..
Iya, ada perempuan menangis..
Aku lalu berdiri melangkah mendekati pintu, mendekatkan telinga, menajamkan pendengaran, coba menangkap suara dari luar.
Benar, ada perempuan menangis tersedu-sedu, bukan menangis dengan suara keras, tapi pelan tertahan. Aku yakin juga kalau suara itu asalnya bukan dari dalam kamar, tapi dari lorong depan.
Ada perempuan sedang menangis di depan kamarku.
Seketika itu juga, bathinku berperang, antara hendak membuka pintu lalu melihat ke luar atau membiarkannya saja lalu kembali tidur.
Tapi, pada akhirnya aku memutuskan untuk membuka pintu.
Perlahan kuraih gagang pintu, lalu memutarnya.
Ada ragu dalam hati, makanya aku sangat pelan membuka pintu.
Sampai akhirnya, pintu terbuka lebar.
Lorong kamar kelihatan gelap, penerangan hanya bersumber dari lampu yang ada di kamarku saja.
Pandangan langsung ku arahkan ke kamar depan..
Ternyata kosong, gak ada siapa-siapa, gak ada orang, gak ada perempuan menangis. Pintu kamar depan juga dalam keadaan tertutup rapat.
Lalu siapa yang menangis tadi?
Tiba-tiba aku merinding, seketika itu juga langsung menutup pintu.
Di atas tempat tidur aku mulai ketakutan.
Siapa perampuan yang menangis tadi?
Entahlah,
Intinya, malam minggu itu aku habiskan dengan tidur gak nyenyak, memikirkan peristiwa yang baru terjadi sebelumnya.
***
Hari minggunya, aku bangun siang, sekitar jam 11 baru benar-benar terjaga. Setelah itu aku memutuskan untuk mandi.
Tapi, ketika lewat ruang tv dalam perjalanan menuju toilet, aku melihat ada seseorang sedang duduk menonton tv.
“Eh, penghuni baru ya? Perkenalkan gw Aldi, hehe.”
Aldi, saat itu juga kami berkenalan lalu berbincang panjang lebar. Aldi sepertinya laki-laki yang baik dan menyenangkan, kantornya di SCBD juga, sama seperti aku.
“Gw biasanya kalo wiken pulang ke Karawang, tapi semalam nginep di kost-an temen sih, baru sampe ini juga.” Begitu Aldi bilang.
“Sendirian dong Lo di sini tadi malam ya? Kan pada minggat kalo wiken.”
“Nggak Bang, kayaknya sekitar jam 10-an gitu ada yang dateng deh.” Jawabku.
“Lah tumben, siapa yang dateng? Yang di kamar mana?”
“Itu Bang, kamar itu.” Jawabku lagi sambil menunjuk kamar yang letaknya di belakang tv, persis di depan kamarku.
“Emang ada orang baru juga?” Tanya Aldi lagi.
“Gak tahu Bang, setahuku yang pindahan kemarin cuma aku deh.”
“Oh gitu,” Aldi mengangguk pelan, tapi dari raut wajahnya kelihatan kalau dia sepertinya agak bingung mendengar jawabanku.
Setelah itu Aldi seperti sengaja mengalihkan pembicaraan.
Dari percakapan siang itu, aku jadi dapat banyak info tambahan tentang tempat kost ini.
Manurut Aldi, yang paling sering tinggal di sini hanya dia dan Asty, dua penghuni lainnya jarang sekali kelihatan. Waktu itu Asty sedang mudik ke rumahnya di Bandung.
Siang hingga menjelang sore, aku habiskan berbincang dengan Aldi. Senang rasanya punya teman baru yang menyenangkan.
***
Hari-hari berikutnya aku jalani di rumah ini, sampai akhirnya bisa kenal dengan semua penghuni kost.
