Dinuqil dari Kitab Adzkar Annawawi, tentang Hifdhullisaan (menjaga lisan)
Firman Allah dalam QS; Qof ayat, 18.
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيد
Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).
(Fasal)
Ketahuilah bahwa setiap orang mukallaf harus menjaga lisannya dari segala jenis perkataan, kecuali terhadap pembicaraan yang mengandung manfaat.
Maka dalam situasi dimana berbicara dan diam dalam keduanya terdapat maslahat yang sama, maka menurut As-Sunnah ia lebih baik memilih bersikap diam. Sebab pembicaraan yang berstatus mubah, membuka jln kepada perbuatan yang haram & makruh, yang demikian ini banyak sekali terjadi.
Sedangkan keselamatan adalah suatu keberuntungan yang tiada taranya. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi bersabda:
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berbicara atau diam .
Hadits ini, yang telah disepakati keshahihannya, adalah sebuah dalil yang jelas bahwa seseorang tidak boleh berbicara, kecuali pembicaraannya baik, dan bahwa pembicaraan tersebut mengandung hal yang bermanfaat.
Apabila seseorang ragu-ragu apakah suatu pembicaraan mengandung manfaat atau tidak, maka janganlah berbicara.
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata: Apabila seseorang hendak berbicara, maka hendaknya dia berpikir sebelum berbicara. Jika ada kebaikan yang bermanfaat pada apa yang akan ia katakan, maka hendaklah dia berbicara.
Dan jika dia meragukannya, maka dia jangan berbicara sampai dia menjernihkan keraguan itu (dengan menjadikan pembicaraannya baik).
Abu Musa Al-Ash’ari meriwayatkan.
Saya berkata, Ya Rasulallah, manakah Muslim yang terbaik? Rasul bersabda:
Barangsiapa yang orang-orang Muslim selamat dari lidah dan tangannya itulah Muslim terbaik.
Sahal Ibnu Sa’ad meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: Barangsiapa yang dapat menjamin bagiku (bahwa ia akan menjaga) apa yang berada diantara kedua rahangnya (lidah) dan apa yang berada di kedua pahanya (kemaluan), Aku akan menjamin baginya surga.
Abu Hurairah meriwayatkan, bahwa dia mendengar dari Nabi bersabda: Sesungguhnya seseorang mengucapkan kata-kata, ia tidak menyangka bahwa ucapannya menyebabkan ia tergelincir di neraka lebih jauh dari jauhnya antara timur dan barat.”
Itulah yang terdapat dalam Adzkar Annawawi Halaman 294-295.
Bacaan sebelum tidur rasanya cukup sampai di sini, mohon maaf atas kekhilafan, salah makna, atau maksudnya karena kebodohan saya. Semoga manfaat, Wallahu a'lam bishawab.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
BAHAYA LISAN
(Mau'idhatul-mukminin, Juz 2, H 218)
Ketahuilah bahwa bahaya lisan (lidah) itu amat besar sekali dan sama sekali tidak ada suatu hal yang dapat menyelamatkannya, melainkam berkata-kata dengan yang baik.
Diriwayatkan dari Kanjeng Nabi shalallahu alaihi wasallam:
- لا يَسْتَقِيمُ إِيمانُ عبدٍ حتى يَسْتَقِيمَ قلبُهُ ، ولا يَسْتَقِيمُ قلبُهُ حتى يَسْتَقِيمَ لسانُهُ ، ولا يدخلُ رجلٌ الجنةَ من لا يَأْمَنُ جارُهُ بَوَائِقَهُ
Belum dinamakan lurus keimanan seseorang itu sehingga lurus pula hatinya dan belum juga dinamakan lurus hatinya itu sehingga luruslah lisannya dan tidak akan dapat masuk surga seseorang yang tetangganya itu belum merasa aman dari kejahatan-kejahatannya.
Hendaknya engkau merasa takut jika engkau selalu mendapat karunia Allah, sedangkan engkau masih tetap dalam perbuatan maksiat kepada-Nya, jangan sampai karunia itu semata-mata istidraj oleh Allah.
Sebagaimana firman Allah:
سَنَسْتَدْرِجُهُم مِّنْ حَيْثُ لاَ يَعْلَمُونَ،
[Akan Aku putar(binasakan pelan-pelan) mereka itu dengan jalan yan mereka tidak mengetahui].
"Kagumnya Setan kepada Syekh Abdul Qadir al-Jailani"
Kisah ini insya Allah mencerahkan kita semua, betapa Syetan terus menganggu manusia. Sampai saat Syekh Abdul Qadir menyendiri Syetan datang mengaku sebagai Tuhan.
Sumber; islam.nu.or.id/post/read/1109…
Wahai Abdul Qadir aku ini Tuhanmu. Kamu adalah kekasihku, aku akan meringankan syariat untukmu. Apa yang aku haramkan sebelumnya, sekarang aku halalkan untukmu,” kata bayangan itu.
Ada banyak Hadits dalam kitab-kitab hadits yang menjelaskan tentang mimpi bertemu Rasulullah.
Dalam Fathul bari Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan, Diriwayatkan dari Ayyub, beliau menceritakan, jika ada orang yang bercerita kepada Muhammad bin Sirrin bhw dirinya mimpi bertemu Nabi-
- maka Ibnu Sirrin meminta kepada orang ini untuk menceritakan ciri orang yang dia lihat dalam mimpi itu.
Nah apabila orang ini menyampaikan ciri-ciri fisik yang tidak beliau kenal, beliau mengatakan, “Kamu tidak melihat Nabi.
Ibnu Hajar menyatakan, Sanad riwayat ini sahih.
Kemudian beliau membawakan riwayat yang lain, bahwa Kulaib (seorang tabi’in) pernah berkata kepada Ibnu Abbas ra, Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mimpi.
Ibnu Abbas berkata, “Ceritakan kepadaku (orang yang kamu lihat).
MAKHLUQ MULIA BISA MENJADI HINA.
Yang saya maksudkan di sini makhluk mulia adalah manusia.
Dalam Firman Allah:
Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak-cucu Adam,
(QS, Al-Isra ,Ayat, 70)
Bahkan masih banyak yang terus mencari kemuliaan dengan segala cara.
Sayangnya kemuliaan yang sudah Allah berikan bahkan hasil jerih payah mengupayakan agar mendapat kemuliaan dihadapan manusia, tiba-tiba dihancurkan, dirusak direndahkan sendiri hanya dengan satu sifat saja yaitu SOMBONG (Takabbur).
Kalau kita ingat dalam Tafsir atau apa yang para Ulama sampaikan bahwa, yang pertama mempunyai dosa sombong itu adalah Iblis, saat itu Iblis tak mau menghormat kepada Nabi Adam As padahal atas perintah Allah.
Hasud ada dua macam.
Pertama: Benci kepada seseorang yang memperoleh kenikmatan dan mengharap-harapkan agar kenikmatannya itu segera hilang dari padanya.
Kedua: Tidak menginginkan kenikmatannya itu lenyap dari orang yang memperolehnya itu, tetapi ia sendiri menginginkan agar mendapatkan kenikmatan sebagaimana yang diperoleh orang lain tadi. Ini namanya Gibthah.
Sifat yang pertama haram hukumnya dalam segala hal, kecuali suatu kenikmatan yang dimiliki oleh orang yang durhaka & digunakan utk melakukan kemaksiatan, seperti membuat kerusuhan, kerusakan, atau menyakiti orang lain.