Minder di Social Media
.
.
.
Meningkatkan Kepercayaan Diri, A Thread
Pict: Mikoto.raw
Thread kali ini, gue bakal bahas fenomena sosial yang dikenal sebagai FOMO atau Fear of Missing Out.
Jadi, apa sih FOMO atau Fear of Missing Out itu?
FOMO adalah kegelisahan atau ketakutan yang lo rasain ketika lo merasa “tertinggal” dari orang lain.
Ketinggalan di sini maksudnya adalah nggak update. Lo takut dianggap kurang update sama aktivitas-aktivitas yang sedang hype di lingkungan lo.
Selain itu, lo juga nggak mau ketinggalan update-an hidup orang lain di platform linimasanya masing-masing.
Di era digital kayak sekarang, social media bisa jadi pemicu FOMO yang paling umum.
Kenapa? Karena social media membuat segalanya jadi cuma one click away.
Cuma dalam hitungan detik, lo bisa dapet informasi secepat kilat, bahkan dari belahan dunia lain.
FOMO yang lo alami sebenarnya didasari oleh keinginan untuk diterima masyarakat. Lo juga pengen menghindari cemoohan dari orang lain.
Lo takut dibilang ketinggalan zaman, katro, dan kuper kalo gak ngikutin tren yang ada.
Lo juga takut kalau lo diajak ngobrol sama orang soal sesuatu yang hype lo nggak bisa ngerespon.
Dan yang paling sering adalah, kepercayaan bahwa suatu peristiwa menyenangkan tuh belum tentu terjadi dua kali seumur hidup lo.
Jadinya, lo FOMO, deh.
Sebenernya, FOMO tuh wajar banget, apalagi kita merupakan makhluk sosial yang punya hasrat untuk berbaur dan diterima sesama.
Menurut Volkan Dogan dari University of Missouri, secara mental, FOMO dapat memicu krisis identitas dan menurunkan self-esteem lo.
Secara fisik, kalau FOMO lo udah parah dan mood lo jadi ancur banget, beberapa orang bisa mengalami mual, sakit kepala, gak nafsu makan, serta sesak napas.
Well, gue punya tips mengatasi FOMO yang lo rasain.
Ubah mindset dan berpikir positif
Lo harus mengubah mindset dan pikiran overthink lo ke arah yang lebih positif.
Secara gak sadar, FOMO bikin lo suka membandingkan diri dengan orang lain. Makanya, kalo pikiran lo lagi kurang jernih, lo suka overthink tentang hidup lo sendiri.
Misalnya, di story kelihatannya mereka senyum-senyum, tapi siapa tahu mereka lagi ngalamin hal buruk di hidupnya? Orang-orang kan hanya menunjukkan sisi baik dari hidupnya aja.
Percaya deh, hampir semua yang mereka tunjukkin di social media itu cuman ilusi semata.
Nggak ada hidup yang sempurna. Hidup lo sebenarnya gak semerana itu, tapi lo membandingkannya dengan pembanding yang salah, yaitu ilusi “perfect life” milik orang lain. You’re doing well.
Buat Mood Journal
Menulis adalah salah satu cara paling efektif untuk ngelakuin refleksi diri. Lo bisa salurkan pikiran lo dalam tulisan, lo bisa merasionalisasikan pikiran lo kembali. Lo jadi belajar untuk berpikir secara matang, mencari penyebab masalah lo sampai ke akarnya.
Rehat sejenak dari social media
Kalo social media dirasa udah toxic banget buat lo, lo bisa coba untuk rehat sejenak dari social media.
Selama lo rehat social media, coba nikmati hidup lo seutuhnya, fokus sama apa yang ada di depan lo, dan nggak usah mikirin temen-temen lo lagi nge-post apa di story dan sebagainya. Kalo lo udah mendingan, baru lo re-activate akun lo lagi.
Awalnya emang berat banget, rasanya kayak aneh aja hidup gue, kayak disconnected dari dunia.