Tapi, seiring berjalannya waktu, semakin banyak kejanggalan dan keanehan yang aku rasakan. Awalnya hanya kejanggalan dan keanehan kecil yang bisa dianggap remeh, contohnya seperti:
Aku mendengar suara orang naik tangga padahal gak ada siapa-siapa, TV yang tiba-tiba menyala sendiri dengan volume tinggi, galon air minum mengeluarkan suara seperti ada yang menuangkan air, padahal gak ada orang sama sekali.
Keanehan itu banyak terjadi ketika aku sedang benar-benar sendirian di kost itu, di akhir pekan, ketika semua penghuninya mudik atau bermalam di tempat lain, kecuali aku.
Awalnya, semua kejanggalan itu aku anggap angin lalu, gak memperdulikannya, tapi lama kelamaan semakin menjadi-jadi, sementara penghuni kost lain seperti menghindar ketika aku membuka percakapan untuk membahasnya, semua seperti hendak menutupi sesuatu.
Yang mulai mengganggu, aku semakin sering mendengar suara perempuan menangis kadang tertawa, atau kadang seperti sedang bicara sendirian, semua itu aku mendengarnya dari kamar depan atau lorong depan kamar.
Siapa perempuan itu? Aku gak tahu, karena ya itu tadi, penghuni lain gak pernah mau menjelaskan.
Ya sudah, aku anggap penghuni kamar depan mungkin salah satu penghuni yang sering ke luar kota.
Mungkin saja.
Sampai akhirnya, ada kejadian sangat seram yang membuat aku memutuskan untuk pindah mencari kost lain.
***
Aku masih ingat, waktu itu jumat malam, semua penghuni sudah meninggalkan tempat kost untuk pulang ke rumah masing-masing atau ke tempat lain, tinggal aku sendirian seperti biasanya..
Sepulang kerja, selesai beberes dan mandi aku menghabiskan waktu di depan tv.
Sendirian aku asik tertawa cekikikan karena kelucuan acara yang sedang tayang, terkadang tawaku kencang karena saking lucunya.
Waktu itu belum terlalu malam, masih jam sembilan.
Tapi semakin malam, acara tv semakin lucu dan menarik, aku semakin sering tertawa cekikikan lepas.
Sampai ketika, aku harus mengecilkan volume tv karena mendengar ada yang aneh.
Sepertinya beberapa menit terakhir aku gak tertawa sendirian..
Seperti ada suara tawa lain mengiringi tawaku, seperti aku sedang tertawa berdua, entah dengan siapa.
Setelah suara tv senyap, suasana menjadi hening, gak ada suara apa-apa.
“Ah mungkin penghuni di bawah yang lagi cekikikan.” Begitu pikirku kemudian.
Ya sudah, aku lalu kembali menaikkan volume TV, lalu asik menonton acaranya.
Tapi sekitar jam sepuluh lewat tiba-tiba kantuk datang, lelah tubuh membuatku gak tahan lagi untuk terlelap.
Akhirnya aku tertidur di sofa depan tv.
***
“Hihihihi..”
Ada suara cekikikan,
Cekikikan perempuan,
Suara itu membangunkanku dari tidur.
TV masih menyala, di atasnya ada jam dinding yang jarum pendeknya menunjuk ke angka satu.
Sudah lewat tengah malam ternyata.
“Hihihihi..”
Sekali lagi suara itu terdengar.
Siapa yang cekikan tengah malam begini?
Suara tawa yang sangat jelas terdengar, dari arahnya aku yakin kalau asalnya dari sekitar kamar mandi.
Yang tadinya lemas karena baru saja terjaga, aku jadi segar karena suara ini, suara yang tentu saja membuat suasana jadi mencekam dan semakin mencekam.
Bulu kuduk berdiri, aku merinding ketika suara cekikikan itu kembali muncul.
“Hihihihi..”
Rasa takut mulai memonopoli isi jiwa, menyeruak ke seluruh rongga kepala.
Pada detik itu aku memutuskan untuk meninggalkan ruang tv lalu masuk kamar, melarikan diri.
