Dari kemarin masih pada ribut soal Tacobell makanan rakyat jelata, sampai gak tau kalo banyak scientist, khususnya di Afrika, khawatir akan ada kemunculan virus mematikan lain setelah Covid-19 di masa mendatang.
Mereka memberinya nama "Disease X".
X disini maknanya Unexpected.
Ada seorang pasien yg menunjukkan gejala awal hermorraghic fever, sejenis penyakit yg mencegah kemampuan darah untuk menggumpal, di rumah sakit daerah Ingende, Democratic Republic of Congo (DCR).
Dia nunggu hasil test untuk penyakit Ebola.
Pasien hanya bisa berkomunikasi dgn keluarga dan kerabatnya lewat jendela yg dibatasi sm plastik khusus.
Identitasnya dirahasiakan untuk menghindari dia dari stigma negatif dari warga sekitar yg takut tertular sama Ebola.
Untungnya, Vaksin dan penanganan buat Ebola sudah ada.
Namun, muncul pertanyaan baru di benak para scientist.
"Gimana kalo ternyata dia gak kena Ebola?"
"Gimana kalo ternyata dia pasien zero dari "disease X"?"
"Gimana kalo itu jd infeksi pertama dari pathogen baru yg nyebar secepat covid namun dgn fatality rate tinggi kyk Ebola?"
Meskipun "disease X" masih sebatas hipotesis, namun Dr. Dadin Bonkole mengingatkan kalo itu bukan berarti mustahil terjadi.
Menurutnya, Ebola pun dulu ya unknown. Covid juga dulunya unknown. Karna itu, kita semua diharapkan lebih aware sama bahaya munculnya penyakit baru.
Menurut Prof. Jean-Jacques Muyembe Tamfum, umat manusia menghadapi sejumlah potensi virus fatal yg misterius. Diduga itu berasal dari hutan tropis Afrika.
Prof. Muyembe ini merupakan sosok yg juga terlibat dalam penemuan virus Ebola pada tahun 1976.
Saat itu, Prof. Muyembe mengambil sampel darah dari korban penyakit misterius yg bikin pendarahan dan membunuh 88% pasien & 80% staff yg kerja di Yambuku Mission Hospital.
Sampel darah itu dikirim ke Belgia dan US. Disitu ditemukan virus berbentuk cacing, yg skrg disebut Ebola.
Di Ingende tadi, ketakutan munculnya virus mematikan baru tetep terasa nyata setelah pemulihan pasien tersebut punya gejala mirip Ebola.
Sampel miliknya diuji disitu dan dikirim ke Congo's National Institute of Biomedical Research (IRNB) di Kinshasa, untuk diuji lebih lanjut.
Sampel itu dikomparasikan dgn penyakit jenis lain yg punya gejala mirip.
Semuanya negatif. Penyakit yg berdampak padanya tetep jd misteri.
Saat diinterview ekslusif @CNN, Prof. Muyembe mengingatkan akan muncul banyak penyakit - yg menular dari hewan ke manusia - di masa depan.
Beragam jenis influenza, rabies, brucellosis, dan lyme disease, merupaka contoh dari sekian banyak penyakit yg menular dari hewan ke manusia.
Seringkali melalui perantara seperti hewan pengerat (tikus) atau serangga.
HIV dulu sendirinya dr simpanse dan bermutasi jd wabah baru.
SARS, MERS, dan Covid-19, sendiri merupakan virus yg menular ke manusia dari unknown "reservoirs" - istilah yg digunakan virologist untuk inang natural si virus - di salah satu famili hewan.
Sejauh ini, teori covid-19 dianggap berawal dari China yg menyebar melalui kelelawar.
Sejak yellow fever, virus dari hewan ke manusia pertama kali, ditemukan pd tahun 1901, scientist menemukan at least 200 jenis virus yg sebabkan penyakit pd manusia.
Menurut Mark Woolhouse, pakar epidemiology di Universty of Endinburg, mayoritas virus itu ditularkan dr hewan.
Para pakar berpendapat banyaknya temuan virus ini terjadi akibat kerusakan sistem ekologi dan perdagangan hewan.
Ketika natural habitat rusak, hewan2 gede di ujung rantai makanan pd diburu sedangkan hewan yg rawan nularin virus seperti tikus, kelelawar, serangga, malah selamat.
