Framing seolah Presiden adalah antek asing atau China dengan mudah dilekatkan hanya karena investasi China yang cenderung lebih aktif. Padahal investasi Amerikapun tak kalah banyak.
Framing tak sehat itu kini semakin dibuat heboh. Perlawanan terhadap pemerintah yang sah diungkit dan ditampakkan secara benderang. Kesalahan Jokowi benar-benar ditunggu hanya untuk digunakan sebagai senjata.
Tak pernah ada seorang Presiden yang terpilih secara demokratis dimanapun yang pernah mendapat penolakan dari rakyatnya sendiri segila dan semasif Presiden Indonesia kali ini
Disisi lain, juga tak pernah ada seorang Presiden mendapat dukungan super militan dari pendukungnya selain Presiden Jokowi.
Hubungan tak sehat itu semakin intens dimana mereka yang pro dan kontra seolah dibiarkan saling bertumbuk.
Semua kekurangan Presiden diviralkan, disisi yang lain mereka yang pro, melindungi Presiden dengan cara menaikkan apa pencapaian Presiden dengan segala puja pujinya.
Tak hanya perang narasi, saling menumbangkan akun disosmed dilakukan oleh masing masing pihak demi berhentinya suara yang tak diinginkan.
Ini perang beneran yang mengakibatkan tumbangnya akun seolah nyawa dalam kehidupan sebenarnya. Dan kita bersorak senang ketika musuh tumbang.
Padahal musuh itu adalah saudara kita sendiri..
Kampret dan Cebong seolah dua kutub yang benar-benar saling berlawanan. Tak ada kata rukun disana.
Proxy China dan proxy Amerika? Setan dan malaikat? Trus yang mana setan dan mana malaikat..?
Satu hal yang pasti, keduanya adalah sesama warga negara Indonesia. Dapat dikatakan kita benar-benar sedang terpecah. Seolah kita sengaja dibiarkan terus saling bentur.
Keduanya dijamin juga bukan proxy Amerika maupun China. Mereka hanya korban militansi. Mereka hanya terlalu bersemangat membenci di satu sisi dan terlalu semangat membela disisi lain. Keduanya terjebak pada kondisi dimana tak lagi ingat jalan pulang.
Kemana Presiden mengarah adalah tentang siapa yang sedang diuntungkan. Kemana Presiden sedang memunggunginya, disana ada kelompok yang sedang merasa dirugikan.
Disini rasa bahwa Presiden berpihak kepada satu kelompok tertentu dan menginjak kelompok yang lain sedang dijadikan narasi bagi kebencian sekaligus rasa suka.
Mereka yang merasa dipunggungi marah dan protes. Mereka yang sungguh dirugikan ngamuk dan melawan.
Protes dan melawan adalah dua hal berbeda. Melawan apalagi dengan pengerahan massa dan tindakan anarkis yang mengancam keutuhan negara marak terjadi.
Tak ada alasan bagi Presiden masih merasa belum kuat untuk memukul si pengacau. Tak ada pula alasan Presiden untuk tak merangkul lawan politiknya yang melakukan protes. Pukul yang memang harus dipukul. Rangkul bila pukulan memang tak perlu dilakukan.
Merangkul tak selalu harus memberi jabatan apalagi share kekuasaan. Merangkul adalah juga tentang mengajak mereka bicara bukan mendiamkan dan kemudian menjaga jarak terhadap mereka dan lantas menggantinya dengan pamer bukti pencapaian dan kinerja.
Covid-19 seharusnya menjadi sarana kita bersatu. Disana ada duka bersama. Disana ada luka yang sama sedang kita alami. Kita sedang sama-sama terpuruk, kenapa harus saling mendorong?
Bagi mereka yang benar-benar ndableg apalagi bercita-cita merubah Pancasila dan UUD 45, musnahkan...!! Tak ada ruang bagi para pengkhianat negara.
Itu tugas Presiden, bukan Pangab bukan Kapolri, lebih-lebih bukan tugas pendukung militan Presiden.
Bahwa fakta pelindung dan pembela Presiden selama ini adalah para militan pendukung Presiden, namun tak selayaknya membiarkan mereka terus menerus diposisikan selalu memiliki musuh. Apalagi itu adalah saudara sebangsa sendiri.
Tugas mereka harusnya sudah selesai ketika sumpah jabatan Presiden telah diucapkan. Tak ada alasan membiarkan mereka menjadi benteng terus menerus bagi kritik kepada pilihannya.
Sunguh.., kita berharap Presiden tidak hanya sibuk membangun rumah besar dan megah bagi kita semua, kita juga ingin siapapun yang tinggal didalamnya adalah sesama warga yang saling menyayangi.
Tak ada diskriminasi disana, tak ada mayoritas dan minoritas disana, kita hanya ingin menjadi bagian yang sama yakni sesama anak bangsa Indonesia.
Kita berdiri sama tinggi, duduk sama rendah. Kita makan dan tertawa bersama, bergandeng tangan dalam kebhinnekaan.