Namun ketika sudah bangkit dari duduk ingin melangkah ke kamar, ketika posisi sudah berada di tempat yang bisa melihat kamar mandi, reflek aku menoleh ke kiri karena mendengar tawa cekikikan itu sekali lagi.
“Hihihihi..”
Pada saat itulah akhirnya aku bisa melihat sumber suara.
Di ujung lorong, di sebelah kamar mandi depan tangga besi, aku melihat sosok perempuan sedang duduk di lantai dengan rambut panjang terurai, wajahnya pucat dengan lingkar gelap di sekitar mata, dengan mimik seram lagi-lagi dia tertawa cekikikan sambil menatap tajam.
Sontak aku langsung mempercepat langkah menuju kamar, ketakutan sangat.
Tapi ketika sudah tepat berada di depan pintu, lagi-lagi aku melirik ke tempat sosok perempuan seram itu berada.
Semakin mengerikan, karena ternyata dia sudah gak di posisinya, sudah gak duduk lagi, sosok seram itu kini sedang berjalan pelan menyusuri lorong menuju tempat aku berada.
Tuhan, aku takut. Dari ujung mata aku masih dapat melihat kalau perempuan itu semakin dekat dan semakin dekat.
Tapi akhirnya aku sukses membuka pintu, cepat-cepat masuk kamar lalu menutup pintu rapat-rapat.
Tempat tidur adalah tujuan utama, sambil berselimut ketakutan aku terbaring di atasnya.
Suasana semakin mencekam karena selama itu pula suara tawa cekikikan terus terdengar semakin jelas, semakin dekat.
Sampai akhirnya suara tawa berhenti, sepertinya berhenti tepat di depan pintu kamar. Seketika itu, suasana menjadi hening dan sepi, gak ada suara sama sekali.
Perlahan aku menarik selimut hingga menutup tubuh sampai sebatas mulut, ketika melihat gagang pintu kamar bergerak-gerak dengan sendirinya, ada yang coba membukanya dari luar!
Sial, aku tadi lupa mengunci pintu.
Gemetar tubuhku menyaksikan itu semua, desir darah terasa mengalir lebih cepat dari biasanya.
Nyaris menangis, ketika akhirnya aku melihat sosok perempuan menyeramkan itu tengah berdiri di luar kamar, ketika perlahan pintu akhirnya terbuka.
Dia berdiri menatap tajam, tersenyum dengan wajah datar tanpa ekspresi.
Kemudian dia mulai bergerak masuk ke dalam kamar.
Aku yang sudah di puncak ketakutan, melihat itu semua langsung menarik selimut hingga menutup wajah, lalu memiringkan tubuh jadi menghadap dinding. Gak tahan lagi, aku menangis pelan..
“Hihihihi..”
Sekali lagi tertawa, kali ini jelas terdengar kalau dia sedang berdiri tepat di belakangku, di samping tempat tidur.
Beberapa belas detik kemudian, kejadiannya semakin parah, aku merasa kalau seperti ada yang mengisi ruang kosong di atas tempat tidur, ada yang merebahkan tubuhnya di sampingku, aku merasakan ada yang menempel di punggungku..
Aku yakin, kalau sosok perempuan menyeramkan itu sedang terbaring di atas tempat tidur, bersamaku.
“Hihihihi..”
Benar, dia lalu tertawa cekikikan pelan, jelas terdengar karena memang asal suara sangat dekat dengan telinga.
Aku menangis dalam diam, sejadi-jadinya.
Sampai ketika, perlahan hawa hangat datang menyentuh kulit, merayap dari punggung hingga ke seluruh tubuh.
Gak tahan, detik berikutnya aku gak ingat apa-apa lagi.
***
Sungguh peristiwa terseram yang pernah aku alami selama hidup.
Gak berpikir panjang, besoknya aku langsung memutuskan untuk cari tempat kost baru, aku takut.
Sambil menunggu dapat tempat baru, aku menginap di rumah salah satu teman kantor, dia berbaik hati mau menampung untuk sementara waktu.