Tapi, setelah beberapa hari akhirnya semua itu jadi normal. Sekarang gue bisa nyalain dan matiin akun social media gue kapan pun gue mau dan kapan pun gue butuh.
Dan kalau lo tanya gimana rasanya bisa melakukan ini, jawaban gue adalah… “rasanya merdeka”.
Gimana, kira-kira tips barusan membantu lo, nggak?
Mungkin, tips gue ini masih kurang buat lo? Lo bisa ikutan mentoring di Satu Persen.
Mentor-mentor Satu Persen siap membantu lo. Lo tinggal klik link ini buat ikutan! bit.ly/mentoringtwt.
#TwitterTakeOver
.
.
.
Tips Fokus dan Kreatif di Masa Pandemi, A Thread
Halo! Gue Andin. Gue Head of Content-nya Satu Persen. Di sini gue mau bahas tentang kehidupan seorang pekerja konten kreatif di masa pandemi.
Nggak bisa dipungkiri, kalau selama WFH & remote ini…. Buat konten itu sedikit lebih menguras dari biasanya. Harus mikir mulai dari mau bahas apa, bahasnya gimana sampai sudut pandang kontennya mau gimana itu kepalanya ada di gue.
Hmm setelah gue baca-baca, jawaban lo semua menarik juga, ya.
Attack on Titan memang salah satu anime yang beberapa hari ini lagi ramai dibahas di Twitter. Dari jalan ceritanya yang seru, sampai katanya ada yang bilang ini versi Game of Thrones dalam dunia anime.
Banyak juga yang bisa lo dapatkan dari anime ini, salah satunya pemahaman tentang free will.
Kalo di AoT free will itu digambarkan lewat karakter Eren dan teman-temannya yang ingin bebas dari jeratan Titan.
Tentu aja hal ini nggak gampang untuk mereka dapatkan. Titan bahkan udah ada di Shigansina sebelum Eren lahir, jadi muncul free will dari Eren untuk bisa pergi dari situ.
Hal ini juga ada hubungannya sama filosofi determinisme atau adanya hukum sebab-akibat.
Peter Pan Syndrome
.
.
.
Sudah Tua tapi Belum Dewasa, A Thread
Pict: Pinterest
“All children, except one, grow up.”
Kalimat ini ditulis sama J.M Barrie di novelnya yang judulnya “Peter Pan and Wendy.”
Lo semua pasti tau cerita Peter Pan adalah anak laki-laki yang gak pernah tumbuh jadi orang dewasa, bahkan tubuhnya juga tetep kaya anak kecil.
Tapi menariknya, orang-orang di sekitar lo mungkin ada yang tetap tumbuh secara fisik jadi orang dewasa, tapi ada juga yang 'dalamnya' gak tumbuh jadi dewasa.
Dia gak siap untuk bener-bener jadi orang dewasa dan harus bertanggung jawab sama beberapa hal di hidup mereka.
Yuk, kita mulai bahas soal komunikasi di dunia kerja
Dari pertanyaan yg masuk, pada nanya soal gimana sebaiknya bersikap ke orang yang posisinya di atas, baik senior ataupun atasan
Kalau menurut kalian gimana guys? Apa sih yang seharusnya diperhatikan dalam hubungan kayak gini?
Hal pertama banget yang harus diperhatikan adalah, siapa sih mereka sebelum mereka jadi atasan atau senior kalian?
Ingat bahwa sebelum jadi atasan/senior...
Bahkan sebelum mereka jadi pekerja atau pengusaha...
Mereka adalah...
*jreng jreng*
MANUSIA
Nah, apa pentingnya menyadari bahwa atasan/senior kalian adalah manusia?
Gini, manusia itu punya segudang keanehan, setumpuk kelemahan, mudah terjebak dalam bias dan juga punya masa lalu yang panjang yang udah ngebentuk mereka jadi kayak sekarang