AYAH SUAMIKU SELINGKUH DENGAN IBU MERTUAKU
.
.
.
.
"Kalau saya berpikir begini, itu kan untuk keperluan pesantren, ya teruskan saja. Tapi, nanti yang ngurus misalnya majelis ulama, NU, Muhammadiyah, gabung lah termasuk kalau mau FPI bergabung di situ,"
ucap Mahfud dalam diskusi bertajuk ‘Masalah Strategis Kebangsaan dan Solusinya’ yang digelar secara virtual, Minggu, 27 Desember 2020.
.
.
Secara sederhana kita diajak membajak barang bajakan bukan?
Dalam kapasitas apa pak Mahfud ini berbicara, sulit dimengerti.
Bukankah salah adalah salah? Bukankah tak ada sebuah kebenaran yang dimulai dengan cara tak baik juga harus menjadi perhatian?
Seharusnya pak Mahfud tak berucap seperti pengamat recehan. Mudah ditebak kemana rasa keberpihakan atas pikirannya.
Seandainya ide pak Mahfud ini diterima, dianggap betul karena tujuan akhirnya adalah untuk kebaikan, MAKA IZIN GEREJA, PURA DAN BANYAK RUMAH IBADAH HINGGA TEMPAT PEMUJAAN PARA PENGANUT KEPERCAYAAN tak perlu lagi dipermasalahkan. Itu juga untuk tujuan baik bukan?
IMB rumah ibadah yang sudah clear saja bisa masih dibuat tak berkutik ketika massa demo diturunkan. Artinya, ketetapan hukum yang sudah sah pun kadang bahkan terlalu sering masih harus mengalah ketika negara berucap demi stabilitas keamanan.
Pada peristiwa ini justru sebaliknya. Mereka yang salah, mereka pula yang dibela. Hukum dibuat fleksibel dan bila perlu harus ngalah ketika kaum itu yang berkehendak.
Pada kasus ini, kenapa yang berucap adalah Menkopolhukam, mantan Ketua MK, ahlinya ahli hukum (katanya), namun berbicara hukum layaknya sinetron berjudul "ayah suamiku selingkuh dengan ibu mertuaku". GA MASUK AKAL.
Pengen tepok jidat jadinya.
Kadang, rasa skeptis ini makin kuat. Negara tak pernah keluar dari masalah kaleng-kaleng. Selalu ada saja alasan untuk mempertahankan cara berpikir tak masuk akal demi alasan subyektif satu, dua orang saja.
Sudahlah, katakan salah bila itu salah. Sepahit apa pun, hukum adalah tentang cara kita melangkah bersama demi sebuah keteraturan yang terstruktur.
Hukum harus tegak bahkan ketika ancamannya adalah langit runtuh. Paling tidak, itulah filosofi kita tentang hukum.
Jangankan untuk hal baik beraroma subyektif, bahkan ketika dewa pun turun dengan main keroyokan atau bahkan dengan cara memohon sekali pun, hukum seharusnya tak pernah bengkok.
Dengan begitu, kita akan mulai berani mengarah pada pembicaraan setingkat lebih tinggi. Berdebat dalam ranah kemajuan kita dan berbuah erencanakan pembuatan satelit misalnya. Bukankah tetangga kita ramai rebutan siapa duluan pergi ke Mars?
Masa omongan cuma soal itu mulu?
.
.
.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Apa yang akan langsung terpikir bila kita mendengar Papua?
Cendrawasih, suku-suku eksotis di pedalaman, hutan-hutannya yang masih perawan, Raja Ampat, emas bahkan keinginan pisah dari NKRI?
Saya lebih senang berbicara tentang mereka sebagai saudara. Saudaraku yang tertinggal dalam banyak sisi hingga jarak tak terpikirkan. Terlalu jauh, bahkan bila bumi dan langit kita jadikan rujukan.
"Lebay?"
Pernah mendengar Korupun? Dijamin 99,99% anda yang sering mampir ke lapak saya tak pernah, apalagi mengenalnya.
Namun kalau saya tanya Bandara Nop Goliat Dekai, tentu akan ada sebagian dari anda akan ingat salah satu pernyataan Presiden Jokowi tentang BBM satu harga.
Menjadi Menteri sosial, tentu sangat penting baginya menjaga dan memperthankan nama itu tetap eksis. Dua atau empat tahun menjadi pembantu Presiden dan bertempat di Jakarta, mudah baginya membuat namanya akan semakin meroket.
Ketulusan sangat jelas tampak padanya dan itu melekat secara alamiah karena begitulah adanya si ibu itu.
Dia tak akan dapat dilawan dalam pekerjaan seperti itu.
Posisi sebagai Mensos saat pandemi ini akan membuat dia mudah berinteraksi dengan warga Jakarta.
Jatuh hati warga Jakarta dan kemudian memilihnya menjadi Gubernur pada tahun 2022 atau 2024 nanti juga akan terjadi secara alamiah.
Anis bukan lawannya. Apalagi jejak buruk cara dia memerintah Jakarta 3 tahun ini.
Framing seolah Presiden adalah antek asing atau China dengan mudah dilekatkan hanya karena investasi China yang cenderung lebih aktif. Padahal investasi Amerikapun tak kalah banyak.
Framing tak sehat itu kini semakin dibuat heboh. Perlawanan terhadap pemerintah yang sah diungkit dan ditampakkan secara benderang. Kesalahan Jokowi benar-benar ditunggu hanya untuk digunakan sebagai senjata.
Tak pernah ada seorang Presiden yang terpilih secara demokratis dimanapun yang pernah mendapat penolakan dari rakyatnya sendiri segila dan semasif Presiden Indonesia kali ini
YAQUT CHOLIL MENTERI AGAMA HANYA LULUSAN SMA.
.
.
.
Ape loe... ape loe
.
.
.
Beliau adalah wakil Presiden 1977-1983. Beliau juga pendiri Asean tahun 1967. Tahun 1963 beliau menjabat Menteri Perdagangan pada jaman Presiden Soekarno.
Jabatan sebagai Ketua DPR pun pernah diraihnya. Adam Malik namanya, jangankan kuliah, SMP pun tak pernah dilaluinya.
Kurangkah kapasitasnya hanya karena tak pernah kuliah?
Dahlan Iskan, Susi Pujiastuti juga pernah menjabat Menteri dan keduanya tak lulus kuliah. Tak ada hal salah dengan keduanya, bahkan hebat dimata banyak orang.
Bob Sadino dan Eka Tjipta Wijaya pun mampu menjadi orang terkaya di Indonesia tapi tak pernah kuliah bukan?
Kami adalah keluarga kaya, bahkan amat, amat kaya sekali. Bukan lebay tapi beneran super kaya. Kekayaan yang akan membuat kami bisa menjadi apa saja yang kami mau.
Kurang lebih 70 tahun yang lalu, leluhur kami telah meninggalkan warisan dengan jumlah amat sangat besar.
Saya adalah generasi ke 3, yang dalam fase memberikan kesempatan generasi berikutnya yakni ke 4 mengambil alih peran.
Kakek meninggalkan warisan dalam bentuk dana abadi.
Dana yang akan terus bergulung dengan nilai sangat fantastis dimana siapapun tak mungkin akan menyaingi kekeyaan keluarga kami.
Kami, penerima waris hanya perlu rukun satu sama lain. Jangan pernah ribut satu dengan yang lain