Thread by @BungRetweet

PP No.21 Th 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19, banyak kelemahan.

Setelah dikaji, timbul beberapa pertanyaan besar yg mengganggu logika hukum itu sendiri.

Pandemi corona adalah teror global. PP ini bersifat lokal.

1. Teks, 'PSBB' seharusnya bermuatan nasional, tidak parsial. Dipimpin langsung oleh Presiden, di mana Presiden mengeluarkan Perintah kepada Kepala Daerah untuk menetapkan status PSBB secara serempak demi menyatakan perang pandemi.

PP merupakan kewajiban Presiden menjalankan UU.

2. Misi utama Komando Presiden, menghindari banyaknya jatuh korban jiwa di kalangan rakyat. Memutus mata rantai (mutasi) pandemi yg menjalar ke daerah2.

Dalam PP No. 21 Th 2020 ini, saya hanya menemukan hal2 yg bersifat koordinatif.

Satu nyawa rakyat, bisa menggugat mandat.

3. Pasal 1, mendeskripsikan definisi tentang PSBB, yakni pembatasan kegiatan tertentu penduduk suatu wilayah yg diduga terinfeksi terinfeksi Covid-19 & utk mencegah penyebarannya.

Definisi ini lemah secara epistemologis. Miskin rumusan, dangkal sublimasi & tidak mengakar.

3. Konstruksi teks hukum jika diawali dgn menyusun definisi yg tdk mencakup pokok2 persoalan & rumusan konseptual, bisa dipastikan produk2 hukum dibawahnya akan rancu & bahkan kontradiktif.

Inilah pentingnya design paradigmatik dibalik teks definsi dalam peraturan perundang2an.

4. Pasal 3, apabila kriteria PSBB berdasar pada jumlah kasus/jumlah kematian yg meningkat, penyebaran yg cepat ke beberapa wilayah. Lalu bagaimana dgn masyarakat di suatu wilayah yg tdk terpapar, tapi akhirnya beberapa warganya ODP akibat interaksi dgn orang di luar wilayah?

5. Pasal 6, PSBB hrs diusulkan Kepala Daerah kpd Menteri Kesehatan dgn pertimbangan Ketua Gugus Tugas. Jika demikian, status PSBB hanyalah berskala lokal & daerah tdk mendirikan benteng pertahanan jika usulan ditolak atas berbagai dalih, misalnya investasi, anggaran & geografis.

6. Dasar hukum PP tentang PSBB ini, pasal 5 ayat (2) UUD 45 dan UU Kekarantaan Kesehatan serta 2 UU pendukung lainnya.

Asas hukum adalah keadilan,kepastian & kemanfaatan. Jika peraturan perundang-undangan lemah, maka teks hukum membuka ruang utk menghindari pertanggungjawaban.

7. Bangsa yg merdeka & berdaulat, bangsa yg dilindungi amanat konstitusi,

"Membentuk pemerintahan Negara Indonesia yg melindungi segenap bangsa Indonesia & seluruh tumpah darah Indonesia."

Melindungi, meng-aktif-kan lembaga2 pemerintah utk membentengi rakyat dari serangan.

8. UU No. 12 Th 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menegaskan bahwa Peraturan Pemerintah sebagai aturan "organik" daripada Undang-Undang menurut hierarkinya tidak boleh tumpang tindih atau bertolak belakang.

Menanggulangi pandemi, kecepatan adalah kata kunci.

9. Covid-19 bukan virus biasa, disinyalir senjata biologis yg bisa membunuh nyawa manusia dgn sangat cepat.

Dibutuhkan perangkat peraturan perundang-undangan yg multi-protektif juga komprehensif.

Merancang payung hukum, selayaknya tidak membuat rakyat basah oleh darah.