***
Selang seminggu kemudian, aku bertemu Aldi di tempat kost, pada saat itulah kami akhirnya bisa berbincang panjang lebar ketika memutuskan untuk makan malam bersama.
“Jadi kamar depan kamar lo itu kosong dari dulu, gak pernah ada yang tahan lama tinggal di situ, termasuk kamar lo juga, sering kosong.”
“Gw tau ceritanya dari penghuni kost lama yang udah pindah.”
“Kostan itu emang serem, angker, makanya gw juga mau pindah, minggu depanlah gw pindah ke kost baru. Asty juga udah duluan pindah kan kemarin, sama, dia juga ketakutan, hahaha.”
“Katanya, dulu banget di kost itu pernah ada yang meninggal, perempuan, gak jelas kenapa meninggalnya. tapi gw gak tau di kamar yang mana.”
“Makanya gw seneng akhirnya lo pindah juga.”
Aldi menjelaskan panjang lebar, aku hanya ternganga mendengar ceritanya.
“Kenapa gak cerita dari awal sih Bang? Tega amat deh.” Aku bilang begitu.
“Ya gak enaklah, masa iya gw udah cerita begituan sama anak baru. Hehehe.”
Begitulah, cerita dari Aldi semakin membulatkan tekadku untuk pindah.
Sampai akhirnya menemukan tempat kost baru, yang aku tempati sampai sekarang.
***
Hai, Balik lagi ke gw ya, Brii.
Sekian cerita malam ini, semoga bisa jadi penghantar tidur. Tetap waspada buat yang baru aja tinggal di tempat kost baru.
Tetap sehat, supaya bisa terus deg-degan bareng.
Met bobok, semoga mimpi indah,
Salam,
~Brii~
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Kejadian ini sudah lama, tapi gw masih sangat ingat detilnya. Terjadi ketika masih SD, kejadian seram yang terjadi di gedung sekolah.
Seperti yang sudah sering kali bilang, kalau gw lahir dan besar di kota Cilegon, Banten, termasuk daerah paling ujung barat pulau Jawa. Di Cilegon ini mental gw banyak ditempa dalam segala hal, termasuk mistis dan perhantuan.
Setiap benda pasti punya sejarah, apa lagi kalau sudah terbilang tua.
Sering kali kita gak tahu ada kisah apa di belakangnya.
Rei akan cerita tentang mobil tua yang dibeli oleh ayahnya, mobil yang sepertinya punya sejarah kelam.
Simak kisahnya di sini, di Briistory.
***
“Itu di depan mobil siapa Pa?”
“Hehe, bagus kan? Temen Papa di kantor jual murah banget. Ya udah Papa beli deh”
“Waaah, kenapa beli mobil tua sih, sering mogok loh nanti.”
“Enak aja kamu, mesinnya masih bagus itu, bodinya juga mulus kan, hehehe.”
Itu percakapan dengan Ayah ketika aku baru sampai rumah sepulang kuliah.
Percakapan yang dipicu oleh keherananku ketika melihat ada mobil asing terparkir di halaman. Mobil yang telihat umurnya sudah cukup tua, tapi bisa dibilang masih bagus penampilannya, bodi mulus mengkilat.
Terkadang, ada manusia yang seperti kehabisan akal, sampai harus menempuh jalan pintas penuh darah dan dosa. Bekerja sama dengan sesuatu yang seharusnya gak jadi tumpuan harap.
Malam ini teman kita Refty akan berbagi pengalaman seramnya.
Simak di sini, di BriiStory..
***
Aku Refty, umurku 27 tahun. Aku akan bercerita tentang peristiwa seram yang aku alami 7 tahun yang lalu, ketika itu umurku masih 20 tahun.
Begini ceritanya..
Waktu itu tahun 2013.
Ketika itu aku tinggal di Malang, di rumah Tante May. Tante May adalah adik Bapakku yang nomor empat dari tujuh bersaudara, beliau tinggal di Malang karena memang bersama suaminya punya usaha di kota apel itu.