Dan itu hanya akan terjadi bila pimpinan dan aparatur negara tegas saat harus, dan penuh kasih sayang saat semua rakyatnya sedang menderita seperti saat ini.
Pernah disuatu saat dulu ada bangsa besar dengan pemerintahan yang kuat hingga kekuasaannya melampaui Asia Tenggara. Disana rakyat yang berbudaya dibalut budi pekertinya yang tinggi mampu menorehkan sejarah akan kebesaran bangsanya.
Akankah kita?
.
.
.
.
~ 18/5/2020 ~
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
AYAH SUAMIKU SELINGKUH DENGAN IBU MERTUAKU
.
.
.
.
"Kalau saya berpikir begini, itu kan untuk keperluan pesantren, ya teruskan saja. Tapi, nanti yang ngurus misalnya majelis ulama, NU, Muhammadiyah, gabung lah termasuk kalau mau FPI bergabung di situ,"
ucap Mahfud dalam diskusi bertajuk ‘Masalah Strategis Kebangsaan dan Solusinya’ yang digelar secara virtual, Minggu, 27 Desember 2020.
.
.
Secara sederhana kita diajak membajak barang bajakan bukan?
Dalam kapasitas apa pak Mahfud ini berbicara, sulit dimengerti.
Bukankah salah adalah salah? Bukankah tak ada sebuah kebenaran yang dimulai dengan cara tak baik juga harus menjadi perhatian?
Seharusnya pak Mahfud tak berucap seperti pengamat recehan. Mudah ditebak kemana rasa keberpihakan atas pikirannya.
Apa yang akan langsung terpikir bila kita mendengar Papua?
Cendrawasih, suku-suku eksotis di pedalaman, hutan-hutannya yang masih perawan, Raja Ampat, emas bahkan keinginan pisah dari NKRI?
Saya lebih senang berbicara tentang mereka sebagai saudara. Saudaraku yang tertinggal dalam banyak sisi hingga jarak tak terpikirkan. Terlalu jauh, bahkan bila bumi dan langit kita jadikan rujukan.
"Lebay?"
Pernah mendengar Korupun? Dijamin 99,99% anda yang sering mampir ke lapak saya tak pernah, apalagi mengenalnya.
Namun kalau saya tanya Bandara Nop Goliat Dekai, tentu akan ada sebagian dari anda akan ingat salah satu pernyataan Presiden Jokowi tentang BBM satu harga.
Menjadi Menteri sosial, tentu sangat penting baginya menjaga dan memperthankan nama itu tetap eksis. Dua atau empat tahun menjadi pembantu Presiden dan bertempat di Jakarta, mudah baginya membuat namanya akan semakin meroket.
Ketulusan sangat jelas tampak padanya dan itu melekat secara alamiah karena begitulah adanya si ibu itu.
Dia tak akan dapat dilawan dalam pekerjaan seperti itu.
Posisi sebagai Mensos saat pandemi ini akan membuat dia mudah berinteraksi dengan warga Jakarta.
Jatuh hati warga Jakarta dan kemudian memilihnya menjadi Gubernur pada tahun 2022 atau 2024 nanti juga akan terjadi secara alamiah.
Anis bukan lawannya. Apalagi jejak buruk cara dia memerintah Jakarta 3 tahun ini.
YAQUT CHOLIL MENTERI AGAMA HANYA LULUSAN SMA.
.
.
.
Ape loe... ape loe
.
.
.
Beliau adalah wakil Presiden 1977-1983. Beliau juga pendiri Asean tahun 1967. Tahun 1963 beliau menjabat Menteri Perdagangan pada jaman Presiden Soekarno.
Jabatan sebagai Ketua DPR pun pernah diraihnya. Adam Malik namanya, jangankan kuliah, SMP pun tak pernah dilaluinya.
Kurangkah kapasitasnya hanya karena tak pernah kuliah?
Dahlan Iskan, Susi Pujiastuti juga pernah menjabat Menteri dan keduanya tak lulus kuliah. Tak ada hal salah dengan keduanya, bahkan hebat dimata banyak orang.
Bob Sadino dan Eka Tjipta Wijaya pun mampu menjadi orang terkaya di Indonesia tapi tak pernah kuliah bukan?
Kami adalah keluarga kaya, bahkan amat, amat kaya sekali. Bukan lebay tapi beneran super kaya. Kekayaan yang akan membuat kami bisa menjadi apa saja yang kami mau.
Kurang lebih 70 tahun yang lalu, leluhur kami telah meninggalkan warisan dengan jumlah amat sangat besar.
Saya adalah generasi ke 3, yang dalam fase memberikan kesempatan generasi berikutnya yakni ke 4 mengambil alih peran.
Kakek meninggalkan warisan dalam bentuk dana abadi.
Dana yang akan terus bergulung dengan nilai sangat fantastis dimana siapapun tak mungkin akan menyaingi kekeyaan keluarga kami.
Kami, penerima waris hanya perlu rukun satu sama lain. Jangan pernah ribut satu dengan yang lain