Apa yang terjadi jika rekonstruksi digelar lebih dari satu kali? Dan dianggap belum final. Apakah bisa dinyatakan cacat hukum?
Dasar hukum rekonstruksi, Surat Keputusan Kapolri No. Pol.Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak & Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana.
Rekonstruksi merupakan teknik dalam metode yang dilakukan oleh penyidik dalam proses penyidikan suatu tindak pidana.
Di samping rekonstruksi, penyidik berwenang melakukan interview, interogasi & konfrontasi guna mendapatkan keterangan yang valid & komprehensif.
Rekonstruksi digelar dengan menghormati hak2 tersangka. Melindungi hak dasar tersangka sebagai manusia yang memiliki martabat.
Asas praduga tak bersalah harus menjadi dasar rekonstruksi hingga tersangka divonis bersalah berdasarkan putusan pengadilan yg telah berkekuatan tetap.
Tujuan utama rekonstruksi guna mendapat diskripsi yang jelas tentang terjadinya perbuatan tindak pidana.
Menguji validitas keterangan terdakwa ataupun saksi agar dapat diketahui benar tidaknya tersangka melakukan tindak pidana sebagaimana tertuang dalam BAP.
KUHAP mengaturnya
Pasal 66 KUHAP, “Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.”
Penuntut Umum & Penyidik yang harus membuktikannya.
Rekonstruksi digelar untuk mengumpulkan alat bukti yang dapat dipertanggungjawabkan dihadapan hukum.
Pertanyaan muncul. Bagaimana jika suatu tindak pidana diduga berawal dari rekayasa?
Apakah seluruh proses hukum (surat panggilan, pasal yg disangkakan, penyelidikan s/d penyidikan & penetapan status tersangka) dapat dibatalkan demi hukum?
Setelah jeda iklan, kita lanjutkan!
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Tahukah kamu, ternyata ada 15 nama & misi setan: 1. ZALITUN, menggoda manusia agar boros berbelanja, pikirannya berorientasi pada makanan. 2. SABRUN, mengajak manusia ke jalan jahat & tidak sabar dengan ujian. 3. DASSIM, menghasut suami istri untuk bertengkar & bercerai.
4. MURRAH, mendekati ahli musik agar lalai, mengganggu ahli ibadah semasa berwudlu agar mubazir & menghamburkan air ketika wudlu. 5. LAQNIS, menggoda orang yg bersuci sehingga ragu & tidak sempurna. 6. MASUD, menyuruh manusia mengumpat, fitnah, adu domba & dendam pada sesama.
7. LAKHUS, menghasut manusia agar menyembah selain Allah. 8. ABYADH, spesialis menggoda para Nabi & Rasul. 9. KHANZAB, mengganggu orang yg sedang sholat & meruntuhkan keyakinan terhadap Islam. 10. A' AWAR, menggoda penguasa & pejabat agar dzalim pada rakyatnya,
Namaku Marsinah, dari lelehan keringat buruh pabrik yang diupah tak seberapa, aku dilahirkan untuk memberikan kesaksian tentang penghisapan manusia atas manusia.
Buruh ditindas oleh pemilik modal, menuntut hak upah kerja di negeri yang dikendalikan bedil dan penjara,
ternyata harus dihadapkan dengan penyiksaan dan kematian.
Setelah mati, aku baru menyadari, kemerdekaan berserikat & menyatakan pendapat hanyalah dongeng pengantar mimpi.
Dari liang lahat keadilan, aku bangkit kembali memberikan kesaksian, ketika peraturan perundang-undangan
dirancang untuk mengekalkan keputusan hukum yang curang.
Masih ingat dalam ingatan, ketika aku dan buruh lainnya mogok kerja di sebuah zaman yg penuh ketakutan dan penculikan.
Padahal yg kami tuntut bukanlah kemewahan, melainkan secuil hak atas lelehan keringat kaum pekerja.
WARNING! 📢
Kapolri Jenderal Idham Azis menerbitkan 3 Surat Telegram tentang tindakan kepolisian dalam penanganan pandemi COVID-19.
Telegram 1:
Nomor ST/1098/IV/HUK.7.1/2020 tentang perkara kejahatan cyber.
Isinya perihal kemungkinan masalah yang akan timbul dari Media Sosial: 1. Penghinaan kepada penguasa, presiden dan pejabat pemerintah.
2. Seputar penyebaran berita bohong (hoax) dan
3. Ketahanan data akses internet.
Telegram 2:
Nomor ST/1098/IV/HUK.7.1/2020 tentang pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Isinya tentang potensi: 1. Pelanggaran jika pembatasan diberlakukan, seperti kejahatan yg terjadi pada arus mudik, kerusuhan/penjarahan, pencurian dgn kekerasan, pencurian dgn pemberatan.
PP No.21 Th 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19, banyak kelemahan.
Setelah dikaji, timbul beberapa pertanyaan besar yg mengganggu logika hukum itu sendiri.
Pandemi corona adalah teror global. PP ini bersifat lokal.
1. Teks, 'PSBB' seharusnya bermuatan nasional, tidak parsial. Dipimpin langsung oleh Presiden, di mana Presiden mengeluarkan Perintah kepada Kepala Daerah untuk menetapkan status PSBB secara serempak demi menyatakan perang pandemi.
PP merupakan kewajiban Presiden menjalankan UU.
2. Misi utama Komando Presiden, menghindari banyaknya jatuh korban jiwa di kalangan rakyat. Memutus mata rantai (mutasi) pandemi yg menjalar ke daerah2.
Dalam PP No. 21 Th 2020 ini, saya hanya menemukan hal2 yg bersifat koordinatif.
Darurat Sipil, apakah utk menyelamatkan Rakyat? Atau utk menyelamatkan Kuasa Syahwat? Thread. 👇
Darurat sipil diatur Perppu No. 23 th 1959 tentang Keadaan Bahaya. Keadaan bahaya ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang utk seluruh/sebagian wilayah negara.
Jika Presiden memberlakukan Perppu tsb, maka akan berpotensi terjadi pelanggaran hak asasi manusia dalam skala yg lebih besar.
Menanggulangi pandemi Virus Cina, UU No. 8 Th 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan lebih pas utk diterapkan, demi menyelamatkan nyawa jutaan rakyat.
Presiden harus jeli memahami apa yg dimaksud tentang wilayah NKRI dalam keadaan bahaya.
Karna bahaya yg dimaksud adalah: 1. Bahaya ada ancaman perang, kerusuhan dan atau pemberontakan. 2. Bahaya timbul perang & perkosaan. 3. Kehidupan bernegara dalam ancaman bahaya.