Ronaldo hanya butuh waktu enam tahun kerja bersama Manchester United sebelum akhirnya memilih kerja bareng dengan Real Madrid.
Bukan masalah MU kalah hebat dibanding Madrid, ini adalah masalah keputusan logis Ronaldo pribadi. Dia melakukan sebuah keputusan profesional bagi perkembangan karir pribadinya.
Demikianlah Indonesia di jaman Jokowi, bukan masalah Amerika lebih buruk dibanding China, namun arah perkembangan dunia tak mungkin berpihak kepada Indonesia bila terus menempel AS. Dunia sedang berubah.
Sama dgn Ronaldo, Jokowi hanya berpikir secara logis dari pertimbangan profesionalnya semata bukan soal suka dan tidak suka.
Bahwa keberadaan Indonesia sangat2 dibutuhkan dan menguntungkan bagi AS, maka wajar bila segala daya upaya akan dilakukan AS demi Indonesia tak hengkang.
Bila cara halus tak lagi membuahkan hasil, cara kasarpun akan dilakukan. Ini sangat normal melihat bagaimana AS sangat diuntungkan sejak 1965. Ini juga sangat normal karena potensi besar yang dimiliki oleh Indonesia dimasa depan.
Ingat jaman Soekarno? Soekarno dijatuhkan tahun 1965 karena tak mau didikte. Soekarno tak berpihak ke barat dan juga ketimur. Non Blok adalah pilihan logis Soekarno demi masa depan Indonesia.
Isu seolah Soekarno lebih berpihak kepada PKI dan dekat dengan China, adalah cara Presiden pertama dijatuhkan. Barat tidak suka Soekarno dan pandangan politiknya. Ya.., sejak saat itu Orde Baru mendapat panggung dan sejak saat itu pula Indonesia tunduk dan patuh kepada AS.
Saat ini, Indonesia adalah aset yang harus tetap dipertahankan. Jokowi yang kemudian terpilih sebagai presiden sejak lima tahun lalu dinilai membahayakan posisi AS.
Tanda-tandanya sangat jelas. Freeport, blok Rokan, Newmont di Nusa Tenggara, semua milik AS dan diambil alih.
Sama seperti Soekarno, Jokowi harus dibuat jatuh bila tak ingin posisi AS di Indonesia terganggu. Ciptakan isu bahwa China berada dibalik semua ini. Familiar? Yup..😁
Jokowi sedang tidak memilih akrab dengan AS atau ingin bermesra dengan China. Jokowi sedang berusaha keras membuat Indonesia menjadi lebih dan lebih lagi.
Segala potensi dimiliki negara ini. Wilayah yang sangat luas, posisi strategisnya, kekayaan alam tak tertandingi hingga jumlah rakyat yang memungkinkan kita tinggal landas ada dan semua terpenuhi disana.
Hanya pemimpin yang bodoh dan mau santai saja yang tak mampu melihat seluruh potensi tersebut. Jokowi datang sebagai presiden yang ingin merubah paradigma santai itu.
Kerja, kerja dan kerja jelas adalah slentingan keras bagi bangsa & rakyat yg lama telah terlena dengan segala kelebihan alam yang dinikmati.
Terlalu lama kita santai & berpuas diri dgn hasil alam yang dikelola asing & merasa cukup hanya dgn menerima royalti yang mereka berikan.
Terlalu lama petinggi negara ini berebut kursi kekuasaan hanya demi keterlibatannya sebagai kasir atas kue royalti asing.
Demikianlah bertahun tahun sistem sudah berjalan dengan teratur dan tiba-tiba muncul pengacau yang sok bersih, sok ga mau terlibat dalam bagi-bagi kue itu.
Bukan hanya sok tak mau terlibat, bahkan pabrik kuenyapun kini diambil dan dikuasai sehingga rutinitas mengasikkan itu tiba-tiba hilang. Pemilik dan kontributor menjadi terganggu dan marah.
Itulah sebab kekacauan, dan itulah awal dari perlawanan mereka yang terusik. Kekacauan marak, demo digelar bak dagangan di pasar pinggir jalan tanpa ada hari libur. Pesan yang ingin disampaikan adalah mereka ingin masa indah itu kembali.