The United Nations mengingatkan kalo penggundulan hutan dan peningkatan populasi terus gak terkendali, semua hutan tropis diprediksi akan habis pada akhir abad ini.
Dan ketika itu terjadi, semakin besar potensi kita lebih sering kontak sama hewan2 carrier virus tersebut.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, sekelompok scientist yg tersebar di Amerika, Brazil, Kenya, dan China, menghitung kalo butuh setidaknya $30 Milliar dollar PER tahun untuk mencegah deforestasi, memblokir akses perdagangan hewan, dan untuk bercocok tanam.
Kembali ke rumah sakit Ingende, para scientist khawatir kalo pasien itu emang menunjukkan gejala mirip Ebola namun ternyata bukan Ebola.
Itu mungkin virus baru. Atau mgkn jenis virus yg udah ditemukan - namun ndak ada hasil tes yg bisa jelaskan sebab dia demam tinggi dan diare.
Dokter Christian Bompalanga, kepala layanan rumah sakit Ingende menjelaskan kalo banyak kasus pasien yg menunjukkan gejala mirip Ebola, namun tiap kali mereka di tes, hasilnya negatif.
Bahkan beberapa minggu jurnalis CNN ikut ngamati disana, tetep belum ada diagnosis yg jelas.
Solusi dari para scientist ini jelas. Protect the forest = protect humanity.
Seiring rusaknya habitat alami hewan, semakin besar potensi penyakit menular berbahaya yg akan datang.
Ini bukan lagi perkara "IF", tapi udah sampai pada level "WHEN". it's inevitable, gaes.
Aku pernah interview sama salah satu HRD perusahaan yg cukup dikenal lah produknya.
Cuman karna orangnya tengil dan terlihat ngremehkan, aku jd hilang interest dan kujawab jujur-jujuran. Gak pake pencitraan. Krna wes bodo amat kalo ketolak juga.
Seperti biasa, kalo interview di pabrik, kita mesti di screening dulu sama security nya. Suruh ninggal KTP dan sejenisnya. Lalu diminta nunggu di suatu ruangan sebelum akhirnya dipanggil HRD.
Ketika masuk ruangan, saya jabat erat tangan beliau dan ucapin selamat pagi. Eh tiba2 mbak HRD nya nyeletuk dong.
"Buset, masnya ini besar banget ya."
Opening semacam itu udah kuprediksi sebelumnya jadi ya aku cuman senyum ketawa tipis aja. Awkward tp msh terkendali.
Dari kemarin kalian ribut soal Bu Risma rangkap jabatan, sampai gak tau kalo "ohitorisama" atau solo culture lagi tren di Jepang.
Banyak penduduk Jepang yg mulai normalize pergi ke bar, travelling, makan di restoran, hingga karaoke, semuanya dilakukan sendirian. Anti sirkel2an.
Sekitar 10 tahun lalu, banyak orang Jepang yg malu kalo terlihat sendirian. Seperti di kantin sekolah, misalnya. Saking malunya, ada yg sampe makan di toilet loh.
Sampe ada istilah yg dikenal sbg "benjo meshi" atau "toilet lunch". Saking ga pengennya terlihat sendirian.
Namun situasi ini perlahan berubah. Salah satunya yg dialami oleh Miki Tateishi, salah satu bartender yg bekerja di Bar Hitori.
Bar Hitori merupakan bar dunia malam di daerah Shinjuku yg didesain khusus buat para solo drinkers. Padahal umumnya orang Jepang minum2 berkelompok.
Apakah salah? Ya ndak juga. Daripada maksain terus minder, ya kalo merasa gak sanggup, mending mundur aja. Berarti dia emg bukan segmennya cewek highly educated.
Sama kayak iphone tadi. Kalo emang gak sanggup beli, ya gpp. Cari yg sesuai sama finansialmu. Yg terjangkau olehmu.
Semakin premium suatu barang, maka consumer yg jd segmennya semakin spesifik. Kalo iphone td jelas segmennya kelompok yg punya duit lebih, which is gak semua orang bisa gitu.
Pun demikian cewek tadi. Makin tinggi pendidikannya, makin terbatas segmen yg cocok disana.