Jokowi bergeming. Dia tidak peduli dengan seluruh protes itu. Cukup adalah cukup..! itu tekad bulat Jokowi. Mundur berarti hancur..!!
Sungguh tak berlebihan bila pernyataan bahwa Tuhan begitu sayang pada Indonesia, dan juga kepada Presiden.
Melalui sebuah bencana global yakni Covid-19, alam menata ulang dunia. Ibarat sebuah lomba, yang sudah berlangsung lama, perlombaan itu untuk sesaat dihentikan. Semua diam, dan untuk sesaat semua berhenti.
Pemilik pabrik kuepun berhenti marah. Mereka, para kontributor menjadi bingung dan mulai frustasi.
.
.
Berita BEM teriak ingin demo dalam kondisi negara darurat, pun demikian dengan KSPI, dan usaha kampungan 3 orang Profesor kasak kusuk berbau busuk
mepet meja MK adalah bentuk rasa frustasi itu.
.
.
Alam tak peduli dengan urusan itu. Sebentar lagi bel sebagai tanda start akan tetap dibunyikan. Siapa paling siap, merekalah yang akan memimpin.
Dimanakah posisi Indonesia?
Bukti bahwa Indonesia benar disayang Tuhan seolah bukan basa basi. Lima tahun sebelum alam mengambil alih dunia dengan Covid-19 ini, Jokowi sebagai presiden terpilih, telah bekerja seperti kesetanan.
Seolah telah mendapat bisikin, Presiden tahu hal utama apa yang harus dikerjakan demi masa sulit nanti. Infrastruktur..! Dan benar, itu menjadi andalan bagi start sempurna saat peluit dibunyikan.
Ibarat mobil, Indonesia adalah Maserati. Bahwa China dan India adalah Ferrari, itu tak akan mengurangi rasa percaya pasar terhadap kita. Kita memiliki mesin mobil yang sama dengan China dan india, mesin Ferrari. Kita siap melaju secepat yang diinginkan.
Itu bukan kita yang Ge-Er atau halusinasi, itu adalah penilaian para pelaku pasar. Itu juga apa kata majalah The Economist Intellegence dari Inggris yang terang-terangan menyebut Indonesia, China dan India adalah tiga negara
yang bertahan diantara seluruh negara-negara yang tergabung dalam G20.
.
.
Bukti lain bahwa Indonesia dianggap lebih siap dibanding banyak negara lain adalah tanggapan positif pasar.
Hal ini tercermin dari menguatnya nilai rupiah secara konstan dalam beberapa hari terakhir Ini. Ini parameter, bukan lantas disandingkan dengan awal tahun yang masih Rp 14 ribuan.
Ya..., seluruh dunia sedang menunggu peluit itu ditiup. Sama seperti Ronaldo memilih Madrid dan meninggalkan MU adalah 100% demi perkembangan karirnya dan bukan karena sebab dia lebih cinta yang mana, Indonesiapun demikian.
.
.
Dunia akan dan sedang berubah. Tak ada yang abadi selain perubahan itu sendiri. Maka, bukan tentang China yang kita pilih jadi partner kita dan AS kita tinggalkan, ini adalah tentang dimana dunia sedang berubah arah
dan China adalah siapa yang diprediksi akan menjadi juara dikemudian hari.
Indonesia dibawah kepemimpinan Jokowi sedang membuat arah ekonomi Indonesia baru, arah yang juga dipilih oleh banyak negara lain didunia. Dijalur itu ada termasuk China dan India.
Benar kita sudah mendapat keuntungan saat start karena hasil sempurna kerja lima tahun Presiden, namun tanpa dukungan semua pihak, tentu akan sia-sia.
Butuh 55 tahun bagi Indonesia mencari dan menemukan jalan itu. Kemana arah harus ditempuh, sudah semakin jelas.
Tak ada lagi alasan gagal. Taka ada alasan lagi untuk tak segera memulainya. Presiden yang baik ini adalah orang benar pada waktu yang tepat bagi awal kebangkitan Indonesia.
Saat tepat memulai tahun baru ini dengan pikiran yang selalu positif.
.
.
.
Tak jauh dari petilasan Ario Penangsang, di desa Jipang, Cepu, Kabupten Blora, seluruh keturunan kakek dari kakeknya Hardjo adalah penganut kejawen. Mereka hidup dengan tenang dan damai.
Dalam mengekpresikan budaya dan agamanya, sebagai orang Jawa, kakek Hardjo sangat menghormati pola hubungan yang seimbang.
Hal itu selalu dilakukan pada sesama individu, alam dan Tuhan dimana adalah sebagai pusat segala kehidupan dunia.
Keseimbangan adalah tentang melihat kedalam, (introspeksi) bukan menunjuk siapa yang bersalah. Bukan pula tentang bonus surga dan denda neraka, ini adalah tentang membuat dirinya semakin hari semakin baik dalam seluruh perjalanan hidupnya hingga keseimbangan terwujud.
Memaknai keterpilihan dan menang demi suara terbanyak, itulah entitas demokrasi kita kenal. Paling tidak, itulah cerita selalu kita dengar setiap pemilu, di mana pun juga.
Prabowo jadi Presiden, jelas adalah target awal Pilpres 2019 lalu. Target berikutnya yang mungkin lebih besar dari target awal itu tak pernah kita dengar. Dia layu sebelum mekar, tenggelam sebelum sempat berlayar. Lainnya, silahkan tambahin sendiri.🤔
"Apa yang tak pernah kita dengar sebagai target selanjutnya?"
Namanya juga hasrat, bisa apa saja. Yang jelas, semua pihak yang tak suka Jokowi berkumpul di sana. Apa agenda ingin agar Jokowi tak terpilih kembali, itulah makna hasrat menjadi relevan.
“Le.. Tuhanmu tak akan marah bila kamu meminta kepadaNYA, tapi sering-seringlah menyapaNYA daripada kau meminta, karena temanmu akan lebih suka kau menyapanya daripada kau sering meminta, walaupun Tuhan, tidak sama dan sebanding dengan temanmu.”
Demikian seorang yang saya kenal melalui akunnya pernah mendapat nasehat dari almarhum ayahnya 30 tahun yang lalu.
Di sela kesibukkannya menjadi diri sendiri lewat cuitan-cuitan yang mengajak kita untuk menempatkan manusia di atas agama. Kadang ia menyelipkan cerita tentang bagaimana keluarganya hidup dalam ke Bhinnekaan.
Sulit kita mencoba paham dengan ekspresi muka "mbecetut"-nya. Lebih sulit lagi kita memahami bunyi yang sering dihasilkan oleh mulutnya.
Selalu saja ada nada tak harmonis dan telinga ini menjadi obyek penderita sebagai akibatnya. Menderita dalam arti sesungguhnya.
Sampah, itu ketika mata menjadi juri. Noise, masih terdengar lebih enak bila telinga adalah alat penilai.
Entahlah... dia benar punya mulut, tapi seolah berkodrat tak baik. Bukan suara dengan makna harafiah kita dengar keluar dari mulutnya, bunyi-bunyian, itu lebih tepat.
BU RISMA BANGET
.
.
.
.
Kemana penghuni yang kemarin sempat diajak bicara ibu Mensos, mungkin tak lagi penting. Keberadaan tuna wisma yang tertangkap oleh kepedulian si ibu itu telah menampar sang penguasa tertinggi hingga covid-19 pun turut menjauh.
Kolong jembatan itu kini mendapat perhatian sang wali kota. Bersih-bersih demi indah taman penuh lampu dikejar hingga Februari nanti.
Akan banyak tempat kumuh yang lain berubah dan berbenah bukan karena harus dan demi pantas Jakarta bersolek,
membatasi spontan ibu Mensos baru yang tak tahan tangan untuk selalu berbagi dan menebar rasa solider tak mendapat ruang, sepertinya itulah alasan tepatnya.
Caranya berpikir, selalu mencoba untuk mencari jalan keluar ketika prahara ekonomi, entah suami bangkrut atau bahkan PHK saat pandemi menimpa rumah tangganya. Bukan lari, apalagi mencari siapa salah dibalik cerita itu.
Menjual apapun yang berharga dan masih laku yang masih dia miliki demi selamat dan utuh keluarga. Apa saja yang dia punya tak lagi lebih berharga dibanding keluarga.
Ketika menikah telah disepakati, susah senang bersama disambut dengan senyum. Suami terlalu berat bekerja, cepat tangan kanan membantu sementara tangan kirinya tak lepas dari gendong si anak.